JAKARTA – Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan memastikan ada tersangka baru, dalam kasus penjuaan lahan Fasum dan Fasos milik Pemprov DKI, di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
“Tim memperoleh banyak dokumen dan barang bukti lain, yang mengarah kepada dugaan keterlibatan pihak lain. Jadi semacam ada konspirasi,” kata Kajari Jaksel Sarjono Turin menindaklanjuti penggeledahan tim ke Kantor BPN Jaksel, (2/9), saat dihubungi oleh awak media,(3/9).
Namun, Turin enggan menyebutkan siapa-siapa yang akan dibidik dan dijadikan tersangka baru, dalam kasus dugaan korupsi yang merugikan negara sekitar Rp150 miliar.
“Tunggulah. Pada waktunya tim penyidik akan mengumumkan siapa-siapa tersangka baru,” ujar Turin.
Ini mengingatkan pada kasus dugaan pengalihan tanah milik Pemprov DKI oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro) kepada PT Agung Wahana Indonesia (AWI), tapi dihentikan penyidikan.
Tersangkanya, pemilik PT AWI Freddy Tan, mantan Dirut PT Jakpro, Ongky Sukasah dan I Gusti Ketut Suwena. Padahal tindak pidana korupsi sangat kental.
Turin mengakui dalam kasus ini masih ada tersangka Agus Salim yang belum ditahan, tapi hal itu bukan berarti diistimewakan.
“Kita kan perlu panggil dahulu. Nanti, tim yang menentukan, sebab kewenangan penahanan ada di tim penyidik,” paparnya.
Agus Salim, sekarang menjabat sebagai Kasubsi Pengukuran dan Pemetaan pada Kantor BPN (Badan Pertanahan Nasional) Jakarta Pusat.
Tersangka lain, Muhammad Irfan, yang diduga sebagai calo tanah sudah dijebloskan ke Rutan Salemba Cabang Rutan Kejari Jaksel, Senin, 25/7 .
Kasus berawal dari penyerahan Fasum/Fasos seluas 2. 975 m2 oleh pengembang PT Permata Hijau, di Jalan Biduri Bulan dan Jalan Alexandri, RT 08/01 Grogol Utara, Kebayoran Lama kepada Pemprov DKI, 1996.
Belakangan tanah yang diserahkan ke Suku Dinas Penataan Kota, diduga dijual oleh Rohani yang mengaku pemilik tanah, 2014. Sebelum dijual, tanah BPN Jaksel menerbitkan Hak Guna Bangunan (HGB).
Pembelinya, adalah AH dengan harga Rp15 juta/m2 atau kurang lebih Rp38 miliar. AH lalu menjual lagi ke pihak lain, akibatnya aset negara hilang dan negara diduga dirugikan sekitar Rp150 miliar. (*Adyt)
BANDUNG – Beredarnya kartu BPJS palsu membuat masyarakat menjadi resah .
Jajaran Polres Cimahi berhasil membongkar kasus kartu BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) palsu yang diduga sudah beredar di masyarakat luas di Cimahi dan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.
Seorang tersangka As,42, berhasil ditangkap di rumahnya di Cimahi. “ Kami masih melakukan penyelidikan,“ jelas Kapolres Cimahi, AKBP Ade Ary, (25/7).
Sambungnya, tersangka berperan sebagai pencentak kartu tersebut. Ia tercatat sebagai pegawai yayasan di Kota Cimahi. Setelah polisi melalukan penyelidilan akhirnya siapa pencetak kartu sudah dapat diamankan.
“Apakah ada keterlibatan oknum aparat desa, atau pegawai BPJS masih dalam penyelidikan. Tunggu saja,“ beber Kapolres Cimahi.
Selanjutnya, barang bukti yang berhasil diamankan dari tersangka diantaranya satu bundel kwitansi pembayaran, 2 kartu Peserta BPJS palsu. Tersangka sudah mencetak kartu sejak 14 Juli 2015 sampai sekarang, imbuhnya.
Terungkap kasus kartu BPJS Kesehatan palsu berawal dari laporan tiga ibu rumah tangga ke Polres Cimahi. Mereka melaporkan adanya kartu BPJS diduga palsu hasil pesanan dari oknum aparat desa di Padalarang.
Terungkapnya kartu palsu, saat ibu rumah tangga Riyanti,42, membawa anaknya ke Puskesmas tak dilayani karena kartuna palsu. Berbekal kejadian tersebut ibu rumah tangga pun melapor ke polisi.
Sumber lain menyebutkan melalui seseorang mereka membayar kartu BPJS palsu itu sebesar Rp100.000/keluarga, dan tidak lagi membayar iyuran bulanan lagi, sebagai mana halnya peserta BPJS kesehatan yang lain.(*Asp)
JAKARTA – Petugas gadungan yang mengaku dari KPK sering terjadi dan ditangkap pihak berwajib.Tim gabungan KPK dan Jatanras Polda Metro Jaya melakukan penangkapan terhadap Harry Ray Sanjaya di daerah Depok, Jawa Barat.
Dia ditangkap karena menipu tiga anggota DPRD Sumatra Utara dengan modus mengaku sebagai deputi analisis KPK.
Untuk meyakinkan korbannya, Harry menunjukan surat perintah penyidikan (sprindik) palsu yang belum ditandatangani dan mengaku dekat dengan sejumlah pimpinan lembaga anti korupsi itu. Harry pun berusaha memeras korbannya dengan meminta uang sebesar Rp 2,5 miliar. Permintaan itu pun disanggupi oleh 3 korban tersebut. Sebagai tanda jadi, Harry menerima pembayaran Rp 50 juta dengan rincian Rp 25 juta secara transfer dan sisanya secara tunai.
Namun, aksi Harry tak berlangsung lama, salah satu korban melapor ke KPK dan Harry pun dibekuk. Dari tangan tersangka, tim gabungan menyita 5 buah handphone, kartu KPK palsu, kartu pers Koran Pemberantasan Korupsi, uang Rp 25 juta, senjata air soft gun, printer, scanner, dan beberapa lainnya.
“Karena ini pidum (pidana umum), maka yang melakukan penyidikan oleh Polri dalam hal ini Polda Metro Jaya,” ucap Dir Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Khrisna Murti di tempat yang sama.
Wakil Ketua KPK La Ode M Syarif menegaskan, masyarakat jangan terkecoh dengan oknum yang mengaku staf KPK dan meminta sejumlah uang. Hal tersebut seiring tertangkapnya staf KPK gadungan, Harry Ray Sanjaya oleh Polda Metro Jaya, Kamis 21 Juli 2016 malam.
“Ini bukan yang pertama sering sekali orang-orang di sana mengatasnamakan KPK untuk menipu, memeras dan sudah banyak korban dan biasanya korban tidak melapor karena merasa bersalah kami berharap kepada masyarakat luas yang membawa-bawa nama KPK khususnya pengurusan kasus-kasus di KPK itu pasti palsu,” kata Syarif di KPK, Jumat 22 Juli 2016.
Syarif juga meminta sejumlah organisasi atau LSM yang memiliki nama KPK tapi dengan singkatan berbeda untuk tidak melakukan hal-hal negatif. Hal itu menurut Syarif dapat dijadikan modus untuk melakukan penipuan.
“Ada sejumlah organisasi termasuk LSM yang namanya sama seperti LSM KPK walau itu bukan KPK tapi mereka melakukan ancaman penggeledahan dan penahanan. Itu juga akan ditindak jadi siapa yang suka mengatasnamakan KPK atau KPK palsu segera sadar dan akan ditindak tegas,” tandasnya.(*Idr)
SEMARANG – Seorang anggota polisi yang bertugas di Satuan Samapta Bhayangkara (Sabhara) Polrestabes Semarang, menyambi jual sabu. Oknum polisi tersebut diketahui bernama Bripka Slamet Riyanto.
“Dia pengedar, sudah ditahan,” jelas Kepala Satuan Resnarkoba Polrestabes Semarang AKBP Sidik Hanafi, (21/7).
Tersangka ditangkap pada Senin 18 Juli 2016 malam, di sebuah tempat kos, Jalan Pamularsih, Kota Semarang. Polisi mendapati barang bukti enam paket sabu klip kecil. Bersama tersangka, polisi juga mengamankan seorang perempuan.
Selain Bripka Slamet, polisi juga mengamankan Bripka Adnan, anggota Unit Lalu Lintas Polsek Banyumanik Semarang atas kepemilikan lima butir ekstasi. “Yang bersangkutan (Adnan) masih kami periksa intensif,” ujar Hanafi.
Saat ini, petugas gabungan Polda Jawa Tengah, termasuk dari Direktorat Reserse Narkoba dan Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) masih terus menelusuri oknum polisi yang terlibat jaringan narkoba di wilayahnya.
Selain dua polisi yang telah ditangkap, polisi juga mengamankan seorang anggota Polres Pati dan tiga anggota Polsek Gunungpati Polrestabes Semarang.
Ketiga anggota Polsek Gunungpati itu diketahui bernama Galit, Ridho, dan Ariawan. Mereka positif menggunakan sabu ketika dites urine.
Sementara itu, Kepala Bidang Propam Polda Jawa Tengah Kombes Pol Budi Haryanto mengatakan, oknum-oknum polisi yang terjerat narkoba akan disanksi sesuai tingkat kesalahannya.
“Jika terbukti pengedar, bisa dilakukan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH),” tandas Budi.(*Imam S)
TRENGGALEK – Kejaksaan Negeri Trenggalek menetapkan Kepala Kantor Kas dan teller Bank BPR Jatim Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek sebagai tersangka pembobolan dana Rp 4,982 miliar. Keduanya menyelewengkan uang kas BPR yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya.
Menurut keterangan Kepala Kejari Trenggalek Rudi Hidayat, kedua tersangka yakni NM dan ES melancarkan aksinya selama enam tahun.
“Yakni mulai tahun 2010 hingga tahun 2016. Dari hasil penyidikan kami menetapkanya sebagai tersangka,” kata Rudi Hidayat kepada wartawan.
Untuk memindahkan uang bank menjadi miliknya kedua pelaku menggunakan serangkaian modus kejahatan. Mereka memanfaatkan pembatalan transaksi dan penarikan fiktif. Dari pembatalan transaksi NM dan ES mendapatkan hasil Rp 189 juta.
Sedangkan dari modus penarikan fiktif keduanya meraup untung sebesar Rp 130 juta. Kasi intel Kejari Trenggalek Muh Taufik menambahkan bahwa tersangka juga menyalahgunakan kewenangan pemberian fasilitas kredit.
Keduanya melakukan realisasi kredit fiktif. “Orang yang sudah lunas tanggungan kreditnya diajukan lagi,” terang Taufik.
Dalam pengajuan ulang itu tersangka menggelembungkan (mark up) plafon pinjaman hingga Rp 4,153 miliar.
Mereka juga membawa uang nasabah yang seharusnya untuk pelunasan pinjaman. Yakni tidak menyetorkan ke kas keuangan. Ada sebanyak 175 nasabah yang telah dirugikan. Dari berbagai modus kejahatan, pelaku berhasil membobol dana Rp 4,982 miliar.
“Misalnya yang tercatat nasabah pinjam Rp 30 juta, namun realisasinya Cuma Rp 10 juta. Pelaku sengaja menggunakan sisanya. Kemudian juga tidak menyetor uang nasabah yang mengangsur pinjaman,” papar Taufik.
Pengawas internal BPR telah melakukan penghitungan kerugian negara, termasuk mengkroschek ke masing masing dokumen nasabah.(*Gio)
SUBANG – Diduga terlibat peredaran vaksin palsu, NR warga Desa Cikaum Timur, Kecamatan Cikaum, Subang dicokok aparat Bareskrim Mabes Polri.
Wanita yang dikabarkan menduduki jabatan manajer marketing (pemasaran) di perusahaan yang memproduksi vaksin palsu bayi tersebut, ditangkap di rumahnya sekitar lima hari lalu.
“Benar, sekitar lima hari yang lalu, Bu NR ini dijemput polisi di kediamannya. Yang nangkapnya langsung Bareskrim Polri, bahkan polisi disini (Polsek Cikaum) juga ikut ngedampingi (Bareskrim) pas penangkapannya,” tutur seorang warga setempat yang menolak namanya disebutkan, (28/6).
Menurutnya, beberapa tahun lalu, pelaku ini sempat tersandung masalah pemalsuan obat-obatan. Namun, dia berhasil mengelak, sehingga lolos dari jeratan.
“Dulu, warga juga sempat curiga. Tapi dia selalu mengelak, enggak mau mengakui terlibat. Sampai akhirnya ditangkap Bareskrim, baru ketahuan dia tersangkut obat-obatan palsu. Informasinya, dia turut memalsukan obat-obatan merk Kalbe Farma. Di perusahaan tempatnya bekerja, kabarnya dia jadi manajer marketing,” ungkapnya.
Saat dikonfirmasi, Kapolsek Cikaum AKP Supratman membenarkan ihwal penangkapan NR oleh aparat Bareskrim Polri.
“Benar, lima harian lalu ditangkap di rumahnya, terkait kasus vaksin palsu. Dia (pelaku) tinggal di Cikaum Timur,” jelasnya.
Namun, dia mengaku tidak tahu persis ihwal detail keterlibatan pelaku, dalam jaringan peredaran vaksin palsu tersebut, termasuk peran dan status kepegawaiannya di perusahaan yang memproduksi vaksin berbahaya itu.
“Kami hanya mendampingi Bareskrim pada saat penjemputannya (penangkapannya) saja. Soal lain-lainnya, detailnya, itu kewenangan mereka (Mabes Polri),” tandasnya.(*Eln)
JAKARTA – Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, digugat Bupati Ogan Ilir, Sumatera Selatan AW Noviadi Mawardi, di Pengadilan Negeri Tata Usaha (PTUN). Gugatan dilakukan Noviandi karena baru menjabat beberapa bulan diberhentikan dari jabatannya meski dirinya hanya menjalani masa rehabilitasi.
Langkah yang dilakukan Bupati Ogan Ilir ini sendiri, lantaran dirinya yang tersangkut penyalahgunaan narkotika. Akibatnya, beberapa waktu lalu, Badan Narkotika Nasional (BNN) meringkusnya atas dugaan mengonsumsi narkoba.
Kuasa hukum Bupati Ogan Ilir, Febuar Rahman mengatakan, langkah yang dilakukan Mendagri Tjahjo Kumolo, bertentangan dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. “Dalam undang-undang itu, kepala daerah yang ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka, hanya dilarang menjalankan tugas dan kewenangan,” katanya, di PTUN Jakarta, (28/6).
Namun, hanya karena alasan penyalahgunaan narkoba, undang-undang tersebut dilanggar mendagri. Dimana Noviadi Mawardi langsung diberhentikan dan posisinya digantikan oleh Wakil Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam.
“Bila mengacu pada undang-undang, seharusnya bisa diberhentikan setelah ada keputusan hukum bersifat tetap dari pengadilan yang menyatakan bersalah,” papar Febuar.
Febuar juga menambahkan, dari tindakan yang dilakukan mendagri tersebut dinilai telah menyalahi ketentuan yang ada. Terlebih, dalam UU No. 23/2014 tentang pemerintahan daerah juga belum ada payung hukumnya. “Karena permasalah itulah, kami pun melakukan gugatan ke PTUN ini,” ujarnya.
Sementara itu, pakar hukum tata negara dari Univ Airlangga Surabaya, Prof Dr Philipus M Hadjon menambahkan, SK Mendagri tersebut dinilai telah menyalahi aturan. “”Jadi SK Mendagri itu harus dicabut dan Bupati Ogan Ilir, Nofiadi tdk bisa diberhentikan sebelum status hukumnya memungkinkan sesuai UU Pemda,” ungkapnya dalam persidangan.
Selain itu, kata Philipus, langkah yang dilakukan mendagri yang awalnya menyebut sebagai terobosan, tidak bisa dilakukan. Karena dalam Hukum Tata Negara, tidak mengenal terobosan diskresi. “Diskresi juga harus memenuhi beberapa unsur, antara lain sudah ada dasar hukum pelaksanaan diskresi, dan kedua kondisi faktual harus mendukung,” paparnya.
Untuk kondisi darurat narkoba yang menjadi alasan Mendagri, dinilai ahli tata negara ini, juga tidak bisa jadi dasar pemberhentian. Karena untuk permasalahan itu ada UU tersendiri yang mengaturnya. “Ada baiknya untuk melakukan tindakan sebaiknya mempertimbangkan melalui Undang-undang yang ada,” ujar Philipus. (*Adyt)
JAKARTA, Setelah nama Aldianaldiansyah menjadi bahan perbincangan netizen terkait kasus kerusuhan The Jakmania kemarin. Kini muncul lagi anak alay pemilik akun Facebook Rahmmad Zolam Nia.
Dalam akun sosial medianya itu, tampak memposting sebuah status yang dialamatkan untuk korps Bhayangkara. Ia memposting dukungan agar masyarakat mendoakan dirinya menjadi Presiden demi menghapus institusi kepolisian.
“doain gua supaya gua jadi PERESIDEN biar di Indonesia ga ada polisi,” tulis Rahmmad Zolam Nia, Minggu (26/6/2016).
Bahkan tepat setelah aksi kerusuhan di Gelora Bung Karno (GBK) usai pertandingan Persija Jakarta vs Sriwijaya FC, Rahmmad Zolam Nia ini juga menyatakan jika dirinya ikut dalam aksi onar The Jakmania dengan aparat kepolisian.
Pernyataan itu disampaikannya dalam postingan status “menang kalah gue tetp #PERSIJA”. Dalam kolom komentarnya, seorang netizen sempat menegus dirinya agar lebih bisa sportif dalam memberikan dukungan pada klub sepak bola kesayangannya itu.
“Jadi suporter yg dsportip kalo mang sayang ma persija….nga ikutan rusuh,” tulis @nk.hasan.509, Sabtu (25/6/2016).
Namun teguran itu pun dijawab oleh Rahmmad. Ia mengatakan jika pihaknya tidak rusuh, namun malah menyalahkan aparat dan mencaci dengan istilah ACAB.
“kita membela bang bkan rusu , emang aparat nya ajh yng ACAB.,” tulis Rahmmad.
Komentarnya itu pun dibalas lagi oleh NK Hasan dengan mempertanyakan, apakah dalam tragedi kerusuhan GBK Sabtu (25/6/2016) kemarin dirinya ikut melakukan kerusuhan.
“iya bang pas diluar kaca mobil si anjing coklat ituh kaca nya gua pecahin bang hahaha,” tulisnya.
Setelah dibalas dengan komentar “Hadeuhhhh…” oleh Nk Hasan. Rahmmad pun kembali menegaskan jika tindakan anarkis yang dia lakukan bersama supporter The Jakmania lainnya adalah bentuk peringatan, agar korups Bhayangkara tidak lagi sewenang-wenang meremehkan pendukung klub Macan Kemayoran itu.
“biar kapok bang biar jgn ngeremrhin jak mania ,, kita ga pnya sragam yng di lindungi tapi kita pnya hati dan solit untuk persija.” sambungnya.
Rahmmad Zolam Nia
Percakapan di akun Facebook milik Rahmmad Zolam Nia.
Selain memberikan kalimat-kalimat kasarnya itu, Rahmmad juga mengunggah sebuah gambar di foto sampul akun Facebooknya dengan teks inisial A.C.A.B (All Cops Are Bastard) atau “Semua Polisi Adalah Baji**an”.
Tampaknya, salah satu anggota The Jakmania ini pun diduga memang suka dengan keributan. Hal ini terlihat dengan beberapa foto yang diunggahnya pada Sabtu (25/6/2016) pukul 16.01 WIB, ia mengangkat shal bertuliskan “VIKING BANG**T
Sekilas Tentang Muasal A.C.A.B
Perlu diketahui bahwa, ACAB adalah sebuah singkatan yang sering di pakai di dalam penjara di Inggris sejak tahun 1940-an. Ada beberapa versi kelompok yang memakai A.C.A.B dalam suatu pergerakan mereka. Pada umumnya kelompok ini adalah kelompok dengan ras extrimis kiri, dimana ras ini menolak keras akan suatu ketidak-adilan yang dilakukan oleh Cops atau polisi. Kelompok extrimis itu salah satunya kelompok Ultras.
Sementara untuk Ultras sendiri, merupakah kelompok supporter anti terhadap polisi. Alasan mereka menolak keras terhadap polisi adalah, karena para polisi mereka anggap selalu mengacau kesenangan mereka.
JAKARTA – Kontroversi Komjen Pol Tito Karnavian akan mengalami kendala dalam menghadapi seniornya jika resmi menjadi Kapolri dibatah dengan tegas.
Bahkan Tito Karnavian dengan percaya diri (pede) merasa mampu memimpin jajaran Polri termasuk para seniornya yang masih aktif di korps Bhayangkara tersebut.
Keyakinannya ini pernah dibuktikan ketika dirinya menjabat sebagai Kapolda Papua. Dia saat itu dia memimpin seniornya.
“Saya sudah pernah pengalaman di Papua, saya mimpin menggantikan senior angkatan 1976 kemudian yang menggantikan saya angkatan 1981,” ujar Tito di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, (16/6).
Pengalaman berikutnya pernah dibuktikan ketika dirinya menjabat Kapolda Metro Jaya untuk periode 12 Juni 2015 sampai 16 Maret 2016. “Wakapoldanya senior, Irwasdanya senior, tapi Hamdalah hubungan kami baik, saya kira di BNPT juga banyak senior tapi hubungan kami juga baik,” ucapnya.
Baginya terpenting bagi seorang pemimpin adalah harus memiliki kapabilitas dan kemampuan. Namun diakuinya resistensi dari para senior kepada pemimpinnya yang lebih junior kadang tidak bisa dihindari.
“Jadi bukan senior junior, tapi lebih kepada bagaimana mengakomodir dan melalukan manajemen yang baik,”pungkasnya.(*Adyt)
JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar kepada mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Hakim menyatakan Nazaruddin terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang terkait kasus suap proyek pembangunan wisma atlet. Dalam vonis yang dibacakan siang tadi, hakim juga memutuskan untuk merampas harta Nazaruddin untuk negara dengan total sekitar Rp500-an miliar.
“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang dalam dakwaan ke 1, 2 dan 3 primer,” kata Ketua Majelis Hakim Ibnu Basuki Widodo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran,(15/6).
Atas vonis tersebut, Nazaruddin mengatakan tidak akan mengajukan banding. Dia mengungkapkan Nazaruddin menyatakan siap menjalani sisa masa tahanan.
“Saya ikhlas seikhlasnya. Saya menerima semua apapun yang diputuskan. Saya tidak punya niat melakukan banding atau protes,” kata Nazar.
Dalam kasus suap wisma atlet, Nazaruddin melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Nazaruddin juga dinilai melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Lalu Nazaruddin dianggap juga melanggar Pasal 3 ayat 1 huruf a, c dan e Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 junto Pasal 65 ayat 1 KUHP.(*Sam)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro