BOGOR – Tak ingin dikatakan bertele-tele dalam menyelesaikan kasus pembelian lahan Blok B Pasar Warung Jambu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Bogor kembali memanggil Wakil Walikota dan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor untuk dimintai keterangannya, (3/3).
Pemanggilan ini diduga tak lain akibat campur tangannya Kejati Jabar yang menerjunkan penyidiknya untuk menangani masalah yang mencuat dengan sebutan ‘Kasus Angkahong’ ini. Tak hanya dua pejabat teras itu, Kejari Bogor juga memanggil sejumlah orang lainnya yang diduga terlibat dalam kasus ini.
Wakil Walikota Bogor, Usmar Hariman membenarkan, pemeriksaan langsung dilakukan oleh penyidik Kejati Jabar. Dia menjelaskan, pertanyaan yang diberikan masih tetap sama saat pemeriksaan yang pertama karena untuk melengkapi keterangan serta melanjutkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dulu.
“Saya hanya mengulang BAP yang dulu, bedanya karena statusnya yang memeriksa dari Kejati. Pertanyaan yang dilontarkan tetap sama yakni sebanyak 30 pertanyaan. Karena sekarang sudah sampai pemberkasan, mereka memberikan kesempatan untuk melengkapi keterangan. Apa yang perlu diperbaiki dan informasi yang perlu kita sampaikan. Kalau soal pemanggilan lagi, kita belum mengetahuinya,” ujar Usmar .
Hal senada dikatakan oleh Sekda Kota Bogor Ade Sarip Hidayat yang menjelaskan, hanya memberikan keterangan lanjutan seperti yang sudah-sudah. “Sama halnya dengan pak wakil walikota, kita dipanggil untuk melengkapi keterangan saja. Pemeriksaan dilakukan terpisah sejak pagi tadi,” imbuhnya.
Terpisah, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor, Hidayat Yudha Priatna yang sudah ditetapkan sebagai tersangka mengaku dipanggil untuk memberikan keterangan lanjutan. “Datang dari pagi, tetapi dapat giliran pemeriksaan ketika siang. Ya, dipanggil hanya untuk lanjutan pemeriksaan yang kemarin,” singkat Yudha.
Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Intel Kejari Bogor, Andi Fajar Aryanto menjelaskan, pemeriksaan dilanjutkan dengan pemanggilan tiga orang dari kalangan birokrat Pemkot, satu instansi umum, dan dua dari ahli tetapi satu ahli tidak hadir.
Dia menjelaskan, pemeriksaan kaitan perkara Angkahong untuk melanjutkan pengembangan. Diantaranya ada hal yang perlu diberikan keterangan kaitan perkara melalui mekanismenya. “Kita belum tetapkan adanya tambahan tersangka. Mereka hanya melengkapi keterangan yang diberikan oleh penyidik. Untuk menetapkan tersangka baru, harus melalui evaluasi serta tergantung pada hasil yang diberikan oleh penyidik,” terangnya.
Menurut Andi, pengembangan dilakukan agar tahap penuntutan semakin lengkap sehingga bisa segera dilimpahkan ke Pengadilan. “Ini murni lanjutan, kita libatkan para ahli untuk menghitung adanya penyimpangan. Yang jelas dalam proses penanganan kasus ini perlu ada tahapan sesuai dalam Undang-undang. Mudah-mudahan kasus ini segera dilimpahkan ke Pengadilan,” tukasnya.
Terkait pemanggilan terhadap Walikota Bogor Bima Arya, Andi menambahkan, sangat berpotensi Walikota dipanggil lagi, tetapi belum bisa diketahui waktunya. “Saya belum bisa memberikan informasi kapan Walikota akan dipanggil,” tandasnya.
Pantauan PAKAR sendiri, sebanyak enam orang dipanggil oleh pihak Kejaksaan Negeri Kota Bogor, dan lima orang diantaranya memenuhi panggilan untuk datang ke kantor Kejari di Jalan Juanda nomor 6.
Dari lima orang tersebut, tiga diantaranya merupakan pejabat Pemkot Bogor, yaitu Wakil Walikota Bogor Usmar Hariman, Sekda Kota Bogor Ade Syarip Hidayat dan Kepala Dinas UMKM dan Koperasi Kota Bogor, Yudha Hidayat Priatna. Dua orang lainnya dari pihak swasta dan pihak ahli. Seperti diketahui, pemanggilan kemarin terkait tindak lanjut penanganan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Jambu Dua, untuk keperluan pengembangan bahan penyidikan.
Akhir 2015, Kejaksaan Negeri Bogor sebenarnya menetapkan tiga orang tersangka yakni Kepala Koperasi dan UMKM Hidayat Yudha Priatna, Irwan Gumelar (Camat Bogor Barat), dan Adnan (dari tim apresial). Belum ada penambahan tersangka terkait pemeriksaan kali ini. Kejaari juga belum melakukan penahanan terhadap tiga tersangka selama proses penyidikan berlangsung.
Kasus dugaan korupsi ini muncul setelah adanya kejanggalan dalam pembelian lahan Pasar Jambu seluas 7.302 meter persegi milik pihak ketiga pengusaha Kawidjaja Henricus Ang (Angkahong) oleh Pemkot Bogor pada akhir 2014. Dari luasan lahan tersebut, sebanyak 26 dokumen kepemilikan mulai dari SHM, AJB dan eks garapan telah terjadi transaksi jual beli tanah eks garapan seluas 1.450 meter persegi dengan harga yang disepakati untuk total luas lahan pembebasan senilai Rp43,1 miliar.(Pakar/Sam)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan segera menetapkan tersangka baru dalam perkara dugaan suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun anggaran 2016. Namun hingga Selasa (1/3), KPK masih terus meminta keterangan dari sejumlah saksi, termasuk memeriksa Lasarus, Wakil Ketua Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Namun seperti anggota DPR dari Komisi V yang sudah diperiksa sebelumnya, Lasarus juga ikut bungkam saat ditanya. Ia hanya mengaku diperiksa sebagai saksi untuk koleganya yang sudah ditetapkan menjadi tersangka, Damayanti Wisnu Putranti.
“Saya diperiksa soal Damayanti,” aku Lasarus usai diperiksa di gedung KPK, Jalan Hr Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, (1/3).
Lasarus kemungkinan diperiksa terkait aliran dana yang mengalir ke Komisi V untuk mengamankan proyek infrastruktur di Maluku yang akan ditangani oleh Kementerian PUPR. Apalagi pada tahun 2015 lalu, sejumlah anggota Komisi V pernah pergi ke Maluku pada tahun 2015 lalu. Sebagai Wakil Ketua Komisi V, Lasarus diduga kuat pernah mendengar, melihat, dan mengetahui kunjungan yang dilakukan sejumlah anggota Komisi V ke Maluku.
Hingga saat ini, sebagian anggota Komisi V yang mengikuti kunjungan tersebut sudah diperiksa oleh penyidik KPK. Dalam kasus ini, KPK juga sudah memanggil beberapa saksi dari anggota DPR serta para staf dari Komisi V. Januari lalu, KPK memeriksa Anggota Komisi V DPR asal Golkar Budi Supriyanto dan Direktur PT Cahaya Mas Perkasa Soe Kok Seng alias Asenk. Keduanya bahkan sudah dicegah untuk bepergian keluar negeri.
Sebelumnya, Ketua KPK, Agus Rahardjo sudah memastikan akan ada tersangka baru dalam penyidikan kasus ini. Surat perintah penyidikan (sprindik) baru terkait kasus ini, bahkan sudah ditandatangani oleh pimpinan KPK. Meski demikian, Agus masih enggan membeberkan pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Agus hanya menyebut tersangka tersebut terdiri dari dua orang yang masing-masing terdiri dari pihak swasta dan anggota dewan.
Tidak hanya memeriksa puluhan saksi, penyidik KPK juga telah menggeledah sejumlah tempat, termasuk di ruang kerja Budi di Senayan dan Kantor PT Cahaya Mas Perkasa di Ambon, Maluku. Kasus suap mulai terbongkar ketika KPK menangkap Damayanti serta dua anak buahnya, Dessy A. Edwin dan Julia Prasetyarini bersama Abdul Khoir, Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 13 Januari 2016.
Oleh penyidik KPK, Damayanti, Dessy, dan Julia disangka telah menerima suap Abdul Khoir. Damayanti diperkirakan telah menerima suap hingga ratusan ribu dolar Singapura secara bertahap melalui stafnya Dessy dan Julia. Uang itu diduga untuk mengamankan proyek Kementerian PUPR tahun anggaran 2016. Proyek tersebut merupakan proyek pembangunan jalan di Pulau Seram, Maluku, yang digarap Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional IX.
Atas perbuatannya, Damayanti, Dessy, dan Julia dijerat dijerat KPK dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. Sedangkan Abdul Khoir ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dan disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 33 UU Tipikor. (*Adyt)
SINGAPARNA – Kepolisian Resor Tasikmalaya berhasil membongkar sindikat uang palsu di wilayah Priangan Timur, Jawa Barat, selama Februari 2016. Dari enam tersangka yang diamankan, satu di antaranya merupakan Pegawai Negeri Sipil di Purwakarta. Mereka yakni MS (66), SJ (46), AG (46), NA (34), AQ (51), dan RF (39).
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tasikmalaya Pandu Panduwinata dalam ekspose yang digelar di Polres Tasikmalaya, Jumat (26/2/2016) mengatakan, pengungkapan sindikat peredaran Upal bermula dari penangkapan MS (66) yang membelanjakan uang palsu di Pasar Singaparna,9 Februari 2016 lalu. Dari tangan tersangka, polisi menyita uang palsu pecahan Rp 50.000 sejumlah Rp 1.100.000, dari total Rp 1.500.000 uang palsu yang dimiliki MS.
“Kita tangkap MS di Alun- alun Singaparna. Kami sebut uang palsu itu Kw1, karena benar-benar sangat mirip, dan banyak warga terkecoh. Bahkan, sinar UV juga bisa lolos. Hanya kelemahannya, uang tersebut sedikit mengelupas saat terkena air, dan di pojok kanan uang tidak ada huruf braile,” ucap Pandu Winata.
Pandu melanjutkan, dari pengakuan MS, Polres Tasikmalaya langsung mengembangkan penyidikan dan menangkap marketing uang palsu, SJ (47) dan AG (46) pada 13 Februari 2016.
“Dari keterangan tersangka kami visa menangkap RF (30) yang merupakan pembuat dan pencetak upal di Cikarang, dilanjutkan penangkapan AQ (51), orang yang merapikan upal yang dibuat oleh RF di Purwakarta,” kata Pandu.
Dari penyelidikan tersebut, Polres Tasikmalaya mengamankan uang kertas palsu pecahan Rp 50.000 sejumlah Rp 33.300.000, mesin cetak upal, mesin laminating, tiga kaleng cat semprot, kertas A4, dan dua laptop.
Pandu mengungkapkan, kemungkinan peredaran upal di Jawa Barat khususnya di Priangan Timur masih berlangsung. Oleh karena itu, ia meminta masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan. (PR/Asp)
SERANG – Sidang perdana kasus dugaan suap pendirian Bank Banten dengan terdakwa mantan Direktur PT BGD Ricky Tampinongkol, di gelar di Pengadilan Tipikor.
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebutkan keterlibatan mantan Wakil Ketua DPRD Banten HM Hartono bersama anggota banggar.
Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim M Sainal disebutkan, anggota DPRD Banten Tri Satya Sentosa meminta uang kepada Ricky Tampinongkol sebesar Rp60 juta yang disebut dengan nama samaran empek-empek untuk dibagikan kepada 40 anggota Banggar DPRD Banten. Permintaan tersebut dalam rangka kunjungan kerja ke DPRD Provinsi Jawa Tengah.
Menanggapi itu, Ketua DPRD Provinsi Banten Asep Rahmatullah enggan berkomentar banyak terkait keterangan mantan Direktur PT BGD Ricky Tampinongkol. Ditemui diruang kerjanya siang ini, Asep mengatakan, mengerjakan sepenuhnya proses tersebut kepada penegak hukum. Asep enggan berkomentar banyak terkait isi kesaksian Ricky dan bukti-bukti yang dipaparkan saat persidangan.
“Kita serahkan dulu pada proses hukum, sekarang kan lagi jalan prosesnya, jadi kita tunggu saja,” kata Asep kepada sejumlah sejumlah wartawan.
Untuk diketahui, kemarin, Ricky Tampinongkol hari ini, menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Serang. Dirut PT Banten Global Development tersebut mendengarkan dakwaan dari empat Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK ; Haerudin, Andry Prihandono, Nurul Widiasih dan Dian Hamis.
Dalam persidangan dipaparkan bukti pesan singkat antara Ricky, SM Hartono, dan Fl Tri Saya Santosa, disebutkan pembagian uang kepada enam fraksi di DPRD Banten dan pimpinan dewan.
(*Sal)
TANGERANG – Perumahan mewah bukan jaminan untuk tempat hunian terkadang disalah gunakan peruntukannya .Sebuah rumah mewah yang dijadikan tempat produksi miras ilegal digerebek petugas Polsek Serpong di kawasan Perumahan Villa Melati Mas, Blok M.4/26, Kel. Jelupang, Kec. Serpong, Kota Tangerang Selatan. Dari dalam home industri itu, polisi menyita 1600 botol miras palsu siap edar, dua drum alkhohol, dua dirigen bahan pewarna serta alat pembuatannya.
Selain menyita ribuan botol miras palsu, polisi juga mengamankan Ny ND,38, yang diketahui sebagai sang pemilik pabrik ilegal dan empat orang karyawannya masing-masing berinisial MSK.22, Ar,24, FQ,32 dan B,31.
“Mereka kami jerat dengan pasal 62 UU RI Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan pasal 136 UU RI Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan. Ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara,” Kapolsek Serpong, Kompol Muhammad Iqbal, SH, SIK didampingi Kanit Reskrim Iptu Soemiran. (23/10) .
M. Iqbal menjelaskan penggerebekan yang dilakukan anggotanya itu berawal dari informasi masyarakat yang curiga kegiatan di dalam rumah milik Ny ND. Setelah dilakukan penyidikan, petugas kemudian melakukan penggerebakan dan penggeledahan di rumah tersebut.
Ketika digerebek oleh petugas, empat orang karyawan saat itu tengah bekerja memproduksi miras dengan merk Mansion Whisky dan Mansion House Vodka palsu.
“Setelah melakukan penggerebekan, kami langsung mengamankan sang pemilik pabrik ilegal di daerah Cikokol, Kota Tangerang,” kata kapolsek.
Kini, kelima tersangka berikut barang bukti ribuan botol miras palsu diamankan di Polsek Serpong, Kota Tangerang Selatan.(*Elk)
BOGOR – Polres Bogor Kota tangkap dua wanita muda (20/2)
Kedua perempuan tersebut berinisial FH (27) warga Kota Bogor dan RN (23) warga Bengkulu.
Keduanya ditangkap karena memiliki 2,5 kg sabu di sebuah hotel di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.
” Penangkapan ini berawal dari informasi RZ warga Sidoarjo, Surabaya, yang melaporkan mendapat kiriman paket misterius dari Hongkong,” jelas Kasat Narkoba Polres Bogor Kota, AKP Wahyu Agung, kepada wartawan, (20/02).
Menurut, Wahyu, RZ memesan barang elektronik berupa laptop kepada seseorang bernama Gwang Zhou di Hongkong.
Namun kiriman paket tersebut berisi charger HP. Tetapi saat diperiksa berisi sabu.
Dari situ, RZ melapor ke polisi. Setelah ditelusuri, paket tersebut milik FH dan RN.
” Setelah dibuntuti kita tangkap FH dan RN di salah satu kamar hotel. Keduanya lagi nunggu kiriman paket,”tutur Wahyu.
Saat ini, FH dan RN diamankan di Mapolres Bogor Kota untuk penyelidikan dan pengembangan .(Hak)
LAMPUNG – Begitu banyak para artis yang terjerat prostitusi karena tuntutan hidup yang glamour .
Hesty ,21, penyanyi dangdut Klepek-klepek layani pelanggan prostitusi online dengan janji dibayar Rp 100 juta untuk kencan semalam suntuk dengan seorang pelanggan di satu hotel, Bandarlampung, pada Jum’at (19/2) sekitar pukul 01.00 WIB, digerebeg jajaran Ditreskrimum Polda Lampung.
Hesty dijual lima jaringan sindikat penjualan orang ke berbagai Hotel berbintang di wilayah Bandarlampung yang meliputi 4 orang untuk jaringan wilayah Bandarlampung dan 1 orang untuk jaringan Jakarta.
Tersangka RA ,25, PS ,25, AI ,26, PSA ,23, dan KS ,24, jaringan dari Jakarta yang membawa Hesty langsung dari Jakarta dengan janji dibayar Rp. 100 juta untuk temani pelanggan semalam suntuk di hotel berbintang.
Kasubdit IV Krimum Polda Lampung, AKBP. Ferdyan Indra Fahmi, SIK menjelaskan Hesty penyanyi dangdut Klepek-Klepek dibawa mucikarinya dari Jakarta untuk menemani tamu dengan janji akan dibayar Rp. 100 juta untuk menemani tamu semalam suntuk di Hotel berbintang.
“Pada saat digerebek keduanya berada di hotel untuk melakukan transaksi prostitusi online dengan bayaran Rp. 100 juta. Langsung kami lakukan penggeledahan berhasil ditemukan barang bukti di dalam kamar hotel tersebut beberapa buah kondom,” ujar Kasubdit.
Ke-5 tersangka jaringan penjualan orang ini bukan hanya mencari korbannya dari kalangan artis tapi juga para pelajar SMA yang sudah 8 orang dengan usia di bawah umur dan masih perawan. (*And)
JAKARTA – KPK memanggil mantan Bupati Kendal Widya Kandi Susanti sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DWP,” kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, (17/02).
Widya Kandi dimintai keterangan untuk tersangka anggota DPR Komisi V Damayanti Wisnu Putranti (DWP).
Penyidik juga memeriksa saksi lainnya bernama Mohamad Hilmi yang merupakan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kendal 2015-2020 yang maju bersama Widya untuk kasus yang sama.
KPK telah menetapkan Anggota Komisi V DPR dari Dapil Jawa Tengah Damayanti Wisnu Putranti sebagai tersangka kasus dugaan suap dari Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
KPK menduga Damayanti dijanjikan uang sebesar 404,000 dolar Singapura untuk mengurus proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR). (IN/Adyt)
JAKARTA – KPK menahan Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Bobby Reynold Mamahit, Selasa (16/2), usai menjalani penyidikan di Kantor KPK, Jakarta.
Bobby telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Pengadaan dan Pelaksanaan Pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Sorong.
Ia keluar seusai diperiksa dengan mengenakan rompi oranye bertuliskan “Tahanan KPK”. Ia tak berucap apa pun dan menundukkan kepalanya. Petugas KPK tampak mengawal Bobby.
Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, penahanan itu dilakukan untuk kepentingan penyidikan terkait dugaan korupsi tersebut.
“Untuk kepentingan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan dan pelaksanaan pembangunan BP2IP Sorong Tahap III, pada hari ini (16/2) penyidik KPK menahan dua tersangka,” kata Priharsa, Selasa.
Selain itu, penyidik KPK juga menahan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Laut Djoko Pramono.
Menurut Priharsa, Bobby ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK yang berlokasi di Pomdam Jaya Guntur. Sementara Djoko ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur.
Bobby dan Djoko disangka menyalahgunakan wewenang untuk korupsi pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran Sorong Tahap III tahun 2011. Kasus tersebut ditengarai merugikan negara hingga Rp40 miliar. (*Nia)
BOGOR – Bertepatan dengan Hari Pers Nasional (HPN) ke-70, wajah dunia kewartawanan Bogor tercoreng. Tiga oknum wartawan dari media massa mingguan disergap polisi saat memeras seorang kepala desa di Restoran Ayam Bakar di Kampung Kukulu, Desa Sukamakmur, Kecamatan Sukamakmur, (9/2).
Uang Rp9,6 juta bersama sejumlah kartu pers dari berbagai media massa disita polisi. Ketiga oknum jurnalis itu; PA,39, ER,42, dan YJ,46, kini diperiksa intensif di Mapolsek Sukamakmur. “Ketiganya disergap saat menerima uang Rp9,6 juta dari Kades Sukamulya Suja’i yang dituding selingkuh,” jelas Kapolsek Sukamakmur Iptu Sonson Sudarsono.
Sedangkan Kades Suja’i dimintai keterangan sebagai saksi korban. Menurutnya, ulah oknum wartawan ini berawal dari tudingan, jika dia selingkuh dengan seorang wanita yang juga warganya. “Mereka meminta imbalan Rp100 juta, jika tidak akan memberitakan tadi sejumlah media massa termasuk memajang fotonya bersama cewek di dalam mobil,” kata Kades.
Semula dia tak mengurbisinya, namun teror oknum wartawan membuatnya gerah juga, apalagi sampai mendatangi rumahnya. “Teror bukan saja di rumah atau di kantor tapi juga lewat SMS dan telepon,” tambah Kades. Kesal dengan ulah oknum wartawan ini dia lalu mengontak Kapolsek Sukamakmur
Sata itulah disusun strategi penyergapan termasuk merekam tuntutan oknum jurnalis itu. Kemudian disepakati dari permintaan Rp100 juta menjadi Rp50 juta. “Tapi saya sangup membetri Rp10 juta dulu, sisinya belakangan, mereka setuju,” katanya.
Saat amplop berisi uang Rp9,6 juta, tapi ditulis Rp10 diserahkan ke oknum wartawan di Restoran Ayam Bakar Kukulu, saat itulah polisi menyeregap ketiga oknum wartawan. “Dari pengakuan mereka, aksinya itu melibatkan enam orang, kini tiga lainnya masih kita buru,” kata Kapolsek Sukamakmur seraya menyebutkan merekadikenakan Pasal 368 KUHP dan Pasal 335 dengan ancaman satu tahun penjara.(Sam)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro