JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memeriksa kader PDI Perjuangan (PDIP) Saeful Bahri sebagai saksi penyidikan perkara dugaan korupsi dengan tersangka Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto dan buron KPK Harun Masiku. Saeful Bahri diketahui telah hadir memenuhi panggilan penyidik KPK dan saat ini tengah menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK.
“Pemeriksaan sebagai saksi lanjutan sprindik HM, HK, dan DTI,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Sejauh ini belum ada keterangan dari pihak penyidik KPK soal materi apa saja yang akan didalami dalam pemeriksaan tersebut. Penyidik KPK pada Selasa, 24 Desember 2024 menetapkan dua orang tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (HK) dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI).
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk melobi anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumsel I. HK juga diketahui mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina.
“HK bersama-sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar AS pada periode 16 Desember 2019-23 Desember 2019 agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil Sumsel I,” ujar Setyo.
Selain itu, penyidik KPK juga turut menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan.(*/Ad)
JAKARTA – Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat Sukartono menyatakan kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015–2022 terbukti merugikan negara sebesar Rp300 triliun. Total kerugian negara itu hasil tindak pidana dari tiga terdakwa.
“Kegiatan penambangan ilegal di wilayah IUP (izin usaha pertambangan) PT Timah Tbk tahun 2015–2022 mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp300.003.263.938.131,14 (300 triliun),” ujar Sukartono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (11/12/2024).
Kerugian tersebut, kata dia, juga disebabkan oleh perbuatan tiga mantan Kepala Dinas (Kadis) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bangka Belitung, yakni Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015–2019 Suranto Wibowo, Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2021–2024 Amir Syahbana, serta Pelaksana Tugas Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode Maret hingga Desember 2019 Rusbani alias Bani.
“(Mereka) tidak melakukan pembinaan dan pengawasan secara benar,” ucap dia.
Sukartono mengatakan bahwa Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) lima smelter beserta perusahaan afiliasinya digunakan untuk kerja sama dengan PT Timah untuk melakukan penambangan di IUP PT Timah. Adapun lima smelter yang dimaksud adalah PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa beserta serta PT Tinindo Internusa, masing-masing beserta perusahaan afiliasinya.
Akibat RKAB tersebut, penambangan oleh pihak swasta di wilayah IUP PT Timah menjadi masif dan menyebabkan kerusakan ekologi, kerusakan ekonomi lingkungan, serta menimbulkan biaya pemulihan lingkungan akibat penambangan bijih timah. Sukartono menjabarkan, biaya kerugian ekologi sebesar Rp183,7 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp75,4 triliun, serta biaya pemulihan lingkungan Rp11,8 triliun. Dengan demikian, total kerugian lingkungan Rp271,06 triliun
Lebih lanjut, Sukartono memaparkan bahwa kerugian senilai Rp271,06 triliun dapat pula dibagi berdasarkan kawasan yang dirusak. Sukartono membaginya menjadi dua kategori, yakni kerusakan lingkungan hidup di non-kawasan hutan dengan luas sekitar 95 ribu ha dengan kerugian sebesar Rp47,7 triliun; serta kerusakan lingkungan hidup akibat tambang timah di dalam kawasan hutan dengan luas sekitar 75 ribu ha senilai Rp223,3 triliun.
Dalam kasus korupsi timah, ketiga terdakwa tersebut diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun. Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,06 triliun berupa kerugian lingkungan.(Antara)
JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang tunai Rp6,8 miliar dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa pada Senin (2/12/2024) malam. Risandar pun sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka.
“KPK mengamankan total sembilan orang, yakni delapan orang di wilayah Pekanbaru dan satu orang di Jakarta, serta sejumlah uang dengan total sekitar Rp6.820.000.000,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (4/12/2/2024).
Ghufron menerangkan uang tersebut diamankan dari beberapa lokasi berbeda dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Pekanbaru, Riau. Pertama uang sebesar Rp1 miliar disita KPK dalam penangkapan teradap Plt Kepala Bagian Umum Pemerintah Kota Pekanbaru Novin Karmila (NK) di wilayah Pekanbaru.
Selanjutnya Rp1,39 miliar disita dalam penangkapan Risnandar di Rumah Dinas Wali Kota Pekanbaru. Kemudian Rp2 miliar disita penyidik KPK dari rumah pribadi Risnandar di Jakarta.
Kemudian uang Rp830 juta disita penyidik KPK dalam penangkapan Sekda Kota Pekanbaru Indra Pomi Nasiotion di rumahnya di Pekanbaru. Indra mengakui bahwa dirinya memegang uang sebesar Rp1 miliar, namun sebanyak Rp170 juta telah disebar ke beberapa pihak.
Penyidik KPK selanjutnya menangkap ajudan Risnandar, Nugroho Adi Triputranto, serta menyita Rp375,4 juta dari rekening Nugroho. Selanjutnya sebanyak Rp1 miliar disita dari kakak Novin, Fachrul Chacha dan Rp100 juta disita dari didapatkan di rumah dinas Pj Wali Kota.
Sedangkan dari penggeledahan di salah satu kediaman di Ragunan, Jakarta Selatan, tim penyidik KPK menyita uang sebesar Rp200 juta. Penyidik KPK selanjutnya membawa sembilan orang tersebut beserta barang buktinya ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Penyidik KPK kemudian menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa (RM), Sekretaris Daerah Pekanbaru Indra Pomi Nasution (IPN) dan Plt Kepala Bagian Umum Pemerintah Kota Pekanbaru Novin Karmila (NK).
“KPK melakukan serangkaian pemeriksaan dan telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menaikan perkara ini ke tahap penyidikan, dengan menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu RM, IPN, dan NK,” ujar Ghufron.
Usai ditetapkan sebagai tersangka, penyidik KPK selanjutnya langsung melakukan penahanan terhadap ketiganya selama 20 hari terhitung sejak 3 Desember 2024 sampai dengan 22 Desember 2024, di Rutan KPK. Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan telah melanggar ketentuan Pasal 12 f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(Antara)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, pihak yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Bengkulu pada Sabtu (23/11/2024) malam menjadi delapan orang. Dalam operasi tersebut penyidik juga menyita sejumlah barang bukti berupa uang tunai dan dokumen, namun belum merinci berapa nominal uang yang disita dalam kegiatan tersebut.
KPK telah menerbangkan delapan orang tersebut ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Dalam operasi tersebut penyidik juga menyita sejumlah barang bukti berupa uang tunai dan dokumen, namun belum merinci berapa nominal uang yang disita dalam kegiatan tersebut.
“Juga turut diamankan uang, dokumen, dan barang bukti elektronik,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (24/11/2024).
Salah satu dari delapan orang itu adalah Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah. “Sampai dengan saat ini, sudah ada delapan orang di jajaran Pemerintah Provinsi Bengkulu yang sudah diamankan oleh KPK,” kata Tessa.
Mereka yang ditangkap, pada Minggu (24/11/2024) sudah digelandang ke Gedung KPK di Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut. “Terkait pungutan ke pegawai untuk pendanaan pilkada,” begitu kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat dikonfirmasi, Minggu (24/11/2024). Kata Alex, penjelasan lebih lengkap perihal penangkapan tersebut akan disampaikan resmi oleh KPK pada sore ini.
Sebelumnya dikabarkan, pada Sabtu (23/11/2024) malam, KPK melakukan operasi senyap penangkapan sejumlah pejabat pemerintahan di Bengkulu. Dari penangkapan tersebut, penyidik KPK menggelandang tujuh di antaranya ke Kantor Polresta Bengkulu untuk pemeriksaan. Dari penangkapan tersebut berlanjut ke penangkapan terhadap Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah.
Pada Ahad (24/11/2024) sore, mereka yang ditangkap sudah dibawa ke Gedung KPK di Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut. Gubernur Bengkulu Rohidin Mersya juga turut digelandang ke KPK dan tiba di Gedung Merah Putih di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan (Jaksel) sekitar pukul 14:35 WIB.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardika melanjutkan, konfrensi pers terkait penangkapan di Bengkulu itu akan dijelaskan secara resmi sore ini. Termasuk kata dia untuk memastikan status hukum mereka yang ditangkap itu.(*/Jo)
JAKARTA – Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) dikatakan tak pernah memberikan penjelasan yang terang dan jelas tentang perbuatan apa yang membuat mantan menteri perdagangan (mendag) Tom Lembong menjadi tersangka dan tahanan. Hal tersebut disampaikan Tom dalam sidang ke-4 preperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis (21/11/2024).
Tom dalam sidang tersebut dihadirkan melalui daring oleh hakim tunggal Tumpanuli Marbun. Kehadiran Tom melalui zoom meeting untuk didengarkan penjelasannya sebagai tersangka, pihak pemohon utama praperadilan. Tom sempat membacakan testimoni dan kronologis, serta penjelasan tentang permasalahan kebijakan impor gula yang dikatakan penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) selama pemeriksaannya sebelum dijadikan tersangka.
Selepas membacakan testimoni itu, hakim Tumpanuli memberi kesempatan kepada para tim pengacara Tom, serta pihak kejaksaan selaku termohon untuk mendalami penyampaian Tom tersebut. Dalam sesi tanya jawab tersebut, tim pengacara mengambil kesempatan pertama.
Pengacara Ari Yusuf Amir kepada Tom menanyakan perihal permasalahan hukum apa yang disampaikan, dan yang dijelaskan oleh penyidik pada saat pemeriksaannya sebagai saksi, maupun tersangka selama ini. “Dalam pemeriksaan Pak Tom sebagai saksi maupun sebagai tersangka. Pada waktu itu, Pak Tom memahami tidak permasalahan apa yang dimaksud oleh penyidik? Apakah dijelaskan tidak secara detail, apa permasalahannya?,” kata Ari Yusuf.
Tom menjawab pertanyaan pengacaranya itu dengan memastikan dirinya yang tak pernah paham tentang permasalahan hukum apa yang membuat dirinya menjadi tersangka. Tom mengaku dirinya, pun bingung dengan penjelasan jaksa penyidik selama menjalani pemeriksaan sebagai saksi, maupun tersangka.
“Saya tidak mendapatkan penjelasan yang detail, di dalam pemeriksaan saya pun masih bingung apa persisnya yang menjadi permasalahan. Tidak pernah dengan jelas bagi saya,” kata Tom.
Selanjutnya, Ari Yusuf pun mempertanyakan kepada Tom apa dalil yang disampaikan penyidik Jampidsus, ketika menetapkan tersangka dan tahanan. “Pada waktu ditetapkan sebagai tersangka, dijelaskan tidak kenapa Anda dijadikan tersangka?,” tanya Ari Yusuf.
Atas pertayaan tersebut, pengakuan Tom yang mengingat tim penyidik hanya menerangkan peningkatan status hukum tersebut sudah sesuai dengan berita acara dan keputusan pimpinan.
“Tidak, tidak ada dijelaskan apa masalahnya. Hanya disebutkan sudah sesuai dengan KUHP, dan keputusan pimpinan saya ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Tom.
Dia melanjutkan, dengan penetapan tersangka tersebut, pun dirinya mengaku merasa mengalami guncangan psikologis. Karena dikatakan Tom setelah penetapannya sebagai tersangka itu, penyidik Jampidsus memborgolnya untuk langsung diantar ke sel tahanan.(*/Jo)
JAKARTA – Akhir petualangan kabur tersangka (TSK) Hendry Lie (HL) berakhir ke sel tahanan. Pada Senin (18/11/2024) malam, tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejakgung) menangkap mantan bos maskapai penerbangan Sriwijaya Air itu di Bandara Sokarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang setelah kembali diam-diam ke Indonesia dari Singapura.
Hendry Lie adalah salah-satu tersangka terkait kasus korupsi penambangan timah di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2015-2022.
Kasus korupsi tersebut terkait dengan kerugian keuangan negara setotal Rp 300 triliun. Total 23 orang tersangka sudah ditetapkan sejak Januari 2024, termasuk Fandy Lingga (FL) adik dari Hendry Lie. Sebagian dari puluhan tersangka tersebut sudah diajukan penuntutan ke persidangan di PN Tipikor, Jakarta.
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar mengatakan, Hendry Lie sejak diumumkan sebagai tersangka, 26 April 2024 lalu, kerap mangkir dari pemeriksaan. Padahal kata Qohar, tim penyidik sudah berkali-kali meminta Hendry Lie segera pulang agar bisa diminta keteranganya.
Sekali Hendry Lie datang ke penyidik untuk diperiksa sebagai saksi pada 29 Februari 2024 sebelum peningkatan status hukumnya. Lepas itu, diketahu oleh tim penyidikan, kata Qohar, Hendry Lie sudah tak berada di Indonesia.
Status pencegahan terhadapnya, dan penarikan paspor, pun baru dilakukan pada 28 Maret 2024. Diketahui, Hendry Lie sudah kabur ke Singapura dengan alasan berobat ke Rumah Sakit Elizabeth sejak 25 Maret 2024.
Delapan bulan selama pelarian di negara jiran itu, diam-diam Hendry Lie pulang. Tim penyidik Jampidsus mencokoknya di Terminal 2F Soekarno-Hatta.
“Kita sudah mengikuti, memonitor dari keberadaan dia. Dan saat dia pulang secara diam-diam, kita lakukan penangkapan di bandara,” kata Qohar saat konfrensi pers di Menara Kartika, Kejakgung, di Jakarta, Senin (18/11/2024) malam.
Qohar mengatakan, kepulangan Hendry Lie ke Indonesia itu, pun dalam keadaan terpaksa. Karena dikatakan otoritas Indonesia di Singapura, sudah mengetahui keberlakuan paspornya berakhir pada 27 November 2024.
“Sehingga tidak memungkinkan untuk dia memperpanjang karena penyidik sudah melayangkan surat ke Kedubes Singapura melalui imigrasi untuk pencabutan pasportnya,” ujar Qohar.
Setelah ditangkap di Bandara Soetta, penyidik Jampidsus bersama tim intelijen kejaksaan, pun menggelandang Hendry Lie ke Kejakgung untuk diperiksa sebagai tersangka.
Usai menjalani pemeriksaan, penyidik membawanya ke sel tahanan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).
Qohar menegaskan, Hendry Lie dijerat dengan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Sangkaan tersebut terkait dengan peran Hendry Lie selaku bos, sekaligus pemilik manfaat dari PT Tinindo Inter Nusa (TIN).
Hendry Lie, dan adiknya Fandy Lingga merupakan satu paket tersangka dalam korupsi timah ini. Kedua abang-beradik itu, adalah anggota keluarga pendiri, sekaligus bos pemilik dari perusahaan maskapai penerbangan swasta Sriwijaya Air. Akan tetapi, kasus korupsi timah yang menjerat Hendry Lie, terkait perannya di PT TIN.
Qohar melanjutkan, Hendry Lie menjadi tersangka selaku beneficiary owner dari PT TIN. Sementara Fandy Lingga yang sejak diumumkan tersangka April 2024 lalu sudah mendekam di sel tahanan, merupakan manager marketing PT TIN.
“Yang secara sadar dan sengaja berperan aktif melakukan kerja sama penyewaan peralatan prosesing peleburan timah antara PT Timah Tbk dengan PT TIN atas penerimaan bijih timah dari CV BPR dan CV SMS,” kata Qohar.
CV BPR, dan CV SMS, adalah di atara belasan perusahaan swasta boneka bentukan sejumlah tersangka dari PT Timah Tbk bersama-sama para tersangka lain dari kalangan swasta, dalam menghimpun hasil penambangan timah ilegal di lokasi IUP Timah Tbk. Atas peran, maupun kegiatan yang dilakukan Hendry Lie, bersama-sama Fandy Lingga melalui keberadaan PT TIN itu, turut serta dengan para tersangka-tersangka lainnya dalam aktivitas penambangan ilegal di lokasi IUP PT Timah Tbk yang merugikan negara setotal Rp 300 triliun.
Dari dakwaan para terdakwa yang sudah diajukan ke persidangan terungkap aliran uang hasil korupsi Rp 30 triliun turut dinikmati oleh 11 klaster pihak penerima keuntungan ilegal. Termasuk di antaranya Hendry Lie yang melalui perusahaannya, yakni PT TIN turut menikmati uang sebanyak Rp 1 triliun dari korupsi penambangan timah di lokasi IUP PT Timah Tbk tersebut.
Selain Hendry Lie, dan Fandy Lingga, beberapa nama pengusaha terkenal juga diseret ke pengadilan dalam kasus ini. Termasuk tersangka Harvey Moeis (HM) yang merupakan suami dari aktris Sandra Dewi, serta selebgram terkenal Helena Lim (HLM).(Republika/Jo)
JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rio Frandy menyebutkan istri, adik, kakak, anak, hingga ibu terpidana Rafael Alun terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) kasus korupsi yang menjerat Rafael. Hal tersebut, kata JPU, telah terbukti berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan, dengan TPPU itu tidak hanya dilakukan oleh Rafael bersama sang istri, Ernie Meike Tarondek, tetapi juga dilakukan bersama-sama dengan sang ibu, Irene Suheriani Suparman; sang adik, Martinus Gangsar Sulaksono; sang kakak, Markus Seloadji; beserta sang anak, Christofer Dhyaksadarma.
“Terdapat adanya suatu kerja sama yang erat dan diinsafi dalam mewujudkan tujuan yang dikehendaki bersama,” ujar JPU saat membacakan tanggapan atas gugatan keberatan atas perampasan aset keluarga Rafael dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (8/11/2024).
Kerja sama dan kehendak yang sama dimaksud, kata JPU lagi, yakni dalam membayarkan atau membelanjakan harta serta menempatkan harta yang berasal dari tindak pidana korupsi ke dalam transaksi yang seolah-olah sah atau legal. Meski demikian, KPK hingga saat ini belum menetapkan status hukum terhadap keluarga Rafael tersebut, yang diduga terlibat TPPU.
Adapun TPPU Rafael dilakukan dengan membeli, antara lain tanah dan bangunan di Jalan Wijaya IV Nomor 11 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan; tanah dan bangunan di Jalan Meruya Utara dan Jalan Raya Serengseng, Jakarta Barat, satu unit kendaraan Volkswagen (VW) Caravelle, serta dua unit Kios BM08 dan BM09 Tower Ebony, Kalibata City di Kalibata Residence, Jakarta Selatan, yang diajukan keberatan oleh pemohon.
Dengan terbuktinya Markus Selo Aji selaku pemohon kedua, Martinus Gangsar Sulaksono selaku pemohon ketiga, dan Irene Suheriani Suparman bersama-sama melakukan TPPU dengan Rafael, JPU menuturkan hal itu menunjukkan para pemohon keberatan tersebut bukanlah pihak ketiga yang beriktikad baik, melainkan pihak-pihak yang terlibat dalam TPPU yang dilakukan Rafael.
“Maka dari itu, pengajuan keberatan a quo tidak sesuai dengan Pasal 12 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2022,” kata JPU menegaskan.
Sebelumnya, permohonan atas keberatan perampasan aset-aset terpidana tersebut diajukan oleh korporasi CV Sonokoling Cita Rasa dan perorangan atas nama Petrus Giri Hesniawan (Pemohon I), Markus Seloadji (Pemohon II), dan Martinus Gangsar (Pemohon III). Adapun pengajuan keberatan oleh CV Sonokoling Cita Rasa untuk aset berupa satu unit mobil Innova dan satu unit mobil Grand Max.
Sedangkan Pemohon I, II, dan III mengajukan keberatan untuk uang di safe deposit box Rafael Alun sebesar 9.800 euro, 2,09 juta dolar Singapura, dan 937.900 dolar AS; perhiasan di safe deposit box berupa enam buah cincin, dua kalung beserta liontin, lima pasang anting, dan satu buah liontin; serta satu buah rumah di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Lalu, satu buah rumah di Srengseng, Jakarta Barat dan ruko di Meruya, Jakarta Barat; dua unit kios di Kalibata City, Tower Ebony, Lantai GF Blok E nomor BM 08 dan nomor BM 09; serta satu unit mobil VW Caravelle.
Dalam perkara korupsi berupa gratifikasi dan TPPU atas nama terpidana Rafael Alun Trisambodo, Mahkamah Agung menjatuhkan pidana badan selama 14 tahun dan aset terpidana turut dirampas untuk negara. Atas putusan tersebut, KPK telah melakukan putusan pengadilan atas aset terpidana, yaitu dengan cara merampas aset terdakwa dan menyetorkannya ke kas negara pada Selasa (27/8/2024).(*/Jo)
JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejakgung) meyakini timbunan uang hampir Rp 1 triliun yang ditemukan di rumah tersangka Zarof Ricar (ZR) adalah hasil dari praktik mafia pengurusan perkara di lingkungan pengadilan.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan, tim penyidiknya sedang melakukan inventarisir berapa banyak kasus, atau perkara yang ‘ditangani’ melalui peran pengaturan ZR.
“Dia (ZR) mengaku lupa saking banyaknya. Dan penyidik saat ini sedang memperdalam dari alat-alat bukti yang lain,” kata Febrie, saat dihubungi media dari Jakarta, pada Selasa (29/10/2024) dikutip dari Republika.
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar, sebelumnya menyampaikan, dari pengakuan, timbunan uang hampir Rp 1 triliun itu, dikumpulkan sejak 2012, sampai ZR mengakhiri jabatannya sebagai kepala badan diklat hakim dan peradilan di MA pada 2022.
“Menurut keterangan dari yang bersangkutan (ZR), bahwa uang tersebut diperoleh dari pengurusan perkara. Sebagian besar dari pengurusan perkara,” ujar Qohar.
Akan tetapi, tim penyidikannya, kata Qohar, juga belum mengetahui pada kasus-kasus mana saja yang ZR terlibat dalam pengurusan tersebut. Akan tetapi, diyakini, ‘permainan’ ZR, bukan cuma di level MA. Tetapi juga di lingkungan peradilan di bawahnya. “Makanya, kita saat ini sedang mendalami uang-uang tersebut berasal, dan kemana saja yang sudah dikeluarkan,” ujar Qohar.
Penyidik Jampidsus-Kejakgung menangkap ZR di Jimbaran, Bali pada Kamis (24/10/2024). Sebelum menangkap ZR, tim penyidik Jampidsus, pada Rabu (23/10/2024) terlebih dahulu menangkap empat orang. Tiga diantaranya adalah hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur (Jatim), yakni Erintuah Damanik (ED), Mangapul (M), dan Heru Hanindyo (HH), dan satu pengacara Lisa Rahmat (LR).
Ketiga hakim tersebut ditangkap karena diduga menerima uang suap-gratifikasi dari LR, selaku pengacara dari terdalwa Gregorius Ronald Tannur yang divonis bebas dari tuntutan 12 tahun penjara terkait kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti.
Dari penangkapan LR, ED, M, dan HH, penyidik Jampidsus menemukan barang bukti uang dalam berbagai mata uang kurang lebih Rp 20,7 milar. Dalam kelanjutan penyidikan kasus tersebut, Jampidsus menemukan peran ZR yang diminta oleh LR, untuk ‘mengatur’ putusan kasasi di MA ajuan Jaksa Penuntut Umum (JPU), atas vonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya itu.
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar mengungkapkan, dari pemeriksaan terhadap LR, diketahui menyerahkan uang Rp 1 miliar dalam valuta asing kepada ZR. LR juga menyerahkan valuta asing sekitar Rp 5 miliar untuk diserahkan kepada hakim agung yang memutus kasasi Ronald Tannur.
Dari penggeledahan yang dilakukan di kediaman ZR di kawasan Senayan, Jakarta Selatan (Jaksel), penyidik Jampidsus menemukan timbunan uang mencapai Rp 1 triliun dari berbagai mata uang. Penyidik juga menemukan timbunan kepingan emas sebanyak 446 keping dengan berat total mencapai 51 Kg yang jika dikonversi mencapai Rp 75 miliar.
Kasasi kasus Ronald Tannur sendiri, pada Selasa (22/10/2024) membatalkan vonis bebas PN Surabaya dengan hanya menghukum putra dari politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu dengan penjara 5 tahun.(*/Jo)
PALEMBANG – Ditreskrimsus Polda Sumsel menangkap bos tambang batubara Bobi Candra (33). Dia ditangkap atas kasus penambangan batu bara ilegal selama 5 tahun di Desa Penyandingan, Muara Enim, Sumatera Selatan. Perbuatan pelaku diperkirakan merugikan Negara sebesar Rp 556,884 miliar.
Dari aktivitas penambangan ilegal tersebut, Bobi setidaknya memiliki sejumlah aset tanah dan rumah, berbagai mobil mewah serta motor sport diduga hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumsel Kombes Pol Bagus Suropratomo Oktobrianto mengatakan, penyidik mengembangkan tindak pidana penambangan batu bara ilegal ke tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dijalankan tersangka Bobi di Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim.
“TPPU yang dikembangkan penyidik karena ditemukan tindak pidana asal dari penambangan batu bara ilegal yang dilakukan tersangka BC,” kata Kombes Pol Bagus Suropratomo Oktobrianto.
Penyidik mencari keberadaan aset bergerak maupun tidak bergerak yang diduga dibeli BC dari hasil kejahatan tindak pidana penambangan batu bara ilegal.
“Hasilnya penyidik telah mengamankan aset bergerak dan tidak bergerak berupa 3 unit tanah dan bangunan di wilayah Muara Enim dan satu di Palembang, serta lima mobil mewah dan motor sport dengan total Rp 13 miliar,” ungkap Bagus didampingi Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Sunarto.
Bagus menambahkan, pengembangan tindak pidana penambangan batu bara ilegal di Muara Enim tak lepas dari kerja sama dengan stakeholder terkait, di antaranya Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
“Tersangka BC kami tangkap di salah satu apartemen di Jakarta pasca operasi Satgas Pertambangan Ilegal (PETI) 2024 yang kami laksanakan pada pertengahan Agustus lalu. Tersangka saat ini sudah dilakukan penahanan di Polda Sumsel,”jelasnya.
Tersangka dijerat dengan Pasal 3, Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan tindak pidana penambangan batu bara ilegal Undang-Undang RI No. 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) dan Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah).(*/Gint)
JAKARTA – Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menetapkan dua tersangka dalam aksi pembubaran paksa dan dugaan penganiayaan dalam seminar yang digelar di Hotel Grand Kemang Jakarta Selatan pada Sabtu (28/9).
“Kami mengamankan lima orang dan dua orang ditetapkan sebagai tersangka,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Wira Satya Triputra di Jakarta,Minggu.
Sementara itu, tiga orang lagi dengan dalam proses penyelidikan yang dilakukan oleh penyidik dari tim gabungan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakarta Selatan.
“Kami melakukan pendalaman terhadap tiga orang ini dan juga terhadap kemungkinan pelaku lainnya,” kata dia.
Ia mengatakan dua tersangka di atas dijerat dengan pasal 170 dan pasal 406 KUHP tentang pengeroyokan dan perusakan barang atau properti. Kemudian pasal 170 dan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.
“Ada dua petugas keamanan hotel yang menjadi korban penganiayaan dan perusakan sejumlah properti yang ada di lokasi tersebut,” kata dia.
Petugas mengamankan sejumlah barang bukti berupa banner (sepanduk) kegiatan seminar, tiga unit patahan besi, dan rekaman video di lokasi kejadian.
Sebelumnya terjadi dugaan tindak pidana kekerasan dan penganiayaan saat sebuah seminar digelar di Hotel Grand Kemang Jakarta Selatan pada Sabtu (28/9) pagi yang dilakukan puluhan orang yang masuk secara paksa ke lokasi seminar.
“Kami terus melakukan pendalaman terhadap aksi tersebut dan jika ada temuan akan kami ungkap ke publik,”jelasnya.(*/Jo)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro