Gelombang kritik terhadap rencana KPU menghapus kewajiban melaporkan sumbangan kampanye terus membesar. Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menilai penghapusan laporan dana kampanye akan membuat Pemilu 2024 berlangsung liar dan tidak terkontrol.
“Pesta akan semakin liar! Dan tentunya akan sangat bahaya bagi demokrasi di Indonesia,” kata Fahri lewat keterangan tertulisnya, Rabu (13/6/2023).
Fahri menjelaskan, pelaporan sumbangan dana kampanye merupakan instrumen penting untuk menilai pemilu berjalan adil atau tidak. Sebab, pendanaan merupakan salah satu kunci kemenangan.
Ketika KPU tak lagi mewajibkan laporan dana sumbangan, Fahri khawatir peserta Pemilu 2024 menerima uang melebihi batas sebagaimana diatur dalam undang-undang. Uang tersebut bisa saja digunakan untuk membeli suara pemilih alias praktik politik uang.
“Kalau tidak dikontrol dan dibatasi, maka uang bisa menjadi sebab kemenangan utama, terutama untuk money politics atau politik uang,” kata wakil ketua DPR RI periode 2014-2019 yang juga bakal caleg DPR Pemilu 2024 itu.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya boleh menerima dana sumbangan kampanye maksimal Rp 2,5 miliar dari perseorangan dan maksimal Rp 25 miliar dari kelompok atau perusahaan.
Ketentuan serupa berlaku bagi partai politik untuk pembiayaan kampanye pemilihan calon anggota DPR dan DPRD. Sedangkan, calon anggota DPD boleh menerima dana sumbangan kampanye paling banyak Rp 750 juta dan maksimal Rp 1,5 miliar dari kelompok atau perusahaan.
Kalau tidak dikontrol dan dibatasi, maka uang bisa menjadi sebab kemenangan utama
FAHRI HAMZAH, Caleg Partai Gelora
KPU RI diketahui tidak memuat pasal yang mewajibkan peserta pemilu menyampaikan laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK) dalam rancangan Peraturan KPU tentang Dana Kampanye. Komisi II DPR pada akhir Mei 2023 lalu menyetujui rancangan peraturan tersebut. Beleid itu akan segera diundangkan.
Padahal, pasal yang mewajibkan LPSDK selalu ada dalam regulasi KPU pada setiap gelaran pemilu dan pilkada sejak tahun 2014. Ketika LPSDK resmi dihapuskan maka semua peserta Pemilu 2024, mulai dari pasangan capres-cawapres hingga partai politik, tidak lagi wajib melaporkan sumbangan kampanye kepada KPU segera setelah dana diterima selama masa kampanye.
Peserta pemilu hanya wajib menyampaikan dana sumbangan yang diterimanya dalam laporan awal dana kampanye (LADK) dan laporan penerimaan pengeluaran dana kampanye (LPPDK).
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengakui, penghapusan LPSDK itu akan menyulitkan pihaknya dalam melakukan pengawasan. Sementara itu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebut penghapusan LPSDK akan membuka ruang bagi peserta pemilu menerima dana sumbangan tak sesuai ketentuan, termasuk uang hasil tindak pidana.
KPU saat rapat dengan Komisi II DPR pada akhir Mei lalu menyampaikan, kewajiban pelaporan LPSDK dihapus karena instrumen tersebut tidak diatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilu. LPSDK juga dihapus karena KPU kesulitan menempatkan jadwal penyampaiannya lantaran masa kampanye Pemilu 2024 hanya 75 hari (28 November 2023—10 Februari 2024).
KPU juga berdalih bahwa penghapusan LPSDK dilakukan karena informasi mengenai penerimaan sumbangan dana kampanye bakal termuat semuanya dalam LADK dan LPPDK.*****Republika.
Rencana pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) tentang Reformasi Sistem Keuangan kini menuai polemik panas. Sejumlah pasal dalam rancangan Perppu tersebut menyentuh masalah sensitif, mulai dari minimnya independensi Bank Indonesia (BI), pengawasan perbankan yang akan dialihkan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada BI, hingga pembentukan Dewan Moneter (DM).
Munculnya pasal-pasal sensitif itu ada yang mengaitkan kejengkelan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) pada sidang kabinet paripurna pertengahan Juni lalu. Presiden mengancam reshuffle menteri dan pembubaran lembaga negara — bagi pihak-pihak yang bekerja seadanya dalam pandemi korona (Covid-19), semoga ini cuma asumsi.
Walau persoalan pelucutan fungsi OJK yang dialihkan ke BI lagi sudah bergulir di tengah masyarakat, pihak OJK tidak ambil pusing. Sebagaimana dituturkan Staf Ahli Ketua Dewan Komisioner OJK, Ryan Kiryanto bahwa penerbitan Perppu Reformasi Sistem Keuangan (RSK) adalah ranah politik.
Saat ini, kinerja OJK masih solid dan menjalankan segala tugas pokok dan fungsi yang diemban sejak pertama kali hadir pada 2011.
Sebagai bukti kalau OJK berjalan pada rel yang seharusnya, Ryan Kiryanto yang selama ini dikenal sebagai pengamat ekonomi menyebut sejumlah produk OJK sudah dinikmati pelaku sektor keungan. Di antaranya, Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/2020 dan POJK Nomor 14/2020 tentang restrukturisasi kredit di bank maupun lembaga keuangan nonbank, dalam upaya mendorong pemulihan ekonomi nasional dalam masa pandemi Covid-19.
Berdasarkan draf Perppu RSK yang beredar di publik terdapat sejumlah pasal yang menyinggung atau menyebut peran OJK dan BI. Pada Pasal 34 ayat 1 memuat bahwa tugas mengawasi bank oleh OJK dialihkan kepada BI. Pengalihan tugas mengawasi bank sebagaiman dimaksud ayat (1) dilaksanakan selambat-lambatnya pada 31 Desember 2023.
Proses pengalihan tersebut dilakukan bertahap sesuai syarat yang ditentukan, seperti infrastruktur, anggaran, personalia, struktur organisasi, sistem informasi, sistem dokumentasi, dan berbagai peraturan pelaksanaan berupa perangkat hukum serta dilaporkan kepada DPR.
Sekadar menyegarkan ingatan, isu besar lahirnya OJK sebagai lembaga pengatur dan pengawas industri keuangan, dipicu oleh krisis moneter 1998 dan krisis finansial global 2008.
Kedua peristiwa itu menyadarkan pemerintah akan pentingnya pengawas sektor jasa keuangan yang bersifat terintegrasi. Setelah melalui perdebatan yang panjang, OJK pun terbentuk pada 2011 dengan payung hukum UU Nomor 21/2011. BI yang sebelumnya bertugas mengawasi perbankan pun diambil alih pihak OJK pada 31 Desember 2013.
Setidaknya terdapat tujuh jenis kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan oleh OJK. Pertama, kewenangan untuk menetapkan tata cara perizinan dan pendirian sebuah bank, meliputi pemberian dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, dan pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu.
Kedua, kewenangan untuk menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan yang sehat sehingga memenuhi jasa perbankan yang diingini masyarakat.
Selanjutnya, ketiga adalah kewenangan untuk mengawasi, meliputi pengawasan bank secara langsung, terdiri atas pemeriksaan umum dan khusus dengan tujuan mendapatkan gambaran keadaan keuangan bank guna memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku. Dan, pengawasan tidak langsung melalui alat pemantauan, seperti laporan berkala yang disampaikan bank, laporan hasil pemeriksaan, dan informasi lainnya.
Keempat, kewenangan mengenakan sanksi, yakni kewenangan menjatuhkan sanksi apabila suatu bank tidak memenuhi ketentuan. Kelima, kewenangan melakukan penyidikan pada sektor jasa keuangan. Penyidikan dilaksanakan pihak kepolisian dan OJK. Keenam, kewenangan melakukan perlindungan konsumen dalam bentuk pencegahan kerugian, pelayanan pengaduan konsumen, dan pembelaan hukum.
Apakah mendesak untuk menerbitkan segera Perppu RSK? Tergantung dari sudut mana memandangnya. Yang pasti kalau pertanyaan ini diajukan kepada Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Drajad H Wibowo jawabnya tegas tidak perlu. Di mata ekonom yang sering mengkritisi kebijakan bidang ekonomi pemerintahan Jokowi, menilai pemerintah sebaiknya memperkuat tugas dan fungsi lembaga negara yang sudah ada.
Memang, rencana pelucutan pengawasan perbankan oleh OJK kepada bank sentral yang tertuang dalam draf Perppu RSK wajar mendapat respons serius dari masyarakat karena kesannya tiba-tiba. Transparansi terhadap kegagalan OJK dalam melakukan pengawasan perbankan nyaris tak terdengar. Jadi, tidak salah kalau pihak OJK menyebut persoalan tersebut sebagai ranah politik.*****
Belum lama ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah membeberkan sebanyak 10 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sedang megap-megap. Untuk menyelamatkan perusahaan pelat merah yang sedang “sakit” itu, Kementerian Keuangan bersama Kementerian BUMN membentuk tim bersama guna mengurusnya dengan sejumlah opsi.
Sebenarnya, Menteri BUMN, Erick Thohir sejak awal sudah bersiap mengambil tindakan terhadap perusahaan negara yang sudah sekarat namun payung hukum sebagai dasar untuk bertindak belum juga terbit.
Walau demikian, Kementerian BUMN tetap berhati-hati tidak ingin bertindak grasa-grusu dalam membereskan perusahaan yang sedang “sakit” itu.
Namun di sisi lain, Erick Thohir yang pernah memiliki salah satu klub sepak bola di Eropa menginginkan persoalan ini berlangsung lama, harapannya BUMN tersebut bisa saja dilikuidasi, penyehatan hingga merger dengan yang lain, tentu sangat tergantung pada kondisi perusahaan itu sendiri.
Adapun 10 BUMN yang sekarat tersebut meliputi PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari, PT Dok dan Perkapalan Surabaya, PT Industri Telekomunikasi Indonesia, PT Asabri, PT Asuransi Jiwasraya, PT Iglass, PT Survai Udara Penas, PT Kertas Kraft Aceh, dan PT Merpati Nusantara Airlines, serta PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (PANN).
Mencermati kisah BUMN yang sedang sakit itu sungguh menarik. Salah satu di antaranya PT PANN. Perusahaan ini tiba-tiba menjadi sorotan bukan karena kinerjanya sudah membaik di tengah pandemi Covid-19, tetapi masuk dalam daftar BUMN yang mendapatkan penyertaan modal negara (PMN).
Ibarat dapat durian runtuh, PANN yang selama ini terlilit persoalan likuiditas disuntik dana PMN sebesar Rp 3,76 triliun dari pemerintah. Suntikan dana dalam jumlah tidak kecil itu dikabarkan peruntukkannya menghapus kerugian yang selama ini ditanggung sejak zaman Orde Baru, sebagaimana diakui sendiri Direktur Utama PANN, Herry Soegiarso Soewandy.
“Kecelakaan” yang menimpa PANN dengan karyawan hanya hitungan jari saat ini terjadi pada periode 1994. Diawali program bersama pemerintah Indonesia dan Jerman (government to government/ G to G) berupa penyaluran pinjaman luar negeri dengan melibatkan PANN. Pinjaman dari Jerman bukan berupa uang tapi dalam bentuk pesawat.
Sebanyak 10 pesawat Boeing 737-200 senilai USD 99 juta, kurs rupiah saat itu sebesar Rp 4.000 diperuntukkan maskapai BUMN dan dicanangkan sebagai program jetisasi pertama di Indonesia.
Sayangnya, maskapai pelat merah dalam hal ini Garuda Indonesia (GI) menolak program itu. Manajemen GI beralasan bahwa pesawat yang akan dilimpahkan sudah berusia 10 tahun. Lalu, pemerintah mengalokasikan pesawat tersebut kepada sejumlah maskapai swasta nasional. Belakangan, maskapai yang memakai pesawat tersebut tidak berusia lama alias bangkrut. Buntutnya tidak ada lagi maskapai yang membayar cicilan, sementara PANN tetap harus bayar 10 pesawat itu sehingga menguras likuiditas PANN.
Sekali lagi, nasib sial menimpa PANN yang mendapat “penugasan” dari pemerintah untuk menerima pinjman dari luar negeri. Pinjaman itu berasal dari pemerintah Spanyol dengan status G to G. Lagi-lagi pinjaman tidak berwujud uang tetapi dalam bentuk kapal ikan sebanyak 31 unit yang belum dirakit. Tahap pertama, sebanyak 14 kapal ikan berhasil dirakit.
Tahap kedua, perakitan gagal total akibat krisis keuangan 1997 – 1998 melanda Indonesia, seluruh suku cadang mengalami kenaikan harga. Celakanya, 14 kapal yang sudah terakit tidak bisa dijual bahkan disewakan juga susah karena harga terlalu tinggi yang ditetapkan oleh pemerintah. Dari dua proyek penugasan itu, PANN mengalami kerugian total sebesar USD 281 juta.
Sejak itu, PANN terus membukukan kerugian bahkan pada 2006 posisi modal negatif Rp 3 triliun. Operasional PANN tinggal menyelesaikan leasing utang yang lama. Dan, pada 2012 PANN mengajukan restrukturisasi utang ke pemerintah namun tidak pernah digubris hingga kemudian mendapat suntikan PMN pada tahun ini yang mengundang kontroversi karena status PANN sebagai perusahaan sekarat.
Tentu makin menarik kalau sembilan BUMN sakit lainnya membeberkan “penyakit” apa yang membuatnya megap-megap dengan kinerja keuangan yang lemah. Pengungkapan kisah-kisah perusahaan negara yang sekarat itu tidak bermaksud mengusut siapa yang salah apalagi mencari kambing hitam. Tujuannya sangat baik untuk dijadikan cermin dalam mengelola perusahaan negara yang menjadi harapan masyarakat banyak ke depan.
Sebab tidak bisa dipungkiri jauh sebelumnya pengelolaan BUMN terkadang lebih kental pertimbangan pertimbangan politik ketimbang pertimbangan bisnis. Dan, lebih jahat lagi ada oknum yang menjadikan perusahaan negara sebagai “sapi perah”. Jangan sampai terulang lagi.*****
Setelah sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara jatuh ke jurang resesi ekonomi, optimisme pemerintah untuk melewati resesi ekonomi memudar dengan sendirinya.
Terlihat jelas dari pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati yang membeberkan bahwa outlook pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga 2020 berada dikisaran 0% hingga minus 2%, yang ditandai belum terjadinya pembalikan ekonomi nasional yang solid. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kunci ekonomi berada pada zona positif tergantung konsumsi rumah tangga dan investasi.
Karena itu, Sri Mulyani tidak bisa menjamin apakah pertumbuhan ekonomi akan berada di zone netral atau nol meski pemerintah sudah all out dari sisi belanja, bila konsumsi rumah tangga dan investasi berada di zone negatif. Menkeu yang sudah dua periode mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional berada pada kisaran minus 1,1% hingga positif 0,2% pada tahun ini.
Keprihatinan pemerintah untuk lolos dari lubang resesi ekonomi semakin pesimistis menyusul terjurumusnya perekonomian Malaysia dan Jepang dalam jurang resesi ekonomi. Pelemahan ekonomi di Negeri Jiran Malaysia menunjukkan jauh lebih rendah dari Indonesia. Pada kuartal kedua 2020, pertumbuhan ekonomi negara serumpun itu tercatat minus di atas 17%, sementara Indonesia berada di level kontraksi 5,3%. Sementara itu, Jepang dengan posisi perekonomian terbesar ketiga di dunia juga terjungkal. Pertumbuhan perekonomian Jepang sudah meraih minus dalam dua kuartal berturut-turut.
Tercatat, perekonomian Negeri Matahari Terbit berada di level minus 7,8% pada kuartal kedua 2020, setelah sebelumnya tercatat minus 2,2% pada kuartal pertama 2020. Adapun kontributor penurunan pertumbuhan ekonomi Jepang adalah anjloknya konsumsi domestik, yang selama ini berkontribusi lebih dari separuh pertumbuhan ekonomi Jepang. Dan, sisi ekspor juga terjun bebas akibat perdagangan global dihempas pandemi Covid-19. Saat ini, teradapat sebanyak 14 negara sudah masuk jurang resesi ekonomi, dan diperkirankan segera menyusul sebanyak 13 negara, di antaranya Lebanon, Portugal, Austria, Belgia dan Finlandia.
Terlepas dari persoalan resesi ekonomi yang kini sedang mengintip pada kuartal ketiga ke depan terhadap perekonomian nasional, ternyata asumsi ekonomi makro hingga Juli 2020 lalu semua meleset dari yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. Sementara itu, penerimaan hingga akhir Juli 2020 sudah mencapai sebesar Rp922,2 triliun atau setara 54,3% dari ketentuan Perpres Nomor 72/2020 yang menjadi landasan APBN 2020 terbaru. Penerimaan negara tersebut dibandingkan periode yang sama tahun lalu tercatat minus 12,4%.
Lebih rinci, realisasi penerimaan pajak mencapai sebesar Rp711 triliun hingga akhir Juli 2020 atau turun sekitar 14,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Terdiri atas pajak sektor minyak dan gas (migas) sebesar Rp19,8 triliun dan nonmigas sebesar Rp582 triliun. Lalu, penerimaan dari Bea dan Cukai sebesar Rp109,1 triliun. Sebelumnya, telah dipatok target penerimaan negara sebesar Rp1.699,9 triliun di mana penerimaan dari perpajakan sebesar Rp1.404,5 triliun atau sekitar 82,62% dari total penerimaan negara. Dalam suasana pandemi virus korona ini pemerintah berupaya agar kontraksi dalam penerimaan pajak tidak terlalu dalam. Kini perhatian pemerintah serius untuk mengenakan pajak pada bisnis digital.
Dengan merujuk perkembangan perekonomian nasional setelah kuartal kedua memang besar kemungkinan Indonesia bakal mengikuti jejak Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand yang kini dalam resesi ekonomi. Untuk selamat dari jurang resesi ekonomi salah satu kuncinya adalah bagaimana mendongkrak pertumbuhan ekonomi melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang menyiapkan dana sebesar Rp695,2 triliun sehingga pertumbuhan pada kuartal ketiga 2020 tidak minus.
Sayangnya, dana PEN yang menjadi harapan penyelamat dari resesi ekonomi sepertinya jauh api dari panggang dengan tolak ukur daya serap yang masih rendah. Pemerintah mengakui realisasi dana PEN baru mencapai sebesar Rp174,79 triliun per 19 Agustus 2020 atau sekitar 25,1% dari total anggaran PEN. Realisasi anggaran kesehatan yang sempat disoroti Presiden Jokowi kini mulai meningkat tercatat sebesar Rp7,36 triliun atau 84% dari total anggaran sebesar Rp87,5 triliun, perlindungan sosial sudah terserap Rp93,18 triliun atau 49,7% dari total anggaran sebesar Rp203,91 triliun. Jadi, sudah terbayang di depan mata apa yang akan terjadi pada pertumbuhan ekonomi di kurtal ketiga 2020 mendatang.*****
Ketidakpahaman terhadap sejarah maka kita tidak akan mampu merajuk masa depan. Pandangan akan jauh menatap ke depan jika mengenal sejarahnya. Tahu cita-cita para perjuang dalam meraih kemerdekaan, membuat kita lebih semangat mengisi kemerdekaan demi menggapai cita-citanya.
Sejarah mencatat bahwa kemerdekaan Indonesia sebagiannya adalah berkat perjuangan ulama. Misalnya, Syekh Yusuf al-Maqassari (1626-1629M). Ulama terkenal ini tidak hanya mengajar dan menulis kitab keagamaan, tetapi juga memimpin sekitar 4.000 pasukan di hampir seluruh wilayah Jabar.
Syekh Abd al-Shamad al-Palimbani (1704-1789), asal Palembang yang menetap di Mekkah, mendorong kaum muslim nusantara untuk jihad melawan penjajah. Dalam kitabnya, Nashihah al-Muslim wa-Tadzkirah al-mu’minin fi-Fadhail al-Jihad fi-Sabilillah wa-Karamah al-Mujahidin fi-Sabilillah.
Dalam buku The Achehnese, yang dikutip Azyumardi Azra, Snouck Hurgronje menyebutkan bahwa karya Syekh al-Palimbani merupakan sumber rujukan utama berbagai karya mengenai jihad dalam Perang Aceh melawan Belanda. Kitab ini menjadi imbauan agar kaum muslim berjuang melawan kaum kafir.
Syaikh Nawawi Al-Bantani merupakan sumber inspirasi perjuangan bangsa Indonesia. Beliau berhasil membentuk suatu koloni Jawi di Mekkah. Pada Koloni ini beliau dapat menanamkan jiwa patrionalisme dan nasionalisme dalam melawan menjajah kolonial baik di Banten atau di nusantara.
Spirit nasioanlisme ditanamkan oleh Syaikh Nawawi al-Bantani kepada murid-muridnya yang berasal dari nusantara yang kelak menjadi tokoh-tokoh vital para pejuang bangsa seperti KH Hasyim Asyari (pendiri NU), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), KH Syaikhana Khalil Bangkalan.
Kegigihan ulama tentu tak lepas dari konsep jihad yang mereka pegang. Bagi mereka, penjajah adalah orang zhalim yang telah merampas kedaulatan umat Islam serta ingin menghancurkan agama Islam. Jadi, memerangi penjajah termasuk jihad dan wajib bagi kaum muslimin untuk melaksanakannya.
Posisi penasihat PETA dipilihlah KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU dan pendiri pesantren Tebu Ireng, Jombang. Sebagai penasihat PETA, KH Hasyim Asy’ari berhasil menanamkan roh jihad di tiap dada prajurit-prajurit. Beliau selalu menanamkan bahwa tujuannya adalah perang di jalan Allah.
Pembentukan Laskar Hizbullah- Sabilillah diawali ketika Jepang mulai memobilisasi para pemuda Indonesia untuk bergabung menjadi Heiho (pembantu tentara) guna kepentingan perang pasifik. Pengurus barisan Sabillilah adalah KH Masykur dan W Wondoamiseno, tokoh masyumi pusat.
Soekarno tidak mau memproklamirkan Kemerdekaan Republik Indonesia karena dihalangi Inggris, tapi didorong oleh para ulama agar Soekarno berani memproklamirkan Kemerdekaan Negara dan Bangsa Indonesia di hari Jum’at Legi tanggal. 9 Ramdhan 1364 H (bertepatan tanggal 17 Agustus 1945 M).
Kemerdekaan oleh para pendahulu dituliskan dalam Pembukaan UUD 1945, adalah berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, maka bangsa dan Negara Indonesia menjadi merdeka. Para ulama bersama pimpinan nasional mengesahkan Pancasila sebagai dasar negara yang diresmikan dalam sidang (PPKI).
Hampir semua pertempuran melawan penjajah dipengaruhi oleh fatwa jihad ulama, seperti pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, perang Paderi, perang Aceh, pemberontakan petani di Banten, pemberontakan rakyat Singaparna di Jawa Barat, dan banyak peristiwa lainnya.
KH Hasyim Asy’ary membacakan sendiri hasil Resolusi Jihad pada tanggal 22 Oktober 1945, yakni 1.Umat Islam, terutama NU wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan kawan-kawannya yang hendak kembali menjajah Indonesia. 2. Kewajiban tiap-tiap muslim yang berada pada radius 94 km.
Sidang BPUPK tanggal 13 Juli 1945, KH Wahid Hasyim mengusulkan agar Presiden adalah orang Indonesia asli dan “yang beragama Islam”. Begitu juga draft pasal 29 diubah dengan ungkapan: “Agama negara ialah agama Islam”, dengan menjamin kemerdekaan orang-orang yang beragama lain.
Meskipun tidak seluruh tuntutan ulama terpenuhi dalam memperjuangkan dasar negara, tetapi mereka “tidak ngambek” atau lari dari NKRI. Fatwa bahwa mempertahankan kemerdekaan RI adalah wajib hukumnya, menunjukkan pembelaan hidup-mati umat Islam Indonesia terhadap kemerdekaan Indonesia.
Ulama dan umat Islam rela mati demi agama, bangsa, dan negara karena tujuan mulia. Yaitu tujuan NKRI dalam pembukaan UUD 1945 pada alenia empat: “Melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia”.
Parameter atau ukuran subyek hukum warga negara sudah terlindungi adalah jika hak-haknya telah terpenuhi, berdasarkan hukum negara yang tercantum dalam UUD 1945, seperti hak asasi manusia, hak mendapatkan pekerjaan, hak perlindungan hukum yang sama, hak memperoleh pendidikan, dll.
Parameter kesejahteraan di Indonesia memiliki 3 unsur: sandang (pakaian), pangan (makan), dan papan (tempat tinggal). Kesejahteraan umum tidak hanya mencakup tentang kesejahteraan ekonomi dan materi, namun kesejahteraan lahir dan batin: terciptanya rasa aman, gotong royong, dll.
Tujuan pencerdasan adalah memastikan seluruh masyarakat Indonesia memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan yang layak dan berkualitas. Mencerdaskan bangsa merupakan tugas negara, pemerintah, dan masing-masing individu untuk berusaha meraih jenjang pendidikan yang terbaik.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan perlindungan, kesejahteraan, pencerdasan, dan pedamaian dalam bahasa agamanya adalah Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur. Negara yang adil, beradab, dan sejahtera. Menurut bahasa lokalnya ialah gemah ripah loh jinawi.
Tujuan NKRI yang tercantum dalam UUD 1945 dapat diterapkan dalam pelaksanaan pemerintahan melalui kebijakan yang prorakyat. Sehingga, rakyat Indonesia dapat merasakan kesejahteraan dan benar-benar tercipta pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Cholil Nafis Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia, Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat .*****
Berharap resesi ekonomi tak menyentuh Indonesia adalah sesuatu yang sulit. Sebaiknya pemerintah lebih fokus menyiapkan diri bagaimana mengatasi resesi ekonomi kalau itu nantinya menjadi kenyataan. Memang, masih ada harapan angka pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal ketiga tidak mencatatkan angka minus, sehingga pertumbuhan ekonomi tidak negatif berturut-turut dua kuartal.
Sebab syarat untuk menyatakan sebuah negara jatuh dalam jurang resesi ekonomi apabila pertumbuhan ekonominya mencatatkan minus dua kuartal secara berturut-turut. Pemerintah masih punya peluang menggenjot belanja agar anggaran bisa terserap baik yang diharapkan bisa memutar roda perekonomian, namun melihat realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua lalu peluangnya menjadi sangat sempit.
Melihat kondisi riil pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal tahun ini, pemerintah sendiri memprediksi pertumbuhan perekonomian nasional masih berpotensi alami kontraksi atau negatif pada kuartal ketiga mendatang. Pasalnya, sebagaimana diungkapkan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati bahwa perbaikan pada sektor penggerak ekonomi membutuhkan waktu yang tidak cepat.
Sebelumnya, publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Apabila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2020 telah terkontraksi -4,19%. Pertumbuhan ekonomi tersebut jauh meleset dari prediksi pemerintah pada kisaran -4%. Meski demikian, pemerintah masih tetap berharap pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga masih positif, minimal 0% hingga 0,5%.
Pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua tahun ini dalam masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) adalah terendah sejak krisis 1999 yang mengalami kontraksi hingga -6,13%. Sektor transportasi dan pengadaan mengalami kontraksi paling dalam yang mencapai 30,84%.
Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian mengalami peningkatan menjadi 15,46% pada kuartal kedua 2020 dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu sekitar 13,57%. Selain itu, BPS juga membeberkan dari 10 sektor industri nasional sebanyak tujuh diantaranya terkapar dihajar pandemi Covid-19, sisanya masih tumbuh namun sangat tipis.
Merujuk data yang ditampilkan BPS ternyata perekonomian Indonesia masih terpusat di Jawa yang menyumbang sebesar 58,55% terhadap produk domestik bruto (PDB). Disusul Sumatera sekitar 21,49%, Kalimantan sebesar 8,04%, Sulawesi sekitar 6,55%, Bali dan Nusa Tenggara sebesar 3,00%, serta Maluku dan Papua sekitar 2,37%. Dari angka-angka yang dibeberkan BPS ternyata hanya Maluku dan Papua yang mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang positif.
Tengok saja, pertumbuhan ekonomi Jawa minus 6,69%, Sumatera minus 3,01%, Kalimantan minus 4,35%, Sulawesi minus 2,76%, serta Bali dan Nusa Tenggara minus 6,29%. Tentu menimbulkan pertanyaan, mengapa Maluku dan Papua mencatatkan pertumbuhan ekonomi sementara yang lain malah negatif? Ternyata dipicu produksi tembaga, emas dan LNG yang meningkat.
Apa yang akan terjadi bila resesi ekonomi melanda Indonesia? Saat ini berkembang berbagai informasi di tengah masyarakat mulai dari sifatnya yang menenangkan hingga info yang ekstrim bahwa sektor keuangan terutama perbankan bakal terguncang. Memang, bila terjadi resesi ekonomi maka segala aktivitas ekonomi bakal terganggu karena terjadi pelambatan yang signifikan sehingga berpotensi terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran, yang ujungnya menambah angka pengangguran dan berakhir pada peningkatan angka kemiskinan.
Namun, informasi yang berkembang bahwa perbankan terancam terjadi penarikan dana nasabah secara besar-besaran dianggaplah informasi berlebihan, yang bisa membuat masyarakat panik yang pada akhirnya pemerintah tidak konsentrasi mengahadapi masalah.
Lalu, bagaimana kondisi industri keuangan saat ini? Tentu kalau berbicara tentu industri keuangan maka harus merujuk pada lembaga yang punya otoritas, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Saat ini, OJK mengklaim bahwa kondisi industri keuangan nasional dalam kondisi baik dan terkendali, di mana permodalan dan likuiditas masih memadai dengan prtofil risiko yang terjaga.
Adapun rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) untuk bank umum konvensional pada level 22,59% pada kuartal kedua 2020 mengalami kenaikan dibanding kuartal pertama 2020 pada posisi 21,72%.
Begitupula kecukupan likuiditas masih terjaga baik, terlihat dari rasio Aset Likuid terhadap Non Core Deposit (AL/NCD) per akhir Juli 2020 berada di level 130,53% naik dari kuartal pertama yang tercatat 112,9%. Selanjutnya, rasio Aset Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sekitar 27,74% pada kuarta kedua atau naik dari kuartal pertama yang tercatat 24,16%.
Dan, OJK mengakui posisi kredit bermasalah (non-performing loan/NPL gross) naik sedikit yang kini di level 3,11% masih terjaga. Situasi yang serba sulit ini memang pemerintah diharapkan bertindak tepat, alangkah baiknya pemerintah lebih fokus menyiapkan langkah dan kebijakan tepat menghadapi bila terjadi resesi ekonomi.*****
Suara keresahan dan kegelisahan para orang tua di tengah penerapan kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) makin terdengar nyaring. Dalam sepekan terakhir, tepatnya saat tahun ajaran baru kembali dimulai, suara-suara itu jelas kentara.
Tak hanya terdengar di kamar-kamar rumah, luapan keresahan itu juga terlihat di dinding-dinding media sosial.
Tugas dari guru bertubi-tubi, kuota cepat ludes, handphone dan laptop terbatas, pengajaran monoton, link sulit diakses, sinyal susah, dan lelah di depan layar adalah di antara sederet persoalan serius yang kini dihadapi orang tua.
Kerepotan bertambah karena mereka juga dituntut untuk membangkitkan semangat dan mengatur ritme belajar anak sebaik mungkin meski tidak di ruang kelas.
Di saat para orang tua sudah mulai banyak beraktivitas di luar rumah lagi seiring pelonggaran-pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau online adalah kerepotan baru yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Para orang tua maupun anak-anak mereka seolah ingin berontak melawan kebijakan itu. Namun, apa daya, tak ada kuasa untuk menghadapinya.
Diakui atau tidak, pembelajaran online faktanya memunculkan banyak masalah dan dalam kondisi darurat. Ironisnya, hingga kini belum ada kebijakan terpadu yang mengatur soal pendidikan jarak jauh ini.
Hal inilah membuat model PJJ menjadi beragam dan tak beraturan. Di tengah kondisi ini, hakikatnya tak hanya orang tua yang menjadi korban. Anak-anak yang mestinya menimba ilmu dengan cara menyenangkan justru setiap hari seolah dihadapkan dengan pembelajaran yang membingungkan.
Adanya data 32% peserta didik yang tidak memiliki akses belajar di rumah saat PSBB sebagaimana hasil penelitian Wahana Visi Indonesia menguatkan potret pendidikan kala pandemi makin miris. Alih-alih mendapat pendidikan berkualitas, PJJ justru seolah sekadar regulasi formalitas.
Data Wahana Visi Indonesia yang menyebutkan bahwa ada 11% anak mengalami keresahan fisik saat pembelajaran online ini juga patut menjadi perhatian. Data itu mestinya menjadi bahan evaluasi berharga bahwa pendidikan online jangan sebatas berpijak pada proses transfer pengetahuan semata, namun juga perlu mempertimbangkan kesehatan anak didik.
Kompleksnya persoalan pendidikan di era pandemi ini perlu segera dicarikan solusi. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta Kementerian Agama (Kemenag) perlu bekerja cepat merumuskan model pembelajaran yang adaptif dengan kondisi Covid-19.
Model ini mungkin tidak ideal, namun setidaknya akan menjadi panduan baru bagi guru, murid, orang tua, dan stakeholder lainnya guna menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi semua orang.
Kurikulum khusus pandemi sebagaimana yang direncanakan oleh pemerintah juga perlu segera diwujudkan. Pengalaman-pengalaman pahit yang dialami para orang tua maupun murid pada sepekan awal tahun ajaran baru ini jangan sampai terjadi berlarut-larut.
Benar memang pernyataan Mendikbud Nadiem Makarim tiga pekan lalu bahwa partisipasi orang tua sangat penting dalam kesuksesan PJJ ini. Namun, persoalannya tidak sesederhana itu.
Nyatanya, tidak semua orang tua memiliki kesempatan dan kemampuan lagi untuk mendampingi anak-anaknya langsung saat PJJ. Untuk itu, pola PJJ yang atraktif dan menyenangkan adalah sebuah keharusan. Jika memang orang tua tak lagi memiliki kelonggaran waktu seperti saat awal-awal pandemi lalu, setidaknya anak-anak tetap bisa mandiri. PJJ juga hakikatnya pendidikan mahal. Tak salah kiranya, akses kuota murah khusus pendidikan perlu makin dipermudah.*****
Covid-19 memang benar-benar musibah dahsyat yang menimbulkan korban jiwa sangat besar, kemandekan dan bahkan depresi ekonomi global yang mematikan. IMF memprediksi “…the pandemic would incite the worst economic slump since the great depression…” Kemiskinan di Amerika saja meningkat sangat tajam. Dalam waktu satu bulan sejak pandemi merebak, ada 22 juta orang Amerika kehilangan pekerjaan. Ini juga terjadi di mana-mana, termasuk di Indonesia.
Core Indonesia, misalnya, menyebutkan di bulan Mei terdapat 37,9 juta orang (mengalami penambahan sekitar 8, 25 juta) terkena pandemi atau 14,35% dari total penduduk. Sangat beralasan jika muncul kepanikan publik di mana-mana. Di beberapa negara terjadi penjarahan massal. Namun beberapa negara tampak berhasil dalam menghadapi pandemi ini meskipun masih harus terus meningkatkan kewaspadaan tinggi.
Salah satunya adalah Malaysia. Bahkan pemerintahan Mahyuddin di Malaysia tampak memperoleh “berkah politik” dari pandemi karena selamat dari upaya Mahathir untuk merobohkan kembali Mahyuddin setelah ditetapkan oleh Yang Dipertuan Agung sebagai PM Malaysia. Dengan demikian pemerintahan Mahyuddin bisa lebih konsentrasi melawan pandemi menyelamatkan Malaysia.
Pandemi di Tiga Negara
Situasi dan kisah sosial politik di balik pandemi di sejumlah negara bermacam-macam. Di Malaysia, misalnya, Mahyuddin tampaknya memperoleh berkah dan terselamatkan secara politik oleh pandemi. Mahathir Muhammad yang merasa dikhianati oleh Mahyuddin, sejak Mahyuddin ditetapkan sebagai PM dengan cara yang sangat mengejutkan oleh Yang Dipertuan Agung bulan Maret yang lalu, mengajukan mosi tidak percaya ke parlemen.
Sebagaimana diketahui bahwa hari Senin tanggal 18 Mei yang lalu sesi perlemen pertama bagi pemerintah koalisi Perikatan Nasional diselenggarakan. Mosi Mahathir ini sudah diterima oleh parlemen dan diharapkan bisa dibacakan dan dibahas saat sidang parlemen. Akan tetapi pemerintah yang sudah mengetahui langkah Mahathir kemudian memblokir agar tidak dilakukan pembahasan mosi dan pemungutan suara dengan alasan pandemi. Agenda tunggal sidang parlemen hanyalah mendengarkan pidato Yang Dipertuan Agung dan menetapkan anggaran pemerintah tahun 2021.
Dengan demikian jalan untuk meruntuhkan Mahyuddin melalui mosi menjadi tertutup dan jalan Anwar Ibrahim menuju PM pun tidak dibuka. Skenario pemilihan umum sebagai cara mengatasi kebuntuan politik tampaknya hanya disetujui oleh UMNO dan Barisan Nasional, kata Nur Jazlan Mohammed, wakil UMNO Johor. Mayoritas anggota parlemen menolak ide pemilu. Parlemen pun berhasil memutuskan persetujuan anggaran tahun 2021 sebesar RM250 miliar.
Ada tambahan sebesar RM10 miliar untuk apa yang disebut sebagi paket stimulus. Paket ini digunakan untuk membantu UKM yang mengalami kesulitan ekonomi akibat pandemi yang meliputi subsidi upah yang disediakan dua kali lebih besar daripada yang biasa, yaitu sebesar RM13,8 miliar. Mahyuddin berhasil selamat secara politik di parlemen serta mengambil hati dan kepercayaan publik sehingga ia terus melenggang menikmati berkah politik pandemi hingga hari ini.
Hal itu berbeda dengan Amerika. Para Islamophobes termasuk politisi memanfaatkan penyebaran pandemi yang begitu cepat ini untuk mempersalahkan orang-orang Islam dan mengampanyekan gerakan anti-Islam dan orang Islam. Orang Islam adalah penyebar virus yang mematikan. Propaganda antimuslim ini dikaitkan dengan acara internasional yang diselenggarakan oleh Jamaah Tabligh di India. Berdasarkan berita yang dikembangkan oleh media anti-Islam, pertemuan Jamaah Tabligh telah menjadi transmitter virus korona di mana-mana (super – speader) karena begitu banyak orang Jamaah Tabligh terbukti terserang virus ini. Tidak sedikit politisi India fanatik kemudian mengutuk negara-negara berpenduduk muslim dan Jamaah Tabligh karena telah menjadi kekuatan konspiratif penebar virus.
Propoganda dan gerakan anti-Islam dan muslim di India pada masa pandemi ini ada kaitan kuat dengan politik dan undang-undang tentang kewarganegaraan yang kontroversial yang menempatkan muslim sebagai warga India kelas dua. Partai penguasa India, Baratiya Janata Party, yang sangat nasionalis Hindu chauvinistic memang diskriminatif dan berusaha menyingkirkan warga India muslim. Konflik atau bentrok terjadi di mana-mana sebagai akibat dari undang-undang ini. Pandemi kemudian menjadi momentum penting bagi kekuatan nasionalis Hindu fanatik yang didukung pemerintah untuk menyerang Islam dan muslim.
Slogan “Corona Jihad, Corona Terrorism” berkembang, termasuk di Amerika. Slogan ini ingin menegaskan bahwa korona menjadi senjata orang-orang Islam untuk menghancurkan orang-orang kafir, menghancurkan nilai-nilai Amerika. Para Islamophobes mengembangkan narasi bahwa menolak tes dan pengobatan karena terserang virus secara teologis adalah wajib bagi muslim karena ini merupakan jihad untuk menghancurkan orang-orang kafir. Bagi siapa saja yang bersedia berjihad dan kemudian meninggal karena korona, Allah akan memasukkannya ke surga. Masih banyak narasi dan informasi lain yang misleading yang dikembangkan oleh para Islamophobes. Jadi ada kepentingan ideologis dan politik untuk menyudutkan Islam dan umat Islam dengan memanfaatkan penyebaran korona di India dan Amerika.
Situasi di Amerika tampak lebih buruk sejak kasus pembunuhan aparat polisi terhadap seorang warga Amerika kulit hitam, George Floyd, dengan cara cara brutal, sesuatu yang sudah terlalu sering terjadi dalam sejarah Amerika dan korbannya black Americans. Sejak itu gelombang demo anti-rasisme dan rasialisme muncul dan berkembang tidak saja di Amerika, tetapi juga di sejumlah negara lain. Situasi ini membangkitkan memori kolektif di Amerika tentang bagaimana rasialisme dan rasisme berkembang di Amerika. Tokoh-tokoh black Americans yang memperjuangkan hak-hak sipil muncul kembali dalam spirit gelombang demo anti-rasisme dan rasialisme di Amerika, antara lain Martin Luther King Jr dan Malcolm X. Propaganda anti-Islam dan umat Islam yang digerakkan oleh para Islamophobes terkubur oleh gerakan anti-rasisme rasialisme yang telah menembus batas perbedaan ras, bangsa, dan agama. Telah muncul semacam aliansi anti-rasisme-rasialisme pada masa pandemi ini dan umat Islam menjadi bagian penting.
Geger di Indonesia
Di Indonesia juga terjadi geger di masa pandemi ini dan sumber masalahnya adalah RUU HIP. Inisiatif Fraksi PDIP mengajukan RUU ini semula dimaksudkan untuk memperkuat kedudukan hukum BPIP yang saat ini diketuai Yudhian Wahyudhi yang pernah melukai umat karena statemennya bahwa “agama adalah musuh Pancasila” tak lama setelah dia dilantik. Akan tetapi belakangan justru RUU itu diarahkan untuk kepentingan ideologi dan politik. RUU ini saat ini sudah di tangan pemerintah meskipun pemerintah sudah menyatakan menunda pembahasan. Reaksi keras sudah bermunculan.
MUI dan orams-ormas Islam serta banyak elemen masyarakat lain melakukan penolakan keras terhadap RUU ini dan meminta DPR serta pemerintah untuk menghentikan proses-proses legislasi RUU, mencabutnya dari Prolegnas. Tidak saja anggota DPR dinilai telah tumpul sensitivitas kemanusiaannya akibat Covid-19 yang angka korbannya masih sangat mengkhawatirkan per hari ini, tetapi RUU itu sendiri secara substansial sangat bermasalah besar dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan kita.
Paling tidak, dari aspirasi dan tuntutan yang berkembang di masyarakat, ada delapan alasan utama mengapa RUU ini ditolak. 1. Pancasila itu bukan sekadar falsafah bangsa, weltanschauung, tetapi sumber dari segala sumber hukum negara. Akan tetapi RUU ini telah menyubordinasi Pancasila. 2. Pancasila telah terdegradasi secara nyata dengan adanya RUU ini. 3. RUU ini membuka peluang bangkitnya komunisme dan paham ateisme. 4. RUU ini mendorong pemanfaatan Pancasila sebagai alat kekuasaan untuk menekan kekuatan-kekuatan kritis di masyarakat.
Pengalaman era Orba adalah contoh konkret. 5. RUU membuka peluang bagi otoritarianisme dan politik oligarkis; RUU ini akan membunuh demokrasi. 6. RUU ini menjadi pintu masuk bagi neoliberalisme, kapitalisme, dan sekularisme. 7. RUU ini adalah pintu munculnya benturan dan disintegrasi bangsa. 8. Dengan merujuk pada pidato Bung Karno 1 Juni 1945, secara tidak bertanggung jawab RUU ini akan membuka ruang terjadinya pengkhianatan terhadap kesepakatan semua elemen bangsa 18 Agustus 1945 di mana Bung Karno menjadi salah seorang tokoh nasionalis penting.
Aroma pemanfaatan Covid-19 untuk kepentingan ideologi ateisme, sekularisme, neoliberalisme, kapitalisme, dan kekuatan oligarki di balik RUU HIP ini cukup kuat. Dan ini tidak sekadar menyakiti umat Islam, tetapi nurani bangsa juga terusik karena akan merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Demo dan pernyataan sikap secara massal sudah dilakukan di banyak tempat. Jika semua aspirasi ini tidak didengar DPR dan pemerintah, eskalasi sosial politik dipastikan akan meninggi dengan banyak risiko di tengah Covid-19. Wallahu a’lam. Sudarnoto Abdul Hakim
Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Associate Professor FAH UIN Jakarta .*****
Banyak peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah terkait dengan perlindungan data masyarakat dan mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana kriminal.
Namun demikian, data masyarakat masih saja bisa bocor kepada pihak-pihak yang menyalahgunakan data tersebut untuk melakukan tindakan melawan hukum.
Untuk data terkait dengan nomor telepon seluler misalnya, meskipun pemerintah sudah mewajibkan masyarakat untuk melakukan registrasi nomor seluler dengan menggunakan nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (KK), masih banyak pelaku kejahatan penipuan yang bebas menggunakan nomor seluler dari operator tertentu untuk melakukan kejahatannya.
Di platform marketplace misalnya, pelaku kejahatan membobol data nasabah yang berisi nama, tanggal lahir, alamat email , nomor telepon, password, bahkan alamat tempat tinggal.
Data-data tersebut kemudian dijual ke pihak lain. Data pelanggan yang berhasil dibobol berasal dari marketplace seperti Tokopedia, Bhinneka, dan Bukalapak.
Yang lebih parah, data pasien Covid-19 di Indonesia diduga telah dicuri oleh peretas. Mereka diduga menjual data pasien terinfeksi virus korona tersebut di forum dark web RapidForums. Data-data warga yang dijual itu cukup lengkap.
Beberapa informasi yang dijual meliputi nama, status kewarganegaraan, tanggal lahir, umur, nomor telepon, alamat rumah, nomor identitas kependudukan, dan alamat hasil tes korona, termasuk rekam medis seperti gejala, tanggal mulai sakit, dan tanggal pemeriksaan.
Kebocoran data masyarakat juga diduga terjadi di KPU di mana di RapidForums, ada pihak yang menjual data dalam bentuk PDF yang berisi nama, alamat, NIK dan KK, serta data lain dari pemilih di Yogyakarta.
Tentu kejadian-kejadian tersebut tidak bisa dianggap remeh, sebab platform digital sangat rentan diretas, apalagi di marketplace. Karena itu, perlu kewaspadaan dari masyarakat.
Saat ini sejumlah marketplace mensyaratkan foto diri, foto identitas yang memuat NIK, dan nama ibu kandung bagi pelanggan yang akan melakukan transaksi dengan melakukan deposit pada akun yang dimiliki di marketplace.
Hal ini tentu mengkhawatirkan, mengingat data NIK dan nama ibu kandung lazimnya digunakan oleh pihak perbankan untuk memverifikasi nasabahnya.
Meskipun dalam syarat dan ketentuan pada klausul yang diterbitkan marketplace menyebutkan bahwa data tersebut tidak akan dijual ke pihak lain, hal itu bukan menjadi jaminan.
Karena terbukti, data konsumen di marketplace paling sering dibobol.
Melindungi data masyarakat, tentulah wajib dilakukan oleh regulator sebab data nasabah bisa digunakan untuk melakukan tindakan kriminal. Misalnya membobol dana nasabah yang disimpan di bank, maupun membobol kartu kredit yang dimiliki masyarakat.
Oleh karena itu, lembaga-lembaga baik swasta maupun milik negara berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat yang sudah atau akan melakukan kegiatan transaksi atau akan menggunakan jasa-jasa lainnya terpelihara dengan baik.
Kepercayaan masyarakat kepada institusi bisnis merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu usaha, sehingga terpeliharanya kepercayaan masyarakat membuat ekosistem usaha berjalan dengan lancar.
Pemerintah atau lembaga terkait perlu untuk membuat aturan atau menjalankan aturan yang sudah ada dengan sungguh-sungguh, mengingat dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan data nasabah tersebut berimplikasi pada ketidakamanan yang dirasakan masyarakat dan berpotensi merusak ekosistem usaha secara keseluruhan.
Dalam rangka menghindari terjadinya penyalahgunaan data nasabah perlu dibuat aturan khusus yang melarang seluruh pihak untuk memberikan informasi tercatat kepada siapa pun berkaitan dengan keadaan nasabah, kecuali dalam hal-hal tertentu yang disebutkan secara tegas dalam undang-undang.*****
Kedatangan gelombang pertama tenaga kerja asing (TKA) asal China Sulawesi Tenggara (Sultra). Ratusan mahasiswa yang mengadang kedatangan TKA China yang akan bekerja di PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) Konawe, tidak mengindahkan imbauan pihak kepolisian yang meminta membubarkan diri dengan tertib.
Ujungnya, kelompok aksi yang juga melibatkan masyarakat berakhir bentrok dengan petugas. Sekitar pukul 20.30 Wita, Selasa (23/6), rombongan TKA China yang berjumlah 152 orang mendarat dengan pesawat carteran. Demikian sepenggal drama penolakan kedatangan TKA dari Negeri Panda.
Sebelumnya, rencana kedatangan TKA China sebanyak 500 orang telah memantik polemik tajam, bukan hanya menjadi isu panas di masyarakat, tetapi juga menunjukkan kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah tak sejalan. Gubernur Sultra Ali Mazi bersama DPRD Sultra menolak keras kedatangan TKA meski belakangan membuka pintu lebar-lebar lagi.
Memang, kedatangan TKA tersebut di tengah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang berawal dari Wuhan, China, menjadi salah satu alasan penolakan. Alasan lainnya bahwa kebijakan membuka pintu bagi TKA ke Indonesia di saat badai pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi pekerja lokal dinilai telah melukai masyarakat.
Penolakan yang keras dari pemerintah daerah membuat kedatangan TKA China sempat ditunda.
Merujuk pada kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM terkait wabah virus korona, lembaga tersebut melarang orang asing masuk wilayah Indonesia sementara waktu. Persoalan kemudian bergulir dan dikabarkan sebanyak 500 TKA China segera tiba di Konawe, akhir April lalu.
Pemerintah daerah dan sejumlah kalangan bereaksi keras.
Sebaliknya, pemerintah pusat tetap pada pendirian bahwa menolak TKA China sama saja menghambat investasi yang sudah berjalan. Pasalnya, perusahaan tujuan TKA sudah mengantongi surat persetujuan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang diterbitkan Kementerian Ketenagakerjaan pada 15 April 2020.
Belakangan sikap Ali Mazi melunak. Kedatangan 500 TKA China yang sempat ditangguhkan itu mendapat lampu hijau lagi. Sikap orang nomor satu di Sultra tersebut justru balik dipertanyakan. Namun, Ali Mazi beralasan para pekerja asing yang akan masuk di Konawe telah memenuhi persyaratan dan telah diizinkan pemerintah pusat.
Jadi, kebijakan pemerintah daerah tidak boleh bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat atas nama ketentuan undang-undang yang berlaku. Sementara itu, Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Saleh masih memberi catatan bahwa TKA China boleh masuk Konawe sepanjang benar-benar bersih dari Covid-19.
Kisruh atas penolakan TKA Negeri Tirai Bambu itu ditanggapi Kedutaan Besar (Kedubes) China untuk Indonesia. Sebagaimana disampaikan Kanselor Bidang Ekonomi dan Bisnis, Kedubes China, Wang Liping bahwa para pekerja yang didatangkan ke Indonesia dipastikan negatif dari virus korona.
Dan, perusahaan China tunduk sepenuhnya pada aturan yang berlaku di Indonesia. Para pekerja di bidang teknis dengan masa kontrak sekitar enam bulan telah dilengkapi sertifikat kesehatan. Bagi pihak China, kedatangan tenaga ahli, teknisi dan terampil sulit dihindari seiring terus meningkatnya kerja sama ekonomi antara China dan Indonesia.
Mendatangkan pekerja, seperti diakui pihak China bahwa perusahaan mengeluarkan biaya lebih besar ketimbang mempekerjakan pekerja lokal. Sebagai perbandingan, upah pekerja China sekitar USD30.000 atau sekitar Rp450 juta dengan kurs Rp15.000 per tahun ditambah biaya penerbangan dan akomodasi. Bandingkan pekerja lokal hanya digaji sekitar 10% dari total gaji pekerja China.
Kalau disuruh memilih, sudah pasti perusahaan akan mencari pekerja lokal karena gajinya lebih murah. Namun, masalahnya, daerah sekitar proyek tak mampu menyediakan cukup pekerja terampil yang dibutuhkan. Itulah salah satu alasan mendatangkan pekerja dari China meski perusahaan harus membayar mahal daripada proyek tidak jalan.
Persoalan TKA memang selalu mengundang pertanyaan di tengah masyarakat. Apalagi, dalam situasi sekarang di mana jutaan masyarakat kena PHK sebagai dampak pandemi Covid-19, justru pemerintah mendatangkan pekerja asing. Bukan sepenuhnya salah masyarakat kalau memberikan penolakan.
Pemerintah harus lebih intensif menyosialisasikan ke masyarakat aturan bagi pekerja asing. Pemerintah menetapkan penggunaan pekerja asing diizinkan sepanjang proyek yang dikerjasamakan menyangkut proyek strategis nasional (PSN). Nah , proyek yang dikerjakan VDNI masuk kategori PSN. Selain itu, perlu dikoreksi bahwa koordinasi pemerintah pusat dan daerah dalam kasus TKA di Konawe lemah sekali sehingga membuat masyarakat dalam kebingungan.*****
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro