JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan pengujian frasa nasional dalam Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi tentang aturan hukuman mati bagi pelaku korupsi dana atau bantuan bencana alam.
"Bahwa adanya kata nasional'setelah frasa bencana alam menyebabkan hukuman mati, hanya dapat diterapkan terhadap tindak pidana yang dilakukan dalam keadaan bencana alam, yang mendapatkan status bencana alam nasional oleh pemerintah pusat," ujar kuasa hukum pemohon, Yohanes Mahatma Pambudianto di Gedung MK Jakarta, (22/1/2019).
Pemohon berpendapat status bencana alam kemudian terkesan melindungi koruptor untuk tidak memiliki rasa takut melakukan korupsi di wilayah yang sedang terkena bencana alam, sepanjang bencana tersebut tidak mendapat status bencana alam nasional.
"Padahal yang menjadi penderita dalam setiap kejadian bencana alam tetap memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dan jaminan pemenuhan hak yang menjadi tanggung jawab dari negara," kata Yohanes.
Hal itu kemudian dinilai pemohon sebagai dasar bahwa tidak ada pembedaan atas derita yang dialami oleh masyarakat yang terkena bencana alam, baik berstatus bencana alam nasional maupun tidak.
Pemohon berargumen bahwa sanksi pidana hukuman mati seharusnya diterapkan bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam keadaan bencana alam, terlepas ditetapkan berstatus nasional atau tidak.
"Maka kata nasional'setelah frasa bencana alam telah menjadi hambatan upaya pemberantasan korupsi dalam hal pemberian sanksi hukuman mati," kata Yohanes. (*/Wel)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro