SERANG – Visi misi Gubernur Banten Wahidin Halim dan Wakil Gubernur Andhika Hazrumy salah satunya membuat reformasi birokrasi menjadi mudah dan berbasis teknologi. Salah satu implementasi reformasi birokrasi adalah penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
Di beberapa bidang sudah dilaksanakan secara elektronik, seperti Sistem Informasi Manajemen Pengangggaran, dan Pelaporan (Simral), perijinan, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sistem absensi, sistem pengukuran kinerja pemerintah, dan lain-lain.
Tahun 2019 ini, Pemprov Banten merambah aplikasi baru, yaitu adminsitrasi perkantoran dan pengaduan masyarakat.
“Ini babak baru Pemprov Banten dalam implementasi reformasi birokrasi,” kata Kepala Dinas Komunikasi Informatika Statistik dan Persandian Provinsi Banten, Komari,(31/3/2019).
Komari mengatakan, setelah disosialiasikan setiap OPD harus segera mengimplementasikan. Komari menjelaskan, penyelenggaraan administrasi perkantoran terutama di lembaga atau instansi pemerintahan yang biasanya dilakukan secara konvensional, harus sudah masuk babak baru yang disebut SPBE.
“Teknologi informasi sudah merupakan suatu kebutuhan yang mutlak sehingga perlu diterapkan, antara lain tata naskah dinas elektronik dan pengaduan masyarakat secara elektronik. Manfaat tata naskah dinas elektronik ini antara lain penghematan sumber daya seperti tenaga, kertas, waktu dan biaya serta sekaligus efisiensi penghematan anggaran,” jelasnya.
Betapa tidak, dengan cara konvensiona, sebut saja untuk mengirim surat, diperlukan berlembar-lembar surat yang mesti dicetak atau print-out. Selain itu, untuk mengirim surat-surat itu juga dibutuhkan tenaga caraka (staf pengantar surat) sementara jumlah caraka yang ada sangat terbatas. Lokasi antar satu kantor dengan kantor lainnya pun jaraknya tersebar.
“Dengan aplikasi diharapkan semua itu bisa diatasi sehingga lebih efisien, efektif dan murah,” kata Komari.
Komari juga menjelaskan tentang aplikasi pengaduan masyarakat. Pemerintah Provinsi Banten sudah mengembangan aplikasi e-Pormas yang kemudian akan diintegrasikan dengan alikasi yang sudah dikembangkan pemerintah pusat, yaitu Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) Lapor. SP4N Lapor merupakan sistem pengelolaan pengaduan yang terintegrasi dan berjenjang pada setiap penyelenggara pelayanan publik dalam kerangka sistem informasi pelayanan public.
“Sistem ini dibentuk untuk mendorong “no wrong door policy” yang menjamin hak masyarakat agar pengaduan dari manapun & jenis apapun disalurkan kepada penyelenggara pelayanan publik yang tepat dan berwenang,” tandasnya. (*/Dul)
SERANG – Pusat Vulkanonolgi dan Mitigasi Bencana Geologi memberikan peringatan kepada warga, khususnya nelayan untuk waspada dan tidak mendekat ke kawasan Gunung Anak Krakatau karena aktivitas kegempaan di gunung itu kembali cukup aktif sejak akhir Februari 2019.
Aktivitas Gunung Anak Krakatau yang semula sempat mengalami penurunan kini kembali terlihat mengalami aktivitas kegempaan, bahkan dalam beberapa hari terahir di akhir Februari lalu, aktivitas kegempaan di gunung anak krakatau teramati cukup aktif.
Deni Mardiono, Petugas Pusat Vulkanonolgi dan Mitigasi Bencana Geologi pada Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau, Minggu (3/3), di Pasauran Cinangka, Kabupaten Serang, Banten, meminta supaya masyarakat yang melakukan aktivitas di laut untuk memperhatikan jarak batas aman saat melakukan aktivitas, mengingat aktivitas kegempaan yang sewaktu-waktu disertai letusan, dihawatirkan dapat membahayakan keselamatan.
“Kami minta supaya warga yang beraktivitas di laut tetap waspada, untuk memperhatikan jarak aman, tetap menjauh di radius lima kilometer dari pusat kawah, ini demi keselamatan,” katanya.
Diketahui, dalam beberapa hari terahir aktivitas kegempaan Gunung anak Krakatau sempat terekam mengalami peningkatan. Dimana pada tanggal 23 Februari Gunung Anak Krakatau teramati mengalami erupsi dengan ketinggian kolom abu mencapai sekitar 500 meter dari permukaan laut,
Sementara tanggal 26 Februari Gunung Anak Krakatau teramati mengalami dua kali hembusan asap putih, gempa vulkanik dalam sebanyak enam kali, gempa tektonik lokal sebanyak satu kali.
Sedangkan pada 28 Februari Gunung Anak Krakatau teramati mengalami 18 kali kegempaan vulkanik dalam, 9 kali gempa tektonik lokal dan dua kali gempa tektonik jauh.(*/Dul)
PANDEGLANG – Pembangunan yang hanya berpusat di perkotaan dan tak memperhatikan daerah pedesaan membuat warga akan kesuliatan dalam tranportasi .
Akibat jalan berlumpur dan tidak bisa diakses kendaraan, Abah Tolib, warga Lebak Jeruk, Desa Pasirlancar, Kecamatan Sukaresmi, Pandeglang, ditandu pakai sarung ke puskesmas. Dibantu 2 orang, ia ditandu sekitar 3 kilometer ke puskesmas.
Warga setempat, Agus Angkasa, mengatakan kondisi jalan di kampung itu memang tak bisa dilalui kendaraan saat hujan. Makanya, saat Abah Tolib sakit, ia ditandu warga.
“Motor lamun musim hujan mah susah, amun musim halodo bisa jalan tapi taneuh (Motor kalau musim hujan susah, kalau musim kemarau bisa jalan tapi tanah),” kata Agus saat dihubungi media, Pandeglang, Banten, (3/3/2019).
Saat Abah Tolib ditandu, rekannya bernama Muhtadin ikut mendampingi. Ia juga mengambil gambar saat ditandu dan diunggah ke media sosial.
Kejadian warga sakit ditandu pakai sarung, menurutnya, beberapa kali terjadi di Sindangresmi. Selain belum ada pembangunan jalan, akses ke kampung-kampung rusak, apalagi ketika hujan.
“Kalau kejadian sakit musim hujan susah, gararati (sulit). Musim hujan ya kumaha deui (mau gimana lagi),” ujarnya.
Dimintai konfirmasi terpisah, Camat Sindangresmi Edih Rohedi mengatakan akses kendaraan ke rumah Abah Tolib di Lebak Jeruk memang sulit dijangkau. Tapi akses untuk ke desa, menurutnya, sudah bisa dilalui kendaraan.
“Kalau ke kampungnya rusak, nggak bisa kendaraan. Sudah diajukan ke pemkab, dari desa belum dianggarkan,” kata Edih.
Saat ini, menurutnya, pasien sudah di puskemas mendapatkan perawatan. “Ini juga pengen ke sana (puskesmas) betul tidaknya,” tandasnya.(*/Dul)
SERANG – Seiring dengan pertumbuhan jumlah kendaraan roda empat yang semakin meningkat, PT Marga Mandalasakti (ASTRA Tol Tangerang-Merak) meluncurkan dua inovasi dalam meningkatkan pelayanan kepada pengguna Jalan Tol Tangerang-Merak. Hal ini dilakukan sebagai upaya menfantisipasi terjadinya kemacetan.
Inovasi pertama yang dinamakan strategi 321 dengan mengembangkan sebuah sistem yang dinamakan Intelligent Traffic Management System yang semua lalu lintas dan aktivitas di jalan tol termonitor secara online menggunakan kamera pantau cerdas.
“Jadi sekarang ada layanan kalau orang lewat itu sudah bisa terpantau secara real time. Nah itu disebut dengan layanan intelligent traffic management system yang telah diimplementasikan,” kata Presiden Direktur PT Marga Mandalasakti (ASTRA Tol Tangerang-Merak) Krist Ade Sudiyono kepada wartawan.
Inovasi yang kedua, lanjut Krist, dengan perbaikan pelayanan di gerbang pembayaran. Transaksi tol dengan sistem Multi Lane Free Flow (MLFF) atau pembayaran tanpa berhenti di gerbang tol mulai diterapkan di Ruas Tol Tangerang-Merak.
“Uji coba sistem ini telah dilakukan mulai September 2018 dengan fokus awal menggunakan sistem Single Lane Free Flow (SLFF),” kata Krist.
Transaksi tol dengan sistem Elektronik Tol Collection (ETC) di gerbang pembayaraan tol dipasang tiga paket sistem yaitu Front-end, alat untuk membaca jenis dan nomor pelat kendaraan, lalu Middle-end alat untuk sistem perbankan dan back-end system untuk clearing.
“Fasilitas readers yang dipasang di alat pantau kamera, yang akan dibaca secara elektronik ke sistem komputerisasi atau back office, sehingga pembayaran tol lebih cepat,” tuturnya.
Sistem MLFF merupakan generasi kedua dari penerapan pembayaran e-money di setiap jalan tol. Jika kendaraan sudah dipasang On Board Unit (OBU) dan alat MLFF telah dipasang disetiap gerbang tol, maka pengemudinya tidak perlu lagi menempelkan kartu uang elektronik ke mesin transaksi dengan membuka kacanya.
“Jika di negara Jepang, kecepatan kendaraan yang bisa dibaca oleh alat OBU, maksimal 40 kilometer per jam. Tetap melaju dengan kecepatan tertentu, mesin MLFF akan membaca kendaraan yang telah dipasang OBU,” tuntasnya.(*/Dul)
LEBAK – Masyarakat adat Baduy di Desa Kanekes, Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten menolak bantuan dana desa sebesar Rp 2,5 miliar yang dikucurkan pemerintah.
Dana tersebut ditujukan untuk pembangunan infrastuktur guna menunjang pertumbuhan ekonomi di daerah itu.
“Penolakan itu, karena pembangunan dikhawatirkan merusak kelestarian adat,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Pemkab Lebak Rusito, di Rangkasbitung, Kamis, 14 Februari 2019, seperti di lansir Kantor Berita Antara.
Pengalokasian bantuan dana desa tahun 2019 untuk masyarakat Baduy sebesar Rp 2,5 miliar ditolak berdasarkan keputusan adat mereka.
Pemerintah daerah tidak bisa berbuat banyak dengan penolakan warga Baduy untuk menerima bantuan dana desa tersebut. Pihaknya sangat menghormati dan menghargai keputusan adat warga Baduy.
Saat ini, dana desa itu masuk ke anggaran kas daerah dan tidak bisa dikembalikan ke pemerintah pusat.
Kemungkinan dana desa masyarakat adat Baduy dapat digunakan untuk pengalokasian tahun 2020 bagi desa lain. “Kami sangat menghargai dan menghormati penolakan masyarakat Baduy itu,” kata Rusito.
Ia mengatakan, masyarakat adat Baduy mengkhawatirkan jika menerima dana desa untuk pembangunan infrastuktur, nilai-nilai budaya dan adat mereka akan tergusur dan hilang.
Sebab, permukiman adat Baduy seperti di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar menolak kehidupan modern, termasuk pembangunan jalan, penerangan listrik dan alat-alat elektronik.
Masyarakat Baduy harus patuh dan taat terhadap adat leluhurnya, sehingga keberatan jika permukiman adat itu mendapat bantuan dana desa.
Pembangunan infrastuktur yang dikhawatirkan masyarakat Baduy ke depan adalah, terhubung jalan-jalan batu dan aspal di kawasan permukiman mereka.
Apabila, kondisi jalan itu baik dipastikan masuk kendaraan roda dua hingga roda empat dapat mudah mengakses kawasan adat mereka. Hal inilah yang mendasari keputusan masyarakat adat Baduy menolak bantuan dana desa tersebut.
“Saya kira warga Baduy menerima bantuan dana desa cukup besar dibandingkan dengan desa lain, karena masuk kategori desa tertinggal,” ungkap Rusito.
Sementara itu, Saija, pemuka adat juga Kepala Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar mengatakan bantuan dana desa tahun 2019 ini ditolak berdasarkan keputusan adat.
Padahal, sebelumnya masyarakat Baduy menerima bantuan dana desa untuk pembangunan infrastuktur.
“Kami menolak bantuan dana desa karena khawatir hal itu merusak pelestarian adat dan budaya warga di sini,” katanya.(*/Dul)
BANTEN – Bencana tsunami yang terjadi pada Sabtu (22/12/2018) lalu tidak hanya menimbulkan trauma pada masyarakat, tapi juga membuat industri pariwisata hotel di wilayah Anyer-Cinangka, Kabupaten Serang menjadi mati suri.
Sepinya wisatawan yang datang mengakibatkan para pedagang bahkan pengelola restoran terancam gulung tikar.
Noni Alghofiky, menuturkan bencana tsunami selat sunda sangat berdampak pada para pedagangan di Pantai Anyer. Karena hingga sekarang ini, lokasi wisata Pantai Anyer ini masih sepi pengunjung.
Padahal kata pemilik restoran Pondok 191 Ikan Bakar, meski berdekatan dengan daerah yang terkena gelombang tsunami, daerah wisata Pantai Anyer sama sekali tidak terdampak.
“Kalau ingat momen libur natal dan tahun baru kemarin, rasanya pingin nangis karena lokasi wisata Pantai Anyer seperti kota mati. Pendapatan Rp 150 Juta yang biasa diperoleh setiap libur natal dan tahun baru hilang karena tak ada wisatawan yang berlibur padahal Pantai Anyer tidak terdampak tsunami,” ungkap Noni saat ditemui di resto miliknya di Desa Tambang Ayam, Kecamatan Anyer.
Noni mengaku sebelum terjadi tsunami selat sunda, setiap akhir pekan dirinya mampu meraup uang dari hasil usahanya paling sedikit Rp90 juta. Namun setelah terjadi tsunami restoran ikan bakarnya ini bisa dikatakan tidak ada pengunjung. Karena kondisi ini, dirinya terpaksa mengistirahatkan 11 pegawainya.
Agar usahanya tetap jalan, Noni hanya menyisakan satu pegawai, sedangkan sang isteri yang semula hanya ditugasi mengurus rumah tangga kini ditugaskan untuk membantu memasak jika ada pengunjung. Diapun meyakini, kondisi ini juga dialami pengusaha rostoran lainnya karena seluruh restoran di sepanjang Pantai Anyer konsumennya adalah tamu-tamu hotel dan wisatawan lainnya.
“Saya berharap pemerintah bisa memberikan solusi dan terobosan agar minat wisatawan untuk berkunjung ke kawasan wisata pantai yang terdampak tsunami kembali seperti semula. Kami maklum wisatawan masih trauma. Nah kalau tidak ada campur tangan pemerintah, saya yakin semua usaha bisa gulung tikar,” kata Asep.
Cerita yang sama juga dikatakan Amrin, 45, pedagang ikan yang terpaksa beralih profesi menjadi buruh serabutan. Untuk menafkahi isteri dan tiga anaknya, Amrin harus menjadi kuli bangunan bahkan sempat numpang menjadi juru parkir yang dikelola kerabatnya di daerah Pasar Anyer.
“Modal jualan ikan sudah habis karena terpakai untuk kebutuhan sehari-hari. Sekarang hidup prihatin, bekerja apa adanya, yang penting kebutuhan keluarga bisa tertutupi,” kata Amrin, yang mengaku warga Cikoneng, Kecamatan Anyer. (*/Dul)
PANDEGLANG – Bencana Tsunami Selat Sunda memporak porandakan beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Pandeglang dan Serang juga daerah Lampung, Sabtu (22/12/2018) malam.
Tsunami ini diduga akibat longsoran dari aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK).
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebut status Gunung Anak Krakatau kini naik dari level waspada menjadi siaga. Kini warga di pesisir pantai di Kabupaten Pandeglang merasa was-was karena aktivitas erupsi GAK masih terjadi dan suaranya terdengar keras menggelegar.
Salah seorang warga pesisir di Kecamatan Labuan, Pandeglang, Herman menuturkan dirinya selalu was-was ketika mendengar gemuruh Gunung GAK. Ia mengaku khawatir jika dentuman itu kembali menyebabkan longsor dan terjadi tsunami.
“Was-was aja apalagi statusnya naik dari level waspada menjadi siaga. Iya yang dikhawatirkan ada tsunami susulan,”ungkap Nanang, Kamis (27/12/2018).
Karena aktifitas dan status gunung GAK meningkat, Nanang mengaku terpaksa akan mengungsi ke rumah saudaranya yang aman dari bencana karena takut ada tsunami susulan. Dikatakannya, memang pada saat terjadi bencana tsunami tempat tinggalnya tidak terkena bencana.
“Untuk keselamatan keluarga, saya pilih untuk mengungsi ke lokasi yang aman jauh dari ancaman tsunami,”tandasnya.(*/Dul)
SERANG – Upaya memperkuat ukuwah islamiah, Pemerintah kota (Pemkot) Serang menggelar pawai panjang mulud, (11/12/2018).
Konvoi dilakukan dari alun-alun timur menuju Islamic Centre Kota Serang diikuti seluruh organisasi perangkat daerah, kecamatan, pelajar di Kota Serang.
Seluruh peserta memamerkan berbagai macam panjang mulud tersebut kepada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Serang Syafrudin-Subadri Ushuludin serta masyarakat sekitar.
Puluhan ornamen panjang mulud diarak menuju Islamic Centre Kota Serang. Setelah dilakukan pawai para peserta tersebut langsung melakukan ngropok bersama.
Syafrudin mengatakan, kegiatan tersebut menjadi salah satu bentuk pembangunan di Kota Serang. Selain itu, keberadaan budaya panjang mulud pun sesuai dengan visi misi keduanya sebagai kepala daerah yang baru saja dilantik pada 5 Desember 2018 lalu.
“Kota Serang harus menjadi kota peradabaan yang ditandai adanya pembangunan lingkungan dan budaya. Sebab di Kota Serang ini potensi budayanya sangat banyak. Ini juga sebagai tradisi Kota Serang,” kata Syafrudin kepada wartawan.
Ketua panitia sekaligus Kepala Disdikbud Kota Serang, Akhmad Zubaidillah menuturkan kegiatan panjang mulud bertujuan untuk memperkuat ukuwah islamiah dan mempererat tali silaturahmi antara pemerintah dengan ulama di Kota Serang. Adanya panjang mulud diharapkan dapat membantu menguatkan budaya yang ada didalamnya. (*/Hen)
SERANG – Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) kembali membuat gebrakan. Setelah menata simpang Pal Lima akses ke Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), dan akses gerbang tol Serang Timur, WH mengancam akan membongkar hotel yang berada di dekat pantai atau berjarak hanya 50 meter dari bibir pantai.
Namun, langkah tersebut akan diambil setelah rancangan peraturan daerah (raperda) tentang zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil rampung menjadi Peraturan Daerah (perda). Untuk memperkuatnya, Perda tersebut akan didukung oleh Peraturan Gubernur (Pergub).
“Sedang kita bahas nanti ada pergubnya, saya bongkar nanti kalau sudah ada perdanya. Gubernur yang bongkar itu bangunan-bangunan dekat pantai. Kasih tahu sekarang, gubernur akan membongkar yang dekat pantai,” ujarnya kepada wartawan di Kantor Bappeda Banten, KP3B, Kota Serang.
Dia mengatakan, semua pantai merupakan hak publik, sehingga tidak boleh dikuasai oleh seseorang. “Namanya pantai punya publik, bukan milik pribadi.Saya bongkar kalau sudah ada perdanya, saya bongkar, gubernur yang bongkar, gubernur yang bongkar itu bangunan-bangunan yang deket pantai,” tegasnya.
Mantan Wali Kota Tangerang ini menuturkan, sebagai hak publik maka dalam area garis sempadan pantai tidak boleh didirikan bangunan. “Kewenangan pemprov, wilayah pesisir itu 0-12 mil, enggak boleh eksklusif (privatisasi). Pembangunan (dari) garis sempadan (harus berjarak) 50 meter pada pantai. Itu nanti kita laksanakan (penertiban). Pantai sebenarnya punya hak publik, yang namanya pantai milik publik, enggak ada yang milik pribadi,” tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Harian Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Banten, Ashok Kumar menyambut baik rencana pemprov yang akan membuat aturan tentang garis sempadan pantai, yang ujungnya nanti melarang bangunan hotel di antara garis sempadan.
Namun, menurut dia, aturan itu baiknya diberlakukan untuk hotel yang baru akan dibangun setelah aturan ini berlaku. Ia mempertanyakan alasan Gubernur Banten yang akan menjadikan aturan ini sebagai dasar membongkar hotel yang sudah lebih dulu dibangun. Sebab, hotel yang sudah berdiri memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) dan mematuhi pembayaran pajak bumi dan bangunan. “Mereka sudah ada sebelum provinsi ini (Banten) ada,” katanya.
Kemudian, kata dia, jika semua hotel yang melanggar garis sempadan dibongkar maka secara otomatis di pantai nantinya akan berkurang hotel-hotel. “Kalau semua dibongkar, berarti engga ada lagi dong. Nah pemerintah siap enggak dananya, engga masalah kalau bongkar dibayar, orang mau pelebaran jalan aja engga bisa semena-mena, harus bayar,” pungkasnya .(*Fir)
SERANG – Pencabutan moratorium pembangunan proyek reklamasi Teluk Jakarta yang ditandatangani Menteri Luhut Binsar Panjaitan per 5 Oktober, dikhawatirkan mengancam nelayan di perairan Pontang dan Tirtayasa, Kabupaten Serang.
Hal itu lantaran sebelumnya, sebelas tahun perairan dua wilayah itu menjadi zonasi penambangan pasir laut untuk kepentingan reklamasi Teluk Jakarta. Bahkan, dampaknya sampai ke perairan Anyar dan Pulau Panjang, Kecamatan Pulo ampel.
Desakan Koalisi Nelayan Banten kepada Gubernur Banten agar menolak izin reklamasi laut di perairan Pontang dan Tirtayasa mendapat dukungan penuh dari Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah.
Tatu mengaku, keberatan dengan adanya SK Pencabutan Moratorium Pembangunan Proyek Reklamasi Teluk Jakarta. Tatu khawatir, SK pencabutan moratorium akan berdampak pada keberlanjutan pengerukan pasir laut di perairan Lontar, Kecamatan Pontang, dan Tirtayasa sebagai penyuplai pasir laut terbesar untuk reklamasi Teluk Jakarta.
“Kebijakan izin penambangan pasir laut menjadi kewenangan Pemprov Banten. Pemkab sudah tidak bisa memutuskan apakah harus dilanjutkan atau dihentikan. Namun saya berharap pengerukan pasir laut dapat penolakan dari Pemprov Banten,” terang Tatu, (16/10/2017).
Meski demikian, Tatu berjanji akan berkomunikasi langsung dengan Pemprov Banten soal keberlanjutan izin penambangan pasir laut tersebut. Bahkan, Tatu akan meminta Pemprov bisa terjun langsung ke masyarakat nelayan agar tidak salah mengambil kebijakan.
“DPRD beserta gubernur dan wakil gubernur Banten baiknya turun langsung ke masyarakat agar bisa mendengar langsung bagaimana efeknya,” pintanya.
Disinggung soal kegiatan penambangan pasir laut sebagai salah satu sektor menyumbang terbesar pendapatan asli daerah (PAD), adik Ratu Tatu Chosiyah ini memastikan, hal itu tidak lagi menjadi prioritas Pemkab. “PAD kan untuk masyarakat juga. Untuk apa PAD besar, tapi masyarakatnya terganggu,” pungkasnya. (*Yan)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro