JAKARTA – Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korpsi (KPK), Febri Diansyah mengatakan, Bupati Lampung Selatan nonaktif, Zainudin Hasan akan segera menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Lampung.
“Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK telah menerima penetapan PN Lampung. Persidangan untuk terdakwa Zainudin Hasan, Bupati Lampung Selatan dijadwalkan Senin, 17 Desember 2018 di Pengadilan Tipikor pada PN Lampung,” paparnya, (8/12/2018).
Sambungnya, Zainudin akan disidang terkait suap terkait proyek infrastruktur di Kabupaten Lampung Selatan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Zainudin ditetapan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia diduga menerima suap sejumlah proyek infrastruktur di Kabupaten Lampung Selatan.
Dalam proyek itu, adik dari Ketua MPR Zulkifli Hasan tersebut diduga meminta fee proyek sebesar 10-17 persen kepada pihak swasta pemilik CV 9 Naga, Gilang Ramadhan. KPK menyita uang senilai Rp600 juta dalam OTT.
Sebagian uang itu diduga pencairan uang muka dari empat proyek yang dimenangkan oleh perusahaan milik Gilang di Lampung Selatan senilai total Rp2,8 miliar.
Empat proyek itu ialah pengadaan pembangunan Box Culvert Waysulan, rehabilitasi ruang Jalan Banding Kantor Camat Rajabasa, peningkatan ruas Jalan Kuncir, dan peningkatan ruas Jalan Lingkar Dusun Tanah Luhur Batas Kota.
Selain itu, KPK juga menjerat Zainudin sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang. Ia diduga mencuci uang yang nilainya hingga Rp67 miliar.
Untuk penyidikan kasus pencucian uang Zainudin, KPK telah menyita aset milik Zainudin berupa satu unit ruko dan 9 bidang tanah yang memiliki nilai sekitar Rp7,1 miliar. KPK juga menyita satu motor Harley Davidson, satu mobil Toyota Vellfire, dan satu unit speedboat. (*/Adyt)
JAKARTA – Wacana pemerintah menaikkan gaji kepala daerah mulai dari walikota, bupati dan gubernur dinilai sebagai pencitraan semata, karena menjelang Pilpres 2019.
“Tidak ada relevansinya dengan naiknya gaji mereka itu kemudian kepala daerah tidak akan korupsi,” kata Guru Besar Universitas Islam Asyafi’iyah (UIA) Prof Ahmad Mubarok, di Jakarta, (8/12/2018).
ubarok mengatakan setelah dana kelurahan turun mulai tahun depan, sekarang mulai lagi wacana yang akan menaikkan gaji kepala daerah. “Ini kalau kenaikan gaji kepala daerah direalisasikan maka akan menyedot anggaran, dan memberatkan APBN,” ungkap Mubarok.
Sebab itu, lanjut Mubarok, ia tidak setuju dengan karena selain alasannya tidak relevan kenaikan gaji itu untuk mencegah korupsi. “Sebab biaya politik yang tinggi saat mereka kampanye yang mendorong mereka melakukan korupsi,” jelas Mubarok.
Seperti diketahui, munculnya wacana terkait menaikan gaji kepala daerah seperti gubernur, bupati dan wali kota. Sebagai salah satu langkah atau strategi untuk meminimalisir tindakan korupsi.
Kapuspen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bahtiar menyatakan setuju atas rencana tersebut tapi tentunya harus didukung dengan kajian mendalam. “Argumennya lebih baik diberikan secara sah ketimbang diambil secara tidak sah” ujar Bahtiar.
Ia menjelaskan secara obyektif gaji kepala daerah saat ini memang masih sangat kecil. Ia juga mencontohkan Pemda DKI Jakarta sebagai organisasi pemerintahan yang sukses mencegah korupsi dengan meningkatkan kesejahteraan aparaturnya di atas rata-rata nasional bahkan mungkin di atas swasta. “Boleh dikata Pemda DKI zero korupsi. Wajar kalau dapat penghargaan dari KPK,” terang Bahtiar.
Menurut Bahtiar, langkah lain untuk meminimalisir tindakan korupsi, antara lain memberikan alokasi bantuan keuangan bagi partai politik minimal Rp10 ribu per suara seperti hasil kajian yang ada saat ini.
Ia juga menuturkan saat ini baru Rp1000 per suara. Bagaimanapun partai politik adalah sumber rekruitmen pejabat negara, baik pusat dan daerah. “Maka keuangan partai politik yang sehat dan mandiri harus didukung supaya partai politik dapat menggunakan anggarannya tersebut untuk fokus pada kaderisasi, rekruitmen dan pendidikan politik” beber Bahtiar yang sebelunya pernah menjabat Direktur Politik Dalam Negeri.
Sebelumnya terkait wacana menaikan gaji kepala daerah ada masukan dari Ketua KPK Agus Rahardjo, yang prihatin dengan banyak kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi, serta remunerasi kepala daerah perlu di review. (*/Adyt)
JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kembali memutuskan pencabutan hak politik terhadap terpidana perkara korupsi dari unsur penyelenggara negara. Teranyar, majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta mencabut hak politik Gubernur Jambi nonaktif, Zumi Zola Zulkifli, selama lima tahun setelah terdakwa selesai menjalani hukuman penjara.
Menanggapi putusan hakim ini, Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril menilai, tuntutan dan vonis pidana tambahan berupa pencabutan hak politik terhadap para terdakwa penyelenggara negara, baik kepala daerah, anggota DPR, maupun anggota DPRD, merupakan keniscayaan.
Pada satu sisi, Oce mengapresiasi KPK yang mengajukan tuntutan dan majelis hakim yang menjatuhkan pidana tambahan untuk Zumi Zola Zulkifli. Hanya di sisi lain, kata Oce, publik sebenarnya berharap putusan pencabutan hak politik lebih tegas. Alasannya, jika pencabutan hak politik hanya dua atau tiga atau empat atau lima tahun, boleh jadi akan tidak terlalu berarti. Bahkan makna dari esensi melindungi masyarakat justru tidak terlalu terasa. (Baca juga: Zumi Zola Terima Divonis Enam Tahun Penjara dan Denda Rp500 Juta)
“Seharusnya pencabutan hak politik itu bukan sekian tahun, tapi mereka dilarang ikut pemilu atau pilkada selama dua hingga tiga kali. Karena esensi dari hak politik itu adalah terwujud dari ikut pemilu nasional atau pemilu kepala daerah. Jadi kalau mereka (terdakwa yang kemudian menjadi terpidana) dilarang mengikuti dua atau tiga kali, itu menurut saya akan jauh lebih baik,” tegas Oce saat dihubungi wartawan, Kamis (6/12/2018) malam.
Karena itu, dia menyarankan agar KPK melalui JPU dalam melakukan tuntutan, dan majelis hakim yang menjatuhkan pidana, perlu merubah model pencabutan hak politik bagi terpidana perkara korupsi. Bukan hanya hitungan berapa tahun tapi dua hingga tiga kali pemilu. Dengan begitu, maka para politikus baik sebagai sebagai politikus semata maupun merangkap sebagai kepala daerah, DPR, dan DPRD, yang akan atau berkeinginan melakukan korupsi, pasti berpikir ulang.
“Mereka yang sudah terbukti melakukan korupsi juga akan bentul-betul merasakan dampak secara politik. Kalau hanya lima tahun pencabutannya, kan itu hanya satu kali pemilu. Saya kira satu kali pemilu juga enggak signifikan,” pungkasnya.(*Adyt)
JAKARTA – Gubernur nonaktif Jambi, Zumi Zola, divonis 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor, (6/12/2018). Ia terbukti bersalah menerima gratifikasi dan melakukan suap kepada anggota DPRD Jambi.
“Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata Ketua Majelis Hakim, Yantoi, dalam amar putusannya.
Hakim menyebut Zumi zola juga menerima gratidikasi dibantu orang kepercayaannya, yakni Apit Firmansyah, Asrul Padapotan Sihotang dan Arfan.
Gratifikasi diterimanya saat ia menjadi Gubernur Jambi selama 2016-20121.
Sebelumnya, jaksa menuntut Zumi Zola dengan 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Jaksa mendakwanya menerima gratifikasi Rp50 miliar, 177,330 dilar AS dan 100 ribu dolar Singapura.
Penerimaan gratifikasi dilakukan saat Zumi Zola mnejadi Gubernur Jambi pada 2016.
Ia didakwa melanggar Pasal 12B atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Jaksa juga mendakwanya memberi suap dengan total Rp16.490.000.000 kepada anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019. (*Adyt)
JAKARTA – Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Idham Azis, memerintahkan kepada seluruh Kapolres di wilayah hukumnya untuk memecat anggota yang terlibat narkoba.
Hal ini sebagai bukti Polri sangat tegas dalam memerangi narkoba.
Bahkan Idham mendorong agar anggota polisi yang terlibat narkoba agar dihukum mati. Hal ini menunjukkan perbedaan antara masyarakat sipil dan aparat penegak hukum. Apabila masyarakat umum yang terkena narkoba, bisa dihukum sampai 10 tahun, maka hukuman bagi aparat hukum harus lebih berat.
“Saya ingatkan kepada pejabat dan Kapolres di sini, kalau ada anak buah mu yang pakai narkoba, enggak usah lihat kiri kanan, pecat, siapa pun dia itu,” tegas Idham saat mendatangi Polres Metro Jakarta Utara, (5/12/2018).
Mantan Kadiv Propam Mabes Polri ini mencontohkan ketika dirinya memecat empat anggota Dit Sabhara Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu. Kala itu keempat kedapatan tangan mengkonsumsi narkoba.
Kala itu, Idham meminta Kabid Propam untuk memproses cepat pidananya dan langsung memecat. “Perintah saya sama Kabid Propam, serahkan narkoba proses pidananya dan pecat. Itu saja, enggak usah lebih-lebih. Cukup kalimatnya,” tutur Idham.
Pernyataan Idham pun menjadi tamparan keras bagi anggota yang terlibat kasus narkoba. Apalagi ia paham betul usia dan jenjang karier anggota tersebut.
“Di Direktorat Sabhara ada empat anggota yang ketangkap narkoba. Saya prihatin anggota itu baru Berpangkat Bripda. NRP 94 kalo enggak salah, artinya dia baru berumur 24 tahun. Ketangkap empat orang,” jelas Idham.
Sementara itu, Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Reza Arief, mengatakan, pemberantasan narkoba merupakan komitmenya. Untuk menjaga anggota terlibat narkoba, pihaknya rutin melakukan tes urine. “Jadi cara ini agar menjaga tidak terkena narkoba. Kalau kena baru kami pecat,” pungkasnya.(*Adyt)
CIBINONG – Permasalahan yang selalu terjadi di Kabupaten Bogor masih ada dugaan kongkalong antara pihak dari suatu Dinas ke Pengusaha yang bermain proyek .
Sebab itu Center for Budget Analysis (CBA) menilai proyek Jalan Pasir Ipis-Garehong memang diduga kuat bermasalah. Besar dugaan proyek ini sudah ada kejanggalan sejak proses lelang.
“Hal ini terlihat dari nilai proyek yang disepakati Dinas PUPR Kabupaten Bogor dengan pemenang proyek PT VUP senilai Rp36.713.248.000. Padahal perkiraan kami nilai proyek ini idealnya tidak lebih dari Rp32 miliar, ” kata Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis Jajang Nurjaman dalam pernyataan tertulis yang diterima wartawan .(4/12/2018).
Dengan dimenangkannya PT VUP oleh Dinas PUPR Kabupaten Bogor sebagai pemenang proyek mengakibatkan adanya pemborosan anggaran sampai Rp5,8 miliar.
Karena nilai proyek yang terlalu mahal, dalam pelaksanaannya juga terlihat bermasalah, banyak pekerjaan yang tidak sesuai dengan rencana awal. Hal ini biasa kami temukan dalam proyek-proyek yang sejak awal sudah bermasalah.
“Karenanya CBA meminta pihak Kejati Jabar, serius menuntaskan kasus proyek Pasir Ipis-Garehong. Oknum pejabat nakal yang bermain dalam proyek ini harus mendapatkan hukuman, jangan sampai mereka dibiarkan melenggang bebas hal ini akan mencederai hukum yang menjadi tombak keadilan ,” pungkasnya.(*Doeng)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyita sejumlah dokumen saat melakukan penggeledahan di Kantor Bupati Jepara Ahmad Marzuqi terkait kasus dugaan suap kepada hakim.
“Ada beberapa dokumen yang disita dari penggeledahan di sana,” ujar Febri saat ditemui di Jakarta Selatan, Selasa 4 Desember 2018.
Namun Febri belum bisa menjelaskan lebih lanjut terkait dokumen tersebut. Menurut dia penyidik harus menganalisa dokumen tersebut terlebih dahulu.
Selain itu Febri juga enggan menjelaskan perkara yang berkaitan dengan penggeledahan itu. Kata dia, tim masih di lapangan untuk melakukan kegiatan terlebih dahulu.
Febri menyatakan untuk pernyataan resmi KPK nanti disampaikan dalam konferensi pers, mulai dari proses hingga pihak yang dijadikan tersangka dalam kasus tersebut.
“Untuk perkaranya apa, tersangkanya siapa belum bisa kami sampaikan,” ujarnya
Namun kata Febri perkara tersebut merupakan penyidikan yang baru. “Ini kasus baru, penggeledahan di KPK tentu setelah adanya penyidikan,” ujarnya.
Sedangkan ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan penggeledahan di kantor Bupati Jepara Ahmad Marzuqi tersebut berkaitan dengan kasus dugaan suap kepada hakim.”Giat di Jepara bukan OTT tapi penggeledahan terkait kasus suap hakim,”ujarnya.
Agus mengatakan diduga Bupati Jepara memberikan uang kepada hakim terkait putusan praperadilan atas SP3 dari kejaksaan tinggi Jawa Tengah pada 2017. Perkara tersebut merupakan kasus putusan membatalkan status tersangka korupsi untuk Bupati Jepara Ahmad Marzuqi, pada November 2017.(*Adyt)
JAKARTA – Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin, dalam rapat dengan DPR pekan lalu, mengusulkan pembayaran haji 2019 ditetapkan dengan kurs Dolar AS. Sebab, pengalaman sebelumnya. pemerintah membayar selisih kurs dolar cukup besar pada pelaksanaan haji 2018.
Namun, usul Menag itu ditolak Komisi VIII DPR, yang Senin (3/12/2018) ini rapat dengar pendapat dengan Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Perhubungan, salah satu yang dibahas terkait Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
Komisi VIII mendesak Kemenag tetap menggunakan rupiah untuk pembayaran ibadah haji.
“Ya, ini masih dalam pembahasan. Tapi kami di Komisi VIII mendesak kepada Kementerian Agama untuk menggunakan nilai tukar Rupiah sebagai nilai tukar dalam proses ibadah haji ini,” kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily di DPR, Senin.
Menurut Ace, permintaan tersebut bukannya tanpa alasan. Sebab, hampir semua komponen penetapan haji menggunakan mata uang Rupiah. “Jadi ada beberapa seperti transportasi udara memang (pakai) Dolar, tapi itu harus dikembalikan ke mata uang kita rupiah. Dan kedua riyal bisa konversi ke rupiah,” kata politisi Golkar itu.
Menurut dia, untuk biaya haji, Komisi VIII berharap harganya tetap efisien. Seandainya ada kenaikan, kata Ace, jangan sampai terlalu tinggi. “Ini masih pembahasan awal. Kita dorong supaya tak terjadi kenaikan yang besar,” katanya.
Disebutkannya, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) memiliki indirect cost yang bisa dimanfaatkan. Ketersediaan dana tersebut bisa digunakan untuk mensubsidi selisih biaya haji akibat perbedaan kurs mata uang dan keperluan tambahan lain di Arab Saudi. (*Adyt)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan aliran dana lain dari tersangka suap mutasi jabatan Kabupaten Cirebon yakni Bupati (nonaktif) Cirebon, Sunjaya Purwadi Sastra dalam kegiatan PDI Perjuangan.
Jurubicara KPK, Febri Diansyah mengatakan pendalaman dilakukan dengan memeriksa Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Nico Siahaan menyusul adanya pengembalian dana dari kegiatan Sumpah Pemuda 2018 “Satu Indonesia Kita” oleh PDIP.
“Sejauh ini yang teridentifikasi dan sudah dikembalikan Rp. 250 juta,” ujar Febri di Plaza Festival, Kuningan, Jakarta, Jumat (30/11).
Sudah menjadi kebiasaan seorang kader partai menyumbang untuk kegitan partainya. Dalam hal ini, Sunjaya adalah kader PDIP yang memberikan dana untuk kegiatan yang diketuai Nico tersebut.
“Dalam kegiatan-kegiatan di partai politik sering kali ada sumbangan dari anggota dari kader partai politik tersebut,” ucap Febri.
Febri mengimbau kepada pihak-pihak terkait dengan kegiatan tersebut apabila masih ada dana yang diduga diberikan oleh Sunjaya untuk segera dikembalikan kepada KPK.
Bupati Cirebon Sunjaya Purwadi Sastra sudah dipecat dari keanggotaan PDIP setelah terjaring OTT KPK pada Rabu, 24 Oktober 2018. (*Adyt)
BOGOR – Tiga orang ditangkap karena membudidayakan ganja dan pohon katinon. Kebun tanaman terlarang seluas 400 m2 itu ditemukan di kaki Gunung Mas, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua.
Hal itu terungkap ketika polisi menggelar Operasi Antik 2018 yang berlangsung dari 24 November hingga tanggal 2 Desember 2018. Hal ini diketahui setelah polisi mendapat informasi dari masyarakat.
Kapolres Bogor, AKBP Andi M Dicky Pastika, didampingi Kasat Narkoba, AKP Andri Alam, mengatakan budi daya tanaman haram itu ada di hutan lindung Tugu Utara Cisarua, Puncak. Ketiga pria yang digelandang ke kantor polisi itu adalah S, Har dan AN.
“Mereka adalah pemakai ganja. Dari paket hemat ganja yang dibeli ini, biji ganja-nya disemai,” ujarnya dalam jumpa pers, (30/11/2018).
Menurutnya, dari ratusan batang pohon ganja ada 127 pohon yang sudah berukuran besar. “Pengakuan sementara, sudah 4 bulan mereka melakukan penanaman,” sambungnya. “Mereka bahkan memberikan madu pada biji ganja yang akan disemai di pot-pot plastik.”
Ia menjelaskan pembibitan dilakukan di rumah salah satu tersangka. “Di tempat penanaman itu, ada vila juga. Kami masih mendalami kasus ini,” tandasnya. (P Alam)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro