JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum maksimal menggunakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam menangangi sebuah perkara.
Padahal, pasal TPPU penting digunakan untuk mengembalikan kerugian uang negara dan memberi efek jera terhadap koruptor.
"Ini menunjukkan bahwa KPK belum mempunyai visi untuk asset recovery, dan hanya berfokus pada penghukuman badan," kata Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Kurnia Ramadhana di kantornya, Jakarta, Minggu (12/5/2019).
Dalam kurun 2016-2018, KPK pimpinan Agus hanya menerapkan 15 kasus dengan pasal TPPU.
Kurnia menyebut keterkaitan TPPU dengan praktik korupsi sangat erat, baik segi yuridis maupun realitas. Untuk Yuridis, kata dia, korupsi secara spesifik disebutkan sebagai salah satu predicate crime dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.
"Dengan disembunyikannya harta tersebut maka seharusnya aturan TPPU dapat dikenakan pada setiap pelaku korupsi," ucap dia.
Menurut Kurnia, setidaknya ada tiga keuntungan bagi KPK jika menggunakan pasal TPPU pada pelaku korupsi. Pertama, menggunakan pendekatan follow the money.
Kedua, memudahkan lapangan penuntutan karena mengakomodir asas pembalikan beban pembuktian."Dan terakhir, memaksimalkan asset recovery,"pungkasnya.(*/Adyt)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro