JAKARTA – Bupati Jepara, Jawa Tengah, Ahmad Marzuqi, dipastikan akan berlebaran di tahanan. Ia ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan suap kepada hakim PN Semarang, Lasito, Senin (13/5/2019).
Ahmad Marzuqi rampung menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Setiabudi, Jakarta Selatan, sekitar pukul 15.15 WIB.
Saat keluar ia terlihat mengenakan rompi tahanan KPK dan tangan diborgol.
“Sebagai warga negara yang taat akan peraturan perundang-undangan ya kita akan ikuti proses yang ada,” kata Ahmad saat diantar ke mobil tahanan untuk dibawa ke Rumah Tahanan (Rutan) cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur.
Ahmad akan menjalani penahanan di Rutan Guntur selama 20 hari ke depan dan biasanya akan diperpanjang sesuai kebutuhan proses penyidikan. “Doakan sajalah semoga kami menerima dengan tabah dan sabar. Wong Nabi Yusuf saja dihukum,” imbuhnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan Ahmad Marzuqi sebagai tersangka karena diduga memberi suap kepada Lasito terkait gugatan praperadilan yang diajukannya di PN Semarang. Lasito pun telah lebih dulu ditahan KPK.
Praperadilan diajukan Ahmad terkait penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penggunaan dana bantuan partai politik DPC PPP Kabupaten Jepara 2011-2014 oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Untuk menggugurkan status tersangkanya, Ahmad diduga memberikan Rp700 juta kepada Lasito secara bertahap.
Hasilnya, Lasito mengabulkan gugatan praperadilan Ahmad dan menyatakan status tersangka itu batal demi hukum. (*/Ag)
JAKARTA – Polri telah mencabut surat cekal terhadap aktivis, Mayjen (Purn) Kivlan Zein ke luar negeri. Polri menyebut Kivlan Zein siap kooperatif terkait kasus dugaan makar yang dilaporkan oleh seorang warga sipil.
“Paspor pak KZ akan habis dalam waktu dekat jadi tidak akan diijinkan meninggalkan Indonesia atau memasuki negara lain,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Mohammad Iqbal kepada wartawan, Minggu (12/5/2019).
Kivlan akan dipanggil oleh penyidik Bareskrim Polri pada Senin (13/5). Iqbal menyebut Kivlan Zein akan kooperatif.
“Kemudian penyidik mendapat info bhw pak KZ akan koperatif hadir memenuhi panggilan penyidik,” ucap Iqbal.
Dengan pertimbangan itu, polisi mencabut surat pencekalan terhadap Kivlan Zein yang padahal baru diterbitkan sehari sebelumnya.
“Oleh karena itu penyidik memandang tidak perlu melakukan pencekalan lagi,” sambung dia.
Kivlan Zein didatangi oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta pada Jumat (10/5) kemarin. Penyidik memberikan dua surat kepada Kivlan yang hendak terbang ke Brunai Darussalam melalui Batam.
Surat pertama yakni surat panggilan atas laporan dugaan makar pada Senin (13/5). Sedangkan surat kedua yakni surat pencegahan pergi ke luar negeri.
Laporan atas Kivlan terdaftar dengan nomor LP/B/0442/V/2019/Bareskrim. Perkara yang dilaporkan adalah tindak pidana penyebaran berita bohong (hoax) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 14 dan/atau Pasal 15 terhadap keamanan negara/makar UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 107 junctoPasal 87 dan/atau Pasal 163 bis juncto Pasal 107.(*/Nia)
JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum maksimal menggunakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam menangangi sebuah perkara.
Padahal, pasal TPPU penting digunakan untuk mengembalikan kerugian uang negara dan memberi efek jera terhadap koruptor.
“Ini menunjukkan bahwa KPK belum mempunyai visi untuk asset recovery, dan hanya berfokus pada penghukuman badan,” kata Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Kurnia Ramadhana di kantornya, Jakarta, Minggu (12/5/2019).
Dalam kurun 2016-2018, KPK pimpinan Agus hanya menerapkan 15 kasus dengan pasal TPPU.
Kurnia menyebut keterkaitan TPPU dengan praktik korupsi sangat erat, baik segi yuridis maupun realitas. Untuk Yuridis, kata dia, korupsi secara spesifik disebutkan sebagai salah satu predicate crime dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.
“Dengan disembunyikannya harta tersebut maka seharusnya aturan TPPU dapat dikenakan pada setiap pelaku korupsi,” ucap dia.
Menurut Kurnia, setidaknya ada tiga keuntungan bagi KPK jika menggunakan pasal TPPU pada pelaku korupsi. Pertama, menggunakan pendekatan follow the money.
Kedua, memudahkan lapangan penuntutan karena mengakomodir asas pembalikan beban pembuktian.”Dan terakhir, memaksimalkan asset recovery,”pungkasnya.(*/Adyt)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan Direktur Utama nonaktif PT. PLN Sofyan Basir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Sofyan Basir menggugat statusnya sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1.”Jika memang ada praperadilan yang diajukan, KPK pasti akan hadapi,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat (10/5/2019).
KPK meyakini, penetapan tersangka terhadap Sofyan Basir sudah sesuai prosedur. Terlebih mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources telah divonis bersalah dalam kasus suap ini.
“Kami juga sangat yakin dengan prosedur dan subtansi dari perkara yang ditangani ini. Apalagi sejumlah pelaku lain telah divonis bersalah hingga berkekuatan hukum tetap,” pungkas Febri.
Sofyan Basir resmi mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 48/Pid.Pra/2019/PN JKT.SEL pada Rabu (8/5/2019).
Selaku pemohon, Sofyan Basir mempermasahkan sah atau tidaknya penetapan tersangka oleh KPK dalam hal ini selaku termohon. Setidaknya ada sejumlah petitum permohonan dari Sofyan.(*/Adyt)
JAKARTA – Sekertaris Jenderal (Sekjen) KONI Ending Fuad Hamidy dituntut hukuman penjar selama empat tahun. Ending dianggap terbukti melakukan suap terhadap pejabat Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
“Menyatakan terdakwa Ending Fuad Hamidy dinyatakan bersalah melakukan tidak pidana korupsi, menjatuhkan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan,” kata jaksa Ronald Worotikan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/5/2019).
Selain Sekjen KONI, Jaksa KPK menuntut Bendahara KONI Johny E Awuy dua tahun penjara. Johny diyakini melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-bersama.
“Menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun serta pidana denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan,” ujar Ronald.
Ending dan Jhony E Awuy terbukti memberi suap kepada Deputi IV Kemenpora Mulyana. Suap yang diberikan berupa uang Rp 400 juta, 1 unit mobil Toyota Fortuner VRZ TRD, dan 1 unit ponsel Samsung Galaxy Note 9.
Pemberian itu dilakukan agar Mulyana memuluskan pencairan Proposal Bantuan Dana Hibah kepada Kemenpora RI dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga pada ajang Asian Games 2018 dan Asian Paragames 2018. Dalam proposal itu KONI mengajukan dana Rp 51,52 miliar.
Selain itu, pemberian tersebut juga dilakukan guna memuluskan pencairan usulan kegiatan pendampingan dan pengawasan program SEA Games 2019 tahun anggaran 2018.(*/Joh)
JAKARTA – Politisi Partai Amanat Nasional PAN, Eggi Sudjana, telah ditetapkan sebagai tersangka terkait pernyataan ‘People Power‘ oleh penyidik Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Metro Jaya.
“Betul (Eggi) ditetapkan sebagai tersangka,” jelas Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono ketika dikonfirmasi oleh wartawan, pada Kamis (9/5/2019).
Dari surat panggilan polisi yang diterima oleh wartawan, Eggi akan segera diperiksa sebagai tersangka dalam perkara tersebut. Rencananya pemeriksaan tersebut akan dilakukan pada Senin (13/5/2019) mendatang.
Sebelumnya, polisi telah melakukan pemanggilan terhadap Eggi terkait pernyataan People Power pada 3 Mei 2019, pukul 14.00 WIB. Namun, Eggi tidak memenuhi panggilan tersebut.
Pemeriksaan yang kedua kalinya ini dilakukan atas laporan relawan dari Jokowi-Ma’ruf Center (Pro Jomac) ke Bareskrim Polri, yang dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.
Laporan Supriyanto teregister dengan nomor LP/B/0391/IV/2019/BARESKRIM tertanggal 19 April 2019, dengan tuduhan penghasutan. Selain oleh Supriyanto, Eggi juga dilaporkan oleh politisi PDIP Dewi Tanjung terkait people power dan tudingan makar. (*/Ag)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi, Rabu (8/5/2019). Ia akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el) untuk tersangka politikus Golkar, Markus Nari.
“Kami periksa sebagai saksi untuk tersangka MN (Markus Nari),” ucap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Rabu (8/5/2019).
Gamawan sendiri sudah tiba di gedung KPK. Namun, ia enggan memberikan keterangan apapun kepada awak media. Ia hanya berjalan memasuki gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Selain Gamawan, lanjut Febri, penyidik KPK juga memeriksa saksi lainnya yakni Sekjen DPR Indra Iskandar.
Sekadar informasi, Markus Nari merupakan salah satu dari delapan tersangka KTP-el yang diproses KPK. Markus diduga menerima uang untuk memuluskan pembahasan anggaran perpanjangan proyek pada tahun anggaran 2013.
KPK menduga Markus menerima uang Rp4 miliar yang diserahkan oleh Sugiharto yang kini menjadi terpidana kasus KTP-el. Selain itu, nama Markus juga mencuat dalam putusan Andi Narogong, yang juga kini telah menjadi terpidana kasus e-KTP. Markus disebut kecipratan sejumlah duit haram dari proyek KTP-el senilai 400 ribu dolar Amerika. (*/Joh)
JAKARTA – Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin mengaku menerima uang Rp 10 juta dari Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Provinsi Jawa Timur, Haris Hasanudin terkait kasus dugaan suap jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag).
Meski mengaku menerima, Lukman menyebut jika ia sudah melaporkan perihal penerimaan uang tersebut ke Komisi Pemberanatasan Korupsi (KPK).
“Terkait uang Rp 10 juta itu saya sudah sampaikan kepada penyidik KPK bahwa sudah lebih dari sebulan lalu uang itu saya laporkan kepada KPK. Saya tunjukkan tanda bukti pelaporan yang saya lakukan,” ucap Lukman usai diperiksa KPK sebagai saksi di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2019).
Alasan Lukman melaporkan hal tersebut ke KPK lantaran menurutnya ia tak berhak menerima uang dari Haris. Selain itu, terkait materi pemeriksaan, Lukman tak mau menjawab. Ia meminta awak media untuk bertanya langsung kepada penyidik KPK.
“Hal lain terkait materi perkara, saya mohon dengan sangat untuk sebaiknya menanyakan langsung kepada KPK. Saya harus menghargai proses yang berlangsung, saya tidak etis kalau saya membeberkan hal-hal yang sifatnya materi perkara hukum,” tandasnya.
Adapun soal penerimaan uang Rp 10 juta oleh Lukman diungkap KPK dalam jawaban atas gugatan praperadilan yang diajukan eks Ketum PPP Romahurmuziy alias Romi. Dalam jawaban gugatan itu, KPK menyebut Lukman menerima uang karena membantu Haris dalam pencalonan sebagai Kakanwil Kemenag Jatim hingga akhirnya dilantik.
Penerimaan uang itu terjadi 9 Maret 2019 saat Lukman berkunjung ke Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang.
Sebelumnya, Lukman memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap jual beli jabatan di Kemenag.
Ini merupakan penjadwalan ulang untuk Lukman dari panggilan pada Rabu (24/4/2019). Saat itu Lukman mangkir karena ada tugas menteri yang tak dapat ia tinggalkan.
Terkait kasus ini, KPK menyita uang ratusan juta dari ruang kerja (Menag) Lukman Hakim Saifuddin saat melakukan penggeledahan terkait kasus dugaan seleksi pengisian jabatan di Kemenag. Total uang yang disita KPK adalah Rp 180 Juta dan 30 ribu dolar AS.
Selain Romi, KPK juga menetapkan dua tersangka lain. Mereka ialah Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin.
Romi bersama dengan pihak Kementerian Agama RI diduga menerima suap untuk mempengaruhi hasil seleksi jabatan pimpinan tinggi di Kemenag, yaitu Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur.
Saat OTT di Surabaya, Jawa Timur, KPK menyita uang sebesar Rp 156.758.000. Uang tersebut disita penyidik KPK dari sejumlah orang, yaitu Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi Rp 17,7 juta, Amin Nuryadin selaku Asisten Romahurmuziy Rp 50 juta serta Rp 70,2 juta, dan Kepala Kantor Wilayah Kemenang Jawa Timur Haris Hasanuddin Rp 18,85 juta. (*/Adyt)
JAKARTA – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin diduga menerima uang Rp 10 juta dalam kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) yang melibatkan mantan Ketum PPP Romahurmuziy atau Romi.
Hal itu disampaikan oleh Evi Laila, perwakilan Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di PN Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2019).
Dalam paparan persidangan praperadilan yang menempatkan Tersangka Rommy sebagai pemohon, tim biro hukum KPK lantas menceritakan kronologi rinci yang menyeret nama Menag Lukman Hakim.
“Lukman Hakim Syaifuddin yang menjabat sebagai menteri menerima imbalan Rp 10 juta dari mantan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jatim Haris Hasanuddin (kini berstatus tersangka) karena dinilai telah berjasa membuatnya menduduki jabatan itu,” kata Evi Laila.
Menurut Evi, Lukmantelah menerima uang itu pada 9 Maret 2019 saat kunjungannya ke Pesantren Tebu Ireng Jombang Jawa Timur. Selain itu, nama Lukman juga disebut dalam pesan yang dikirim Haris kepada Romi usai pelantikan dirinya sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jatim oleh Lukman sendiri selaku Menteri Agama pada 5 Maret 2019.
“Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Alhamdulillah dengan bantuan yang luar biasa dari panjenengan (Romi) dan Menteri Agama akhirnya sore ini saya selesai dilantik dan selanjutnya mohon arahan dan siap terus perkuat barisan PPP khususnya Jawa Timur,” kata Evi menirukan pesan disampaikan Haris ke Romi.
Selanjutnya, Evi menjelaskan, peran Menag Lukman sangat penting dalam memuluskan langkah Haris dalam seleksi Kakanwil Provinsi Jatim. Sebab, dalam syarat disebutkan calon Kakanwil kementerian agama provinsi tidak pernah dijatuhi sanksi hukuman disiplin PNS tingkat sedang atau berat dalam lima tahun terakhir.
Faktanya, pada 2016 Haris Hasanudin telah dikenakan hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun.
Karenanya, agar tetap bisa mengikuti seleksi jabatan pimpinan tinggi pratama di lingkungan Kemenag, Haris Hasanudin melalui Gugus Joko Waskito (staf ahli Menag) memberi masukan kepada Lukman Hakim Syaifuddin selaku Menag perihal kendala yang dihadapi oleh Haris Hasanudin dan meminta bantuan agar tetap dapat mengikuti proses seleksi yang sedang berlangsung. (*/Adyt)
JAKARTA – Badan Narkotika Nasional (BNN) Jawa Barat mengamankan ganja asal Aceh seberat 70 kilogram di wilayah Bogor. Ganja diselundupkan dengan cara dimasukkan ke dalam ban mobil.
Ganja tersebut dibawa oleh RA alias I (26) dan MS alias B (23) dari Jakarta menuju Bogor pada Senin (29/4/2019). Keduanya berada di dalam mobil minibus yang seolah-olah mogok dan tengah diderek oleh mobil derek.
“Kita ikuti, dia menggunakan modus towing (derek). Itu modus lama seolah-olah mobilnya mogok. Mobil di towing dari Jakarta ke Bogor,” kata Kepala BNN Jabar Brigjen Sufyan Syarif di Kantor BNN Jabar, Kota Bandung, Selasa (7/5/2019).
Aparat dari BNN Jabar pun mengikuti pelaku disepanjang perjalanan. Pelaku yang kemudian berhenti di toko ban Jalan Babakan Baru, Kelurahan Cipaku, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor langsung disergap petugas.
“Saat itu anggota kami mendapatkan ada empat buah ban di dalam mobilnya, dan di dalam ban itu terdapat narkotika jenis ganja,” kata Sufyan.
Setelah dibekuk petugas pelaku tak berkutik dan mengakui perbuatannya. Bahkan pelaku masih menyimpan sebuah ban yang telah diisi ganja. Ban itu disimpan di kontrakan T alias I. Pemilik kontrakan kini ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO).
“Saat anggota ke kontrakan tersebut, ditemukan satu buah ban yang berisi ganja. Akan tetapi pemilik kontrakan T alias I sudah tidak ada lagi di lokasi,” ujarnya.
BNN lantas mengamankan kedua pelaku yang bertindak sebagai kurir tersebut beserta 5 buah ban yang masing-masing di temukan di mobil dan di kontrakan. Hasil penghitungan, total ada 70 kilogram ganja yang ditemukan.
“Berdasarkan informasi ganja dari Aceh itu akan diedarkan di wilayah Bogor. Dengan pengungkapan ini, kita berhasil menyelamatkan 420 ribu jiwa,” katanya.(*/DP Alam)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro