SEMARANG – Sekitar 50 kepala keluarga di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, menagih janji pemerintah untuk membayar ganti rugi tanah mereka yang dipakai untuk pembangunan tol Semarang-Batang. Meski telah resmi beroperasi sejak bulan Desember 2018 lalu, namun pembebasan lahan milik warga belum sepenuhnya beres.
Yusron (54 tahun), salah satu warga terdampak tol di Desa Rejosari, Kendal, itu mengaku telah menagih uang ganti rugi ke pihak PT Jasa Marga Semarang-Batang. Namun hingga kini nominal uang sebagai ganti rugi lahan mereka belum juga dibayarkan.
“Ada 30 warga yang tanahnya sudah dipatok untuk ruas tambahan tol Semarang-Batang. Meski beberapa kali kita tagih, tetap belum ada solusi,” kata Yusron saat hadir dalam diskusi bertema ‘Puji Bully Tol Trans Jawa’ yang digelar Forum Wartawan Provinsi Jawa Tengah, Rabu, 27 Februari 2019.
Yusron mengaku Badan Pertanahan Negara (BPN) sebelumnya kerap bertemu warga dan menjanjikan bahwa uang ganti rugi itu dibayar cepat. Namun realisasi pembayaran itu urung terjadi. Padahal nominal uang yang semestinya diterima warga sebagai ganti untung sudah jelas.
“Kami bingung harus ke mana lagi menagih janji. Banyak warga kami yang sudah telanjur ambil utang ke bank karena berharap dari ganti rugi tol ini,” ujarnya.
Menanggapi keluhan warga Kendal tersebut, Direktur Utama PT Jasa Marga ruas Semarang-Batang, Ari Irianto, mengaku tak bisa berbuat banyak lantaran biaya pengadaan lahan yang dikeluarkan telah habis. PT Jasa Marga bahkan masih nombok Rp1,5 triliun pasca pembangunan tol Trans Jawa ruas Semarang-Batang.
“Totalnya yang harus diganti mencapai Rp45 miliar. Dana talangan kita saja juga belum dibayar, saya juga terus nge-push (mendorong pencairan dana) ke Kementerian Keuangan,” kata Ari.
Ari menjelaskan untuk percepatan pembebasan lahan proyek pembangunan tol Trans Jawa itu, PT Jasa Marga awalnya mengeluarkan dana talangan Rp5,5 triliun. Namun, uang itu baru kembali Rp4 triliun.
Sehingga untuk membayar kembali lahan yang belum bebas, belum bisa dilakukan segera. Alasannya, untuk pengadaan tanah tahun 2016 sampai 2018 lalu, ada perjanjian pengembalian dana talangan untuk proyek strategis nasioanal (PSN) Antara Badan Usaha Jalan Tol (BUJT), Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), dan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN).
Namun, karena perjanjian itu hanya berlaku sampai tahun 2018, maka di tahun berikutnya sudah tidak ada payung hukum lagi untuk BUJT kembali menalangi.
“Kemarin rapat terakhir diusulkan untuk pembayaran 2019 langsung dari PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) membuat SPP (Surat Perintah Pembayaran) ke LMAN,” katanya.
SPP pun belum bisa dibuat lantaran permasalahan belum lengkapnya pemberkasan dari Badan Pertanahan Negara. Kondisi itu berdampak pada penyelesaian di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Lalu, ada juga masalah anggaran.
“Mudah-mudahan dari Kemenkeu, dari PPK bisa melengkapi dokumennya. Dan LMAN bisa segera mencairkan untuk pengembalian,” katanya. (*/D Tom)
JAKARTA – Calon Wakil Presiden (Cawapres) Sandiaga Salahuddin Uno berkomitmen memperjuangan nasib para guru honorer yang menurutnya hingga saat ini masih banyak yang belum merasakan kesejahteraan.
Hal itu disampaikan Sandiaga dalam acara Dialog Pendidikan Kebangsaan bersama ratusan alumni SMP 12 Jakarta di Roemah Djoeang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, (27/2/2019).
Menurut Sandiaga, selama dirinya bertemu dengan masyarakat Indonesia di 1.225 titik selama masa kampanye masalah pendidikan menjadi salah satu keluhan masyarakat. Mereka menginginkan pendidikan yang lebih baik terutama masa depan guru honorer yang masih jauh dari kata sejahtera.
“Bagaimana bisa guru honorer meningkatkan kompetensinya, kualitasnya kalau kesejahteraan mereka selama belasan atau puluhan tahun mendapatkan kesejahteraan yang sangat-sangat minim, ada yang gajinya kurang Rp 100 ribu per-bulan ada juga guru honorer yang statusnya tidak kunjung ditingkatkan setelah berpuluh-puluh tahun,” kata Sandiaga.
Untuk itu, lanjut Sandiaga, komitmen dirinya bersama Capres Prabowo Subianto yakni memperbaiki sistem pendidikan mensejahterakan para tenag guru honorer.
“Prabowo-Sandi ingin memperbaiki sistim pendidikan di Indonesia untuk memberikan kemudahan akses pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena ini telah dijanjikan dalam UUD 1945 bahwa salah satu janji pendiri bangsa adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan pendidikan adalah hal yang utama untuk mencerdaskan bangsa,” papar Sandiaga.
Mantan wakil gubernur DKI Jakarta ini menambahkan, saat ini kebanyakan guru honorer terkendala dengan masalah regulasi yang membatasi usia aparatur sipil negara (ASN) guru dimana usia 35 tahun tidak bisa diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Sandiaga pun berjanji akan mencarikan solusi.
“Kalau misalnya memang harus diubah kan regulasi itu kita bisa sesuaikan agar menghadirkan satu sistem pendidikan yang lebih baik kedepan. Jangan sampai regulasi kita menghambat, kuncinya itu sebenarnya adalah kualitas dari guru itu sendiri,” tutur Sandiaga.
Jika usia 40 tahun hingga 45 tahun telah menjalankan tugas dengan baik dan memiliki kualitas mengajar diatas rata-rata maka guru honorer wajib mendapat keadilan dengan peningkatan kesejahteraan dan status kata Sandiaga. (*/Ag)
JAKARTA – Capres Prabowo Subianto dinilai akan konsisten dengan ucapannya untuk mengembalikan lahan yang berstatus Hak Guna Usaha (HGU) kepada negara. Pernyataan itu disampaikan Prabowo saat acara debat kedua Pilpres 2019.
Namun, proses pengembaliannya harus sesuai ketentuan. Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Muktamar Jakarta, Humphrey Djemat mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus membuat perangkat hukum yang jelas.
“Seharusnya memang begitu aturan mainnya yang benar,” kata Humphrey, Jakarta, (26/2/2019).
Perangkat hukum tersebut berlaku secara umum dan tidak bersifat diskriminatif. Selain itu harus bertujuan jelas untuk apa lahan-lahan tersebut diambil negara. Misalnya untuk kepentingan masyarakat banyak dan bersifat sosial sehingga membawa kemakmuran bersama.
“Ingat, kita ini bukan negara komunis yang bisa seenaknya mengambil sesuatu hak kalau negara tersebut menghendakinya dengan alasan apa pun. Hak individual di negara kita secara hukum tetap dihormati walaupun kepentingan masyarakat banyak juga diperhatikan,” katanya.
Dia yakin, Jokowi tidak berani melakukan apa yang dipersyaratkan Prabowo Subianto terkait pengembalian lahan HGU dengan membuat aturan yang jelas. Banyak orang-orang dekat di sekeliling Jokowi yang membantunya selama ini juga memiliki lahanHGU dan sejenisnya yang jauh lebih besar dari Prabowo.
“Jangankan membuat perangkat hukum dalam mengambil lahan-lahan tersebut, mengumumkan nama-nama orang di republik ini yang punya lahan seperti Prabowo saja Jokowi tidak bisa, sebagaimana dia lakukan terhadap Prabowo,” pungkasnya.(*/WeL)
JAKARTA – Komisioner KPU, Viryan Aziz memastikan warga negara asing tak memiliki hak pilih di pilpres 2019, meski memiliki identitas kependudukan untuk tenaga kerja asing (TKA) yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia.
Ia menegaskan, hanya warga negara Indonesia yang tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT) dan memiliki e-KTP yang berlaku seumur hidup yang memiliki hak pilih untuk mencoblos di pemilu yang berlangsung pada 17 April mendatang.
“Bukan warga negara Indonesia punya KTP elektronik tentu tidak bisa menggunakan hak pilih atau tidak punya hak untuk memilih di pemilu kita,” ujar Viryan di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (26/2/2019).
Lebih jauh, dirinya tak menampik bahwa warga negara asing yang bekerja di tanah air berhak memiliki e-KTP khusus. Aturan ini tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
“Khusus aturan soal TKA dengan kondisi tertentu wajib punya e-KTP ada di pasal 63 dengan keterangan WNI dan orang asing yang memiliki izin tinggal tetap yang telah berumur 17 tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki e-KTP,” jelasnya.
Sebagaimana diberitakan, kabar kepemilikan KTP elektronik (e-KTP) oleh warga negara Tiongkok menggegerkan publik dan menjadi perbincangan di dunia maya sepanjang hari ini, Selasa (26/2/2019).
Di medsos, salah satu e-KTP milik WN Tiongkok yang viral di medsos adalah yang diketahui dimiliki oleh seorang pria bernama Guohui Chen. Dalam identitas kependudukan tersebut, tertulis bahwa Guohui lahir di Fujian pada tanggal 25 Maret 1977.
Guohui tercatat tinggal di Cianjur dengan status menikah. Pada foto yang sama, diketahui tertulis e-KTP yang dimiliki oleh pria asal Tiongkok yang beragama Kristiani ini tercatat berlaku hingga Maret 2023.(*/Adyt)
JAKARTA – Anggota DPR RI, Ahmad Sahroni mengatakan perlu ada edukasi kepada masyarakat agar mengedepankan azas presumption of innocence dalam setiap persoalan hukum yang terjadi di Indonesia, apalagi jelang pemilu serentak 2019.
Menurut dia, belakangan marak pemberitaan dukungan aparatur sipil negara (ASN) di sejumlah daerah yang dianggap tidak netral, mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden seperti yang terjadi di Jawa Tengah, Lampung maupun Sulawesi Selatan.
Sahroni menjelaskan sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Pasal 2 huruf f disebutkan bahwa salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah netratlitas.
Bagi pelanggar, kata dia, Pasal 280 Ayat (3) UU Pemilu juga mengikatnya dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Namun, sebaiknya semua pihak menunggu dari keputusan Sentra Gakkumdu Pemilu.
“Dalam konteks ini alangkah baiknya kita menahan diri untuk tidak mendahului Bawaslu maupun kepolisian sebelum hasil penyelidikan atau penyidikan diumumkan,” kata Sahroni, Senin (25/2/2019).
Menurut dia, para elit diharap tidak membuat situasi semakin panas atau berspekulasi dengan berbagai asumsi. Sebab, Bawaslu dan Polri pasti bekerja secara profesional serta proporsional. Maka, sebaiknya lebih baik menunggu proses dari Bawaslu maupun Polri.
“Kita tunggu Bawaslu dan Polri, karena mereka bekerja memegang azas equality before the law. Cepat lambatnya penanganan suatu perkara bergantung pada karakter perkara itu sendiri. Ada yang cepat dan ada yang membutuhkan proses panjang, proses itu yang wajib kita hormati,” tandasnya.(*/Wel)
JAKARTA – Seruan perang total yang disampaikan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko pertengahan Februari lalu masih menjadi perbincangan hangat publik. Perang yang dimaknai sebuah kompetisi boleh saja, asal tak brutal yakni menabrak adab dan aturan hukum yang berlaku.
Perang total sebagai bagian strategi bagi pemenangan di internal tim boleh dan sah-sah saja. Asal, kompetisi itu harus tetap berpijak pada adab dan aturan hukum yang berlaku. Kompetisi tidak boleh menabrak aturan apalagi dengan cara brutal.
Capres petahana Joko Widodo dalam kesempatan debat kedua tampak telah melakukan strategi perang total dengan mengungkit soal kepemilikan tanah yang dimiliki Prabowo Subianto, pesaing tunggalnya dalam Pilpres 2019 ini.
Mulanya Jokowi menyinggung soal program bagi-bagi sertifikat oleh pemerintahannya. Namun, program tersebut dikritik oleh Prabowo karena dinilai populer saat ini namun untuk masa mendatang akan menjadi masalah bagi generasi mendatang. Umpan balik Prabowo inilah yang memicu Jokowi menyinggung soal kepemilikan lahan Prabowo.
“Kita tidak memberikan kepada yang gede-gede.Saya tahu Pak Prabowo memiliki lahan yang sangat luas di Kaltim, sebesar 220 ribu hektare, juga di Aceh Tengah ada 120 ribu hektare,” sebut Jokowi dalam debat perdana. Menimpali pernyataan Jokowi, Prabowo menyatakan lahan yang dimiliki merupakan Hak Guna Usaha (HGU) yang sewaktu-waktu dapat diambilalih oleh negara.
Pernyataan Jokowi akhirnya menimbulkan polemik di publik. Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi menilai Jokowi telah keluar dari bingkai debat. Jokowi dituding menyerang pribadi Prabowo. Wapres Jusuf Kalla turut serta dalam hiruk pikuk polemik kepemilikan lahan Prabowo.
JK menyebutkan lahan yang dimiliki Prabowo dilakukan saat dirinya menjabat Wapres di periode Presiden SBY dan dilakukan secara legal. “Pak Prabowo memang menguasai, tapi sesuai UU. Sesuai aturan, mana yang salah? Kebetulan waktu itu saya yang kasih itu,” sebut JK.
Soal tanah kembali disinggung oleh Jokowi saat Pidato Kebangsaan yang digelar di Sentul International Convention Center (SICC) kembali menyinggung soal lahan. Meski tak sebut nama Prabowo, Jokowi tampak terlihat menyindir Prabowo yang saat debat kedua capres mengaku siap lahannya dikembalikan ke negara jika membutuhkan.
“Kalau ada konsesi besar yang ingin lahannya dikembalikan ke negara, saya tunggu, saya tunggu, saya tunggu sekarang,” kata Jokowi dalam pidato di hadapan pendukungnya, (24/2/2019).
Komunikasi gaya menyerang ala Jokowi ini bukan kali ini saja dilakukan. Sejumlah diksi yang muncul dari Jokowi dan menimbulkan polemik di publik juga menandai perubahan gaya komunikasi Jokowi dari yang semula lembut menjadi komunikasi menyerang. Diksi seperti genderuwo dan sontoloyo menjadi salah satu penanda narasi penyerangan ala Jokowi.
Di akar rumput, perang total juga tampak muncul dari pendukung Jokowi. Sejumlah aksi penyambutan pendukung Jokowi terhadap Prabowo dan Sandi saat berkampanye di daerah telah menjadi tren. Penyambutan dengan membentangkan spanduk serta yel-yel dukungan terhadap Jokowi selalu muncul saat Prabowo maupun Sandi berkampanye di suatu daerah.
Seperti yang dialami Sandiaga Uno saat hendak berkampanye di Kabupaten Tabanan, Bali, pada pekan lalu batal lantaran ditolak oleh warga di daerah tersebut. Begitu juga saat Prabowo berkunjung ke Jombang, Jawa Timur, pendukung Jokowi menyambutnya dengan membentangkan spanduk ucapan selamat datang. Namun di bagian lain, para pendukung Jokowi ini menegaskan tetap mendukung Jokowi.
Hingga saat ini Bawaslu tidak melakukan tindakan atas aksi-aksi penolakan maupun aksi di pinggir jalan dengan membentangkan spanduk dan meneriakkan yel-yel dukungan ke Jokowi oleh para pendukung Jokowi saat menyambut Prabowo maupun Sandi.
Selain itu, sejumlah video yang viral di media sosial belakangan muncul kiriman paket Pembawa Pesan yang dipaksa untuk diterima oleh warga. Paket itu bentuknya kotak panjang dengan gambar Jokowi-Ma’ruf. Di dalamnya terdapat tabloid satu eksemplar Pembawa Pesan serta panduan untuk mencoblos.
Dalam video yang beredar tampak terdapat adu mulut antar warga dengan pengirim paket. Dari video yang beredar, warga menolak menerima paketan tersebut. Pengiriman paket Pembawa Pesan ini tampak disebar masif seperti di pulau Sumatera termasuk di wilayah Jabodetabek. Terkait penyebaran paket Pembawa Pesan ini, Bawaslu hingga saat ini belum melakukan tindakan.
Kompetisi jelang hari H Pemilu 2019 harus tetap dilakukan dalam koridor etik dan hukum. Jangan sampai kompetisi ini dicederai dengan aktivitas yang menabrak etika dan hukum. Penyelenggara pemilu dan penegak hukum harus dipastikan bersikap netral dalam mengawal proses demokrasi ini.(*/Na)
JAKARTA – Pada pidato kebangsaan Calon Presiden Joko Widodo, Minggu (24/2/2019) banyak hal yang disampaikan Capres petahana itu. Namun, hanya satu isu yang paling menonjol yakni soal pengembalian lahan Hak Guna Usaha (HGU). Isu ini pun menggema di linimasa media sosial Twitter.
Pidato kebangsaan Capres Jokowi ramai dibincangkan. Sayangnya, bukan esensi dari pidato yang memuat program untuk lima tahun ke depan di periode kedua. Alih-alih ide-ide baru tersosialisasi dengan baik, justru publik menyoroti isi pidato yang menyangkut soal lahan Hak Guna Usaha (HGU).
Saat pidato kebangsaan Jokowi tampak menyindir pernyataan Prabowo Subianto saat debat kedua yang menyatakan siap mengembalikan lahan HGU yang dimiliki bila negara membutuhkan. “Jadi kalau ada konsesi besar yang ingin dikembalikan ke negara, saya tunggu, saya tunggu sekarang,” kata Jokowi.
Pernyataan Jokowi itu disambut gegap gempita oleh para pendukungnya. Teriakan “balikin…balikin…balikin” mengema dari para pendukung Jokowi di Sentul International Convention Center (SICC) itu. Ibarat tendangan dalam permainan sepakbola, pernyataan Jokowi itu seolah telah menggoalkan bola di kandang lawannya. Di media sosial, tanda pagar (tagar) #BalikinUntukRakyat sebagai umpan balik atas pidato Jokowi. Tagar ini dilambungkan oleh pendukung Jokowi.
Namun, tak berselang lama tagar itu berkumandang, tagar tandingan muncul di linimasa Twitter dan menjadi tandingan tagar sebelumnya. Tagar #BalikinHGUParaTaipan serta #PerpuHGU muncul menandingi tagar sebelumnya yang dimunculkan pendukung Jokowi.
Seperti #PerpuHGU yang mulanya disuarakan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Dalam kicauannya, Fahri menantang Jokowi untuk menerbitkan Perpu. Menurut dia, mumpung Prabowo setuju mengembalikan lahannya, sebaiknya Jokowi menerbitkan Perppu pengembalian HGU dari semua pengusaha lahan. “Ayo pak @jokowi ambil ballpoint teken sekarang juga. Bila perlu tulis tangan aja kalau ga ada tukang ketik. Simpel pak, berani ya,” tantang Fahri melalui akun Twitternya.
Namun, pernyataan Jokowi saat pidato kebangsaan diklarifikasi oleh Jokowi saat melakukan kunjungan ke Cicalap, Senin (25/2/2019). Menurut Jokowi pernyataannya tidaklah memaksa karena lahan HGU yang dimiliki Prabowo telah sesuai dengan hukum. “Kepastian hukum harus jelas sehingga kalau sudah diberi HGU ya ada jangka waktunya,” kata Jokowi.
Pernyataan Jokowi ini tampak mengklarifikasi pernyataan beberapa jam sebelumnya yang dengan menggebu-gebu dan diiringi dukungan pendukungnya menyerukan untuk mengembalikan lahan yang ingin dikembalikan ke negara. Belakangan, pernyataan itu diklarifikasi jika seruannya tidak memiliki sifat memaksa.
Pernyataan Jokowi ini tentu keluar batas dari norma hukum yang berlaku sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UU PA) di Pasal 30 yang mengatur soal siapa saja yang berhak menggunakan lahan Hak Guna Usaha. Di pasal 34 di UU yang sama juga diatur tentang berakhirnya masa HGU dengan berbagai ketentuan yang diatur. Selain UU PA, HGU juga diatur di PP No 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah.
Pernyataan Jokowi yang kembali memainkan isu HGU tampaknya alfa mengenyampingkan aturan hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pernyataan Jokowi tersebut tentu memiliki dampak politik lantaran selain dirinya sebagai capres, Jokowi saat ini juga menjabat sebagai Presiden RI hingga 20 Oktober 2019 mendatang.
Tindakan Jokowi yang kembali memainkan isu HGU tampak memercik muka Jokowi sendiri. Publik pun menantang keberanian Jokowi untuk melakukan perubahan aturan yang mengatur tentang HGU. Instrumen konstitusional yang dimiliki Jokowi yakni Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) dapat menjadi jalan keluar agar retorika Jokowi memiliki manfaat, tak sekadar retorika politik yang membuat kegaduhan di publik.(*/Ag)
PASURUAN – Sejumlah alim ulama yang berkumpul di Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur, Senin (25/2/2019), memberi dukungan dan mengajak masyarakat dan santri memilih paslon Prabowo-Sandiaga Uno.
Prabowo mengaku mendapat kehormatan besar.
Prabowo selain mendapat kehormatan besar dari dan mandat dari para ulama dan kiai, itu memastikan, saat dilantik menjadi presiden 2019-2024, ia akan menggunakan jabatannya untuk mensejahterakan rakyat.
“Saya bersumpah di hadapan para kiai dan habaib, kita akan basmi korupsi di republik ini. kita akan sejahterakan rakyat,” kata Prabowo disambut anggukan para alim ulama.
Bukan itu saja, Prabowo menyatakan, dirinya akan membela rakyat dan menginginkan rakyat bisa terangkat kehidupannya. “Saya tidak rela bila ada rakyat kelaparan, tidak sekolah. Rakyat harus kita bela,” tegas Prabowo.
Sebelumnya, pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur, Habib Abubakar bin Hasan Asegaf mengatakan, konsep kitab Imam Al-Ghazali yang berisi tentang nasihat kepada penguasa. Konsep kitab tersebut diyakini sesuai dengan visi misi paslon nomor utu 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Habib Abubakar lantas mengimbau masyarakat serta santri di Jawa Timur khususnya dan Indonesia pada umumnya, untuk memilih Prabowo-Sandi di Pilpres 17 April 2019. Habib Abubakar menilai, Prabowo adalah sosok nasionalis, idealis, dan patriot sejati yang layak dipilih sebagai pemimpin.
“Jangan lupa tanggal 17 April nanti pilih Pak Prabowo. Beliau berada di bawah kontrol ulama dan habaib. Beliau didampingi Sandiaga Uno yang berkomitmen menegakkan agama dan tinggi amaliah aswaja,” kata Habib Abubakar. (*/Gio)
JAKARTA – Chusnul Mari’ah, mantan Komisioner KPU membeberkan potensi-potensi kecurangan yang terjadi pada Pelimu 2019 yang digelar secara serentak.
Hal itu dia sampaikan dalam diskusi dengan tema ‘Menginventarisir Potensi Kecurangan di Pilpres 2019’.
Potensi kecurangan yang pertama yakni pemilu yang dilakukan secara serentak akan menyedot tenaga ekstra para penyelengara pemilu, utamanya saat penghitungan suara.
Saking banyaknya suara yang harus dihitung memungkinkan terjadi kesalahan, apalagi penghitungan suara Pilpres dilakukan terahir setelah legislatif.
“Anda bayangkan jam 11 malam semua sudah capek, terahir mari kita hitung surat suara Pilpres, kira-kira apa yang terjadi sementara sekarang dengan sistem pemilihan serentak legislatif,” kata dia di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, (25/2/2019).
Dia mengaku salah satu yang tidak sepakat Pemilu dilakukan secara serentak. Karena penghitungan legislatif akan terpinggirkan karena kalah populer dari Pilpres. Dia berpendapat jika mau Pilpres dijadikan satu dengan pemilihan tingkat DPR-DPD kemudian Provinsi dan DPRD di gelar sendiri. “Aturan main saja kita sudah bisa bermasalah,” ucap dia.
Chusnul melanjutkan, potensi kecurangan bisa terjadi pada tingkat penyelenggara. Kemudian tentu saja peserta Pemilu itu sendiri yang kemungkinan ingin menang sehingga melakukan kecurangan.
“Peserta juga mau menang kalau bisa menang tidak dengan cara halal kayak gitu. Padahal prinsip pemilu free and fair, bebas dan jujur,” ucap Chusnul.
Dari sudut peserta, imbuh Chusnul, yang harus di awasi adalah petahana baik tingkat eksekutif maupun legislatif. Karena mereka dianggap bisa mengakses dan menguasai aparatur negara, APBN, dan APBD yang menguntungkan mereka.
“Jadi bukan hanya eksekutif saja yang diawasi karena legislatif juga banyak petahana kan, incumben maju lagi untuk jadi anggota DPR, DPRD kota provinsi kabupaten, ini harus diawasi bagaimana akses menggunakan anggaran APBN APBD untuk kemudian itu bisa menguntungkan,” papar dia.
Selanjutnya, adalah dari pemilih itu sendiri karena dia menuding saat ini banyak bukan warga negara Indonesia tapi bisa memiliki e-KTP sehingga memiliki hak pilih. “Persoalan sekarang e-KTP bisa dimiliki oleh orang-orang asing misalnya, nah itu nanti bisa menghasilkan potensi kecurangan,” kata dia.
Kemudian yang harus diawasi, lanjut Chusnul, yakni formulir C1, C1 Plano, dan formulir C7. Formulir C7 adalah semua informasi mulai dari jumlah pemilih, jumlah surat suara, hasil dari surat suara, dan sebagainya.
Untuk itu dia berharap sejak sekarang sudah ada pengawasan terhadap panitia pemilihan kecamatan (PPK) larena logistik KPU sudah mulai bergerak.
“Lima anggota PPK wajib tahu dia diawasi, karena transaksi-transaksi sekarang akan sudah mulai didaerah kecamatan. Makanya dulu jamannya IT KPU 2004 yang kita bentuk IT KPU tingkat kecamatan. Kita kirim aktivis-aktivis mahasiswa. Jadi kalau dilihat dari situ semua potensi untuk melakukan kecurangan,” kata Chusnul.
Sekarang Chusnul menegaskan semua tergantung dari penyelenggara Pemilu yakni KPU, Bawaslu, dan DKPP dalam melaksanakan dan mengimplementasikan Undang-undang sehingga tercipta Pemilu yang bersih, jujur, dan adil. (*/Na)
CILACAP – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cilacap Ekspansi tahap I dengan kapasitas 1×660 MW, Senin (25/2/2019). Lokasinya ada di Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Presiden mengatakan pembangkit listrik dengan area seluas 38,28 hektare tersebut nantinya dapat menyuplai kebutuhan tambahan listrik untuk industri dan rumah tangga di Pulau Jawa. “Saya sangat menghargai pembangkit listrik tenaga uap di Cilacap. Besar ini, 660 MW, sehingga menambah suplai terutama di Jawa baik untuk industri maupun kekurangan yang ada di rumah tangga,” ucapnya.
Persoalan pemenuhan kebutuhan listrik memang menjadi salah satu fokus pemerintah selama beberapa tahun belakangan. Presiden mengatakan empat tahun lalu, kekurangan pasokan listrik biasa dialami oleh daerah-daerah di Indonesia bagian timur dan sejumlah wilayah terpencil lainnya.
“Kalau bapak dan ibu lihat di Indonesia bagian timur, di pulau-pulau terpencil, di desa-desa terpencil kita, empat tahun yang lalu masih banyak yang belum ada listriknya,” tuturnya.
Namun, pemerintah berupaya memenuhi kebutuhan akan listrik tersebut di seluruh Tanah Air. Berdasarkan data yang diterima Presiden, saat ini rasio elektrifikasi nasional telah mencapai 98,2 persen. Artinya, berbeda dengan empat tahun lalu, semakin banyak rumah tangga yang kini telah menikmati sambungan listrik.
“Tadi janjinya Pak Menteri ESDM akhir tahun ini 99,9 persen harus sudah masuk ke semua rumah tangga yang ada di seluruh Tanah Air ini,” kata Presiden.
Untuk diketahui, pembangunan PLTU Cilacap Ekspansi yang diresmikan oleh Presiden ini terdiri atas dua tahap. Tahap pertama dengan kapasitas 1×660 MW telah selesai dibangun sekaligus diresmikan Presiden dan diharapkan mampu melayani tambahan pelanggan baru hingga 682.000 pelanggan dari kelompok rumah tangga.
Sementara untuk tahap kedua, pembangunan diperkirakan selesai lebih cepat dari target semula. Pembangunan PLTU Cilacap Ekspansi tahap kedua dengan kapasitas mencapai 1×1.000 MW akan selesai pada akhir tahun 2019 ini.(*/D Tom)
“Masih ada sisa 1.000 MW yang juga akan diselesaikan nanti akhir tahun ini. Tadi bisik-bisik Pak Dirut ke saya: ‘Pak, ini kelihatannya bisa maju satu tahun’. Harusnya tahun 2020 tapi mungkin akhir tahun ini insyaa Allah bisa kita selesaikan,” ucap Presiden.
Dengan tambahan 1×1.000 MW tersebut pemerintah melalui PLN akan mampu menyediakan pasokan kebutuhan listrik lebih banyak lagi kepada rakyat Indonesia.
Turut hadir mendampingi Presiden di antaranya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Bupati Cilacap Tatto Suwarto Pamuji. (*/D Tom)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro