JAKARTA - Seruan perang total yang disampaikan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko pertengahan Februari lalu masih menjadi perbincangan hangat publik. Perang yang dimaknai sebuah kompetisi boleh saja, asal tak brutal yakni menabrak adab dan aturan hukum yang berlaku.
Perang total sebagai bagian strategi bagi pemenangan di internal tim boleh dan sah-sah saja. Asal, kompetisi itu harus tetap berpijak pada adab dan aturan hukum yang berlaku. Kompetisi tidak boleh menabrak aturan apalagi dengan cara brutal.
Capres petahana Joko Widodo dalam kesempatan debat kedua tampak telah melakukan strategi perang total dengan mengungkit soal kepemilikan tanah yang dimiliki Prabowo Subianto, pesaing tunggalnya dalam Pilpres 2019 ini.
Mulanya Jokowi menyinggung soal program bagi-bagi sertifikat oleh pemerintahannya. Namun, program tersebut dikritik oleh Prabowo karena dinilai populer saat ini namun untuk masa mendatang akan menjadi masalah bagi generasi mendatang. Umpan balik Prabowo inilah yang memicu Jokowi menyinggung soal kepemilikan lahan Prabowo.
"Kita tidak memberikan kepada yang gede-gede.Saya tahu Pak Prabowo memiliki lahan yang sangat luas di Kaltim, sebesar 220 ribu hektare, juga di Aceh Tengah ada 120 ribu hektare," sebut Jokowi dalam debat perdana. Menimpali pernyataan Jokowi, Prabowo menyatakan lahan yang dimiliki merupakan Hak Guna Usaha (HGU) yang sewaktu-waktu dapat diambilalih oleh negara.
Pernyataan Jokowi akhirnya menimbulkan polemik di publik. Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi menilai Jokowi telah keluar dari bingkai debat. Jokowi dituding menyerang pribadi Prabowo. Wapres Jusuf Kalla turut serta dalam hiruk pikuk polemik kepemilikan lahan Prabowo.
JK menyebutkan lahan yang dimiliki Prabowo dilakukan saat dirinya menjabat Wapres di periode Presiden SBY dan dilakukan secara legal. "Pak Prabowo memang menguasai, tapi sesuai UU. Sesuai aturan, mana yang salah? Kebetulan waktu itu saya yang kasih itu," sebut JK.
Soal tanah kembali disinggung oleh Jokowi saat Pidato Kebangsaan yang digelar di Sentul International Convention Center (SICC) kembali menyinggung soal lahan. Meski tak sebut nama Prabowo, Jokowi tampak terlihat menyindir Prabowo yang saat debat kedua capres mengaku siap lahannya dikembalikan ke negara jika membutuhkan.
"Kalau ada konsesi besar yang ingin lahannya dikembalikan ke negara, saya tunggu, saya tunggu, saya tunggu sekarang," kata Jokowi dalam pidato di hadapan pendukungnya, (24/2/2019).
Komunikasi gaya menyerang ala Jokowi ini bukan kali ini saja dilakukan. Sejumlah diksi yang muncul dari Jokowi dan menimbulkan polemik di publik juga menandai perubahan gaya komunikasi Jokowi dari yang semula lembut menjadi komunikasi menyerang. Diksi seperti genderuwo dan sontoloyo menjadi salah satu penanda narasi penyerangan ala Jokowi.
Di akar rumput, perang total juga tampak muncul dari pendukung Jokowi. Sejumlah aksi penyambutan pendukung Jokowi terhadap Prabowo dan Sandi saat berkampanye di daerah telah menjadi tren. Penyambutan dengan membentangkan spanduk serta yel-yel dukungan terhadap Jokowi selalu muncul saat Prabowo maupun Sandi berkampanye di suatu daerah.
Seperti yang dialami Sandiaga Uno saat hendak berkampanye di Kabupaten Tabanan, Bali, pada pekan lalu batal lantaran ditolak oleh warga di daerah tersebut. Begitu juga saat Prabowo berkunjung ke Jombang, Jawa Timur, pendukung Jokowi menyambutnya dengan membentangkan spanduk ucapan selamat datang. Namun di bagian lain, para pendukung Jokowi ini menegaskan tetap mendukung Jokowi.
Hingga saat ini Bawaslu tidak melakukan tindakan atas aksi-aksi penolakan maupun aksi di pinggir jalan dengan membentangkan spanduk dan meneriakkan yel-yel dukungan ke Jokowi oleh para pendukung Jokowi saat menyambut Prabowo maupun Sandi.
Selain itu, sejumlah video yang viral di media sosial belakangan muncul kiriman paket Pembawa Pesan yang dipaksa untuk diterima oleh warga. Paket itu bentuknya kotak panjang dengan gambar Jokowi-Ma'ruf. Di dalamnya terdapat tabloid satu eksemplar Pembawa Pesan serta panduan untuk mencoblos.
Dalam video yang beredar tampak terdapat adu mulut antar warga dengan pengirim paket. Dari video yang beredar, warga menolak menerima paketan tersebut. Pengiriman paket Pembawa Pesan ini tampak disebar masif seperti di pulau Sumatera termasuk di wilayah Jabodetabek. Terkait penyebaran paket Pembawa Pesan ini, Bawaslu hingga saat ini belum melakukan tindakan.
Kompetisi jelang hari H Pemilu 2019 harus tetap dilakukan dalam koridor etik dan hukum. Jangan sampai kompetisi ini dicederai dengan aktivitas yang menabrak etika dan hukum. Penyelenggara pemilu dan penegak hukum harus dipastikan bersikap netral dalam mengawal proses demokrasi ini.(*/Na)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro