Rencana pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) tentang Reformasi Sistem Keuangan kini menuai polemik panas. Sejumlah pasal dalam rancangan Perppu tersebut menyentuh masalah sensitif, mulai dari minimnya independensi Bank Indonesia (BI), pengawasan perbankan yang akan dialihkan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada BI, hingga pembentukan Dewan Moneter (DM).
Munculnya pasal-pasal sensitif itu ada yang mengaitkan kejengkelan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) pada sidang kabinet paripurna pertengahan Juni lalu. Presiden mengancam reshuffle menteri dan pembubaran lembaga negara -- bagi pihak-pihak yang bekerja seadanya dalam pandemi korona (Covid-19), semoga ini cuma asumsi.
Walau persoalan pelucutan fungsi OJK yang dialihkan ke BI lagi sudah bergulir di tengah masyarakat, pihak OJK tidak ambil pusing. Sebagaimana dituturkan Staf Ahli Ketua Dewan Komisioner OJK, Ryan Kiryanto bahwa penerbitan Perppu Reformasi Sistem Keuangan (RSK) adalah ranah politik.
Saat ini, kinerja OJK masih solid dan menjalankan segala tugas pokok dan fungsi yang diemban sejak pertama kali hadir pada 2011.
Sebagai bukti kalau OJK berjalan pada rel yang seharusnya, Ryan Kiryanto yang selama ini dikenal sebagai pengamat ekonomi menyebut sejumlah produk OJK sudah dinikmati pelaku sektor keungan. Di antaranya, Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/2020 dan POJK Nomor 14/2020 tentang restrukturisasi kredit di bank maupun lembaga keuangan nonbank, dalam upaya mendorong pemulihan ekonomi nasional dalam masa pandemi Covid-19.
Berdasarkan draf Perppu RSK yang beredar di publik terdapat sejumlah pasal yang menyinggung atau menyebut peran OJK dan BI. Pada Pasal 34 ayat 1 memuat bahwa tugas mengawasi bank oleh OJK dialihkan kepada BI. Pengalihan tugas mengawasi bank sebagaiman dimaksud ayat (1) dilaksanakan selambat-lambatnya pada 31 Desember 2023.
Proses pengalihan tersebut dilakukan bertahap sesuai syarat yang ditentukan, seperti infrastruktur, anggaran, personalia, struktur organisasi, sistem informasi, sistem dokumentasi, dan berbagai peraturan pelaksanaan berupa perangkat hukum serta dilaporkan kepada DPR.
Sekadar menyegarkan ingatan, isu besar lahirnya OJK sebagai lembaga pengatur dan pengawas industri keuangan, dipicu oleh krisis moneter 1998 dan krisis finansial global 2008.
Kedua peristiwa itu menyadarkan pemerintah akan pentingnya pengawas sektor jasa keuangan yang bersifat terintegrasi. Setelah melalui perdebatan yang panjang, OJK pun terbentuk pada 2011 dengan payung hukum UU Nomor 21/2011. BI yang sebelumnya bertugas mengawasi perbankan pun diambil alih pihak OJK pada 31 Desember 2013.
Setidaknya terdapat tujuh jenis kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan oleh OJK. Pertama, kewenangan untuk menetapkan tata cara perizinan dan pendirian sebuah bank, meliputi pemberian dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, dan pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu.
Kedua, kewenangan untuk menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan yang sehat sehingga memenuhi jasa perbankan yang diingini masyarakat.
Selanjutnya, ketiga adalah kewenangan untuk mengawasi, meliputi pengawasan bank secara langsung, terdiri atas pemeriksaan umum dan khusus dengan tujuan mendapatkan gambaran keadaan keuangan bank guna memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku. Dan, pengawasan tidak langsung melalui alat pemantauan, seperti laporan berkala yang disampaikan bank, laporan hasil pemeriksaan, dan informasi lainnya.
Keempat, kewenangan mengenakan sanksi, yakni kewenangan menjatuhkan sanksi apabila suatu bank tidak memenuhi ketentuan. Kelima, kewenangan melakukan penyidikan pada sektor jasa keuangan. Penyidikan dilaksanakan pihak kepolisian dan OJK. Keenam, kewenangan melakukan perlindungan konsumen dalam bentuk pencegahan kerugian, pelayanan pengaduan konsumen, dan pembelaan hukum.
Apakah mendesak untuk menerbitkan segera Perppu RSK? Tergantung dari sudut mana memandangnya. Yang pasti kalau pertanyaan ini diajukan kepada Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Drajad H Wibowo jawabnya tegas tidak perlu. Di mata ekonom yang sering mengkritisi kebijakan bidang ekonomi pemerintahan Jokowi, menilai pemerintah sebaiknya memperkuat tugas dan fungsi lembaga negara yang sudah ada.
Memang, rencana pelucutan pengawasan perbankan oleh OJK kepada bank sentral yang tertuang dalam draf Perppu RSK wajar mendapat respons serius dari masyarakat karena kesannya tiba-tiba. Transparansi terhadap kegagalan OJK dalam melakukan pengawasan perbankan nyaris tak terdengar. Jadi, tidak salah kalau pihak OJK menyebut persoalan tersebut sebagai ranah politik.*****
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro