JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo sebagai saksi terkait kasus suap perizinan proyek Meikarta. Tjahjo dicecar penyidik KPK perihal rapat yang dilakukan Komisi II DPR dan Ditjen Otda Kemendagri terkait Meikarta.
“Penyidik mendalami terkait proses perizinan dengan mengkonfirmasi sejumlah rapat yang dilakukan di Komisi II DPR RI dan Ditjen Otda Kemendagri,” ucap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, (25/1/2019).
Selain itu, lanjut Febri, Tjahjo juga ditanya perihal komunikasi dengan Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin. Sebab, saat Neneng bersaksi di persidangan, ia menyebut jika Tjahjo meminta dirinya untuk membantu proyek Meikarta.
“Penyidik juga mengkonfirmasi terkait sejumlah fakta persidangan termasuk komunikasi dengan Bupati Bekasi,” ungkapnya.
Sebelumnya, usai diperiksa KPK, Tjahjo mengaku jika dirinya pernah menghubungi Bupati Bekasi nonaktif, Neneng Hasanah Yasin untuk memproses proyek Meikarta sesuai dengan aturan
Menurut Tjahjo, saat itu ia menghubungi Neneng melalui perantara Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Sumarsono via telepon. Saat itu, Sumarsono memang tengah rapat bersama Neneng terkait izin Meikarta.
Tjahjo melanjutkan, arahan yang ia berikan tersebut merupakan hal biasa. Tak hanya itu, menurut Tjahjo, arahan itu juga tak didasarkan pada besarnya nilai investasi Meikarta di Kabupaten Bekasi.
“Itu tugas saya sebagai Mendagri,” tuturnya.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka. Ia diduga menerima suap terkait izin proyek pembangunan Meikarta.
Neneng diduga akan menerima hadiah atau janji Rp 13 miliar dari pihak swasta sebagai uang ‘pelicin’ perijinan. Namun, hingga kasus terbongkar baru dibayarkan Rp 7 miliar secara bertahap melalui Kepala Dinas terkait.
KPK juga menetapkan delapan tersangka lain yakni Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Jamaludi, Kepala Dinas Damkar Pemkab Bekasi, Sahat MBJ Nahar, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi, Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi.
Kemudian, pihak swasta bernama Billy Sindoro yang merupakan Direktur Operasional Lippo Group, dua konsultan Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djajaja Purnama, serta Henry Jasmen pegawai Lippo Group. (*/Adyt)
JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan pengujian frasa nasional dalam Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi tentang aturan hukuman mati bagi pelaku korupsi dana atau bantuan bencana alam.
“Bahwa adanya kata nasional’setelah frasa bencana alam menyebabkan hukuman mati, hanya dapat diterapkan terhadap tindak pidana yang dilakukan dalam keadaan bencana alam, yang mendapatkan status bencana alam nasional oleh pemerintah pusat,” ujar kuasa hukum pemohon, Yohanes Mahatma Pambudianto di Gedung MK Jakarta, (22/1/2019).
Pemohon berpendapat status bencana alam kemudian terkesan melindungi koruptor untuk tidak memiliki rasa takut melakukan korupsi di wilayah yang sedang terkena bencana alam, sepanjang bencana tersebut tidak mendapat status bencana alam nasional.
“Padahal yang menjadi penderita dalam setiap kejadian bencana alam tetap memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dan jaminan pemenuhan hak yang menjadi tanggung jawab dari negara,” kata Yohanes.
Hal itu kemudian dinilai pemohon sebagai dasar bahwa tidak ada pembedaan atas derita yang dialami oleh masyarakat yang terkena bencana alam, baik berstatus bencana alam nasional maupun tidak.
Pemohon berargumen bahwa sanksi pidana hukuman mati seharusnya diterapkan bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam keadaan bencana alam, terlepas ditetapkan berstatus nasional atau tidak.
“Maka kata nasional’setelah frasa bencana alam telah menjadi hambatan upaya pemberantasan korupsi dalam hal pemberian sanksi hukuman mati,” kata Yohanes. (*/Wel)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan keterlibatan Menpora Imam Nahrawi terkait kasus dugaan suap pencairan dana hibah ke KONI.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang meminta semua pihak sabar menunggu pengembangan dari penyidik terkait dugaan keterlibatan Imam dalam kasus tersebut.
“Bisa kerja dulu lah penyidik, sabar,” ucapnya, (22/1/2019).
KPK sendiri sudah melakukan pengembangan dengan menggeledah sejumlah ruangan, mulai dari ruangan Imam Nahrawi hingga Sekjen KONI.
Dalam penggeledahan itu, penyidik KPK menyita dokumen dan proposal terkait dana hibah Kemenpora untuk KONI. Diduga dokumen dan proposal itu merupakan catatan dari mulai pembahasan hingga pencairan dana hibah. Namun, sampai saat ini Saut mengaku belum menerima informasi lebih lanjut terkait pendalaman dokumen dan proposal tersebut.
“Saya harus cek penyidik dulu sudah sejauh mana,” tandasnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap pencairan dana hibah ke KONI. Mereka ialah, selaku pemberi Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johny E Awuy.
Sementara itu, selaku penerima ialah Deputi IV Kemepora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen pada Kemenpora Adhi Purnomo, Staf Kemenpora Eko Triyanto.
Uang Rp 100 juta tersebut berataskan nama Johny E Awuy namun dalam penguasaan Mulyana. Sedangkan mobil Chevrolet Captiva merupakan milik Eko Triyanto.
Dalam kasus ini, diduga ada kesepakatan antara Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan fee sebesar 19,13 persen dari total dana hibah Rp 17,9 miliar, yaitu sejumlah Rp 3,4 miliar. (*/Ag)
JAKARTA – Rencana pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir ternyata belum final. Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian lebih dalam terkait pembebasan tersebut.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, keluarga Ba’asyir meminta pembebasan sejak 2017 karena usia lanjut dan kesehatan yang terus menurun. Atas dasar alasan kemanusiaan, Presiden Jokowi memahami permintaan tersebut.
Kendati demikian, menurut Wiranto, pembebasan pendiri Pondok Pesantren Al Mu’min, Ngruki, Solo itu juga harus mempertimbangkan aspek-aspek lainnya, seperti kesetiaan terhadap Pancasila, hukum dan lainnya.
“Presiden tidak grusa-grusu, serta merta, tapi perlu mempertimbangkan aspek lainnya. Oleh karena itu presiden memerintahkan pejabat terkait meminta kajian mendalam dan komprehensif merespons permintaan itu,” kata Wiranto dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (21/1/2019).
Ba’asyir divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 16 Juni 2011. Majelis hakim menilai pimpinan Jamaah Anshorut Tauhid atau JAT itu terbukti terlibat dalam pelatihan militer kelompok terduga teroris di Aceh.
Ba’asyir berhak bebas bersyarat pada Desember 2018. Namun memilih bertahan di penjara dengan alasan tidak mau menandatangani syarat bebas, yakni mengakui NKRI dan Pancasila.
Jokowi sebelumnya setuju Ba’asyir dibebaskan dengan alasan kemanusiaan. Persetujuan itu disampaikan melalui kuasa hukum Jokowi-Ma’ruf, Yusril Ihza Mahendra. Jokowi menegaskan bahwa rencana pembebasan itu sudah dipertimbangkan sejak setahun lalu.
“Ya yang pertama memang alasan kemanusiaan. Artinya beliau kan sudah sepuh, ya pertimbangannya kemanusiaan. Iya, termasuk kondisi kesehatan masuk dalam pertimbangan itu,” ujar Jokowi di Garut, Jawa Barat.
Mantan gubernur DKI Jakarta ini mengaku, pembebasan tersebut sudah melalui pertimbangan yang panjang. Salah satunya juga terkait keamanan.(*/Adyt)
DEPOK – Tiga anggota Brimob yang didakwa membunuh anggota TNI yang bertugas di Yonkav 7/Sersus Kodam Jaya, yaitu Darma dan melukai Nicholas divonis 9 tahun hingga 15 tahun kurungan penjara.
Terdakwa Bagoes Alamsyah Putra, Rahmat Setyawab dan Iwab Mofu divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Depok yang diketuai Ramon Wahyudi didampingi hakim anggota Rosana Kesuma H dan Darmi Wibowo di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kozar Kertyasa dan AB Ramadhan, Senin (21/1/2019).
Vonis itu lebih berat satu tahun dari tuntutan jaksa yaitu terdakwa Bagoes Alamsyah Putra dari tuntutan 14 tahun menjadi 15 tahun , Iwan Mofu dari tuntutan 12 tahun menjadi 13 tahun penjara dan Rahmat Setyawan dari 8 tahun menjadi 9 tahun kurungan penjara.
Mereka bertiga dinyatakan terbukti bersalah mengeroyok dan menusuk dua anggota TNI itu membuat Serda Darma Aji meninggal dan Serda Nicolaus Boyvianus Kegomoi terluka.
Ketiganya dituduhkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur pasal 170 ayat (2) ke-3 dan ayat (2) ke-2 KUHP, sementara Rahmat diganjar pasal 170 ayat (2) ke-2 KUHP.
Yang memberatkan terdakwa adalah karena perbuatan mereka meresahkan masyarakat, status mereka sebagai aparat, dan meninggalkan duka bagi keluarga korban.
Seperti diketahui Darma dan Nicolaus dikeroyok sejumlah oknum anggota Brimob di Billiard Al Diablo Jalan Raya Bogor, Cimanggis, Depok, Jawa Barat Kamis (7/6/2018) dini hari.
Nicolaus yang menderita luka tusuk di perut bagian kanan bawah namun berhasil selamat turut jadi saksi dalam sidang tersebut.
Darma tercatat sebagai anggota Yonif Mekanik 203/AK Kodam Jaya, sedangkan Nicoulaus tercatat sebagai anggota Yonkav 7/Sersus Kodam Jaya.
Keduanya sempat dibawa ke RS Tugu Ibu untuk dirawat sebelum akhirnya dirujuk ke RSPAD Gatot Soebroto .Darma dinyatakan meninggal oleh dokter sehari setelah kejadian yaitu Jumat (8/6) sekitar Pk. 13:30 kemudian dimakamkan di Kampung Halaman Kabupaten Bataeng, Sulawesi Selatan.
Usia mendengarkan putusan majelis hakim ketiga terdakwa menyatakan pikir pikir atas vonis tersebut. Sidang vonis dijaga puluhan tim anggota gabungan.(*/Idr)
LAMPUNG – Hakim di Lampung digerebek warga tengah indehoi dengan dua perempuan. Tim Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) langsung menelusuri dan mengusut tuntas. Namun hakim inisial Y itu menghilang.
Pejabat Humas Pengadilan Tinggi (PT) Tanjungkarang Jesayas Tarigan menjelaskan hingga saat ini pihaknya belum mengetahui keberadaan oknum hakim Y.
Bahkan, kata dia, pihaknya telah mengeluarkan surat menarik hakim Y untuk berada di pengadilan tinggi.
“Sejak Jumat kemarin, kami telah panggil yang bersangkutan, namun tidak datang. Yang bersangkutan mangkir,” kata Jesayas, Minggu (20/1/2019).
Meski demikian, Tim Badan Pengawas (Bawas) MA sudah turun dan terus mengusut tuntas kasus itu.
“Tim Bawas sudah turun dan sudah mengeluarkan surat tugasnya. Mereka akan melakukan pemeriksaan terhadap Y selama lima hari pada 18 hingga 23 Januari 2019,” katanya.
Tarigan menjelaskan Tim Bawas telah melakukan pemeriksaan dan mendapatkan hasilnya. Untuk selanjutnya akan diambil tindakan terhadap oknum hakim tersebut.
“Kita masih menunggu karena tim masih bekerja. Sementara ini kami juga telah mengambil keputusan untuk menonaktifkan yang bersangkutan dan sudah mengeluarkan SK-nya,” kata dia.
Terkait informasi yang bersangkutan menggunakan sabu-sabu saat dilakukan penggerebekan, pihaknya belum menerima kabar tersebut.
“Kita tunggu saja hasil pemeriksaan dari Tim Bawas. Soal narkoba bisa saja Tim Bawas merekomendasikan untuk dilakukan tes urine, tergantung kita lihat dari barang buktinya saat dilakukan penggerebekan,” tandasnya.(*/Kris)
JAKARTA – Sempat menyatakan mundur dari jabatannya lantaran diduga melakukan pelecehan seksual terhadap stafnya, Anggota Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, SAB, resmi diberhentikan secara hormat.
Pemberhentian SAB ditandai dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) tertanggal 17 Januari 2019. Keppres itu pun telah ditandatangani Presiden Jokowi.
“Alhamdulillah Presiden telah mengeluarkan Keppres No. 12 Tahun 2019 tentang Pemberhentian Dengan Hormat Anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan atas nama SAB,” kata Anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Poempida Hidayatulloh, melalui keterangan tertulis, Sabtu (19/1/2019).
Poempida menilai, langkah Presiden Jokowi menandatangani Keppres tersebut sudah tepat. Mengingat adanya pertimbangan soal masa bakti SAB yang sudah puluhan tahun bekerja di BPJS Ketenagakerjaan.
“Ini (pemberhentian dengan hormat SAB) pun menunjukkan betapa bijaknya Presiden yang selalu menempatkan hukum sebagai panglima dan menghormati proses hukum yang berjalan,” ujar Poempida.
“Saya pribadi berharap semua pihak menghormati semua proses hukum yang sedang berjalan,” imbuhnya.
Sebelumnya, SAB disebut melaku pelecehan seksual terhadap stafnya, RA. Tuduhan itu sendiri datang dari RA yang menyebutkan, dirinya menjadi korban pemerkosaan SAB sebanyak empat kali. Sementara SAB menyatakan mundur dari jabatannya meski membantah tuduhan tersebut. (*/Ag)
JAKARTA – Anggota Komisi III DPR, Ahmad Sahroni sepakat dengan pidato kebangsaan calon presiden Prabowo Subianto tentang Polri harus menjaga netralitas dan tidak berpihak kepada siapa pun dalam pemilu 2019.
“Saya yakin Polri akan menjaga netralitas dengan tak menjadi alat partai ataupun calon presiden manapun, baik capres nomor urut 01 maupun 02,” kata Sahroni,(16/1/2019).
Menurut dia, Polri dibawah Jenderal Tito Karnavian telah menegaskan bakal menindak tegas bagi anggotanya yang tidak netral sejak pilkada serentak 2018. Bahkan, ada surat telegram Kapolri Nomor STR/404/ VI/ Ops 1.3/2018 tentang pedoman petugas PAM di TPS pada Pilkada tahun 2018.
“Polri melalui Divisi Propam juga membuka hotline terkait Pilkada serentak 2018 untuk melaporkan bila menemukan anggota Polri tidak netral saat pilkada lalu,” ujarnya.
Sementara, Sahroni mengajak masyarakat untuk turut melaporkan apabila ditemukan anggota Polri tidak netral dalam pemilu melalui nomor 021-7218615 atau surat elektonik ke divpropam99@gmail.com.
“Adanya aturan dikeluarkan Kapolri ditambah tersedianya hotline pelaporan dari publik bila ditemukan adanya anggota Polri tidak netral, seharusnya menjadi barometer bagaimana Polri telah mencoba meyakinkan netralitas mereka dalam pesta demokrasi mendatang,” jelasnya.
Di samping itu, Sahroni meminta Polri mampu membuktikan tidak menunjukkan perlakuan hukum berbeda dalam menangani suatu kasus agar tak ada tudingan miring diarahkan ke Korps Bhayangkara ini.
“Kapolri harus tetap fokus pada tugasnya. Jangan larut dalam tudingan tidak netral, karena keamanan Pemilu menjadi tanggungjawab utama. Jangan sampai ada gangguan keamanan yang mengacaukan,” tandasnya.(*/Adyt)
DEPOK – Calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI daerah pemilihan Provinsi Jawa Barat, Udi bin Muslih, 45, warga RW 08 Kelurahan Leuwinanggung, Kecamatan Tapos, Depok, Jawa Barat divonis satu tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN) Depok.
Vonis terhadap Udi bin Muslih dijatuhkan oleh Majelis Hakim dipimpin Hakim Ketua Rizky Nazario didampingi Yulinda Sri Murti dan Yoanne M di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rozi .
Saat ditanya Hakim Ketua Rizky Nazario, terdakwa Udin S bin Muslih, menerima atau tidak, mengatakan pikir pikir. Hakim memberikan waktu 14 hari menyatakan sikap terhadap putusan atau banding.
Terdakwa Udi yang juga suami anggota DPRD Depok Fraksi PDI Perjuangan Siti Sutinah daerah pemilihan Tapos dan Cilodong terlibat dalam kasus tindak pidana pengerusakan Tembok Bangunan diatas lahan seluas 812 meter di RT 02/08 Kelurahan Leuwinanggung. Dalam tuntutannya JPU Rozi Juliantoro, terdakwa Udi dikenakan Pasal 406 ayat (1) KUHP, Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Vonis satu tahun yang dibacakan hakim ketua Rizki Nazario sama dengan tuntutan yang dibacakan JPU Rozi dalam sidang beberapa waktu lalu.
Terdakwa dalam sidang sebelumnya tidak mengakui melakukan pengerusakan pagar tembok tersebut
Sementara itu, Kasi Pidum Kejari Depok Priadmaji didampingi JPU Rozi, menegaskan pihaknya siap mengesekusi terdakwa jika putusan tersebut sudah inkrah. “Kami siap mengesekusi terdakwa jika putusan sudah inkrah dan sekarang masih bebas terdakwa Udin S, ” tandasnya. (*/Idr)
JAKARTA – Mantan Menteri Sosial, Idrus Marham, didakwa menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johanes Budisutrisno Kotjo terkait kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 sebesar sebesar Rp 2,250 miliar.
Suap itu bertujuan agar Idrus dan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dapat membantu Kotjo mendapatkan proyek pembangunan PLTU Riau-1.
“Turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji,” kata jaksa KPK Ronald Worotikan saat membaca dakwaan untuk Idrus Marham di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2019).
Awalnya, Kotjo ingin mendapat proyek di PLN. Ia pun meminta bantuan Setya Novanto yang merupakan kawan lamannya. Kotjo akhirnya ditemukan Novanto dengan Eni Saragih. Eni pun membantu Kotjo sampai akhirnya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus e-KTP.
Eni akhirnya beralih ke Idrus selaku Plt Ketua Umum Partai Golkar terkait pengurusan proyek itu. Idrus mengarahkan Eni untuk meminta uang USD 2,5 juta kepada Kotjo. Uang itu dipakai untuk Munaslub Golkar. Total uang yang diterima Idrus dari Kotjo Rp2.250.000.000.
Atas perbuatannya, Idrus didakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Tekait dakwaan, Idrus tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Ia mengaku kooperatif dari mulai proses penyidikan dan sikap kooperatifnya itu akan dilakukan selama proses persidangan.
“Kami mengambil sikap kooperatif dan menghormati seluruh proses yang ada dengan satu keyakinan bahwa eksistensi dan posisi peradilan adalah benteng pengawal dan penentu keadilan,” ucap Idrus. (*/Ag)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro