JAKARTA – Eddy Tjokro alias Yudi Tjokro, tersangka penyuap Direktur Teknologi dan Produksi Krakatau Steel Wisnu Kuncoro, akhirnya menyerahkan diri. Ia datang ke gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pagi tadi, Selasa (26/3/2019).
Eddy sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Sabtu (23/3/2019) usai rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Wisnu.
“Tadi pagi sekitar pukul 10.30 WIB, tersangka KET (Kurniawan Eddy Tjokro), swasta, didampingi kuasa hukumnya menyerahkan diri ke KPK,” ucap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Menurutnya, Eddy masihi dalam pemeriksaan penyidik. KPK juga mengapresiasi sikap kooperatif yang dilakukan Eddy.
“Semoga yang bersangkutan juga terbuka menjelaskan fakta-fakta yang ada secara jujur,” tandasnya.
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (22/3/2019). Sebanyak enam orang diamankan di berbagai lokasi berbeda, yakni Jakarta, Tangerang Selatan dan Banten.
Tiga dari enam orang yang diamankan tersebut ditetapkan sebagai tersangka, yakni Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel Wisnu Kuncoro alias WNU, Alexander Muskitta alias AMU dari pihak swasta, Kenneth Sutardja alias KSU dari pihak swasta. Sedangkan satu tersangka lainnya atas nama Kurniawan Eddy Tjokro alias Yudi Tjokro alias KET masih dalam pencarian KPK.
Empat tersangka ini ditetapkan terlibat dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di PT Krakatau Steel. Adapun KPK menyita uang Rp20 juta dari tangan WNU yang disimpan dalam kantung kertas coklat dan buku tabungan milik AMU dari tangan AMU sendiri.
Adapun pasal yang disangkakan kepada AMU dan WNU sebagai terduga penerima yakni Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara KSU dan KET sebagai terduga pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tlndak Pidana Korupsijuncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*/Ag)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengirim surat pencegahan ke luar negeri terhadap pemilik PT Borneo Lumbung Energi (BLEM), Samin Tan.
Ia merupakan tersangka perkara suap terhadap eks Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.
Samin Tan terjerat dalam kasus dugaan suap pengurusan terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambagan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) di Kementerian ESDM.
Selain Samin Tan, Direktur PT. Borneo Lumbung Energi, Nenie Afwani, juga turut dicegah KPK untuk berpergian ke luar negeri. Pencegahan terhadap mereka dilakukan selama 6 bulan ke depan terhitung sejak 14 Maret 2019 sampai 14 September 2019.
“KPK telah mengirimkan surat ke Imigrasi tentang pelarangan ke luar negeri terhadap 2 orang dalam penyidikan perkara dugaan suap dengan tersangka SMT (Samin Tan),” ucap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa (26/3/2019).
Febri melanjutkan, alasan KPK mencegah Samin Tan dan Nenie keluar negeri agar mereka tidak berada di luar negeri saat dipanggil oleh penyidik KPK untuk diperiksa.
“Hal ini dilakukan agar ketika tersangka atau saksi dipanggil tidak sedang berada di luar negeri,” tandasnya.
Samin dan Nenie sendiri pernah dicegah ke luar negeri oleh KPK selama 6 bulan sejak September 2018 hingga 14 Maret 2019. Namun saat itu keduanya dicegah dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1 dengan tersangka eks Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih.
Terkait kasus ini, Samin Tan ditetapkan sebagai tersangka usai penyidik KPK menemukan adanya dugaan pemberian suap kepada Eni senilai Rp 5 miliar.
Uang suap diberikan agar Eni mengurus terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) anak usaha PT BLEM, PT AKT, di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (*/Ag)
JAKARTA – Satgas Antimafia Bola akhirnya resmi menahan Joko Driyono dalam kasus perusakan barang bukti pengaturan skor. Jokdri ditahan setelah melalui 4 kali pemeriksaan sebagai tersangka.
“Pada hari ini tanggal 25 Maret 2019 saudara JD telah hadir dilakukan pemeriksaan dan penyidik melakukan gelar perkara pukul 14.00 WIB dengan melakukan penahanan terhadap saudara Joko Driyono,” kata Kasatgas Antimafia Bola Brigjen Hendro Pandowo di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/3/2019).
Hendro mengatakan Jokdri ditahan dengan pertimbangan bahwa seluruh proses pemeriksaan terhadap Jokdri telah selesai. Oleh karena itu, Satgas Antimafia Bola tak punya alasan untuk tidak menahan Jokdri.
“Bahwa kepada saudara JD dengan Pasal 363, Pasal 235, Pasal 233 dan pertimbangannya karena saudara JD telah melakukan serangkaian pemeriksaan dari saksi sampai tersangka dan hari ini penyidik telah selesai melakukan pemeriksaan,” terang Hendro.
Jokdri ditetapkan sebagai tersangka perusakan barang bukti kasus dugaan pengaturan skor sejak Kamis, (14/2/2019) lalu. Jokdri menyuruh 3 tersangka sebelumnya, yaitu Muhammad Mardani Mogot (sopir Jokdri), Musmuliadi (OB di PT Persija), Abdul Gofur (OB di PSSI) untuk mengambil dan merusak barang bukti di kantor Komdis PSSI yang sudah di police line (garis polisi).
Joko Driyono terancam dijerat dengan Pasal 363 KUHP dan atau Pasal 265 KUHP dan atau Pasal 233 KUHP. Pasal-pasal tersebut pada intinya mengenai tindakan pencurian dengan pemberatan atau perusakan barang bukti yang telah terpasang garis polisi.(*/Jun)
JAKARTA – Dirut PT Krakatau Steel (Persero), Silmy Karim bakal memanggil manajemen untuk berkomitmen dalam penegakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG). Kok baru setelah kena OTT KPK, bos?
“Besok (hari ini, Senin 25/3/2019), saya akan mengumpulkan seluruh manajemen agar berkomitmen menegakkan GCG,” kata Silmy Karim dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (24/3/2019).
Menurut Silmy, dengan komitmen tersebut, peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap salah satu direktur BUMN tersebut diharapkan benar-benar menjadi hal yang terakhir dan tidak ada lagi yang mengulanginya.
Bos Krakatau Steel menegaskan bahwa dirinya akan menegakkan zero tolerance, agar tidak terjadi lagi hal-hal seperti ini pada masa mendatang. “Saya akan melakukan segala sesuatu untuk menciptakan organisasi yang bersih, berdaya saing, dan bisa menjadi kebanggaan nasional. Waktunya Krakatau Steel bangkit,” ucapnya.
Ia juga menyebutkan bahwa setelah berdiskusi dengan berbagai pihak juga telah disimpulkan bahwa kejadian nahas ini akan menjadi satu titik untuk percepatan dalam hal pembenahan BUMN tersebut.
Silmy juga menyebutkan tidak mengenal nama-nama tersangka yang lain yang bukan merupakan jajaran Krakatau Steel, dan juga tidak pernah berhubungan dengan mereka. “Tindakan yang dilakukan itu sifatnya individu. Kalau ditanya mengenai pendapatan itu kembali kepada individu masing-masing bagaimana menjaga norma dan aturan sebaik-baiknya dalam rangka mewujudkan profesionalitas yang diandalkan dalam setiap penugasan,” ucap Silmy.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan empat tersangka terkait kasus suap pengadaan barang dan jasa di PT Krakatau Steel (Persero) 2019.
KPK menerima informasi dari masyarakat tentang akan terjadi transaksi korupsi dan kemudian berdasarkan bukti-bukti awal melakukan serangkaian kegiatan penyelidikan hingga melakukan OTT di Jakarta, Jumat (22/3).
“Setelah melakukan pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, maka dlsimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di PT Krakatau Steel (Persero) Tahun 2019,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (23/3).
KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan empat orang sebagai tersangka, yakni diduga sebagai penerima Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel WNU dan dari pihak unsur swasta yaitu AMU. Sedangkan diduga sebagai pemberi, yaitu KSU dan KET. Keduanya dari pihak swasta.
Sebagai pihak yang diduga penerima WNU dan AMU, keduanya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pihak yang diduga pemberi KSU dan KET disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(*/We)
JAKARTA – Kejahatan dengan modus yang begitu licin akhirnya dibongkar pihak berwajib .Komplotan penipu dan penggelapan mobil rental berhasil dibongkar Polsek Kebayoran Baru, Lima tersangka diringkus, Senin (25/3/2019).
Kelima tersangka yakni, AR (30), UK (30) SPJ (55) SPT (34) MHK (63), meringkuk di Mapolsek akibat perbuatannya. Dari hasil kejahatannya ia bisa menjual mobil rental tersebut sebanyak Rp 20 hingga 30 juta per unit.
Kapolsek Kebayoran Baru AKBP Beny Alamsyah menerangkan, modus yang dilakukan komplotan ini dengan modus merental mobil di salah satu rental di kawasan Jakarta.
“Modusnya seorang pelaku cewek rental mobil sehari dengan identitas fotocopy KTP dan alamat palsu. Sehari dia sewanya lalu minta perpanjang beberapa hari setelah itu tak ada kabar,” ungkap kapolsek.
Saat penangkapan ternyata mobil yang diamankan sudah berpindah tangan sekitar 6 orang. Ada yang di Semarang, Temanggung, dan Kendal, Jawa Tengah.
Menurutnya dalam aksinya tersebut sudah terjadi di 15 TKP dan Polsek Kebayoran Baru telah mengamankan 5 unit mobil jenis MPV dan City Car. Tersangka AR ditangkap di Jakarta dan NV yang masih berstatus buron sedang dilakukan pengejaran. “Hasil uang dari penggelapan mobil tersebut juga digunakan untuk membeli sabu” ujarnya.
Tersangka dijerat pasal 378 dan 372 KUHP atas tindakan penipuan dan penggelapan yang diancam hukuman penjara maksimal 5 tahun. (*/He)
JAKARTA – Setelah diperiksa hampir seharian, akhirnya tiga tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di PT. Krakatau Steel (Persero) keluar dari Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketiga tersangka tersebut yakni Alexander Muskitta alias AMU dari pihak swasta, Kenneth Sutardja alias KSU dari pihak swasta, dan Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel Wisnu Kuncoro alias WNU, keluar dari Gedung KPK lengkap dengan rompi orange. Ketiganya keluar secara bergantian dan berturut-turut.
Berdasarkan pantauan, tersangka AMU keluar paling awal dibandingkan dua tersangka lainnya. Dengan rompi orange dan tangan terborgol, AMU meninggalkan Gedung KPK sekitar pukul 21.31 WIB. Dengan menumpangi mobil yang disiapkan KPK, ia pun meninggalkan gedung Anti Rasuah tersebut.
Satu jam berselang, tersangka KSU pun menyusul keluar. Sambil menundukkan kepala dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya yang terborgol, Kenneth alias KSU terus berjalan menuju mobil tanpa menggubris pertanyaan yang dilontarkan para awak media. Sampai masuk ke dalam mobil pun ia terus menundukkan kepala.
Namun tak lama berselang, sekitar pukul 23.00 WIB, Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel Wisnu Kuncoro alias WNU, keluar dari Gedung KPK. Dengan mengenakan rompi orange dan bungkam seribu bahasa, WNU pergi meninggalkan KPK tanpa menjawab satu pertanyaan pun dari awak media.
Diketahui KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (22/3/2019) lalu. Sebanyak enam orang diamankan di berbagai lokasi berbeda, yakni Jakarta, Tangerang Selatan dan Banten. Tiga dari enam orang yang diamankan tersebut ditetapkan sebagai tersangka, yakni dengan inisial WNU, AMU dan KSU. Sedangkan satu tersangka lainnya atas nama Kurniawan Eddy Tjokro alias Yudi Tjokro alias KET masih dalam pencarian KPK.
Empat tersangka ini ditetapkan terlibat dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di PT. Krakatau Steel. Adapun KPK menyita uang sebanyaj Rp. 20 juta dari tangan WNU yang disimpan dalam kantung kertas berwarna cokelat dan buku tabungan milik AMU dari tangan AMU sendiri.
“Dari WNU tim mengamankan uang Rp. 20 juta dalam sebuah kantung kertas berwarna cokelat. Dari AMU tim mengamankan sebuah buku tabungan atas nama AMU,” ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Sabtu (23/3/2019).
Adapun pasal yang disangkakan kepada AMU dan WNU sebagai terduga penerima yakni Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara KSU dan KET sebagai terduga pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tlndak Pidana Korupsijuncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*/Ag)
SURABAYA – Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa membantah pernyataan mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy (Rommy) yang menyebut dirinya merekom nama Haris Hasanudin menjadi Kakanwil Kemenag Jatim.
Khofifah juga mengaku kepada media bahwa tidak mengenal sosok Haris Hasanudin secara personal. Padahal, Haris adalah menantu dari Roziqi yang merupakan Ketua Timses Khofifah-Emil pada Pilgub 2018.
“Kalau (kenal) secara personal, tidak. Tetapi bahwa beliau pernah Kepala Kantor Kemenag Surabaya, beliau sempat Plt (Kakanwil Kemenag Jatim, red), saya sempat ketemu di pengajian sekali. Kemudian, saya sempat ketemu lagi di Rekerpim, setelah saya jadi gubernur, saya ketemu lagi ketika beliau audiensi di sini (Grahadi). Saya mengajak mendiskusikan dari data yang disurvei oleh UIN Syarif Hidatullah, saya minta kita sama-sama pemetaan, Pak Haris datang dengan tim dan saya juga menerima dengan tim,” tegas Khofifah kepada wartawan saat konferensi pers di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Sabtu (23/3/2019).
Khofifah mengaku kaget setelah Rommy usai pemeriksaan di KPK pada Jumat (22/3/2019) kemarin berbicara kepada bahwa dirinya yang merekom nama Haris Hasanudin. “Nah, silakan tanya Mas Rommy, karena saya juga kaget gitu. Rekomendasi dalam bentuk apa ya, silakan teman-teman bisa mengklarifikasi kepada Mas Rommy,” jelasnya.
Seperti diketahui, Rommy mengaku hanya meneruskan aspirasi soal pengisian jabatan di lingkungan Kementerian Agama RI. Rommy dalam kapasitasnya sebagai tersangka terkait suap pengisian jabatan di lingkungan Kementerian Agama RI Tahun 2018-2019.
Menurut dia, banyak pihak yang menganggap dirinya sebagai orang yang bisa meyampaikan aspirasi tersebut kepada pihak-pihak yang memang memiliki kewenangan. Rommy mencontohkan soal jabatan Haris Hasanudin sebagai Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur.
KPK juga telah menetapkan Haris sebagai tersangka dalam kasus suap itu. Dia pun menyampaikan kepada pihak-pihak yang berkompeten soal rekomendasi Haris menjadi Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur tersebut.
Soal rekomendasi Haris, Romy pun mengaku menerima aspirasi dari Kiai Asep Saifuddin Chalim. Dia juga mengaku mendengarkan aspirasi dari Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
“Kemudian Ibu Khofifah Indar Parawansa, beliau gubernur terpilih yang jelas-jelas mengatakan, Mas Rommy, percayalah dengan Haris karena Haris ini orang yang pekerjaannya bagus. Sebagai gubernur terpilih pada waktu itu beliau mengatakan kalau Mas Haris saya sudah kenal kinerjanya, sehingga ke depan sinergi dengan pemprov itu lebih baik,” ujar Rommy.(*/Gio)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel (Persero) Wisnu Kuncoro alias WNU sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa.
Tak hanya Wisnu. Tiga orang lainnya yang berasal dari kalangan swasta juga turut ditetapkan sebagai tersangka, yakni Kurniawan Eddy Tjokro alias Yudi Tjokro alias KET, Alexander Muskitta alias AMU dan Kenneth Sutardja alias KSU. Namun tersangka KET hingga sekarang masih dalam pencarian KPK.
Wakil Ketua KPK Saut Sitomorang mengatakan, tiga tersangka tersebut tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Jumat (22/3/2019) di berbagai lokasi berbeda, yakni di Jakarta, Tangerang Selatan dan Banten.
KPK juga meringkus General Manager Blast Furnice PT Krakatau Steel (Persero) Hernanto alias HTO, General Manager Central Maintenance dan Facilities PT. Krakatau Steel (Persero) Heri Susanto alias HES dan supir dari HTO.
“Tim KPK mendapatkam informasi bahwa akan ada penyerahan uang dari AMU ke WNU di sebuah pusat perbelanjaan di Bintaro, Tangerang Selatan. Diduga penyerahan uang tersebut berhububgan dengan pengadaan barang dan jasa di PT KS. Setelah tim mendapatkan bukti adanya dugaan penyerahan uang, tim mengamankan AMU dan WNU di Bintaro, Tangeran Selatan,” ujar Saut dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Sabtu (23/3/2019).
“Dari WNU tim mengamankan uang Rp20 juta dalam sebuah kantung kertas berwarna cokelat. Dari AMU tim mengamankan sebuah buku tabungan atas nama AMU,” lanjutnya.
Selanjutnya, KPK bergerak untuk mengamankan HTO dan supirnya di Wisma Baja, Kuningan, Jakarta Selatan. Lalu berlanjut menuju kediaman KSU yang berlokadi di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. KSU pun diamanman oleh KPK sekitar pukul 23.53 WIB.
“(Kemudian) tim lain pergi ke Cilegon, Banten untuk mengamankan HES di rumah pribadinya pada pukul 22.30. Setelah itu, semua pihak dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk proses pemeriksaan dan klarifikasi lebih lanjut,” jelasnya.
Lebih lanjut ia menerangkan, kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa ini merupakan rencana dari Direktorat Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel terkait perencanaan kebutuhan barang dan peralatan masing-masing bernilai Rp 24 miliar dan Rp2,4 miliar.
Diduga tersangka AMU menawarkan beberapa rekanan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut kepada WNU dan disetujui. AMU menyepakati commitment fee dengen rekanan yang disetujui untuk ditunjuk, yakni PT GK dan GT senilai 10 persen dari nilai kontrak.
“AMU diduga bertindak mewakili dan atas nama WNU sebagai Direktur Teknologi dan Produksi PT KS. Selanjutnya, AMU meminta Rp 50 juta kepada KSU dari PT GK dan Rp100 juta kepada KET deri GT,” kata Saut
Selanjutnya, AMU menerima cek Rp50 juta dari KET pada Rabu (20/3/2019), lalu uang tersebut disetorkan ke rekening AMU.
“Selanjutnya, AMU juga menerima uang 4 ribu dolar Amerika dan Rp45 juta di sebuah kedai kopi di Jakarta Selatan dari KSU. Uang tersebut kemudian disetorkan ke rekening AMU. Tanggal 22 Maret 2019, Rp20 juta diserahkan oleh AMU ke WNU di kedai kopi di daerah Bintaro,” pungkasnya.
Adapun pasal yang disangkakan kepada AMU dan WNU sebagai terduga penerima yakni Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara KSU dan KET sebagai terduga pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tlndak Pidana Korupsijuncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*/Ag)
BANDUNG – Nama Iwa Karniwa sebagai Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Sekda Pemprov Jabar) turut disebut dalam putusan perkara suap terkait perizinan proyek Meikarta. Iwa disebut menerima Rp 1 miliar.
“Menimbang pada Desember 2017 bahwa dalam raperda RDTR wilayah pengembangan proyek Meikarta, Neneng Rahmi Nurlaili dengan Hendry lincoln mendapat uang Rp 1 miliar yang diperoleh dari PT Lippo Cikarang melalui Henry Jasmen dan Satriadi kepada Iwa Karniwa selaku Sekretaris Daerah Jawa Barat melalui Waras Wasisto dan Sulaeman,” ucap majelis hakim dalam analisis yuridis dalam putusan tersebut di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung,(5/3/2019).
Pertimbangan itu dibacakan majelis hakim terkait pembuktian Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana dalam peristiwa pidana tersebut. Putusan itu dibacakan majelis hakim untuk 4 terdakwa yaitu Billy Sindoro, Henry Jasmen P Sihotang, Fitradjaja Purnama, dan Taryudi.
“Fakta ini didukung oleh kesaksian Neneng Rahmi Nurlaili, Hendry Lincoln, Waras Wasisto, Sulaeman dan Polmentra,” kata hakim.
Mengenai uang Rp 1 miliar untuk Iwa ini sempat menjadi pembahasan pelik dalam persidangan. Iwa yang pernah didatangkan dalam persidangan membantah sama sekali mengenai hal itu.
Sampai pada akhirnya majelis hakim meminta jaksa menghadirkan para saksi untuk dikonfrontasi dengan Iwa. Namun setelah dikonfrontasi Iwa tetap pada pendiriannya bahwa tidak pernah menerima uang apa pun.
Hakim menyatakan ketiganya bersama Billy terbukti memberikan suap ke Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin dan jajarannya di Pemkab Bekasi untuk memuluskan perizinan proyek Meikarta. Hakim menyebut uang yang mengalir sebesar Rp 16.182.020.000 dan SGD 270.000.
Dalam putusan itu, keempat terdakwa divonis dengan hukuman pidana penjara berbeda-beda. Berikut vonisnya:
– Billy Sindoro divonis 3,5 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan;
– Henry Jasmen P Sihotang yang divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan;
– Fitradjaja Purnama yang divonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan; dan
– Taryudi yang divonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan.
(*/Hend)
JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang menegaskan pihaknya tak ragu untuk menjerat perusahaan penggarap proyek gedung Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang berbau korupsi.
Saut menambahkan, hal itu sepanjang ditemukan alat bukti yang cukup. PT Adhi Karya dan PT Waskita Karya merupakan korporasi penggarap proyek pembangunan gedung Kampus IPDN di Sulawesi. Adhi Karya penggarap gedung Kampus IPDN Sulawesi Utara. Sedangkan Waskita Karya Gedung IPDN di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
“Sepanjang memenuhi unsur-unsurnya, tentu KPK firm (menjerat PT Adhi Karya dan PT Waskita Karya) itu,” kata Saut saat dikonfirmasi, Selasa (5/3/2019).
Sebagaimana diketahui, KPK telah menetapkan mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemendagri, Dudy Jocom dan Kepala Divisi I PT Waskita Karya (Persero) Tbk, Adi Wibowo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan gedung IPDN di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, tahun anggaran 2011.
Dudy Jocom juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan gedung IPDN Sulawesi Utara tahun anggaran 2011. Dalam pembangunan gedung IPDN di Sulut, Dudi ditetapkan bersama-sama Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya (Persero) Tbk, Dono Purwoko.
Awalnya, Dudi menghubungi beberapa kontraktor untuk menginformasikan bahwa akan ada proyek IPDN di Sulawesi, pada tahun 2011. Namun, sebelum lelang dilakukan, diduga telah telah disepakati pembagian kerja untuk PT Waskita Karya dan PT Adhi Karya.
Waskita Karya kebagian untuk menggarap proyek di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Sedangkan Adhi Karya, menggarap proyek di Sulawesi Utara. Atas perbuatannya, negara mengalami kerugian sebesar Rp11,18 Miliar di proyek pembangunan gedung IPDN Sulawesi Selatan dan Rp9,378 miliar di proyek Sulawesi Utara.(*/Adyt)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro