BOGOR – Tantangan pers nasional ke depan semakin kompetitif. Jurnalis bukan hanya dituntut semakin peka dan peduli terhadap lingkungan dan sosial sekitarnya, tapi juga wajib meningkatkan kapasitas dan profesionalisme yang lebih bertanggung jawab.
“Salah satunya untuk mencapai itu, jurnaslime di Kabupaten Bogor wajib mengikuti uji kompetensi wartawan, sebab kita membutuhkan wartawan yang cerdas, memiliki keterampilan tinggi dengan karya yang dapat mendorong bagi kemajuan masyarakat dan mencegah penyalagunaan profesi wartawan,” tandas Ketua PWI Kabupaten Bogor, Khoirul Azwar.
Pernyataannya itu dilontrakan dalam syukuran Hari Pers Nasional (HPN) ke-70 di Kantor PWI Perwakilan Kabupaten Bogor, Selasa (9/2/2016). Syukuran yang dihadiri puluhan wartawan dan pejabat di Dinas Komunikais dan Informasi Kabupaten Bogor itu berlangsung sederhana dengan diisi tausyiah.
Menurutnya, uji kompetensi bagi wartawan tidak dimaksudkan untuk menghalangi seseorang untuk menjadi wartawan, tetapi dengan bekal kemampuan wartawan diharapkan dapat menjalankan tugasnya sebagai penyebar informasi yang profesional.
“PWI Pusat sendiri menargetkan 2016 ini, sebanyak 7.000 angotanya dapat mengikuti uji kompetensi,” tambahnya.
Dengan adanya kegiatan uji kompetensi wartawan, lanjutnya jurnaslime di Kabupaten Bogor akan terdorong untuk lebih meningkatkan daya saing dalam menghadirkan karya-karya jurnalistik yang berkualitas dan bertangung jawab. “Saya minta jurnalisme di Kabupaten Bogor untuk mempersiapkan diri dalam mengikuti uji kompetensi wartawan pada 2016 ini,” pintanya.
Sedangkan Basuki, jurnalis harian Bisnis Jakarta berharap uji kompetensi wartawan ini dapat mengikis sekaligus meminimalisir wartawan yang hanya bisa menakut-nakuti pejabat. “Ke depan juga saya berharap, jurnalisme di Kabupaten Bogor benar-benar lebih profesional, tanpa mau menjual profesinya dengan harga diri yang murah,” Pungkasnya.
(Adi)
BOGOR – Keberadaan Minimarket di Kabupaten Bogor diakui sejumlah pihak menuai ragam permasalahan baru di masyarakat. Tak hanya soal ancaman gerusan bagi Usaha Kecil Menengah (UKM), bisnis franchise ini juga membuka konflik carut marutnya perizinan, khususnya bangunan usaha.
Ironisnya, hal ini diperparah dengan sikap Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan (Disperindakop) Kabupaten Bogor, yang seolah angkat tangan soal keberadaan minimarket yang sudah menjelajah hingga ke pelosok Bumi Tegar Beriman.
Hal itu terlihat dari tak adanya data pasti soal jumlah minimarket yang ada di 40 Kecamatan se-Kabupaten Bogor. Kepala Seksi (Kasi) Perdagangan pada Disperindakop Kabupaten Bogor, Yatirun kepada wartawan disamping parkiran motor Disperindagkop di lokasi Tegar Beriman-Cibinong, mengatakan, Diskoperindag hanya memiliki tugas kajian terhadap keberadaan minimarket yang ada.
“Jadi kami hannya melakukan kajian saja dalam keberadaan pasar tradisional itu. Soal perizinan itu, semua ada di BPMPTSP mulai dari izin awal, izin usaha dan izin moderen. Dan kami sudah melakukan kajian sebanyak 748 minimarket dan sudah dilakukan pemetaan,” kata Yatirun.
Pernyataan Yatirun juga kian menguatkan adanya ‘missing link’ yang terputus antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait. Buktinya, dari hasil penulusuran beberapa waktu lalu, baik Diskoperindag maupun Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bogor, memiliki data berbeda soal keberadaan minimarket yang kini menjamur tak terkendali di Bumi Tegar Beriman.
Padahal, usaha franchise ini salah satu permasalahan serius yang kini dihadapi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. Selain kerap menuai keluhan, terutama dari pegadang kecil, tak sedikit minimarket yang kini beroperasi diduga banyak melakukan pelanggaran perizinan atau izin belum lengkap.
Kepala Diskoperindag Kabupaten Bogor, Azzahir sendiri pernah mengakui, hingga saat ini, pihaknya tidak mengetahui secara pasti soal jumlah minimarket di Kabupaten Bogor. Ia berdalih, hal ini diakibatkan, banyaknya data yang belum dikirim Kecamatan sesuai imbauan yang dikeluarkan Diskoperindag pada awal tahun lalu.(Adi)
BOGOR – Kementerian Koperasi & UKM merasa khawatir adanya kemungkinan penyalahmanfaatan atas dana bergulir yang digelontorkan Lembaga Pembiayaan Dana Bergulir (LPDB).
“Memang ada kekhawatiran tentang dana bergulir ini,” kata Agus Muharram saat berbicara pada Orientasi Wartawan Koperasi & UKM, Sabtu (6/2).
Untuk sektor riil bunganya 5 persen dan koperasi simpan pinjam (KSP) 8 persen. Sehingga bisa saja terjadi penyalahmanfaatan dana bergulir. Misalnya mereka mengajukan pinjaman dana bergulir untuk usaha peternakan.
Setelah disetujui pinjamannya, ia mengungkapkan dana bergulir yang didapatnya bukan dimanfaatkan untuk usaha peternakan, tapi ke usaha lain. Kasus seperti ini memang akuistik.
“Tapi hal ini perlu diatur. Harus ada peraturannya,” jelas Agus.
Bisa juga dana bergulir yang mereka peroleh, kemudian didepositokan ke bank untuk mendapat keuntungan dari selisih bunga. Padahal dana bergulir tersebut digelontorkan kepada usaha kecil menengah untuk menggerakkan atau mengembangkan roda usahanya.
“Ini harus diantisipasi dalam rangka transparansi. Apalagi LPDB tidak memiliki cabang di daerah,” ujarnya.
Untuk membuktikan adanya penyalahpemanfaatan dana bergulir yang dikelola LPDB, pihak kementerian selalu melakukan monitoring. “Tugas wartawan juga untuk mengawasi,” katanya singkat. (*Jun)
DEPOK – Wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) saat ini menyebar di sejumlah daerah di tanah air, salah satunya Kota Depok. Untuk awal tahun per akhir Januari 2016, ada 142 warga Depok terserang DBD.
Sementara jumlah pasien di RSUD Depok yang melebih 200 pasien bukan warga yang ber-KTP Depok seluruhnya tetapi juga berasal dari luar Kota Depok. Namun Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok Lies Karmawati menegaskan jumlah itu masih lebih rendah ketimbang bulan yang sama di tahun lalu.
“Ada 142 penderita DBD se-Kota Depok. Membandingkannya dengan tahun lalu di bulan yang sama ada 200-an. Ini karena sejak bulan November masih sepi pemberitaan soal DBD lalu mendadak Januari semua daerah lain juga mewabah sehingga semua juga ikut peduli jadinya,” jelas Lies di Balaikota Depok, (5/2).
Lies mengungkapkan sejak bulan Januari 2016, sudah ada tiga pasien meninggal karena DBD. Hal itu dipengaruhi daya tahan tubuh seseorang dan tingkat keganasan virus DBD masing-masing penderita.
“Januari ada dua meninggal, lalu satu lagi meninggal baru-baru ini. Di sekolah pun guru juga harus memantau jentik. Sosialisasi terus menerus cegah DBD dengan Pola Bersih Hidup dan sehat (PHBS) di dalamnya ada Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan 3M serta pemeriksaan jentik berkala,” katanya.
Sementara itu orangtua murid di sejumlah sekolah mengaku resah dengan mulai banyaknya siswa yang tidak masuk sekolah karena dirawat di rumah sakit terserang penyakit akibat gigitan nyamuk Aedes Agepty ini. Para orangtua meminta agar sekolah tempat anak mereka belajar untuk di-fogging. (okz/Idr)
BOGOR – Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, turut mendesak operasional Tempat Penampungan Sampah Terpadu (TPST) Nambo segera direalisasikan agar persoalan sampah tidak lagi menjadi polemik di masyarakat, menyusul aksi pemblokiran yang dilakukan LSM Korek di TAP Galuga.
“Kami sudah medesak melalui surat, maupun secara lisan kepada pemerintah provinsi maupun pusat, minta bantuan agar TPST Nambo segera dioperasikan,” kata Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Kota Bogor, Irwan Riyanto, di Bogor, (31/1/2016).
Selama empat hari, sampah di tingkat penampungan sementara tidak terangkut karena truk sampah tidak bisa membuang muatan ke TPA Galuga akibat diblokir LSM yang mengatasnamakan Koalisi Rakyat Ekonomi Kecil (Korek). LSM menilai Pemkot dan Pemkab Bogor tidak menjalani amanat perjanjian damai terkait pemanfaatkan TPA Galuga yang disepakati tahun 2002.
Isi perjanjian tersebut terkait kompensasi bagi warga dengan adanya aktivitas pengelolaan sampah di TPA Galuga seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur, pembinaan, layanan air bersih, pemeliharaan jalan, IPAL, pembuatan kolam leacheate, dan relokasi yang harus direalisasikan 2015 lalu.
“Relokasi itu harusnya sudah dilakukan 2015, tetapi karena TPST Nambo belum selesai pembangunan sehingga belum bisa dilaksanakan,” kata Irwan.
Aksi pemblokiran yang dilakukan minggu lalu bukanlah yang pertama, kejadian serupa juga pernah dilakukan awal Januari 2016 dan tahun-tahun sebelumnya. Solusi jangka pendek yang dilakukan pemerintah agar tumpukan sampah tidak menggangu kenyamanan masyarakat membuangnya ke Bantar Gebang dan Sukabumi. Namun, langkah tersebut tidak ditempuh kali ini oleh Pemerintah Kota Bogor.
Menurut Irwan, solusi untuk persoalan sampah di Kota Bogor adalah operasional TPST Nambo, memperbanyak pengelolaan sampah di tingkat masyarakat melalui TPS 3R dan Bank Sampah.
“Saat ini baru ada 25 TPS 3R tersebar di belasan kelurahan. Idealnya kita butuh TPS 3R di setiap RW. Hanya saja terkendala soal lahan, dan izinnya,” kata dia.
Ia mengatakan, produksi sampah Kota Bogor sekitar 2.673 meter kubik per hari. Jumlah sampah yang dapat terangkut oleh 116 armada truk hanya sekitar 1.900 meter kubik, sisanya 30 persen tidak terangkut. Sampah yang tidak terangkut ini, sekitar 10-15 meter kubik diolah di TPS 3R.
“Menurut informasi dari provinsi, TPST Nambo baru akan beroperasi Oktober 2017. Jika ini lancar, jika terkendala, artinya TPA Galuga masih diperlukan. Sementara ada penolakan, TPS 3R harus dimaksimalkan,” katanya.
Desakan agar TPST Nambo segera direalisasikan juga disampaikan oleh Bupati Bogor yang menilai kehadiran Nambo sebagai solusi persoalan sampah di tiga kota yakni Kota dan Kabupaten Bogor serta Depok.
“Adanya penolakan warga di TPA Galuga menjadi persoalan yang kita pikirkan bersama, desakan relokasi baru dapat dilakukan melalui pembangunan TPST Nambo, karena ini akan menjadi soluasi bagi Kota, dan Kabupaten Bogor, serta Depok,” kata Bupati Bogor, Nurhayanti.
Nurhayanti mengatakan, Pemerintah Kabupaten Bogor terus mendorong agar pembangunan TPST Nambo dapat segera terwujud, dengan memeprsiapkan segala kebutuhan untuk pengoperasian TPST yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
“Jalan menuju TPST Nambo sudah selesai, pembebasan lahan untuk jalan sudah selesai, jalan juga sudah kita serahkan ke provinsi. Ini niat baik kami (Pemkab Bogor) agar TPTS Nambo segera beroperasi,” katanya.
Ia mengatakan, belum lama ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menginformasikan TPST Nambo baru akan beroperasi pada Oktober 2017. Pembangunan fisik juga sedang berjalan.
“Jika TPST Nambo beroperasi, akan menjadi solusi persampahan di Kota dan Kabupaten Bogor, serta Kota Depok. Pengolahan sampah sebagai sumber energi alternatif juga akan dimanfaatkan oleh Indocement,” tandasnya.(*Dung)
BOGOR – Maraknya bangunan liar (Bangli) di sepanjang Jalan Sirojol Munir, Kelurahan Tengah, Kecamatan Cibinong, sepertinya akan terus tumbuh. Padahal, keberadaannya dinilai sudah melanggar aturan, terutama soal penyempitan Garis Sempadan Sungai (GSS).
Hal ini dikuatkan dengan pengakuan Kepala Bidang Pembinaan dan Pemeriksaan (Kabid Riksa) Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Agus Ridhallah yang menjelaskan, hingga saat ini, Pol PP belum menerima surat limpahan apapun dari Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman (DTBP) Kabupaten Bogor terkait bangli tersebut.
“Jika sudah ada limpahan kita akan proses, apalagi sampai belum memiliki IMB, tentunya akan dilakukan pembongkaran,” katanya saat dihubungi wartawan, (24/1).
Terpisah, Kasubag Tata Usaha, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengairan wilayah I Cibinong, Wiwik Yulia Ningsih mengaku angkat tangan terkait pelanggaran tersebut. “Bangunan itu benar berdiri disepajang saluran irigasi. Dimana saluran itu merupakan sodetan dari Kali Baru,” kata Wiwik akhir pekan lalu.
Ia menjelaskan, kaitan dengan bangunan adalah ranahnya UPT Tata Bangunan dan Pemukiman wilayah I Cibinong, bukan UPT Pengairan. Akan tetapi bangunan tersebut berdiri diatas saluran irigasi.
“Silahkan ke Tata Bangunan, terkait bangunannya. Namun kaitan dengan irigasinya itu benar dibawah naungan Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP),” ucap Wiwik
Sementara Pengawas UPT Tata Bangunan dan Pemukiman, wilayah kerja Cibinong, Rizky, pada saat dimintai tanggapannya soal bangli tersebut mengatakan, sudah pernah memanggil pemilik bangunan tersebut, bahkan sudah tiga kali dilayangkan surat teguran.
“Sudah dipanggil tiga kali. Tapi kedatangan si pemilik bangunan tidak dapat memperlihatkan kelengkapan izin mendirikan bangunan (IMB) tersebut,” kata Rizky .(*Sam)
BOGOR – Jalur puncak yang begitu padat mengharuskan Kapolres Bogor AKBP Suyudi Ario Seto menempuh cara tersendiri untuk memantau kondisi lalulintas di Jalur Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Perwira menengah Polri itu gagah mengendarai sebuah sepeda motor Harley Davidson menuju Jalur Puncak Bogor.
Suyudi Ario Seto mengecek jalur Puncak mulai dari Simpang Gadog hingga kawasan Puncak, saat lalu lintas diberlakukan satu arah ke bawah.
Harley Davidson yang ditunggangi Suyudi merupakan tipe Electra Glide Police warna putih.
Tulisan “Police” berwarna putih terpampang di bagian box kanan dan kiri motor.
Di bagian tangki terdapat tulisan Harley Davidson.
“Kami ingin cek jalur ke atas,” kata Suyudi sebelum berangkat menuju ke arah Puncak dengan pengawalan tiga polisi bermotor.
Para pengendara dan penumpang yang terjebak kemacetan mengamati kapolres dan rombongan meluncur memantau kondisi lalulintas.(*Sam)
BOGOR – Libur panjang Puncak menjadi tujuan yang begitu padat dengan kendaran yang berdatangan dari Jabodetabek . Ribuan kendaraan diperkirakann bakal memadati Jalur Puncak, Bogor sepanjang Minggu (27/12) hingga malam hari. Polisi mengimbau bagi pengendara hendak yang melintasi jalur ini sebaiknya menjelang dinihari.
“Insya Allah pada dinihari, jalan sepanjang jalur Puncak lancar,” imbau Kasatlnatas Polres Bogor AKP Bramsetyo Adji. Jika pada siang nanti, diperkirakan akan terjadi kepadatan di sepanjang jalur wisata ini hingga malam nanti.
”Sebab orang-orang usai liburan di kawasan Puncak, biasanya serentak meninggalkan Puncak pulang ke Jakarta dan sekitarnya pada hari Minggu,” ujarnya.
Sedangkan situasi kendaraan di sepanjang jalur ini mulai padat. Antrian panjang mulai terjadi selepas pintu Tol Ciawi. Menghindarai antrian panjang kendaraan, petugas Polres Bogor sejak pk.08:30 sudah memberlakukan satu jalur menuju Puncak. Penerapan one way ini menyusul sudah terjadi antian panjang selepas pintu Tol Ciawi.
“Memang antrian tak separah pada 23 dan 24 Desember kemarin, tapi kita berusaha mengatsipasinya dengan mempercepat buka jalur ke arah Puncak muali pk.08:30,,” jelasnya.
Bisanya sesuai jadwal mulai pukul 09:00-11:30, semua kendaraan hanya satu jalur ke arah Puncak. Artinya, lalu lintas kendaraan dari arah Puncak menuju ke bawah, yakni Jakarta dan Bogor ditutup atau lewat jalur alternatif.
Kemudian pada pukul 15:00-18:00, semua kendaraan satu jalur ke arah bawah atau arah Jakarta atau Bogor. (* Hak)
BOGOR – Wisata puncak menjadi favorit warga Jabodetabek karena menyuguhkan berbagai kuliner dan pemandangan alam terbuka .Sudah banyak yang tahu bila menuju lokasi wisata Puncak Bogor di akhir pekan pasti yang ada kemacetan panjang . Perlu berjam-jam untuk masuk ke kawasan Puncak dan daerah sekitarnya .
Kemacetan sudah menghadang dipintu gerbang Tol Ciawi sebab memakai sistem buka tutup dengan jam tertentu . Hal ini pasti dirasakan oleh warga yang akan menuju puncak .(19/12).
Salah satu warga dari Cibinong menuturkan “Ya begini Puncak setiap akhir pekan, macetnya parah . Nggak tahu kapan bisa nyaman wisata kesini,” kata Anita bersama suami dan empat anaknya.
Ribuan kendaraan yang bergerak bersamaan dari Jakarta ,Tangerang , Bekasi dan Depok membuat kawasan Puncak padat dan parkir sembarangan. sayangnya, sejak puluhan tahun lalu ruas jalan Puncak tidak berubah. Jalan tak diperlebar, hanya seperti apa adanya sementara kendaraan terus bertambah.
Jadi ketika semakin banyak masyarakat yang memiliki kendaraan dan memiliki keinginan berlibur ke Puncak, infrastruktur tidak memadai mengakibatkan macet sudah menjadi hal yang biasa di Puncak bagi warga puncak dan sekitarnya .
” memang harus sabar dan tidak ada cara lain agar sampai ditujuan ,” tandas Anita .(Adi)
BOGOR – Satpol PP kali ini di uji keberaniannya untuk membongkar lahan yang jelas melanggar dan juga didepan mata sebab masih dilingkungan perkantoran Pemkab Bogor .
Bangunan yang difungsikan sebagai kios membangun di lahan negara. Apalagi, sudah ada papan pengumuman atau plang yang menyatakan lahan tersebut milik negara. Pemilik dicurigai orang kuat. Tak mungkin rakyat biasa berani mendirikan bangunan di kawasan tersebut.
”Itu sudah menjadi tugasnya untuk mencari tahu siapa pemilik bangunan tersebut. Pasti ada orang penting di balik itu. Kami akan cari tahu,” jelasnya.
Jika ditemukan oknum dari DTBP membiarkan bangunan tersebut, sambung dia, maka akan dikenakan sanksi teguran, pemotongan gaji hingga pemecatan. Sanksi itu sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
“Kami akan terus gali informasi untuk mengetahui siapa pemiliknya,” ujarnya.
Tujuh bangunan permanen berupa kios yang bertengger di Jalan Simpang Kodim, RW 02, Kelurahan Tengah, Kecamatan Cibinong, mengusik ketenangan warga sebab berdiri dilahan pemerintah juga akan menyebabkan banjir .
Deretan bangunan yang digunakan tempat usaha yang berdiri di atas saluran irigasi itu dikhawatirkan mengundang banjir. Warga pun berharap pemerintah menertibkan deretan kios tersebut. “Kok bisa diizinkan, lahannya saja milik pemerintah,” kata warga setempat.
Warga juga mengaku heran kenapa aparat terkait membiarkan bangunan tersebut berdiri di lahan pemerintah. Setelah ditelisik, ternyata seorang politisi. Tahu orang kuat, warga bergeming. “Rupanya tokoh masyarakat yang punya,” paparnya.
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bogor Kukuh Sri Widodo mengatakan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan (DTRB) telah melayangkan surat teguran terhadap pemilik bangunan. Sehingga Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) memiliki pijakan untuk membongkar bangunan tersebut.
“Kalau tidak sesuai berarti melanggar. Apalagi ada plang larangan membangun,” tabdasnya. (Sam)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro