TASIKMALAYA – Pihak pelapor Denny Siregar terkait dugaan pencemaran nama baik pesantren di Tasikmalaya mengaku tak tahu perkembangan sejak kasus itu dilimpahkan ke Polda Jabar. Pihak kepolisian disebut sama sekali tak memberikan perkembangan kasus itu.
Pimpinan Pondok Pesantren Daarul Ilmi Kota Tasikmalaya, ustaz Ahmad Ruslan Abdul Gani, sebagai pelapor, mengaku belum menerima perkembangan kasus itu. Padahal, menurut dia, sebagai pelapor dirinya berhak menerima perkembangan pemeriksaan yang dilakukan kepolisian.
“Belum terima update sampai sekarang,” kata dia saat dihubungi, Kamis (27/8/2020).
Sementara itu, perwakilan Forum Mujahid Tasikmalaya, Aliansi Muslim Tasikmalaya (Al Mumtaz), dan puluhan organisasi masyarakat (ormas) akan kembali menggelar aksi di Kota Tasikmalaya. Ketua Forum Mujahid Tasikmalaya, Nanang Nurjamil mengatakan, hingga saat ini belum ada informasi progres yang jelas dari Polda Jabar terkait dengan penanganan laporan atas kasus dugaan penghinaan Denny Siregar kepada para santri Tahfidz Quran Daarul Ilmi Tasikmalaya. Karena itu, pihaknya akan kembali menggelar aksi pada pekan depan.
“Sesuai komitmen kami, jika proses hukum atas kasus tersebut tidak jelas, maka kami ummat muslim Tasikmalaya, bahkan kawan-kawan dari luar daerah, siap untuk bergabung melakukan aksi demo mempertanyakan sejauhmana kasus penghinaan kepada para santri tersebut ditangani oleh Polda Jabar,” kata dia.
Ia meminta aparar kepolisian memahami faktor psikologis masyarakat Tasikmalaya, yang notabene dikenal relegius. Karena itu, ia berharap mohon aparat penegak hukum dapat lebih serius dan bijak dalam menyikapi masalah ini.
“Tegakkan keadilan hukum sebagaimana mestinya. Jangan sampai ada kesan penilaian diskriminatif dimasyarakat, bahwa seolah-olah kalau laporan kasus penghinaan terjadap yang lain cepat ditangani, sementara kasus penghinaan kepada para santri lambat sekali,” kata dia.
Nanang mengatakan, pihaknya percaya dan sangat menaruh harapan besar kepada kepolisian. Karenanya, ia berharap aparat dapat menangani kasus Denny Siregar dengan serius.(*/Dang)
KARAWANG – Musim kemarau mulai berdampak pada pertanian di Kabupaten Karawang. Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Karawang Edi Suryana mengatakan sejumlah daerah mulai terdampak kekurangan air untuk pengairan. Sawah yang terdampak kekeringan juga mulai dikeluhkan petani.
“Iya mulai ada sawah yang kekeringan. Minggu kemarin daerah Majalaya, tempo hari yang mulai kekeringan daerah Pakis,” kata Edi, Rabu (26/8/2020).
Edi mengatakan kekeringan terjadi memang karena curah hujan yang semakin sedikit sehingga debit air di sejumlah sumber air baku seperti Waduk Jatiluhur dan air sungai semakin berkurang. Menurutnya saat mendapat laporan kekeringan, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Perum Jasa Tirta II. Seperti kelurangan air di Majalaya, setelah berkoordinasi dengan PJT II ada penambahan debit air sehingga bisa segera diatasi.
“Untuk yang Pakis walau sudah di tambah debit air karena salurannya dangkal tetap pasokan air kurang. Makanya perlu pengerukan saluran dan kami sudah koordinasi dengan PUPR dan siap nuruni beko dan akan di cek dulu ke lokasi,” tuturnya.
Selain itu, tambahnya, kekeringan juga dilaporkan di Ciwulan dan Telagasari. Kekurangan air ini dikarenakan tanggul irigasi yang jebol sehingga aliran air tidak maksimal. Pemerintah daerah menanggulangi dengan membuat karung isi tanah (bronjong) untuk sementara. Sedangkan untuk jangka panjang, akan dilakukan perbaikan oleh BBWS.
Perihal luasan lahan sawah yang mulai terdampak kekeringan, ia mengaku belum mendapat laporan lengkap dari unit di lapangan. Namun pada saat kemarau, sejumlah daerah memang rawan potensi kekeringan.
“Belum ada lapor yang pasti dari UPTD di lapangan sawah yang terdampak kekeringan saat ini. Tapi memang sejumlah daerah rawan kekeringan seperti Pakis Cilamaya Wetan, Cibuaya,” ujarnya.
Wakil Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Karawang Ijam Sujana mengatakan musim kemarau saat ini memang mulai berdampak pada sawah petani.
“Banyak daerah hamparan sawahnya sudah kering. Di setiap desa di Kecamatan Tempuran, di wilatah utara tiap kecamatan juga 20 persen lahan susah digarap karena air,” kata Ijam dikonfirmasi terpisah.
Ia mengaku khawatir jika kekeringan di awal ini tidak segera diantisipasi maka berdampak pada produksi hasil pertanian petani. Paling parah bisa mengakibatkan gagal panen.
“Yang jadi kehawatiran juga panen jatuh dimusim hujan. Harganya jatuh itu yang paling merugi. Biaya produksi tinggi, hasil produksi jatuh harganya itulah yang jadi masalah besar bagi petani,” tukasnya.(*/El)
KUNINGAN – Sebanyak 19 orang pegawai di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) 45 Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, dinyatakan positif terpapar virus corona atau Covid-19. Hal itu diketahui setelah mereka menjalani tes swab.
Menurut Direktur RSUD 45 Kuningan, dr. Deki Saifullah, 19 pegawai itu terdiri dari pegawai gizi konsumsi, petugas administrasi, tenaga kesehatan, dan dokter. Saat ini, kata dia, mereka sedang menjalani isolasi mandiri.
Deki menyebut, sebelumnya ada 400 pegawai RSUD 45 yang menjalani tes usap. Dari 400 pegawai itu, 19 orang kemudian dinyatakan positif Covid-19. Ia mengatakan, 19 orang pegawai ini sedang menunggu tes usap kedua.
“400 orang hasil tracing kasus pertama. Hasilnya baru keluar. 19 orang terkonfirmasi positif,” kata Deki dalam keterangannya, Rabu (26/8/2020).
Deki melanjutkan, pihaknya menutup sementara RSUD 45. Penutupan ini akan berlangsung selama lima hari. “Rumah sakit untuk sementara ditutup mulai Rabu 26 Agustus sampai Minggu 30 Agustus nanti,” tambahnya.
Selain menutup sementara RSUD 45, sambung dia, pelayanan rawat jalan dan rawat inap di RSUD 45 akan ditiadakan.
“Instalasi gawat tetap melakukan pelayanan untuk kasus yang mengancam jiwa. Bila tidak mengancam jiwa, pasien akan di arahkan ke rumah sakit terdekat,” ujar dia.Masih disampaikan Deki, pihaknya saat ini sedang melakukan sterilisasi dengan menyemprotkan cairan disinfektan di setiap sudut rumah sakit.
Ia menyebut, Pemadam Kebakaran Kabupaten Kuningan sudah menyemprotkan 4.500 liter cairan disinfektan.
“Sterilisasi dengan menyemprotkan cairan disinfektan ke seluruh area rumah sakit,” ucap dia.
Sekedar diketahui, sebelumnya ada 18 tenaga medis di RSUD 45 Kabupaten Kuningan yang positif Covid-19. 18 tenaga medis ini terdiri dari 10 orang tenaga kesehatan, tujuh orang dokter, dan satu orang petugas cleaning service.(*/Dang)
BANYUMAS – Harga cabai di pasar-pasar tradisional Kabupaten Banyumas, mengalami penurunan cukup tajam. Di Pasar Wage Kota Purwokerto, cabai hanya dijual dengan kisaran Rp 10 ribu hingga Rp 14 ribu per kg.
Bahkan, di Pasar Ajibarang yang merupakan pasar tempat kulakan pedagang di wilayah barat Banyumas, harga jual cabai lebih rendah lagi. “Kami hanya menjual cabai seharga Rp 9 ribu sampai Rp 12 ribu per kg. Cabai rawit kami jual Rp 9 ribu-Rp 10 ribu per kg, sedangkan cabai merah besar Rp 12 ribu untuk yang bagus,” katanya.
Dia menyebutkan, pasokan cabai di pasar Ajibarang berasal dari petani di lereng selatan Gunung Slamet wilayah Bumiayu. Menurutnya, anjloknya harga cabai disebabkan banyak petani sedang mengalami musim panen.
“Tidak hanya di wilayah Bumiayu, tapi juga di daerah-daerah lain,” katanya.
Agus (56 tahun), seorang petani cabai yang melakukan budidaya cabai di wilayah Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas, mengaku harga cabai yang turun drastis sangat memukul usaha pertaniannya. “Dalam kondisi seperti ini, kami jadi malas melakukan panen,” katanya.
Dia menyebutkan, harga cabai itu normalnya di atas Rp 15 ribu per kg di tingkat petani. Dengan harga tersebut, petani masih mendapat kelebihan keuntungan dari biaya tanam dan ongkos petik, meski pun tidak terlalu banyak.
“Namun dengan harga sekarang Rp 8.000 per kg di tingkat petani, maka hasil panen hanya habis untuk membiayai ongkos petik saja. Sedangkan biaya yang dikeluarkan selama merawat tanaman, sudah tidak masuk hitungan sama sekali,” ujarnya.
Dia mengakui, anjloknya harga cabai disebabkan hampir semua sentra pertanian cabai di Jawa saat ini sedang memasuki musim panen. Di sisi lain, permintaan masyarakat justru sedang mengalami penurunan akibat wabah Covid 19.(*/D Tom)
SURABAYA – Ribuan buruh yang tergabung dalam Perwakilan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (PERDA KSPI) Provinsi Jawa Timur menggelar aksi menolak Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja di depan Kantor DPRD Jatim, Selasa (25/8/2020).
Massa aksi tersebut berasal dari daerah-daerah industri seperti Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Pasuruan, Probolinggo, Jember, Lumajang, Jombang, Lamongan, hingga Tuban.
Ada enam tuntutan yang disuarakan dalam aksi tersebut. Tuntutan utamanya adalah menolak Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja. Tuntutan disuarakan lantaran isi RUU Cipta Keja khususnya dalam klaster ketenagakejaan dirasa banyak mereduksi nilai-nilai kesejahteraan pekerja atau buruh.
“Jika RUU Cipta Keja tersebut disahkan berpotensi hilangnya upah minimum, hilangnya pesangon, kontrak kerja terus-menerus tanpa batas dan hal lain yang merugikan buruh,” kata Wakil Ketua DPW FSPMI KSPI Jawa Timur Nuruddin Hidayat.
Nuruddin mengatakan, saat ini Indonesia tengah menghadapi pandemi Covid-19. Menurutnya, seharusnya DPR dan pemerintah lebih fokus terhadap penanganan pendemi tersebut yang berdampak tidak hanya tehadap kesehatan, tetapi juga ke perekonomian di Indonesia.
Massa juga menyuarakan keluhan yang dialami di saat pandemi seperti ini. Dimana pengusaha dengan mudahnya melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dengan alasan efisiensi. Padahal PHK alasan efisiensi dilarang oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusannya nomor : 19/PUU-IX/2011.
“Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa perusahaan tidak dapat melakukan PHK sebelum menempuh upaya-upaya seperti mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, mengurangi shif, membatasi kerja lembur, mengurangi jam kerja, mengurangi hari kerja, meliburkan atau merumahkan pekerja, tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya, dan memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat,” ujarnya.
Massa aksi juga menolak diskriminasi program subsidi upah sebesar Rp 600 ribu. Menurutnya, program subsidi upah untuk pekerja yang upahnya di bawah Rp. 5 juta diskriminatif dan bedampak timbulnya kecemburuan sosial. Pasalnya pekerja yang mendapatkan subsidi upah tersebut hanya peserta BPJS Ketenagakerjaan.
“Faktanya di lapangan masih banyak pekerja yang tidak didaftarkan oleh pengusahanya kepada BPJS Ketenagakeraan,” kata Nuruddin.
Massa aksi juga menuntut pembentukan Tim Unit Reaksi Cepat dalam rangka pencegahan PHK sepihak serta deteksi dini, monitoring dan pemeriksaan awal terhadap perusahaan yang bepotensi melakukan pelanggaran ketenagakerjaan. Menurutnya, Gubernur Jawa Timur harus segara membentuk Tim Unit Reaksi Cepat demi menghindari permasalahan tersebut.
Tuntutan lain yang disampaikan adalah menagih janji politik realisasi Perda Jatim tentang Jaminan Pesangon. Sistem Jaminan Pesangon dalam bentuk Peraturan Daerah ini merupakan janji Gubernur Khofifah di hadapan ribuan buruh Jawa Timur pada saat merayakan hari buruh internasional (May Day) 1 Mei 2019.
Tuntutan terakhir adalah menuntut kenaikkan upah minimum tahun 2021 sebesar Rp 600 ribu. Tuntutan kenaikkan itu didasarkan dari program pemerintah tentang subsidi upah sebesar Rp 600 ribu bagi pekerja yang upahnya di bawah Rp 5 juta.
(*/Gio)
MAGETAN – Jumlah pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19 di Kabupaten Magetan, Jawa Timur, mencapai 196 orang. Ada tambahan dua pasien yang baru tercatat.
Kepala Diskominfo Kabupaten Magetan Saif Muchlissun mengatakan tambahan dua pasien baru tersebut terdaftar sebagai kasus Nomor 195 dan 196. Tambahan dua pasien baru itu tercatat pada hari Jumat (21/8/2020).
“Pada hari Jumat, tanggal 21 Agustus 2020, Kabupaten Magetan kembali ada dua tambahan kasus konfirmasi baru,” ujar Muchlis.
Sesuai data, kasus Nomor 195 berinisial SKR (75), seorang nenek, warga Kecamatan Kawedanan. Status awal pasien yang bersangkutan adalah suspectdi sebuah rumah sakit di Madiun dengan penyakit penyerta DM.
Sementara kasus ke-196 berinisial MST (74), seorang perempuan, warga Kecamatan Maospati. Status awal pasien juga suspectyang dirawat di rumah sakit di Madiun.
Petugas Satgas Penanganan COVID-19 Kabupaten Magetan langsung melakukan pelacakan dan pemantauan terhadap pihak-pihak yang melakukan kontak erat dengan para pasien itu.
Dari jumlah 196 orang tersebut terdapat 154 orang sembuh, delapan orang meninggal dunia, dan sisanya dalam perawatan dan isolasi.
Pemerintah terus meminta warga disiplin menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran COVID-19, yakni hidup sehat, memakai masker, sering cuci tangan di air mengalir dengan sabun, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.(*/Gio)
BANDUNG – Destinasi wisata di Jawa Barat pada libur panjang pekan ini dipenuhi wisatawan. Hal tersebut berdampak pada okupansi hotel yang meningkat. Terutama, semenjak adaptasi kebiasaan baru (AKB) menjadi kebijakan yang dipilih pemerintah untuk membangkitkan sektor pariwisata.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat, Dedi Taufik, kepadatan wisatawan tersebar di beberapa titik pada libur panjang pekan ini. Di antaranya, wilayah Bandung Raya termasuk Kabupaten Bandung Barat (KBB), kemudian Bogor, Pangandaran, kawasan Pantai Selatan dan Cirebon.
Dedi memastikan, koordinasi dengan pemerintah daerah, khususnya dinas pariwisata setempat terus berjalan. Terlebih, para pelaku industri wisata, termasuk hotel dan restoran serta usaha sejenis mayoritas sudah menerapkan protokol kesehatan.
“Untuk jumlah wisatawan yang datang ke Jawa Barat masih dalam pendataan. Namun, memang terjadi kepadatan terutama sekitar objek wisata karena long weekend,” ujar Dedi saat dihubungi, Sabtu (22/8/2020) malam.
Menurut Dedi, fungsi pengawasan yang dilakukan pemerintah mengacu pada Surat Edaran Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Nomor 440/1222-Pemas Tahun 2020 tentang Panduan Strategi: Adaptasi Kebiasaan Baru Bidang Parbudekraf dengan berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 46 Tahun 2020 dan Peraturan Gubernur Nomor 60 Tahun 2020.
Fokus Pemerintah Provinsi Jawa Barat, kata dia, masih berkutat pada wisatawan domestik untuk membangkitkan kembali industri wisata. Sejak dibuka kembali hotel di masa AKB, wisatawan yang berkunjung ke jawa barat keseluruhan merupakan wisatawan nusantara.
“Target penyesuaian di masa pandemi Covid-19 sebanyak 19 juta orang. sejauh ini, okupansi hotel di Jawa Barat ada di angka rata-rata 40 persen sampai 50 persen,” katanya.
Dedi menegaskan, yang perlu digarisbawahi adalah semua hotel dan destinasi wisata harus mengikuti aturan protokol kesehatan dan pengurangan dari total kapasitas.
“Meski belum maksimal, tapi sejauh ini sektor pariwisata sudah mulai menggeliat, ditandai dengan meningkatnya okupansi hotel, namun demikian kita harus tetap waspada dan mengutamakan protokol kesehatan agar tidak terjadi klaster baru penyebaran Covid-19,” paparnya.
Dedi mengatakan, terkait Operasi Gabungan Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan (GTTP) Covid-19 terus melakukan sosialisasi mengenai sanksi administrasi bagi para pelanggar tertib kesehatan di Pantai Barat Pangandaran, Sabtu (22/8).
Kegiatan itu pun termasuk penggubaan Aplikasi SiCaplang (Aplikasi Pencatatan Pelanggaran) untuk penegakan denda dan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan.
“Aplikasi ini memudahkan petugas patroli terutama PPNS Satpol PP dalam mendata pelanggaran dan identitas pelanggar, jenis pelanggaran, waktu dan lokasi pelanggaran berbasis GPS,” katanya.
Pembayaran sanksi denda berupa uang non tunai, kata dia, langsung tercatat dalam terkening Kasda/Bapenda dengan mengunggahnya melalui aplikasi di ponsel.(*/Hend)
SUKABUMI – Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, secara tegas siap menutup kembali objek wisata yang tidak menerapkan protokol kesehatan ketat untuk mencegah penyebaran Covid-19.
“Setelah dibuka kembali objek wisata untuk umum di masa pandemi ini ada beberapa aturan ketat yang wajib dilaksanakan, salah satunya menerapkan protokol kesehatan,” kata Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi Usman Zaelani di Sukabumi, Rabu (19/8/2020).
Dibukanya kembali seluruh objek wisata di Kabupaten Sukabumi, kata dia, untuk meningkatkan kembali perekonomian warga dan membangkit sektor pariwisata yang sempat lesu semenjak terjadinya pandemi Covid-19.
Namun demikian pihaknya juga tidak ingin mengambil risiko apabila tempat wisata itu tidak menerapkan protokol kesehatan ketat, seperti seluruh pengelola, pegawai, maupun wisatawan, wajib mengenakan masker, jumlah pengunjung dibatasi agar tidak berkerumun, serta menyediakan fasilitas prilaku hidup bersih dan sehat baik hand sanitizer maupun tempat cuci tangan berikut sabunnya.
Pihaknya juga sudah mengingatkan kepada beberapa investor dan pengelola objek wisata yang tempat wisatanya itu kurang fasilitas protokol kesehatan. Jika tidak diindahkan maka sanksinya kembali ditutup.
“Memang dibukanya kembali objek wisata ini untuk membangkitkan perekonomian warga, tapi kami pun merasa waswas atau khawatir jika destinasi wisata malah menjadi klaster baru Covid-19, karena harus diakui lokasi ini merupakan daerah rawan penyebaran virus yang bisa menyebabkan kematian tersebut,” tambahnya.
Di sisi lain Usman mengakui bahwa beberapa objek wisata alam terbuka, seperti pantai, penerapan protokol kesehatannya sangat minim, khususnya pengunjung. Sedangkan untuk pengelola dan penjaga pantai sudah menerapkan protokol kesehatan.
Tapi sayangnya, wisatawan seakan tidak peduli dan tidak memiliki rasa takut berkunjung ke objek wisata tanpa menggunakan masker, berkerumun, hingga berdesakan, bahkan imbauan dari petugas pun tidak diindahkan.
Oleh karena itu pihaknya berkoordinasi dengan instansi lainnya seperti TNI, Polri, komunitas, maupun lembaga swadaya masyarakat, untuk berpatroli dan memberikan teguran kepada wisatawan yang berkerumun serta tidak menggunakan masker.
Jika menolak ditegur maka, kata dia, wisatawan itu diperintahkan untuk meninggalkan objek wisata, sebab pihaknya tidak ingin mengambil risiko terjadinya penyebaran Covid-19 di sektor pariwisata Kabupaten Sukabumi. (*/Yan)
GARUT – Trend konfirmasi kasus positif Covid-19 di Kabupaten Garut masih terus meningkat. Hingga Rabu (19/8/2020), kasus positif Covid-19 di Kabupaten Garut meningkat lagi menjadi sebanyak 71 kasus, menyusul terkonfirmasinya tiga warganya terjangkit Covid-19.
Ketiganya, yakni seorang laki-laki berusia 31 tahun (KC-69) asal Kecamatan Cigedug, seorang perempuan berusia 49 tahun (KC-70) asal Kecamatan Bayongbong yang berdomisili di Kecamatan Tarogong, dan seorang perempuan berusia 17 tahun (KC-71) asal Kecamatan Bayongong berdomisili di Kecamatan Tarogong Kidul.
Dengan adanya tiga kasus baru positif Covid-19 tersebut jumlah kasus positif Covid-19 di wilayah Kecamatan Tarogong Kidul melejit menjadi sebanyak 11 kasus, dan di wilayah Kecamatan Cigedug menjadi dua kasus.
Kecamatan Tarogong Kidul yang menjadi pusat kantor pemerintahan Kabupaten Garut itu pun menjadi kecamatan terbanyak kasus konfirmasi positif Covid-19 di antara 23 kecamatan lain yang terdapat kasus positif Covid-19-nya.
Kendati begitu, terdapat kabar cukup menggembirakan dengan adanya sebanyak tujuh pasien positif Covid-19 dinyatakan sembuh.
Menurut Humas Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Garut Yeni Yunita, ketujuh pasien sembuh tersebut yakni seorang laki-laki berusia 47 tahun asal Kecamatan Tarogong Kaler (KC-39), seorang laki-laki berusia 25 tahun asal Kecamatan Tarogong Kidul (KC-44), seorang perempuan berusia 22 tahun asal Kecamatan Sukawening (KC-47), seorang perempuan berusia 35 tahun asal Kecamatan Kersamanah (KC-49), seorang perempuan berusia 25 tahun asal Kecamatan Kersamanah (KC-50), dan seorang laki-laki berusia 32 tahun asal Kecamatan Tarogong Kidul (KC-53).
Juga, seorang perempuan berusia 24 tahun asal Kecamatan Pangatikan (KC-51) dinyatakan sembuh oleh tim dokter di BPSDM Cimahi.
“Sampai saat ini, masih ada sebanyak 21 kasus positif Covid-19 diisolasi perawatan medis di rumah sakit, dan dua kasus lainnya diisolasi mandiri,” kata Yeni.
Jumlah pasien positif Covid-19 yang dinyatakan telah sembuh dari total sebanyak 71 kasus positif Covid-19 di Garut itu sendiri kini mencapai sebanyak 45 orang.
Yeni menyebutkan, dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19, Tim Sub Divisi Pencegahan pada hari itu telah melakukan skrining masif terhadap sebanyak 643 orang dengan dilakukan pemeriksaan dan pengambilan sampel swab.
Juga dilakukan tracking dan tracing terhadap enam kontak erat KC-60 di Kecamatan Cisurupan, dua kontak erat KC-58 di Kecamatan Pangatikan, dan sepuluh kontak erat KC-57 dan KC-59 di Kecamatan Tarogong Kaler.(*/Dang)
BANDUNG – Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil mengeluarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) yang memperpanjang pelaksanaan PSBB secara proporsional di kawasan Kota Bogor, Depok, Bekasi, Kabupaten Bogor dan Bekasi (Bodebek) hingga 31 Agustus 2020. Kepgub Jabar itu ber-Nomor:443/Kep.441-Hukham/2020 tentang Perpanjangan Keempat Pemberlakuan PSBB secara Proporsional di Wilayah Bodebek.
Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar, yang selanjutnya ditulis Gugus Tugas Jabar, Daud Achmad, mengatakan dalam Kepgub itu, kepala daerah wilayah Bodebek dapat menerapkan PSBB secara proporsional sesuai dengan tingkat kewaspadaan daerah.
“Pemberlakuan PSBB secara proporsional disesuaikan dengan kewaspadaan daerah di tingkat kecamatan, desa, dan kelurahan dalam bentuk Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM),” kata Daud, Selasa (18/8/2020).
Keputusan perpanjangan PSBB secara proporsional wilayah Bodebek diselaraskan dengan kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memperpanjang PSBB transisi sampai 27 Agustus 2020. Keputusan didasarkan juga pada berbagai hasil kajian epidemiologi.
Wakil Koordinator Sub Divisi Kebijakan dan Kajian Epidemiologi Gugus Tugas Jabar Bony Wiem Lestari mengatakan, peningkatan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di kawasan Bodebek terus terjadi. Salah satu faktornya muncul klaster keluarga di kawasan tersebut.
Berdasarkan data Pikobar (Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar) pada Selasa (18/8) pukul 15.00 WIB, jika diakumulasikan, kasus terkonfirmasi positif Covid-19 dalam tujuh hari terakhir bertambah 666.
“Ada penambahan kasus yang cukup banyak. Jadi, angka reproduksi efektifnya (Rt) juga naik. Kemudian, ada banyak klaster perkantoran yang sebetulnya mereka berkantor di Jakarta, kemudian menularkan ke anggota keluarga yang tinggal serumah. Jadi klaster rumah tangga. Kemarin cukup banyak kasusnya,” ucap Bony.
Menurut Bony, munculnya transmisi rumah tangga (household transmission) terjadi juga di sejumlah negara, seperti Amerika Serikat dan New Zealand. Pembatasan mobilitas masyarakat, kata ia, menjadi salah satu kunci untuk menekan potensi klaster keluarga.
Pelacakan kontak erat pun harus dilakukan secara masif. Bony mengatakan, isolasi maupun karantina mandiri wajib dilakukan kontak erat sebelum hasil swab test keluar. Tujuannya supaya sebaran SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, tidak meluas.
“Kalau tidak cepat dilakukan tes, lacak dan isolasi, kontak erat dari kasus positif berpotensi menjadi sumber penularan karena melakukan kegiatan di luar rumah. Selama mobilitas orang tidak bisa dibatasi, penularan akan terus terjadi dan sulit untuk dicegah,” ucapnya.
Bony menyatakan masyarakat adalah garda terdepan melawan Covid-19. Banyak bukti ilmiah menunjukkan penerapan protokol kesehatan efektif cegah penularan Covid-19.
Penerapan protokol kesehatan dengan ketat di perkantoran, menurut Bony, harus dilakukan. Salah satunya dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 di perkantoran. Nantinya, Satgas Covid-19 memastikan karyawan yang masuk dalam keadaan sehat dan protokol kesehatan diterapkan dengan sebaik mungkin.
“Idealnya, perkantoran atau perusahaan atau bisnis apapun yang masih ada pelayanan tatap muka atau kegiatan tatap muka, sebisa mungkin membentuk Satgas Covid-19. Jadi, Satgas Covid-19 ini penting untuk memastikan setiap lokasi memiliki dan menerapkan protokol kesehatan. Artinya ada ketentuan tertulis, ada sarana prasarana yang disiapkan,” katanya.
“Skrining awal sebelum berangkat kerja dengan mengisi kuisioner singkat. Misalnya apakah hari ini ada gejala batuk, pilek, dan demam? Apakah ke kantor menggunakan transportasi umum atau pribadi? Dan seterusnya. Intinya ada edukasi dan sosialisasi atau promosi kesehatan yang terus-menerus dari perusahaan kepada karyawan. Harapannya, semua orang paham dan beradaptasi dengan kebiasaan baru,” katanya.
Bony menegaskan kedisiplinan masyarakat terapkan protokol kesehatan amat penting dalam pengendalian sebaran Covid-19 pada masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di Jabar.
“Implementasi protokol kesehatan, disiplin pakai masker, jaga jarak, terapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan syarat wajib sebelum vaksin Covid-19 ditemukan,”tukasnya.(*/Hend)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro