JAKARTA – Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, digugat Bupati Ogan Ilir, Sumatera Selatan AW Noviadi Mawardi, di Pengadilan Negeri Tata Usaha (PTUN). Gugatan dilakukan Noviandi karena baru menjabat beberapa bulan diberhentikan dari jabatannya meski dirinya hanya menjalani masa rehabilitasi.
Langkah yang dilakukan Bupati Ogan Ilir ini sendiri, lantaran dirinya yang tersangkut penyalahgunaan narkotika. Akibatnya, beberapa waktu lalu, Badan Narkotika Nasional (BNN) meringkusnya atas dugaan mengonsumsi narkoba.
Kuasa hukum Bupati Ogan Ilir, Febuar Rahman mengatakan, langkah yang dilakukan Mendagri Tjahjo Kumolo, bertentangan dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. “Dalam undang-undang itu, kepala daerah yang ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka, hanya dilarang menjalankan tugas dan kewenangan,” katanya, di PTUN Jakarta, (28/6).
Namun, hanya karena alasan penyalahgunaan narkoba, undang-undang tersebut dilanggar mendagri. Dimana Noviadi Mawardi langsung diberhentikan dan posisinya digantikan oleh Wakil Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam.
“Bila mengacu pada undang-undang, seharusnya bisa diberhentikan setelah ada keputusan hukum bersifat tetap dari pengadilan yang menyatakan bersalah,” papar Febuar.
Febuar juga menambahkan, dari tindakan yang dilakukan mendagri tersebut dinilai telah menyalahi ketentuan yang ada. Terlebih, dalam UU No. 23/2014 tentang pemerintahan daerah juga belum ada payung hukumnya. “Karena permasalah itulah, kami pun melakukan gugatan ke PTUN ini,” ujarnya.
Sementara itu, pakar hukum tata negara dari Univ Airlangga Surabaya, Prof Dr Philipus M Hadjon menambahkan, SK Mendagri tersebut dinilai telah menyalahi aturan. “”Jadi SK Mendagri itu harus dicabut dan Bupati Ogan Ilir, Nofiadi tdk bisa diberhentikan sebelum status hukumnya memungkinkan sesuai UU Pemda,” ungkapnya dalam persidangan.
Selain itu, kata Philipus, langkah yang dilakukan mendagri yang awalnya menyebut sebagai terobosan, tidak bisa dilakukan. Karena dalam Hukum Tata Negara, tidak mengenal terobosan diskresi. “Diskresi juga harus memenuhi beberapa unsur, antara lain sudah ada dasar hukum pelaksanaan diskresi, dan kedua kondisi faktual harus mendukung,” paparnya.
Untuk kondisi darurat narkoba yang menjadi alasan Mendagri, dinilai ahli tata negara ini, juga tidak bisa jadi dasar pemberhentian. Karena untuk permasalahan itu ada UU tersendiri yang mengaturnya. “Ada baiknya untuk melakukan tindakan sebaiknya mempertimbangkan melalui Undang-undang yang ada,” ujar Philipus. (*Adyt)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro