JAKARTA - Anggota DPR RI, Ahmad Sahroni mengatakan perlu ada edukasi kepada masyarakat agar mengedepankan azas presumption of innocence dalam setiap persoalan hukum yang terjadi di Indonesia, apalagi jelang pemilu serentak 2019.
Menurut dia, belakangan marak pemberitaan dukungan aparatur sipil negara (ASN) di sejumlah daerah yang dianggap tidak netral, mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden seperti yang terjadi di Jawa Tengah, Lampung maupun Sulawesi Selatan.
Sahroni menjelaskan sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Pasal 2 huruf f disebutkan bahwa salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah netratlitas.
Bagi pelanggar, kata dia, Pasal 280 Ayat (3) UU Pemilu juga mengikatnya dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Namun, sebaiknya semua pihak menunggu dari keputusan Sentra Gakkumdu Pemilu.
"Dalam konteks ini alangkah baiknya kita menahan diri untuk tidak mendahului Bawaslu maupun kepolisian sebelum hasil penyelidikan atau penyidikan diumumkan," kata Sahroni, Senin (25/2/2019).
Menurut dia, para elit diharap tidak membuat situasi semakin panas atau berspekulasi dengan berbagai asumsi. Sebab, Bawaslu dan Polri pasti bekerja secara profesional serta proporsional. Maka, sebaiknya lebih baik menunggu proses dari Bawaslu maupun Polri.
"Kita tunggu Bawaslu dan Polri, karena mereka bekerja memegang azas equality before the law. Cepat lambatnya penanganan suatu perkara bergantung pada karakter perkara itu sendiri. Ada yang cepat dan ada yang membutuhkan proses panjang, proses itu yang wajib kita hormati," tandasnya.(*/Wel)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro