JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PLN Sofyan Basyir sebagai tersangka. Sofyan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan Proyek PLTU-Riau 1.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyebut penetapan Sofyan sebagai tersangka merupakan pengembangan dari kasus yang sudah menjerat sejumlah nama seperti Eni Maulani Saragih, Johannes B Kotjo, Idrus Marham dan Samin Tan.
“Tersangka diduga bersama-sama atau membantu Eni dan kawan-kawan menerima hadiah dari Johannes terkait kesepakatan kontrak kerja sama Pembangunan PLTU-Riau1,” kata Saut dalam konfrensi Pers di Markas KPK, Selasa (23/4/2019).
KPK menduga Sofyan ikut kecipratan uang jasa dari kontrak kerjasama pembangunan PLTU Riau-1.”SFB diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham,” ungkapnya.
Sofyan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.(*/Ag)
JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor menjatuhkan vonis 3 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsidier 2 bulan kurungan terhadap mantan Menteri Sosial, Idrus Marham. Ia diangga terbukti melakuan korupsi terkait kasus suap proyek PLTU Riau-1.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Idrus Marham terbukti bersalah melakukan korupsi bersama-sama, menjatuhkan pidana tiga tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsidier dua bulan kurungan,” ucap Ketua Majelis Hakim Yanto di ruang sidang Pengadilan Negeri Tipiko, Jakarta Pusat (23/4/2019).
Putusan Majelis Hakim lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yakni 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Adapun hal meringankan dan memberatkan dalam putusan hakim adalah Idrus bersikap sopan selama persidangan dan belum pernah dipidana serta tak menikmati hasil pidana yang dilakukan. Sementara hal yang memberatkan, jaksa menilai perbuatan Idrus tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi.
Idrus terbukti bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, menerima suap terkait proyek tersebut dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johanes Budisutrisno Kotjo, sebesar Rp2,25 miliar.
Suap tersebut diberikan agar Idrus dan Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau-1. Uang itu sendiri diberikan dalam dua tahap yaitu tahap pertama Rp 2 miliar dan tahap kedua Rp250 juta.
Uang Rp2 miliar diberikan Kotjo pada 25 September 2017. Saat itu, Idrus mengarahkan Eni untuk meminta uang sebesar USD 2,5 juta kepada Kotjo. Uang itu dipakai untuk keperluan Munaslub Golkar.
Sementara itu, uang Rp250 juta diberikan Kotjo kepada Eni dan Idrus pada Juni 2018. Uang itu diberikan setelah Idrus menghubungi Kotjo.
Semua uang tersebut diberikan Kotjo kepada Eni dan Idrus melalui stafnya, yang kemudian diberikan kepada staf Eni bernama Tahta Maharaya.
Idrus dijerat Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (*/Ag)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mendalami pengakuan Anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso yang menyeret nama Nusron Wahid.
Nusron disebut sebagai pihak yang memerintahkan Bowo Sidik mengumpulkan uang untuk ‘serangan fajar’ pada Pemilu.
“Iya nanti nanti kita pelajari apakah ada terkait langsung tidak langsung dengan peristiwa pidananya atau persoalan kontestasi kita harus harus lihat di situ,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat dikonfirmasi, Senin (22/4/2019).
Bowo melalui kuasa hukumnya Saut Edward Rajagukguk menyebut Nusron menyiapkan 600 ribu amplop untuk serangan fajar. Saut juga menyebut jika perintah menyiapkan 400 ribu amplop itu disampaikan Nusron secara langsung saat melakukan pertemuan dengan Bowo di Gedung DPR RI.
Bowo merupakan caleg petahana Golkar dari daerah pemilihan (Dapil) Jawa Tengah II. Bowo dan Nusron maju sebagai Caleg di Dapil yang sama. Namun, semua tudingan itu telah dibantah Nusron.
Bowo bersama Marketing Manager PT HTK, Asty Winasti dan pejabat PT Inersia, Indung ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait kerjasama pengangkutan pupuk milik PT Pupuk Indonesia Logistik dengan PT HTK. Bowo dan Idung sebagai penerima sedangkan Asty pemberi suap.
Bowo diduga meminta fee dari PT HTK atas biaya angkut. Total fee yang diterima Bowo USD 2 permetric ton. Diduga telah terjadi enam kali menerima fee di sejumlah tempat seperti rumah sakit, hotel dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan USD85,130 ribu. (*/Ag)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT LEN Industri Abraham Mose, Senin (22/4/2019).
Abraham yang juga mantan Direktur Pemasaran PT LEN Industri itu bakal diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek e-KTP yang menjerat politikus Golkar, Markus Nari.
“Abraham Mose diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MN (Markus Nari),” kata Jubir KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi.
PT LEN merupakan salah satu korporasi yang tergabung dalam konsorsium penggarap proyek e-KTP bersama Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), PT Sucofindo (Persero), PT Sandipala Arthaputra, dan PT Quadra Solution.
Tak hanya Abraham Mose, dalam mengusut kasus ini, KPK juga menjadwalkan memeriksa sejumlah petinggi PT LEN Industri lainnya, yakni Direktur Administrasi dan Keuangan, Andra Yastrialsyah Agussalam; serta Direktur Teknologi dan Produksi Darmansyah Mappangara.
Selain itu, KPK juga memeriksa Karyawan PT LEN Industri, Mursid Indarto; staf bagian ICT PT LEN Industri Andi Rahman; serta mantan Kadiv yang kini menjadi Dirut PT SEI, Agus Iswanto.
Seperti halnya Abraham Mose, para petinggi dan karyawan PT LEN Industri itu juga bakal diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dengan tersangka Markus Nari.(*/Jun)
JAKARTA – Dua mantan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Irwan dan Iswahyu Widodo, didakwa menerima suap dalam pengurusan perkara.
Dakwaan dibacakan jaksa penuntut umum KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (22/4/2019).
“Terdakwa sepakat untuk membantu pengurusan perkara dengan imbalan Rp500 juta dalam bentuk dollar Singapura,” kata Jaksa Ferdian saat membacakan dakwaan di ruang sidang.
Suap diterima dari Arif Fitrawan dan Martin P Silitonga itu diduga terkait dengan penanganan perkara perdata di PN Jakarta Selatan dengan penggugat Isrulah Achmad dan tergugat Williem JV Dongen dan turut tergugat PT Asia Pacific Mining Resources.
Atas perbuatannya, kepada pihak yang diduga penerima suap disangkakan Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini KPK menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Iswahyu Widodo, Hakim PN Jakarta SeIatan (Ketua Majelis Hakim); Irwan selaku hakim PN Jakarta Selatan; dan Muhammad Ramadhan selaku panitera penggati PN Jakarta Timur. Ketiganya diduga sebagai penerima suap.
Selain itu, ada pula Arif Fitrawan selaku advokat dan Martin P Silitonga selaku pihak swasta. Martin diketahui saat ini sedang dalam penahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan atas dugaan pelanggaran pidana umum. Keduanya diduga sebagai pemberi suap.
Selama proses persidangan, diindikasikan pihak penggugat melakukan komunikasi dengan Muhammad Ramadhan panitera pengganti PN Jaktim sebagai pihak yang diduga sebagai perantara terhadap majelis hakim yang menangani perkara di PN Jakarta Selatan.
Advokat Arif Fitrawan, diduga menitipkan uang 47 ribu dollar Singapura atau setara Rp 500 juta ke Muhammad Ramadhan untuk diserahkan kepada majelis hakim. Diduga sebelumnya majelis hakim juga telah menerima uang sebesar Rp 150 juta dari Arif Fitawan melalui Muhammad Ramadhan untuk mempengaruhi putusan sela.
Suap itu diduga bertujuan supaya tidak diputus N.O yang dibacakan pada bulan Agustus 2018 an disepakati akan menerima lagi sebesar Rp 500 juta untuk putusan akhir.(*/We)
JAKARTA – Rien Wartia Trigina atau biasa dikenal Erin Taulany dilaporkan ke polisi atas tuduhan penghinaan kepada calon Presiden RI Prabowo Subianto.
Istri dari artis Andre Taulany itu dituduh melakukan pencemaran nama baik capres nomor urut 01 dengan mengunggah sejumlah kalimat yang dianggap menghina di akun media sosial Instagram miliknya.
Pelaporan tersebut diakui oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono yang menjelaskan si pelapor telah memberikan sejumlah bukti. ” Ada capture unggahan Instagram,” ujarnya.
Menurut dia, saat ini pihak kepolisian masih melakukan pemeriksaan atas kasus tersebut. Selanjutnya akan dilakukan pemanggilan terhadap pelapor, terlapor dan saksi untuk dimintai keterangan.
“Nanti pelapor akan ditanya yang dilaporkan itu apa, buktinya apa. Lalu, saksi dan pihak terlapor akan dipanggil juga,” jelasnya.
Sebelumnya, Erin mengunggah foto Prabowo dengan beberapa tulisan yang dinilai sebagai penghinaan. Seperti, “Kasian tambah sakit ***a (emoji tertawa),” tulis Erin.
“Si****g,” lanjutnya.
“Kasian jadi **la krn ambisi pingin jadi President gak kesampean!!!” tulisnya diunggahan yang terakhir.
Namun diketahui, unggahan-unggahan itu telah dihapus.
Erin terancam melanggar Pasal 27 Ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (3) dan atau Pasal 28 Ayat (2) Jo Pasal 45 Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.(*/Adyt)
JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) mengambil sikap tegas dengan melaporkan berbagai hoaks terkait Pemilu 2019 kepada aparat penegak hukum.
“Ada beberapa hal yang nanti kami pilah, cukup dilakukan klarifikasi saja atau karena itu cukup membahayakan, serius, berdampak masif, kami ambil sikap sampai dengan melaporkan hingga ke aparat penegak hukum,” kata Ketua KPU RI Arief Budiman dalam konferensi pers terkait Pemilu 2019 di Kantor KPU RI, Jakarta, Sabtu (20/4/2019).
Dia menuturkan ada hoaks yang membahas tentang serangan server hingga proses penghitungan perolehan suara Pemilu serentak 2019 yang dilakukan KPU RI, karena itu pihaknya akan selalu menyampaikan klarifikasi agar berita bohong itu tidak menyebar dan meresahkan masyarakat.
“Setiap hoaks yang sampai ke kami, apapun itu, pasti kami klasifikasi. (Hoaks) menyampaikan tentang server, proses atau apapun itu pasti kami klarifikasi,” ujarnya.
Lebih lanjut Arief Budiman meminta masyarakat untuk sabar menanti hasil akhir penghitungan perolehan suara yang akan ditetapkan KPU RI berdasakan rekapitulasi fisik berjenjang, serta tidak mudah terpengaruh oleh berbagai informasi yang menyebar di internet maupun media sosial.
Sementara itu Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Rudiantara mengatakan KPU menerima banyak serangan hoaks terkait penyelenggaraan Pemilu 2019.
“Meskipun pemilu sudah selesai, tapi kami mengidentifikasi masih ada hoaks yang berkaitan dengan Pilpres,” ujar Menkominfo Rudiantara.
Dia mengungkapkan data itu dilihat dari perbandingan antara 17 hari pertama bulan Maret 2019 dengan 17 hari pertama April 2019. Menurut dia, kasus penyebaran hoaks paling banyak terjadi bulan April.
“Kita jaga sama-sama jangan kirimkan hoaks terutama yang ditujukan kepada KPU. Kita jaga sama-sama KPU untuk melakukan perhitungan,” katanya berisi ajakan.(*/Ag)
JAKARTA – Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengaku bingung ketika Perludem dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri atas dugaan kebohongan publik terkait quick count Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Sebab, Perludem bukan penyelenggara quick count.
Bahkan Titi menyebutkan kalau pelapor Perludem ini salah alamat. “Kami tidak melakukan quick count atau survei. Yang kami lakukan adalah pemantauan terhadap tahapan pemilu, khususnya pemantauan terhadap kebijakan dan pembuatan kerangka hukum pemilu. Kami melakukan ini bahkan sebelum UU Pemilu dibuat,” ujar Titi di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, pada Sabtu (20/4/2019).
“Jadi bisa dikatakan laporannya salah alamat,” serunya.
Lain halnya, kata Titi, jika laporan tersebut ditunjukkan terkait aktivitas Perludem dalam pemantauan terhadap Pemilu. Namun kalau laporan tersebut berkaitan dengan kegiatan quick count, ia justru mempertanyakan alasan dari laporan itu hingga bisa ditujukan kepada Perludem.
“Kami ingin bertanya kepada pelapor, atas materi apa kami dilaporkan dan untuk substansi apa yang kami langgar? Tolong dibuka sejelas-jelasnya kepada publik supaya tidak ada kesalahpahaman. (Karena) Kapasitas dan kompetensi kami tidak ada di sana (terkait quick count),” kata Titi.
Ia menjelaskan kalau Perludem adalah lembaga non-profit dan non-partisan. Melainkan lembaga pemantau Pemilu yang telah terakreditasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Perludem bukan anggota Persepi dan bukan penyelenggara quick count atau survei-survei yang berkaitan dengan elektabilitas peserta Pemilu 2019. Perludem adalah lembaga pemantau pemilu yang terakreditasi oleh Bawaslu,” jelasnya.
“Kami memang terlibat dalam koalisi kawal pemilu, tapi yang kami lakukan bukan quick count. Kami menghimpun foto C1 dari TPS dan input melalui situs kawalpemilu.org, tidak menggunakan metodologi quick count. Kami ambil bagian koalisi masyarakat sipil, gerakan kerelawanan,” pungkas Titi.
Sebelumnya, Koalisi Aktivis Masyarakat Anti Korupsi dan Hoaks (KAMAKH) melaporkan enam lembaga survei ke Bareskrim Mabes Polri, atas dugaan kebohongan publik, pada Kamis (18/4/2019). Keenam lembaga survei yang dilaporkan tersebut adalah Indo Barometer, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Charta Politika, Poltracking, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), serta Perludem. (*/Adyt)
TUBAN – Secara umum tahapan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) di Kabupaten Tuban berlangsung lancar tanpa adanya kendala, baik kekurangan surat suara maupun gangguan dalam proses pencoblosan berlangsung.
Namun, berdasarkan pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Tuban menemukan sedikit kendala dalam proses penghitungan surat suara dan juga rekap. Hingga akhirnya, Bawaslu Tuban mengintruksikan penghitungan ulang dan pembetulan rekap suara.
Ketua Bawaslu Tuban Sulamul Hadi menyatakan bahwa terdapat dua TPS yang harus melakukan penghitungan ulang. Yakni satu TPS di Desa Kradenan, Kecamatan Palang, dan TPS di Desa Tegalagung, Kecamatan Semanding.
“Ada dua TPS yang kita rekomendasikan untuk penghitungan ulang, itu karena adanya selisih yang berasal dari perolehan surat suara. Dan itu semua sudah dilaksanakan dengan baik, tidak ada keberatan dari para saksi. Sekarang semua sudah selesai,” terang Gus Hadi, sapaan akrab Ketua Bawaslu Tuban.
Penghitungan ulang tersebut dilakukan di tingkat desa sebelum surat suara hasil Pemilu 2019 dikirim ke Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Penyelesaian masalah perbedaan hasil suara di dua TPS tersebut menghadirkan semua saksi yang ada dan juga seluruh KPPS.
“Jadi rekomendasi penghitungan ulang itu dihadiri semua saksi dan KPPS, supaya permasalahan ini selesai. Sehingga nanti dalam rekap di PPK tidak ada masalah,” lanjutnya Sulamul Hadi.
Permasalahan lain yang ditemukan oleh Bawaslu Tuban adalah kesalahan penjumlahan atau selisih hasil suara terutama untuk partai dan caleg. Sehingga permasalahan yang ditemukan tersebut harus segera dilakukan perbaikan dalam proses penjumlahan sebelum surat suara dikirim ke tingkat PPK.
“Dari proses hasil penghitungan, kita mensinyalir bahwa tidak seluruh petugas KPPS paham terkait tugas dan tanggungjawabnya secara detail. Terkait adanya kesalahan yang bersumber dari menyalin C 1 plano ke C 1 itu juga banyak, kita juga sudah merekomendasi untuk melakukan perbaikan-perbaikan,” tegasnya.
Sementara itu, dalam pelaksanaan Pemilu 2019 yang berlangsung serentak ini Bawaslu Tuban juga tidak mendapatkan temuan atau laporan terkait dengan pelanggaran money politik. Bawaslu Tuban mengaku sudah melakukan patroli keliling seluruh kecamatan untuk melakukan antisipasi adanya money politik.(*/Gio)
JAKARTA – Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengingatkan kepada peserta Pemilu 2019 yang mengklaim kemenangan atau yang protes karena kalah untuk tidak memobilisasi massa ke jalan. Tito memastikan akan membubarkan massa tersebut.
“Saya mengimbau pihak mana pun untuk tidak melakukan mobilisasi, baik mobilisasi merayakan kemenangan atau mobilisasi tentang ketidakpuasan,” kata Tito di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (18/4/2019).
Tito mencontohkan adanya sejumlah massa yang melakukan konvoi di kawasan Bundaran HI pasca pencoblosan. Aparat langsung membubarkan massa tersebut.
“Itu kemarin di Hotel Indonesia kami bubarkan dari dua pasangan melakukan mobilisasi, dua-duanya kami bubarkan,” jelas Tito.
Perintah ini juga berlaku di seluruh wilayah di Indonesia. Sebab, proses penghitungan suara secara manual oleh KPU masih berlangsung sampai 35 hari ke depan.
“Jadi kita hargai proses yang ada. Itu kan yang paling utama bagi kita pada saat KPU memberikan pernyataan resmi. Sambil di tengah itu tidak ada yang melakukan langkah-langkah inkonstitusional, mobilisasi dan lain-lain. Apalagi yang bertujuan untuk mengganggu stabilitas,” ujar Tito.
“Polri dan TNI memiliki kemampuan deteksi. Kami bisa memahami kalau ada gerakan dan kami pasti akan melakukan langkah-langkah sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.(*/Adyt)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro