SLEMAN – Hampir semua sektor pendidikan sudah melaksanakan pembelajaran daring mengatasi permasalahan yang terhambat karena pandemi covid-19. Bosan jadi salah satu persoalan baru yang harus dihadapi selama pembelajaran daring berlangsung.
Dosen Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia (UII), Ratna Syifa’a Rachmahana mengatakan, masalah itu lebih banyak dialami siswa-siswa yang baru naik jenjang. Seperti kelas VII SMP atau kelas X SMA.
Terlebih, ia mengingatkan, pembelajaran jarak jauh (PJJ) memang menekankan kepada kemandirian siswa. Karenanya, Ratna berpendapat, biasanya siswa-siswa yang tidak mandiri akan lebih banyak yang merasa kesulitan selama ikuti pembelajaran daring.
Ada beberapa metode pengajaran yang akan membuat siswa cepat beradaptasi seperti dengan studi kasus, karya tulis, proyek penelitian dan e-learning. Namun, perlu peran yang sangat besar dari orang tua agar bisa mendampingi siswa mengikuti PJJ.
Peran yang bisa dilakukan mulai dari terlibat aktif untuk bisa mendampingi proses belajar anak. Tentu, berbeda menangani siswa SD dan siswa SMA, dan sebagai orang tua mereka dapat memberikan proyek ‘life skill’ yang bisa dipelajari di rumah.
“Hal lain yang perlu dilakukan memberi batasan waktu dan konten dalam penggunaan gawai dari internet. Jelaskan apa efek positif dan negatif penggunaan internet tersebut,” kata Ratna dalam webinar yang digelar Fakultas Kedokteran UII, Rabu (17/2).
Ia menuturkan, supportive menjadi gaya parenting yang ideal untuk mendampingi siswa. Karenanya, selain menerapkan batas aturan harus dijelaskan pula alasan, agar anak-anak bisa secara sadar menentukan sikap dan memiliki tanggung jawab.
Sedangkan, yang perlu dihindari dari orang tua kepada anak tidak lain kebiasaan menuntut prestasi akademik yang tinggi. Menurut Ratna, kondisi itu dapat memicu siswa-siswa menjadi penyontek dengan alasan ingin membahagiakan orang tua mereka.
“Karenanya, orang tua diharapkan bisa bersinergi dengan guru atau sekolah agar tercapai kondisi ideal untuk siswa, orang tua dan guru,” ujar Ratna.(*/Ind)
JAKARTA – Sebagian pihak meyakini, kebanyakan orang yang mendapatkan vaksinasi tidak akan terpapar virus Covid-19. Hingga kini, hal tersebut masih diteliti lebih lanjut oleh ilmuwan, apakah vaksin memang benar mencegah virus Covid-19 terhadap seseorang atau tidak.
“Meskipun vaksin memang menawarkan lapisan perlindungan, sangat penting bagi kami semua untuk terus mengikuti semua tindakan pencegahan lainnya,” kata Direktur Medis Layanan Perawatan Kesehatan Presbyterian, Denise Gonzales, seperti dikutip dari krge.com, Rabu (17/2).
Dia melanjutkan, data awal menunjukkan beberapa tanda yang menjanjikan, tetapi ini masih dini dan banyak yang belum diketahui. Itulah sebabnya para ahli mengimbau orang yang telah divaksinasi untuk terus memakai masker dan menjaga jarak.
Sebuah makalah baru yang diterbitkan bulan ini menganalisis uji klinis fase III dari vaksin Oxford-AstraZeneca. Hasilnya menunjukkan, potensi vaksin untuk mengurangi penularan virus corona tanpa gejala. Demikian pula, data dari uji coba Moderna mungkin menyarankan vaksin dapat mencegah dua pertiga kasus tanpa gejala setelah satu suntikan.
Sheba Medical Center di Israel melakukan penelitian kecil-kecilan tentang vaksin Pfizer-BioNTech. Kepala penelitian mengatakan temuan itu menyarankan orang yang mendapatkan vaksin menghindari menjadi pembawa virus. Penelitian tersebut melibatkan ukuran sampel yang kecil dan penelitian tersebut tidak dipublikasikan.
Pada akhirnya, masih banyak lagi penelitian yang perlu dilakukan untuk benar-benar mengetahui jawabannya. Terlepas dari itu, dia mengetahui vaksin membuat perbedaan dalam kasus Covid-19.
Para peneliti melihat penurunan 16 persen kasus akibat vaksin saja. “Perhatikan garis-garis itu, semakin jauh terpisah yang berarti seiring berjalannya waktu dan kami memvaksinasi lebih banyak orang. Vaksinasi itu sendiri memiliki efek yang semakin banyak,” kata dia.
Pusat Pengendaliaan dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS) memperbarui pedomannya, CDC mengatakan orang-orang yang telah divaksinasi penuh tidak harus karantina setelah terpapar seseorang dengan Covid-19.
Dalam menjelaskan keputusan tersebut, CDC menyatakan meskipun risiko penularan SARS-CoV-2 dari orang yang divaksinasi ke orang lain masih belum pasti, vaksinasi telah terbukti dapat mencegah gejala Covid-19. Penularan simptomatik dan pragejala dianggap memiliki peran yang lebih besar dalam penularan daripada penularan tanpa gejala.(*/Ta)
BANDUNG – Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat mengajukan 28 ribu vaksin untuk guru dan tenaga pendidikan. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Jabar Dedi Supandi, jumlah itu akan dibagi secara bertahap dengan prioritas kepada sekolah yang akan menggelar kegiatan belajar mengajar secara tatap muka.
Dedi mengatakan, sedang mendata sekolah yang akan menggelar sekolah tatap muka. Saat ini, di masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) sudah ada sekitar 2.870 sekolah di berbagai wilayah yang mengajukan sekolah tatap muka.
Namun, kata Dedi, dari kajian yang sudah dilakukan, jumlah yang ideal untuk melakukan tatap muka hanya 626 sekolah. Ribuan lainnya bukan karena tidak siap dengan infrastruktur penunjang, namun karena pertimbangan lokasinya berada di wilayah yang tingkat kerawanannya tinggi.
Meski demikian, kata dia, keputusan untuk menggelar sekolah tatap muka tetap berada dalam kewenangan pemerintah kabupaten kota. Dedi mengatakan, pihaknya hanya berupaya menyediakan sarana, meskipun keputusan nantinya sekolah tatap muka atau tetap daring.
“Guru yang akan divaksin itu banyak, bisa mencapai 28 ribu. Nanti kami buat tahapan sekolah mana dulu yang mau melakukan tatap muka. Yang kedua, usia guru,” ujar Dedi, Senin (15/2).
Vaksinasi, kata dia, sangat diperlukan bagi tenaga pendidikan setelah program untuk tenaga kesehatan rampung. Hal ini agar proses pembelajaran bisa berjalan lancar dan tidak terjadi kasus Covid-19 di lingkungan sekolah.
Pengajuan vaksin ke Dinas Kesehatan pun disesuaikan dengan jumlah guru dan staf pengajar yang ada di Jabar. “Yang jelas, pekan depan kami sudah akan menyiapkan vaksin buat guru,” ucapnya.(*/He)
PURBALINGGA — Program vaksinasi tahap I dengan sasaran tenaga kesehatan sudah memasuki penyuntikan tahap II. Termasuk juga di Kabupaten Purbalingga. Pascapemberian vaksinasi ditemukan ada 8 nakes yang terpapar Covid-19.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga, drg Hanung Wikanto, menyebutkan tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19 tersebut terdiri dari 3 orang perawat, 2 orang bidan, 1 orang petugas surveilans, 1 orang petugas rekam medik, dan 1 orang dokter. Seluruh nakes yang terpapar, bertugas di Puskesmas Kecamatan Kaligondang
”Saat terpapar Covid 19, mereka baru mendapat satu kali suntikan vaksin. Belum mendapat suntikan vaksin kedua,” katanya, Selasa (16/2/21).
Dia memperkirakan, para nakes tersebut terpapar Covid-19 karena dampak penyuntikan vaksin pertama belum dapat membangun imunitas tubuh secara sempurna. Vaksin Covid 19 memang harus dilakukan dalam dua kali penyuntikan dengan rentang waktu selama 14 hari.
Dia menyebutkan, dari seluruh nakes yang terpapar, 7 di antaranya masuk kategori tanpa gejala atau gejala ringan. ”Hanya seorang yang dirawat di rumah sakit, yakni dokternya,” katanya.
Terhadap nakes terpapar, Hanung menyatakan, mereka tidak bisa diberikan penyuntikan vaksin kedua. ”Mereka baru bisa mendapat vaksin lagi setelah tiga bulan dinyatakan negatif,” jelasnya.
Sedangkan untuk mencegah penyebaran Covid 19 dari kalangan nakes ini, dia menyatakan, Puskesmas Kaligondang ditutup sementara selama tiga hari. Warga yang membutuhkan layanan rawat jalan di wilayah puskesmas tersebut diarahkan untuk meminta pelayanan di puskesmas terdekat.
”Puskesmas Kaligondang kita tutup selama tiga hari dulu. Selama penutupan, kami akan lakukan sterilisasi dengan penyemprotan desinfektan,” ucapnya.(*/D Tom)
TASIKMALAYA – Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya, Jawa Barat memastikan tak ada aturan yang mewajibkan siswa-siswi untuk menggunakan seragam tertentu yang identik dengan agama, termasuk penggunaan hijab. Aturan terkait pemakaian seragam di Kota Tasikmalaya dinilai selalu merujuk pada aturan secara nasional.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya, Budiaman Sanusi mengatakan, tidak ada aturan yang mewajibkan atau melarang siswi menggunakan hijab. Selama ini, ia menambahkan, pihaknya selalu mengikuti aturan secara nasional.
“Yang mau berbusana Muslim silakan, yang tidak juga tidak dipaksa. Yang penting sopan dan sesuai seragam,” kata dia dikutip dari republika.co.id, Jumat (5/2/21).
Ia mencontohkan, tak semua siswa di sekolah umum menggunakan menggunakan hijab. Jangankan pemaksaan kepada siswi nonmuslim, lanjut dia, siswi uslim di Kota Tasikmalaya juga ada yang tak memakai jilbab, meski kecil jumlahnya.
Pemakaian seragam siswa di Kota Tasikmalaya secara umum mengikuti aturan nasional. Namun, khusus untuk pemggunaan batik disesuaikan dengan identitas lokal.
“Jangankan untuk nonmuslim, yang muslim tak pakai jilbab juga tak ada sanksi apapum. Itu hak pribadi, kepercayaan terhadap agama masing-masing,” kata dia.
Menurut Budiaman, meski berjuluk “Kota Santri”, Tasikmalaya juga menjunjung tinggi kebhinekaan. Sebab, pada dasarnya Indonesia bukan negara Islam. Alhasil, aturan yang dibuat menjunjung kebhinekaan.
Ia juga meminta pihak sekolah tak mengeluarkan aturan terkait penggunaan seragam yang mengarah pada identitas agama tertentu. “Alhamdulillah sampai saat ini belum terdegar kasus-kasus seperti itu,” terangnya.(*/Dang)
JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, akhirnya memberikan keputusan terhadap pengadaan Ujian Nasional (UN) dan Ujian kesetaraan yang akan digelar tahun 2021 ini.
Pada 1 Februari 2021, Nadiem Makarim mengeluarkan Surat Edaran Mendikbud Nomor 1 tahun 2021 tentang Peniadaan Ujian Nasional dan Ujian Kesetaraan serta Pelaksaan Ujian Sekolah dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19).
Surat edaran itu menjelaskan jika Ujian Nasional (UN) dan ujian kesetaraan tahun 2021 ditiadakan.
Dengan ditiadakannya dua ujian tersebut makan UN dan ujian kesetaraan tidak menjadi syarat kelulusan atau seleksi masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Para peserta didik akan dinyatakan lulus dari satuan atau program pendidikan jika telah menyelesaikan program pembelajaran di masa pandemi Covid-19.
Dikabarkan Antara, kelulusan dilihat dari bukti rapor tiap semester, dengan memperoleh nilai sikap atau perilaku yang minimal baik dan mengikuti ujian yang diselenggarakan pihak sekolah.Adapun ujian diselenggarakan oleh sekolah dilaksanakan dalam bentuk portofolio berupa evaluasi atas nilai rapor, nilai sikap atau perilaku dan prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, tes secara luring atau daring dan atau bentuk kegiatan penilaian lain yang ditetapkan oleh satuan pendidik. Begitu juga dengan peserta didik penyetaraan.
Sedangkan untuk para peserta didik di lingkup SMK, selain ujian tertulis juga dapat mengikuti ujian kompetensi keahlian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan.
Tak berbeda dengan kenaikan kelas, dilakukan dalam bentuk portofolio, penugasan tes secara luring dan daring, dan atau bentuk kegiatan lain yang ditetapkan oleh satuan pendidikan.
Dalam surat edaran itu dijelaskan ujian akhir semester untuk kenaikan kelas dirancang untuk mendorong belajar bermakna dan tidak perlu mengukur ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh.
Sedangkan untuk Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dilaksanakan sesuai dengan Permendikbud Nomor 1 tahun 2021 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA dan SMK.
Selain permasalahan UN dan ujian kesetaraan, Kementerian Pendidikan dan Budaya juga menyediakan bantuan teknis bagi daerah yang memerlukan mekanisme PPDB daring.(*/Ta)
PANDEGLANG – Jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Kabupaten Pandeglang terus melonjak, dengan total 1.278 kasus positif pada akhir Januari 2021.
Dari ribuan kasus tersebut, Satgas Covid-19 Pandeglang menyebut, terdapat tiga kepala sekolah di Kabupaten Pandeglang yang juga terpapar virus berasal dari negeri Cina tersebut.
“Betul, ada laporan tiga pasien yang berstatus sebagai kepala sekolah positif (Covid-19),” kata Jubir Satgas Covid-19 Pandeglang, Achmad Sulaeman saat ditemui di Pandeglang, Banten, Senin (1/2/2021).
Sulaeman mengatakan, pihaknya saat ini masih belum mendapatkan data lengkap di mana ketiga kepala sekolah tersebut bertugas. Namun, diketahui salah satu kepala sekolah tersebut tengah menjalani masa isolasi mandiri di Wisma PKPRI Pandeglang. Sementara dua lainnya menjalani isolasi di rumahnya masing-masing.
“Untuk data detailnya akan kami cek ke Puskesmas setempat,” katanya.
Pihaknya berencana akan melakukan tracking terhadap lingkungan tempat tinggal ketiga kepala sekolah tersebut. Hal tersebut dilakukan guna mememutus rantai penyebaran Covid-19 terutama kepada orang terdekat yang memiliki kontak erat dengan ketiga kepala sekolah itu.
“Kami akan lakukan upaya pencegahan dengan cara tracking terhadap anggota keluarga, tetangga, dan orang yang menjalin kontak erat dengan pasien posiitif, “tandasnya.
Untuk diketahui, kasus konfirmasi positif Corona di Pandeglang hingga kini masih berada di angka 1.278 kasus. Dengan 1.122 orang dinyatakan sembuh, 137 masih menjalani isolasi dan 19 orang meninggal dunia. (*/Dul)
BANDUNG – Sebanyak 12 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat sudah siap menyelenggarakan kembali pembelajaran tatap muka di sekolah mulai 11 Januari 2021. Demikian keterangan menurut Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Dedi Supandi.
Total ada 1.743 sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan sekolah luar biasa (SLB) yang siap melaksanakan pembelajaran tatap muka di 12 kabupaten dan kota.
“Poin pentingnya ialah dibuka atau tidak ada di level kabupaten kota sebagai Ketua Satgas Covid-19. Hari ini kami menyajikan satuan pendidikan yang telah siap tatap muka ada 1.743 dan yang lainnya masih melakukan pembelajaran daring,” katanya pada Selasa.
Daerah yang siap melakukan pembelajaran tatap muka secara parsial meliputi Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Garut, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Pangandaran, dan Kabupaten Bandung. Ada pula Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten Karawang, Kota Sukabumi, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Subang.
Sekolah yang sudah menyampaikan kesiapan melaksanakan kembali pembelajaran tatap muka meliputi 34,89 persen dari seluruh sekolah yang ada di Jawa Barat. “Dari 34,89 persen itu, untuk SMA ada 12,13 persen, untuk SMK 21,32 persen, dan untuk SLB 1,44 persen, dari jumlah total yang mengajukan,” kata Dedi.
“Jika ada diputuskan pembelajaran tatap muka, mereka sudah siap dengan sarana dan prasarana,” imbuhnya.
Menurut Dedi sekolah-sekolah yang dinyatakan siap melaksanakan pembelajaran tatap muka sudah diverifikasi kesiapannya oleh pengawas sekolah dan dinas. Sekolah-sekolah tersebut bisa melaksanakan pembelajaran tatap muka setelah mendapat rekomendasi dari dinas dan memperoleh izin dari bupati atau wali kota selaku ketua Satuan Tugas Penanganan Covid -19.
Dedi menerangkan pelaksanaan kembali pembelajaran tatap muka di sekolah akan dilakukan secara bertahap di Jawa Barat. “Pilihannya adalah tatap muka dilakukan secara bertahap dengan prinsip sukarela dan tidak wajib. Ini artinya sukarela dan tidak wajib ini penerapan secara parsial,” katanya.
Menurut data Dinas Pendidikan, sebanyak 15 kabupaten dan kota di Jawa Barat memutuskan untuk melanjutkan penerapan pembelajaran jarak jauh. Daerah-daerah yang memutuskan untuk melanjutkan pembelajaran jarak jauh meliputi Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Sukabumi, dan Kota Cirebon.(*/Hen)
SURABAYA – Kabag Humas Pemkot Surabaya Febriadhitya Prajatara mengungkapkan adanya 36 pelajar SMP yang dinyatakan positif Covid-19. Puluhan pelajar yang terkonfirmasi positif itu masuk ke dalam bagian dari ribuan pelajar di 17 sekolah yang beberapa hari lalu menjalani tes swab massal yang digelar Pemkot Surabaya.
Tes swab massal digelar sebagai salah satu persiapan digelarnya pembelajaran tatap muka (PTM). Febri mengungkapkan sebenarnya ada 4.760 pelajar kelas IX di 17 SMP Surabaya yang dijadwalkan mengikuti tes swab massal yang digelar Pemkot Surabaya.
Namun nyatanya hanya sebanyak 3.627 pelajar yang mengikuti. Pelajar lainnya ada yang memilih tes swab mandiri dan ada yang pula yang orang tuanya belum setuju digelarnya pembelajaran tatap muka.
“Dari data itu, kita cukup prihatin ternyata ada 36 pelajar positif. Ada sekitar satu persen dari jumlah total,” ujar Febri dikonfirmasi Senin (30/11/2020).
Adanya siswa yang hasil tes swabnya dinyatakan positif Covid-19 menjadi pertimbangan penting untuk evaluasi tim Satgas Covid-19, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidikan untuk persiapan pembelajaran tatap muka. Artinya belum ada kepastian apakah pembelajaran tatap muka akan tetap digelar atau ditunda terlebih dahulu.
“Kami menyelenggarakan swab test bukan rapid test sehingga bisa membuka keterbukaan penanganan Covid-19. Kami sangat hati-hati. Ini menjadi kajian persiapan sekolah tatap muka,” ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Supomo mengatakan dengan adanya pelajar terkonfirmasi Covid-19 ini maka rencana belajar tatap muka akan dikaji kembali. Jika merujuk pada SKB (Surat Keputusan Bersama) empat Menteri, pelaksanaan pembelajaran tatap muka itu dikembalikan kepada daerah masing-masing daerah dan bisa dimulai pada awal 2021.
Namun, Supomo masih bimbang untuk memutuskan kapan sekolah tatap muka bisa dimulai. “Kalau merujuk SKB, awal Januari sekolah bisa dibuka tanpa melihat zona. Kami akan melihat. Apakah di Desember atau di Januari,”ungkapnya.(*/Gio)
INDRAMAYU – Ratusan kasus HIV-AIDS kembali ditemukan sepanjang tahun ini di Kabupaten Indramayu. Peringatan Hari AIDS sedunia pada 1 Desember pun diharapkan menjadi refleksi bagi semua pihak agar kasus tersebut tidak terus tumbuh di Kabupaten Indramayu.
Ketua Harian Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Indramayu, Maman Kostaman mengatakan, pada 2019 lalu, jumlah penderita HIV mencapai 510 orang dan AIDS 300 orang. Sedangkan sejak Januari – Agustus 2020, tercatat ada 318 penderita HIV dan 136 orang AIDS. “Jumlah ini harus menjadi perhatian serius,” kata Maman, Senin (30/11).
Sementara itu, Pjs Bupati Indramayu, yang juga Ketua KPA Kabupaten Indramayu, Bambang Tirtoyuliono, berharap, peringatan Hari AIDS se-Dunia pada 1 Desember dapat dijadikan momentum untuk memperkuat kolaborasi dan meningkatkan solidaritas. Dengan demikian, target akhir AIDS pada 2030 bisa tercapai.
Menurut Bambang, penguatan kolaborasi itu dilakukan dengan berbagai pihak, baik pemerintah provinsi, dan pusat serta elemen masyarakat lainnya. Selain itu, penguatan solidaritas terhadap Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) juga terus ditingkatkan. “Target sepuluh tahun mendatang (2030) mari sama-sama kita wujudkan agar Indramayu benar-benar terbebas dari HIV/AIDS,” kata Bambang.
Bambang menambahkan, HIV/AIDS dapat dicegah dan dikendalikan dengan menerapkan langah STOP. Yakni, Suluh, Temukan, Obati dan Pertahankan.
“Mari kita berkomitmen untuk menuju Goals SPM National Three Zeroes yaitu tidak ada lagi infeksi baru HIV, tidak ada lagi kematian akibat AIDS, dan tidak ada lagi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA,”terangnya.(*/As)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro