JAKARTA – Ketua DPR Bambang Soesatyo mengingatkan Kemendagri segera berkoordinasi dengan Kemenkumham untuk segera mempercepat proses perekaman dan pencetakan e-KTP.
Hal tersebut dikatakan Bamsoet dalam menyikapi kesulitan yang dialami KPU mendata pemilih di lapas dan rutan, karena tidak semua dari mereka memiliki e-KTP. Ini mengingat proses perekaman di lapas dan rutan yang tidak merata. Baru 93 dari 510 lapas dan rutan yang merekam data warga binaannya.
“Menjamin warga binaan dapat menyalurkan hak suaranya pada pemilu mendatang,” ujar Bamsot, (1/3).
Ia juga meminta Kemenkumham melalui Ditjen PAS segera mendata seluruh warga binaannya yang belum memiliki e-KTP elektronik agar mempercepat proses perekaman dan penerbitan e-KTP elektronik oleh Ditjen Dukcapil.
Sebelumnya, Komisioner KPU, Viryan Aziz, mengaku kesulitan melakukan pendataan terhadap pemilih, karena harus dengan dasar dokumen kependudukan.
Ia mengaku minimnya penghuni lapas dan rutan akan e-KTP disebabkan karena proses perekaman e-KTP yang tidak merata. Dari 510 lapas dan rutan yang ada, mayoritas perekaman hanya dilakukan terhadap napi lokal atau napi yang berdomisili di wilayah lapas dan rutan tersebut.
Padahal, dalam sebuah lapas ataupun rutan, tidak semua napi bertempat tinggal di kawasan setempat.
Untuk mengatasi hal tersebut, KPU akan berkoordinasi dengan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemedagri dan Bawaslu.
KPU berharap seluruh warga negara Indonesia yang sudah punya hak pilih dapat memberikan suaranya di pemilu 2019. “Kami berharap hal-hal demikian bisa dicarikan jalan keluarnya,” kata Viryan. (*/Nubh)
JAKARTA – Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan menegaskan lembaganya bersikap netral melaksanakan Pemilu 2019. Hal itu disampaikan saat menerima perwakilan massa aksi apel siaga dari Forum Umat Islam (FUI).
“Saya merespon insya Allah kami bertujuh (komisioner) dalam posisi independen. Tapi kami manusia biasa perlu dikritik. Itu untuk saling mengingatkan,” katanya di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat (1/3/2019).
Dalam kesempatan itu, Wahyu juga menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait isu yang berkembang yang disampaikan dalam audiensi. Terkait isu orang gila diberi hak pilih, dia menjelaskan yang memiliki hak suara ialah mereka yang menderita tuna grahita. Dalam hal itu, KPU berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi No 135/PUU-XIII/2015.
“Terkait orang gila. Sudah ada putusan MK untuk memberikan hak pilih kepada tuna grahita. Jadi bukan orang gila yang di pinggir jalan, kita enggak data. Tapi kalau ada keluarga yang kelainan mental itu yang dimaksud oleh MK. Kami tidak pernah mendata orang gila, kami tak pernah lakukan,” jelasnya.
Lebih lanjut, laki-laki kelahiran Banjarnegara itu juga menjawab terkait cuti petahana. Dia menerangkan Jokowi sebagai petahana tidak perlu cuti karena diatur dalam undang-undang, hal yang berbeda ketika para kepala daerah kembali mencalonkan diri.
“Ibu bapak mohon maklum atas penjelasan kami. Jadi KPU itu bekerja sifatnya melaksanakan UU. Jadi memang berbeda dengan pilkada. Jadi pada waktu pertahana menjadi capres pada waktu yang bersamaan dia juga jadi presiden. Itu perintah UU,” tandasnya.
Lebih lanjut Wahyu juga menjawab terkait tabulasi KPU yang disebut sering dilakukan di Hotel Borobudur. Perwakilan massa mengindikasikan kecurigaan pemilihan tempat tabulasi. Eks Ketua KPUD Kabupaten Banjarnegara itu menyatakan KPU siap memindahkan tabulasi dari Hotel Borobudur.
“Tidak menutup kemungkinan bisa dipindah dari Hotel Borobudur. Kita bayar Pak, bisa di mana pun,” tuturnya.
Namun Wahyu mengingatkan bahwa sistem tabulasi sebenarnya tidak menjadi patokan hasil pemilu. Menurutnya hasil pemilu didapatkan pada penghitungan manual melalui laporan per TPS.
“Hasil akhir pemilu itu tidak dilakukan berdasarkan teknologi informasi. Jadi hasilnya itu berdasarkan kertas secara berjenjang mulai dari di tingkat TPS, rekapitulasi di kabupaten di provinsi dan terakhir di nasional di tingkat KPU, jadi melalui rekapitulasi di rapat terbuka yang dihadiri saksi dan pemantau,” terang Wahyu. (*/Ag)
JAKARTA – Komandan Kogasma Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan pidato kebangsaannya di Djakarta Theatre, Jakarta Pusat, Jumat (1/3/2019).
Adapun pada pidatonya kali ini, AHY menyinggung tentang kondisi ekonomi masyarakat saat ini yang dinilainya terus mengalami penurunan daya beli. Hal ini diketahuinya berdasarkan keluhan masyarakat di lapangan.
AHY mengungkapkan bahwa selama dirinya melakukan safari politik ke berbagai daerah bersama jajaran pengurus Demokrat, warga sering mengeluhkan perekonomian yang dirasakan semakin sulit
“Daya beli masyarakat, baik di pulau Jawa maupun di luar Jawa. Di perkotaan maupun di pedesaan. Hal ini terjadi karena menurunnya penghasilan dan sulitnya mendapatkan pekerjaan,” tutur AHY.
Ia lalu menyoroti masalah lapangan pekerjaan yang menurutnya kian sulit, khususnya bagi generasi muda yang tengah mencari lahan kerja yang layak.
“Anak-anak muda cemas, tidak bisa memperoleh pekerjaan yang layak, sesuai dengan kompetensi mereka. Sedangkan mereka yang sudah bekerja, khawatir akan kehilangan pekerjaannya, akibat melemahnya ekonomi nasional,” tandasnya.(*/Na)
JAKARTA – Setelah usai sholat Jum’at para pengunjuk rasa bergerak menuju Kantor Kpu .
Demo ribuan orang dari ormas Forum Umat Islam di depan KPU (Komisi Pemilihan Umum) RI Jalan Imam Bonjol- Jalan HOS Cokroaminito, Menteng, Jakarta Pusat, lumpuh total hingga macet total, Jumat (1/3/2019) sore.
Pendemo tiba di kantor KPU sekitar pukul 14:30, secara berrgelombang kebanyakan naik sepeda motor sedang yang naik bus turun di depan Pospol Bundara HI,
Massa long march sambil membawa atribut ormas masing- masing dan ribuan polisi dan TNI serta Satpol PP dengan sigap mengatur arus kendaraan.
Namun di perampatan Jalan Imam Bonjol- Jalan HOS Cokroaminoto arus lalulintas menjadi lumpuh dari ke dua arah selama satu jam dan baru dapat dicairkan ratusan petugas yang berada di TKP. (*/Ag)
JAKARTA – Forum Umat Islam (FUI) bakal menggelar apel Siaga Umat untuk pemilu bersih, jujur adil (jurdil) dan tanpa kecurangan di depan Kantor KPU Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat, (1/3/2019).
Ini untuk mencegah kegelisahan masyarakat terkait kemungkinan kecurangan yang bakal terjadi pada pelaksanaan Pilpres dan Pileg Serentak 17 April 2019.
“Tujuan Apel Siaga Umat adalah menyampaikan kepada Komisioner KPU sebagai penyelenggara Pemilu maupun pihak-pihak lain yang terkait bahwa pertama, Umat Islam yang mengikuti Apel Siaga Umat ini Insya Allah siap mengikuti Agenda Pemilu 17 April 2019 dengan hati yang bersih dan dengan semangat,” kata KH.
Muhammad Al Khaththath, Kamis (28/2/2019).
Kemudian pihaknya juga menuntut KPU sebagai penyelenggara pemilu bisa mewujudkan pemilu yang bersih, jurdil, dan tanpa kecurangan.
Serta umat Islam menuntut pihak-pihak terkait seperti partai-partai, caleg, dan capres sebagai peserta pemilu, bawaslu dan panwaslu sebagai pengawas pemilu, maupun aparat keamanan semuanya bertekad mengikuti pemilu 2019 dengan mewujudkan pemilu yang bersih, jurdil, tanpa kecurangan.
“Kepemimpinan nasional yang benar dan kuat yang akan mampu memikul beban amanat penderitaan rakyat dan terpilihnya para wakil rakyat yang amanah yang bisa mengawal pemerintahan dengan benar. Semoga dengan apel siaga umat Jumat 1 Maret besok, bada Sholat Jumat, di depan Kantor KPU dan diikuti oleh seluruh umat yang melakukan apel Siaga Umat di kota-kota lain di kantor-kantor KPUD di seluruh wilayah NKRI,” pungkasnya.(*/Adyt)
JAKARTA – Presiden Jokowi mengajak ulama untuk merawat persatuan, kerukunan, persaudaraan, dan ukhuwah (persaudaraan), baik ukhuwah islamiah (Islam) maupun wathaniah (kebangsaan) sebagai saudara sebangsa dan setanah air.
“Saya minta ulama untuk menyampaikan kepada masyarakat dan lingkungannya agar merawat persatuan, kerukunan, persaudaraan,” kata Jokowi saat silaturahmi dengan ratusan peserta Halaqah Ulama dan Pimpinan Pondok Pesantren Jawa Barat di Istana Negara, Jakarta,(28/2/2019).
Kepala Negara mengaku merasa senang saat dapat berkumpul dan bertemu kembali dengan ulama. Sebab selama ini ulama selalu memberikan nasihat-nasihat penting.
“Setiap bertemu dengan para ulama hati saya selalu merasa tenang karena ulama selalu memberikan petunjuk-petunjuk dan nasihat kepada saya,” terang Jokowi.
Nasihat itu, menurut Jokowi, baik secara pribadi kepada dirinya, maupun sebagai seorang muslim dan juga nasihat ulama kepada umara, terutama untuk kemaslahatan dan kesejahteraan umat.
Presiden menjelaskan bahwa pemerintah memiliki komitmen kuat untuk mengembangkan ekonomi umat. Sejumlah kebijakan pemerintah telah diambil berdasarkan kebutuhan dari lingkungan ulama dan para santri yang disampaikan kepadanya.
“Karena sering keluar-masuk di pondok pesantren membuat saya tahu kebijakan apa yang harus kita keluarkan dan kerjakan. Semakin tahu kita keluhan-keluhan dari para santri dan yang mulia para kiai juga menyampaikan kepada saya,” ucap Jokowi.
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga mengingatkan, bahwa ghibah, hoaks, dan kabar-kabar fitnah bisa meresahkan masyarakat dan bisa memecah belah bangsa kalau ini tidak direspon dengan cepat.
“Jangan dianggap ini hal yang ringan, ini hal yang berat bagi utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” tegas Jokowi.
Menurutnya banyak logika yang tidak masuk terkait hoaks-hoaks itu. Ia menunjuk contoh hoaks kemarin, masalah nanti pemerintah akan melegalkan kawin sejenis, juga soal isu larangan azan. “Coba, masya Allah logikanya nggak masuk. Negara kita ini adalah negara yang sangat menghargai norma-norma agama, nilai-nilai agama,” pungkasnya. (*/Adyt))
JAKARTA – Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno, Andre Rosiade membantah pernyataan Sekjen PPP Arsul Sani yang menyebut Prabowo Subianto tak paham hukum karena mengklaim dia mendapat dukungan sah dari PPP hasil muktamar.
“Ya, bukan Pak Prabowo nggak paham hukum, tapi memang sudah menjadi rahasia umum bahwa PPP itu saat ini ada dua kubu,” katanya kepada wartawan, Kamis (28/2/2019).
Andre mengatakan dukungan yang diberikan PPP di Temanggung, Jawa Tengah, merupakan suatu fakta yang tak terbantahkan. Selain itu ada juga kubu Ketum Romahurmuziy (Rommy) yang mendapatkan legalitas karena mendukung pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
“Bahwasanya PPP yang memberikan dukungan kepada Pak Prabowo itu tidak mendapatkan legalitas, itu soal lain. Karena kita tahu, yang kubu sebelah sana mendapatkan legalitas, karena mendukung pemerintah Jokowi, yang sebelah sini, tidak mendukung pemerintah Pak Jokowi,” ujar dia.
Terlepas dari itu, Andre mengatakan apa yang dilakukan Prabowo merupakan bentuk penghargaan terhadap setiap dukungan yang diberikan dari golongan mana pun.
“Yang jelas kita mengapresiasi segala bentuk dukungan terhadap Prabowo,” tuturnya.
Sebagaimana diberitakan, capres nomor urut 02 Prabowo Subianto mengaku mendapatkan dukungan dari PPP hasil muktamar. Deklarasi dukungan PPP dilakukan di Temanggung, Jawa Tengah (Jateng).
Prabowo menjelaskan, dia maju sebagai capres di Pilpres 2019 berkat dukungan sejumlah partai, yaitu PAN, PKS, Gerindra, Demokrat, dan Berkarya.
Namun, mendekati pemilu, Prabowo kembali mendapatkan dukungan. Kali ini dari partai berlogo Kakbah atau PPP. Prabowo mengklaim PPP yang mendukungnya adalah hasil muktamar, bukan PPP akal-akalan.(*/Ag)
JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk menindak tegas penyebar berita hoaks atau fitnah yang membuat resah masyarakat bahkan dikhawatirkan bisa memecah belah.
“Tegas saya sampaikan kepada Kapolri tindakan hukum tegas harus diberikan kepada siapa pun yang mengganggu persatuan bangsa dengan cara-cara menyebar hoaks, dari pintu ke pintu dan media sosial. Harus tegas,” kata Jokowi di Ancol, Jakarta Utara, (28/2/2019).
Menurut dia, jangan sampai persatuan dan persaudaraan masyarakat terganggu hanya gara-gara urusan politik baik pemilihan bupati, pemilihan wali kota, pemilihan gubernur maupun pemilihan presiden. Karena, aset terbesar bangsa adalah persatuan.
“Ini saya sampaikan karena semakin mendekati 17 April. Kalau tidak direspon tegas, ini akan semakin merebak dimana-mana,” ujarnya.
Karena, kata dia, sekarang berita bohong, hoaks tidak hanya muncul di media sosial saja tapi juga pintu ke pintu dan rumah ke rumah. Oleh karena itu, masyarakat harus hati-hati terhadap masalah ini.
“Saya mengajak kita semuanya untuk berani merespon ini segera karena modal terbesar kita, aset terbesar kita seperti pesatuan, kerukunan, persaudaraan ini akan terganggu karena masalah ini.
Bukan barang yang sepele, hati-hati,” tandasnya.(*/Ag)
JAKARTA – Polemik penemuan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) milik Warga Negara Asing (WNA) asal China di Cianjur, Jawa Barat terus bergulir. Persoalan ini dikhawatirkan mencederai Pemilu dan Pilpres 2019.
Calon Wakil Presiden (Cawapres) Sandiaga Salahuddin Uno berharap semua pihak bisa menahan diri. Terpenting saat ini, yaitu bagaimana bisa menjaga pemilu dan pilpres bisa berjalan jujur dan adil.
“Harus dicermati jangan sampai pemilu ini dicederai atau dicoreng oleh kecurigaan masyarakat ada WNA yang memiliki e-KTP bisa ikut mencoblos,” kata Sandi di GOR Bulungan, Jakarta Selatan, (27/2/2019).
Dia meminta pemerintah memperhatikan serius persoalan tersebut agar pelaksanaan pemilu dan pilpres secara serentak pada 17 April 2019 hanya diikuti oleh warga negara Indonesia yang sudah memenuhi persyaratan.
“Jangan sampai ada penggelembungan suara, jangan ada penyalahgunaan dari identitas tersebut,” ucapnya.
Menurutnya, netralitas harus dijunjung tinggi dalam pelaksanaan pemilu dan pilpres. “Jangan sampai ada ketidaknetralan penyelenggara pemilu,” katanya.
Dia menambahkan, pemilu juga jangan dirusak dengan sikap saling menjatuhkan dan tidak saling menyebarkan ujaran yang bisa dianggap menyerang pihak lawan.
Pemilu dan pilpres ini, lanjut dia, harus dirajut dengan kebangsaan, jaga keberagaman dan penyampaian aspirasi dengan baik. “Jangan sampai menyerang pihak sebelah,” tandasnya.(*/Hak)
JAKARTA – Sejak 2014 Warga Negara Asing (WNA) wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) jika telah memiliki izin tinggal tetap di Indonesia dan berusia lebih dari 17 tahun.
Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, sesuai UU Nomor 23 Tahun 2006 juncto UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, penduduk di Indonesia dibagi dua, yakni Warga Negara Indonesia (WNI) dan WNA.
“Sesuai Pasal 63 UU Administrasi Kependudukan, warga negara asing yang sudah berumur 17 tahun atau sudah menikah atau pernah menikah dan memiliki izin tinggal tetap, wajib memiliki e-KTP,” ujar Zudan, Jakarta, Rabu (27/2/2019).
Pernyataan ini disampaikan Zudan terkait ditemukannya e-KTP milik WNA di Cianjur, Jawa Barat. “Jadi, bukannya e-KTP itu diharamkan untuk WNA, justru diwajibkan bagi WNA yang sudah punya izin tinggal tetap dan berumur lebih dari 17 tahun,” katanya.
Menurutnya, mudah untuk membedakan e-KTP asli atau palsu karena bisa dilacak dalam database kependudukan. “Bisa dilacak dengan card reader alat pembaca. Letakkan KTP-nya di atas alat pelacak itu dan dipindai sidik jarinya, nanti keluar data KTP-nya asli atau palsu,” ucapnya.
Meskipun WNA memiliki e-KTP, namun tidak bisa digunakan untuk memilih dalam pemilu. Syarat untuk bisa memilih harus WNI. Di dalam kolom keterangan e-KTP milik WNA tertulis jelas asal kewarganegaraannya.
Misalnya, warga negara dari Malaysia, China atau Arab Saudi. “Jadi, seluruh WNA yang ada di Indonesia tidak memiliki hak politik untuk memilih atau pun dipilih,” katanya.(*/Jun)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro