BANTEN - Bencana tsunami yang terjadi pada Sabtu (22/12/2018) lalu tidak hanya menimbulkan trauma pada masyarakat, tapi juga membuat industri pariwisata hotel di wilayah Anyer-Cinangka, Kabupaten Serang menjadi mati suri.
Sepinya wisatawan yang datang mengakibatkan para pedagang bahkan pengelola restoran terancam gulung tikar.
Noni Alghofiky, menuturkan bencana tsunami selat sunda sangat berdampak pada para pedagangan di Pantai Anyer. Karena hingga sekarang ini, lokasi wisata Pantai Anyer ini masih sepi pengunjung.
Padahal kata pemilik restoran Pondok 191 Ikan Bakar, meski berdekatan dengan daerah yang terkena gelombang tsunami, daerah wisata Pantai Anyer sama sekali tidak terdampak.
“Kalau ingat momen libur natal dan tahun baru kemarin, rasanya pingin nangis karena lokasi wisata Pantai Anyer seperti kota mati. Pendapatan Rp 150 Juta yang biasa diperoleh setiap libur natal dan tahun baru hilang karena tak ada wisatawan yang berlibur padahal Pantai Anyer tidak terdampak tsunami,” ungkap Noni saat ditemui di resto miliknya di Desa Tambang Ayam, Kecamatan Anyer.
Noni mengaku sebelum terjadi tsunami selat sunda, setiap akhir pekan dirinya mampu meraup uang dari hasil usahanya paling sedikit Rp90 juta. Namun setelah terjadi tsunami restoran ikan bakarnya ini bisa dikatakan tidak ada pengunjung. Karena kondisi ini, dirinya terpaksa mengistirahatkan 11 pegawainya.
Agar usahanya tetap jalan, Noni hanya menyisakan satu pegawai, sedangkan sang isteri yang semula hanya ditugasi mengurus rumah tangga kini ditugaskan untuk membantu memasak jika ada pengunjung. Diapun meyakini, kondisi ini juga dialami pengusaha rostoran lainnya karena seluruh restoran di sepanjang Pantai Anyer konsumennya adalah tamu-tamu hotel dan wisatawan lainnya.
“Saya berharap pemerintah bisa memberikan solusi dan terobosan agar minat wisatawan untuk berkunjung ke kawasan wisata pantai yang terdampak tsunami kembali seperti semula. Kami maklum wisatawan masih trauma. Nah kalau tidak ada campur tangan pemerintah, saya yakin semua usaha bisa gulung tikar,” kata Asep.
Cerita yang sama juga dikatakan Amrin, 45, pedagang ikan yang terpaksa beralih profesi menjadi buruh serabutan. Untuk menafkahi isteri dan tiga anaknya, Amrin harus menjadi kuli bangunan bahkan sempat numpang menjadi juru parkir yang dikelola kerabatnya di daerah Pasar Anyer.
“Modal jualan ikan sudah habis karena terpakai untuk kebutuhan sehari-hari. Sekarang hidup prihatin, bekerja apa adanya, yang penting kebutuhan keluarga bisa tertutupi,” kata Amrin, yang mengaku warga Cikoneng, Kecamatan Anyer. (*/Dul)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro