JAKARTA – Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho akan diminta keterangan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) dan dana daerah bawahan (BDB) Pemprov Sumut tahun anggaran 2012-2013.
Dalam kasus tersebut Gatot bakal menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus tersebu.
“Dia (Gatot) diperiksa sebagai saksi untuk kasus Bansos,” kata Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati, Selasa (24/8).
Gubernur Sumatera Utara Gatot Puji Nugroho telah menjadi tersangka kasus dugaan suap terhadap tiga hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
Suap itu diduga terkait dengan penanganan kasus korupsi bansos dan BDB tahun anggaran 2012-2013 yang ditangani Kejaksaan Tinggi Sumut. Kasus dugaan korupsi Bansos dan BDB Pemprov Sumut tahun anggaran 2012-2013 sekarang resmi ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). (*Wel)
JAKARTA – Direktorat Narkoba Bareskrim Mabes Polri bersama Inner City Management melakukan Penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) dalam rangka penanganan tindak pidana narkotika psikotropika dan bahan-bahan berbahaya di Mall Kalibata City, Pancoran, Jakarta Selatan, (21/8).
Penandatanganan tersebut dihadiri Direktur Inner City Management Bambang Setiobudi, dan Dir Narkoba Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Anjan.
Menurut Brigjen Anjan Pramuka Putra, fakta narkoba merasuk lapisan masyarakat. Menjadi keprihatinan nasional berbagai faktor menjadi pemicu jaringan internasional.
Di sisi lain, kejahatan dan peredaran gelap narkoba meningkat. Data saat ini, narkoba merambah hingga ke anak SD.
Dalam UU No 35 Tahun 2009 tentang bahaya narkoba masyarakat dapat berperan mencegah dan menanggulangi bahaya narkoba. Sehingga dalam hal ini, sesuai fungsi Kepolisian.
“Apalagi narkoba sudah menjadi sasaran bagi Apartemen dan Rumah Susun,” tandas Brigjen Anjan. (*Ars)
JAKARTA – Mantan Ketua Komisi VII DPR RI, Sutan Bhatoegana divonis 10 tahun pidana penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (19/8). Dia dinyatakan terbukti bersalah menerima suap terkait pembahasan APBN-P Kementerian ESDM 2013 sebesar 140 ribu dolar AS dari mantan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Waryono Karno, dan menerima gratifikasi uang 200 ribu dolar AS dari eks Ketua SKK Migas, Rudi Rubiandini.
Selain pidana penjara, Sutan juga dikenakan pidana denda Rp500 juta dengan ketentuan, apabila tidak dibayar maka diganti kurungan selama satu tahun. “Menyatakan terdakwa Sutan Bhatoegana terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama primer dan kedua lebih subsider dan menjatuhkan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp500 juta subsider 1 tahun kurungan,” kata Ketua Majelis Hakim, Artha Theresia, membacakan vonis untuk Sutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl. HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/8).
Tak hanya itu, Sutan juga dinilai terbukti menerima hadiah lain berupa tanah dan rumah seluas 1.194 meter persegi di Jl. Kenanga Raya Tanjungsari, Medan, Sumut, dari Komisaris PT SAM Mitra Mandiri, Saleh Abdul Malik. Dikatakan, seluruhnya diterima Sutan ketika menjabat Ketua Komisi VII DPR RI periode 2009-2014.
Meski demikian, vonis tersebut masih lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta Sutan divonis 11 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Majelis hakim yang beranggotakan Casmaya, Syaiful Arif, Alexander Marwata, dan Ugo itu juga tidak meluluskan tuntutan jaksa agar Sutan dicabut hak politiknya selama tiga tahun.
“Mengenai hak dipilih, majelis hakim tidak sependapat karena pemilihan tergantung pada rakyat yang memilihnya,” kata anggota majelis hakim, Ugo.
Hal-hal meringankan hukuman terhadap Sutan, hakim mengatakan, karena politisi Partai Demokrat itu masih memiliki keluarga. Sementara, hal-hal memberatkan, lantaran perbuatannya bertentangan dengan upaya pemerintah memberantas korupsi, dan bertentangan dengan slogan yang selama ini dia dengung-dengungkan terkait pemberantasan korupsi.
“Terdakwa juga tidak mengakui perbuatan dan berbelit di persidangan, serta sikap terdakwa di persidangan tidak mencerminkan anggota DPR,” kata Ugo.
Sutan lantas terkejut dan mengaku keberatan atas putusan tersebut. Terlebih sebelum vonis itu dibacakan, ia merasa percaya diri bisa bebas dari jeratan hukum. Sebab, ia merasa sempat diberikan harapan oleh hakim. Atas itu, ia memastikan untuk banding.
“Dikasih angin segar kami waktu itu, dan praperadilan akan dipertimbangkan. Tapi satupun tidak ada yang diungkapkan. Kemudian saksi ahli tidak ada, pledoi sama sekali enggak dianggap. Dan semua hampir 70 persen saya dengar, saya simak, copy paste daripada tuntutan dakwaan. Hampir enggak ada apa-apanya. Ya terus terang saja harus kami lawan. Kami harus banding,” ujarnya selepas persidangan.
Soal banding ini juga ditegaskan oleh kuasa hukum Sutan, Eggie Sudjana. Ia pun mengaku heran dengan sikap Ketua Majelis Hakim Artha yang langsung menutup persidangan dan tidak memberikan kesempatan Sutan dan penasihat hukumnya menanggapi putusan.
“Sikap kami pasti banding ya. Banding kami ini sebenarnya kalau menurut tata krama yang biasa, hakim harusnya mempertanyakan dulu bagaimana sikap terdakwa. Ini kan tidak, ini suatu kejanggalan,” pungkasnya. (*Adyt)
BOGOR – Anggota Polres Bogor meringkus dua pencuri motor motor milik anggota TNI AL, Kelasi I Amar. Pelaku yaitu Bonay (28) dan Anton (25) ini bahkan menembak Amar karena kepergok saat akan mencuri motor Kawasaki Ninja miliknya.
Kejadian pencurian tersebut terjadi pada bulan Mei lalu. Kasus ini pun menjadi perhatian Polres Bogor hingga kemudian anggota mendapatkan info bahwa mereka menginap di salah satu hotel di wilayah Cibubur.
“Kami menyergap pelaku di kamar hotel di kawasan Cibubur,” ungkap Kapolsek Gunung Putri AKP Tri Suhartanto, (16/8). Namun karena sempat melawan dan mencoba kabur, polisi pun menembak kaki salah satu pelaku.
Saat mereka diringkus polisi pun mengamankan kunci tempel dan HP pelaku. Dari percakapan di handphone didapati informasi bahwa pelaku kerap beraksi di wilayah Bogor dan Jakarta dengan menggunakan kunci T dan senjata api.
“Mereka mengakui sudah melakukan aksi di 43 TKP. Senpi dibawa oleh rekan mereka lainnya yaitu Rizky yang saat ini statusnya DPO,” katanya.
Kontrakan Rizky pun digeledah hingga akhirnya polisi menemukan barang bukti yang dicari.
Polisi pun mempertemukan pelaku dengan korbannya yang merupakan anggtota TNI AL, Kelasi Satu Amar yang kemudian menyatakan jika Bonay adalah orang yang melakukan penembakan atas dirinya.
Kapolres Bogor AKBP Suyudi Ario Seto pun mengapresiasi penangkapan para pelaku ini yang telah membuat resah masyarakat.(*Nub)
JAKARTA – Jaksa Agung HM Prasetyo secara terus terang mengaku belum mengetahui aset-aset milik Yayasan Supersemar, yang sudah disita oleh Kejaksaan Agung.
“Saya harus cek dulu, saya belum bisa berikan komentar, nanti kalau sudah ada laporan baru nanti kita sampaikan,” kata Prasetyo saat dihubungi oleh wartawan, di Kejagung, (13/8).
Namun, dia berjanji usai menerima salinan dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (tempatan perkara perdata disidangkan), akan diverifikasi sehingga diketahui asetnya berapa dan nilainya serta berada dimana saja dan dalam bentuk apa saja. “Yang pasti banyak pihak yang harus diajak bicara dalam masalah ini.”
Dalam putusan peninjauan kembali (PK), hakim agung Suwardi, hakim agung Soltoni Mohdally dan hakim agung Mahdi Soroinda Nasution, Jumat (8/8) menyatakan Yayasan Supersemar telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Oleh karena itu, Supersemar dihukum mengembalikan 75 persen dana yang terkumpul sejak 1974 (sampai Presiden RI kedua lengser) dari 420 juta dolar Amerika Serikat (AS) dan Rp185 miliar. Maka dihasilkan angka 315 juta dolar AS dan Rp139 miliar. Total Rp4,4 triliun.
Uang ini berasal dari pungutan lima persen dari 50 persen keuntungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dasarnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 1976 pada 23 April 1976 tentang Keputusan Menteri Keuangan Nomor 333/KMK.011/1978 tertanggal 30 Agustus 1978, yang dikeluarkan atas perintah Presiden Soeharto yang juga Ketua Supersemar.
Uang Supersemar tidak semua dikucurkan untuk memberikan beasiswa kepada mahasiswa-mahasiswa yang tidak mampu, tapi juga dikucurkan kepada sejumlah badan usaha yang sekat dengan kekuasaan.
Bank Duta, tiga kali menerima kucuran dana, 22 September 1990 sebesar 125 juta dolar AS,
25 September 1990, 19 juta dolar AS dan 26 September 1990 sebesar 275 juta dolar.
Lalu, kepada Sempati Air sebesar Rp 13 miliar kurun 1989 hingga 1997, kepada PT Kiani Lestari sebesar Rp 150 miliar, 13 November 1995, PT Kalhold Utama, Essam Timber dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri sebesar Rp 12 miliar pada 1982 hingga 1993. Terakhir Kosgoro sebesar Rp 10 miliar pada 28 Desember 1993. (*Adyt)
BANDUNG – Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Elih Sudiapermana menjalani pemeriksaan polisi selama empat jam berkaitan kasus dugaan penyalahgunaan surat keterangan tidak mampu (SKTM) pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Elih membeberkan soal prosedur penerbitan SKTM kepada penyidik Satreksrim Polrestabes Bandung.
SKTM digunakan sebagai salah satu syarat bagi pendaftar via afirmasi agar bisa diterima sekolah negeri di Kota Bandung. Soal proses PPDB ini memicu kekisruhan berujung protes lantaran warga mampu, daftar sekolah memanfaatkan SKTM.
“Saya diminta sebagai saksi dalam kasus SKTM bodong. Tadi diminta menjelaskan secara normatif dari awal penyusunan Perwal (Peraturan Wali Kota), sosialisasi hingga pelaksanaanya (SKTM) seperti apa,” kata Elih di Mapolrestabes Bandung, Jalan Jawa, (4/8).
Elih ditanya juga oleh penyidik soal SKTM untuk PPDB itu sumbernya dari siapa. Menurut Elih, merujuk pada Perda No.15/2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan, menyatakan jika siswa kategori tidak mampu itu dibuktikan dengan SKTM dari pihak berwenang.
“Namun saya tidak menjelaskan siapa pihak berwenang dimaksud. Memang dalam aturannya hanya pihak berwenang saja. Tapi selama ini SKTM dikeluarkan oleh lurah,” ucap Elih yang memakai pakaian kemeja putih lengan panjang.
Elih mulai diperiksa pukul 15.30 WIB hingga pukul 19.30 WIB. Dia mengklaim bisa menjawab seluruh sodoran pertanyaan penyidik. Namun Elih mengaku tidak ingat jumlah pertanyaannya.
Berkaitan kasus penyalahgunaan SKTM ini dia memercayai sepenuhnya kepada polisi guna mengusut tuntas. “Kami serahkan kepada polisi,” ucap Elih.
Kasatreskrim Polrestabes Bandung AKBP Mokhamad Ngajib menyatakan penyelidikan kasus SKTM diduga datanya bodong berkaitan PPDB ini berdasarkan laporan dari Disdik Kota Bandung. “Sudah 20 saksi yang kami dengar keterangannya. Mereka antara lain Kadisdik Kota Bandung dan tiga kepala sekolah,” ujar Ngajib.
Polisi menyita barang bukti sebanyak 12 lembar SKTM yang disinyalir datanya palsu. Selain itu, Ngajib menyatakan, pihaknya menggeledah empat sekolah negeri tingkat SMP dan SMA.
Hasil penelusuran polisi, menurut Ngajib, dokumen 12 SKTM itu indikasinya diterbitkan oleh sejumlah kelurahan di Kota Bandung. Namun dia masih menutup rapat nama-nama kelurahan yang diduga melakukan penyalahgunaan dokumen SKTM. Ngajib hanya menyebutkan ada satu kelurahan yang mengeluarkan lebih dari satu SKTM bodong.
“SKTM itu justru dimiliki orang tergolong mampu. Kasus ini masih proses penyelidikan. Belum ada ditetapkan sebagai tersangka,” tandasnya (*And).
JAKARTA – Kejaksaan Agung kembali melakukan rapat koordinasi menyangkut masalah pelanggaran berat HAM, di Kejaksaan Agung, Kamis (2/7)
Rapat koordinasi ini dihadiri oleh Menkopolhukam, Tedjo Edhi, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, Jaksa Agung HM Prasetyo, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko, Ketua Komnas HAM, dan perwakilan dari kepolisian.
“Ini rapat kami yang ketiga kalinya terkait penanganan kasus pelanggaran HAM berat di Kejaksaan Agung,” kata Menkopolhukam Tedjo Edhi.
Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan semua pihak dalam rapat koordinasi tadi telah sepakat dan berkesimpulan bahwa langkah-langkah penyelesaian pelanggaran HAM berat sudah semakin maju.
Termasuk dalam rapat tersebut, Komnas HAM juga melaporkan tugas sosialisasi dan pendekatan serta penjelasan kepada pihak terkait soal penyelesaian kasus HAM telah menemui titik terang serta ada kesamaan.
“Ada semangat dan sikap agar perkara pelanggaran HAM berat selesai. Supaya kita semua terlepas dari sandera kesalahan masa lalu,” kata Prasetyo.
Prasetyo juga mengatakan, dalam kesempatan berikutnya ia akan membentuk tim kerja sesuai dengan arahan Menkopolhukam. Nantinya titik berat upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat berada di tangan Kejaksaan Agung dan Komnas HAM.
“Saya tegaskan lagi di sini kami sudah sepakat, perkarapelanggaran HAM berat masa lalu ini bisa segera diselesaikan dan dituntaskan secepat mungkin setidaknya dalam periode pemerintahan saat ini,” tandasnya.(*Wel)
JAKARTA – Ketua KPK nonaktif, Abraham Samad yang juga tersangka pemalsuan dokumen di Polda Sulselbar telah selesai diperiksa di Bareskrim Polri. Dalam pemeriksaan kali ini, meskipun diperiksa di Bareskrim namun penyidik yang memeriksa yaitu dari Polda Sulselbar.
Pemeriksaan ini dilakukan sesuai dengan petunjuk jaksa yang mengembalikan berkas Samad ke penyidik Sulselbar.
Usai diperiksa, Samad tetap mengatakan pemeriksaan ini merupakan bagian dari kriminalisasi hukum yang dialami oleh pegawai KPK serta pimpinan KPK lainnya.
Namun sebagai warga negara yang baik dan taat hukum, Samad menghormati dan memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa karena ini merupakan bagian dari proses hukum.
“Walau akal sehat dan sense saya mengatakan ini adalah kriminalisasi hukum, tapi saya tetap mengikuti hukum. Ini pembelajaran untuk seluruh rakyat Indonesia,” kata Samad di Bareskrim, Kamis (2/7)
Untuk diketahui, atas dugaan pemalsuan dokumen Samad sudah diperiksa sebagai tersangka oleh Polda Sulselbar. Dan berkasnya sudah dilimpahkan ke Kejati Sulselbar.Setelah diperiksa jaksa, berkas dikembalikan ke penyidik Polda Sulselbar untuk dilengkapi sesuai petunjuk jaksa. Atas petunjuk itu, kini Samad diperiksa di Bareskrim.(*Wel)
JAKARTA – Terkait kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan kedokteran umum Kota Tangerang Selatan tahun 2012. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa Manager operasional PT Bali Pacific Pragama, Dadang Prijatna.
Dadang Prijatna adalah karyawan dari adik Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardhana atau biasa disapa Wawan. Saat ini Dadang dan Wawan telah menyandang status tersangka.
“DP (Dadang Prijatna) diperiksa sebagai tersangka,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha di Jakarta, Rabu (24/6).
Dadang disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.(*Wel)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap empat orang pejabat daerah di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel).
Adapun empat tersangka tersebut yakni dua Anggota DPRD Musi Banyuasin yakni Anggota DPRD dari Fraksi PDIP Bambang Karyanto (BK) dan Adam Munandar (AM) dari Fraksi Gerindra.
Sementara dua lagi yakni Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Musi Banyuasin, Syamsudin Fei (SF) dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Beppeda) Musi Banyuasin, Fahsyar (F).
Keempat pejabat tersebut ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dugaan suap perubahan APBD 2015 Musi Banyuasin (Muba)
Pelaksana tugas Wakil Ketua KPK, Johan Budi Sapto Prabowo memaparkan kronologi saat tim penyelidik KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) ke empat tersangka itu.
“Sekitar pukul 20.40 WIB di rumah kediaman saudara BK anggota DPRD Kabupaten Muba, Jalan Sanjaya, Kelurahan Alang-alang Kota Palembang,” kata Johan di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (20/6).
“Tim penyelidik KPK melakukan tangkap tangan di rumah Pak BK ini ada delapan orang yang terdiri dari driver, security, ada juga dari kepala dinas di Kabupaten Muba dan ada anggota DPRD,” terangnya.
Setelah ditangkap, kata Johan, mereka kemudian diboyong ke Mako Brimob Polda Sumsel guna menjalani pemeriksaan intensif. “Pemeriksaan di sana di Mako Brimob Sumsel,” katanya.
Dalam oprasi tangkap tangan ini, Satgas KPK juga mengamankan uang Rp2,56 miliar. Uang itu diduga suap kepada DPRD Muba terkait perubahan APBD Tahun Anggaran 2015, Kabupaten Musi Banyuasin.
“Ketika dilakukan OTT ditemukan di tempat kejadian sebuah tas warna merah marun, nanti akan ditunjukkan di gambar yang berisi uang pecahan 50 ribu, 100 ribu dalam bentuk rupiah,” ungkap Johan.
“Jumlahnya setelah dilakukan penghitungan sementara ada sekitar Rp2,56 miliar dugaan sementara pemberian uang ini dari Kepala Dinas Muba kepada anggota DPRD,” pungkasnya.(*Wel)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro