JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan adanya cap jempol dalam 400 ribu amplop yang disita dari Anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso.
Ratusan ribu amplop itu berisi uang sebanyak Rp8 miliar dengan pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu.
“Tidak ada nomor urut, yang ada adalah cap jempol di amplop tersebut,” kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Selasa (2/4/2019).
Namun Febri menolak mengaitkan cap jempol tersebut dengan kontestasi pilpres mendatang. Sejauh ini berdasarkan pemeriksaan penyidik, uang dalam amplop yang disiapkan Bowo, untuk kepentingannya nyaleg.
“Jadi kami tegaskan tidak ada keterkaitan kepentingan-kepentingan lain berdasarkan fakta-fakta hukum yang kami temukan saat ini. Kami juga berharap proses hukum ini dilihat oleh semua pihak secara independen sebagaimana proses hukum yang diatur hukum acara yang berlaku,” pungkasnya.
Bowo bersama Marketing Manager PT HTK, Asty Winasti dan pejabat PT Inersia, Indung ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait kerjasama pengangkutan pupuk milik PT Pupuk Indonesia Logistik dengan PT HTK. Bowo dan Idung sebagai penerima sedangkan Asty pemberi suap.
Bowo diduga meminta fee dari PT HTK atas biaya angkut. Total fee yang diterima Bowo USD2 permetric ton. Diduga telah terjadi enam kali menerima fee di sejumlah tempat seperti rumah sakit, hotel dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan USD85,130.(*/We)
BANDUNG – Densus 88 Antiteror menangkap terduga teroris di Bandung, Jawa Barat. Terduga teroris bernama WP alias Sahid tergabung dalam Jaringan Ansharu Daulah (JAD).
“Masih dalam jaringan JAD, tapi selnya itu sel terpisah. Bukan sel Sibolga maupun Lampung, tapi semuanya memiliki keterkaitan. Ini adalah kelompok JAD wilayah Bandung,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (2/4/2019).
Dedi mengatakan WP ditangkap di kontrakannya di Desa Bojong Malaka, Kecamatan Balendah, Kabupaten Bandung pada Kamis (28/3) lalu. Dedi menyebut WP hendak melakukan Amaliyah dengan menyerang aparat kepolisian.
“Dari 11 tersangka yang sudah dilakukan upaya paksa dari penyidik dari Densus, indikasi-indikasi penyerangan atau fai dengan sasaran aparat kepolisian itu sudah sangat jelas,” ucap Dedi.
Saat ini WP tengah didalami oleh tim Densus 88. Polri juga menegaskan terus memantau pergerakan para terduga teroris yang dianggap sleeping cell. (*/Hend)
LAMPUNG – Bupati nonaktif Lampung Selatan, Zainudin Hasan yang juga adik dari Ketua MPR Zulkifli Hasan, menangis usai mendengarkan pembacaan tuntutan dari jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi.
Zainudin menangis dan meminta izin kepada majelis hakim untuk menjenguk sang istri, Jasmine Shahnaz, yang akan melahirkan secara sesar di Jakarta, Rabu 3 April 2019.
“Saya minta izin yang mulia untuk menjenguk istri saya. Saya mohon,” ujarnya sambil menangis kepada majelis hakim di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, ( 1/4/2019).
Zainudin mengaku mendapat informasi bahwa sang istri tengah menderita dan sedang dalam kondisi tidak baik dari dokter. Sang istri dalam kondisi lemah dan harus menerima banyak asupan tambahan energi dari infus di rumah sakit di Jakarta.
“Kata dokter dia kondisinya sering down. Harus diinfus berulang kali. Saya mohon yang mulia, setengah hari saja tidak masalah, yang penting saya bisa melihat istri saya yang mulia,” ucapnya dengan nada tersendat-sendat.
Mendengar hal itu, majelis hakim melakukan skors untuk mendiskusikan permintaan Zainudin. Tak lama berselang, majelis hakim kembali membuka persidangan dengan menyatakan tidak akan memberikan izin kepada terdakwa.
“Kami telah diskusi dan majelis hakim menyatakan akan tetap pada ketetapan awal dengan tidak memberikan izin atas sejumlah pertimbangan,” ujar Ketua Majelis Hakim, Mien Trisnawaty.
Jaksa penuntut umum KPK menuntut adik Ketua MPR Zulkifli Hasan dengan 15 tahun penjara. Kemudian dicabut hak politiknya selama 5 tahun, denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan penjara. Dia juga diharuskan membayar uang pengganti senilai Rp66 miliar.(*/Kris)
BOGOR – Abdul Haris, Divisi Penindakan Pelanggaran Pemilu Kabupaten Bogor menyatakan sesuai penulusuran jajarannya, pihaknya bakal memanggil Kades Cidokom Tatang. Hal ini terkait dengan viralnya video Tatang mengajak warganya memilih salah satu paslon.
“Karena ajakan Kades Cidokom tersebut melanggar aturan maka Tim Gakkumdu Kabupaten Bogor yang terdiri dari Bawaslu, kepolisian dan kejaksaan akan memprosesnya dengan memanggil Tatang dan saksi lainnya pada Senin, (01/4),” kata Abdul.
Bila terbukti Tatang bakal dijerat pasal 490 junto 282 Undang-Undang nomor 7 tahun 2017, terancam penjara selama 1 tahun dan denda Rp 12 juta.
“Jika terbukti di pengadilan, Kades Cidokom, Rumpin Tatang terancam hukuman penjara selama 1 tahun dan denda Rp 12 juta, mudah-mudahan kasus pelanggaran pemilu ini menjadi pembelajaran bagi kades dan Aparatur Sipil Negara (ASN) lainnya untuk tetap netral dan tidak berkampanye untuk Capres maupun Calegnya,” bebernya.
Sementara Rahman Nugraha selaku Direktur Lembaga Visi Nusantara Maju menyatakan adanya kasus seorang kades mengajak warganya untuk memilih Capres maupun Caleg tertentu adalah sebuah kegagalan pendidikan demokrasi.
“Adanya politik kotor seperti Kades ataupun ASN yang tidak netral seperti di Desa Cidokom adalah bukti kegagalan pendidikan demokrasi dan bagaimana menempatkan politik itu adalah sebuah seni,”tandasnya.(*/Ade)
JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan politikus Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso masih berstatus calon anggota legislatif di Pemilu 2019.
Status caleg itu tetap disandang oleh Bowo meski dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Masih caleg karena belum ada putusan inkracht,” kata Ketua KPU Arief Budiman di kantornya, Jakarta Pusat. (29/3/2019).
Adapun pencoretan Bowo sebagai caleg akan dilakukan melalui aturan dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dan SE KPU Nomor 31 Tahun 2019.
Dalam aturan, disebutkan caleg yang terbukti melakukan pidana dan sudah mendapat putusan hukum yang berkekuatan tetap, bisa dicoret dari daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2019.
“Kami tunggu putusan inkracht baru bisa dicoret (status caleg di pemilu 2019),” pungkasnya.(*/Adyt)
JAKARTA – Anggota DPR Bowo Sidik Pangarso resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah berstatus tersangka. Ia ditahan selama 20 hari pertama bersama dua orang lainnya yang juga tersangka dalam kasus suap kerja sama pengangkutan bidang pelayaran untuk kebutuhan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) menggunakan kapal PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
Dua tersangka lain yang ditahan bersama Bowo adalah Marketing Manager PT HTK, Asty Winasti dan karyawan PT Inersia, Indung. “BSP (Bowo Sidik Pangarso) dan IND (Indung) ditahan 20 hari pertama di rutan K4 (Rutan di Gedung KPK baru–red). AWI (Asty Winasti) ditahan selama 20 hari pertama di Rutan Pondok Bambu,” kata Juru bicara KPK, Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Jumat (29/3/2019).
Bowo dijerat sebagai tersangka lantaran diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dolar AS per metric ton. KPK mensinyalir telah terjadi enam kali penerimaan di sejumlah tempat sebesar Rp221 juta dan 85.130 dolar AS.
Uang sekitar Rp8 miliar dalam pecahan Rp20 ribu dan Rp50 ribu itu telah dimasukkan dalam amplop-amplop. Uang tersebut diduga bakal digunakan Bowo untuk ‘serangan fajar’ Pemilu 2019. Pada Pemilu 2019 ini, Bowo kembali mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (Caleg) di daerah pemilihan (Dapil) Jawa Tengah II.
Akibat ulahnya, Bowo dan Indung sebagai pihak yang diduga penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 128 Undang Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto (jo) Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan Asty sebagai pihak yang diduga pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf I atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (*/Ag)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan puluhan kardus penuh uang terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) distribusi pupuk.
“Dalam proses berjalan, KPK menemukan puluhan kardus berisi uang di salah satu lokasi di Jakarta. Uang-uang tersebut kami amankan karena diduga terkait dengan pokok perkara,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah lewat pesan singkat kepada wartawan, Kamis (28/3/2019).
Namun soal berapa jumlahnya, Febri belum bisa memastikan lantaran masih dalam proses penghitungan tim.
Rencananya, semua hasil OTT yang melibatkan Anggota DPR Komisi VI serta salah satu direksi BUMN tersebut bakal diumumkan dalam konfrensi pers malam nanti.
“Hasil dari OTT kemarin akan disampaikan malam ini melalui konferensi pers di KPK,” jelasnya. (*/Ag)
JAKARTA – Tadi malam, publik dikejutkan dengan kabar adanya direktur PT Pupuk Indonesia yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK. Menambah panjang daftar direksi BUMN yang tak kuat godaan.
Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin Idat memimpin rapat mendadak pagi ini terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK. “Iya betul, Direktur Utama Aas Asikin Idat memimpin rapat pada pagi hari ini,”ujar Kepala Corporate Communication PT Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana di Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Wijaya menambahkan, pihak direksi sudah aware terkait hal tersebut. “Intinya direksi sudah aware dengan hal ini,” katanya.
Segenap Direksi Pupuk Indonesia pada Kamis pagi (28/3/2019) langsung menggelar rapat terkait informasi OTT tersebut. Menurut Wijaya, rapat tersebut sudah selesai dan keterangan lebih lanjut mengenai kasus OTT KPK itu akan segera diinformasikan oleh pihaknya setelah munculnya keterangan resmi terlebih dahulu dari lembaga antirasuah tersebut.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis dini hari mengatakan KPK mengamankan tujuh orang dalam sebuah OTT.
Dari ketujuh orang yang diamankan diduga ada diantaranya merupakan direksi PT Pupuk Indonesia, pengemudi dan swasta.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta, Rabu (27/3) terkait distribusi pupuk. Transaksi atau dugaan penyerahan uang tersebut itu diindikasikan terkait dengan distribusi pupuk yang menggunakan kapal. Namun, KPK belum bisa menjelaskan lebih lanjut apakah distribusi pupuk tersebut merupakan pupuk bersubsidi.
Pada Jumat (22/3/2019), KPK melakukan OTT dan menangkap 4 orang sebagai tersangka. Mereka bertindak sebagai penerima suap yakni Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel (Persero), Wisnu Kuncoro (WNU) dan pihak swasta, Alexander Muskitta. Sedangkan pihak pemberi suap dari swasta, Kenneth Sutardja dan Kurniawan Eddy Tjokro alias Yudi Tjokro.
Bisa jadi, rentetan peristiwa ini, hanyalah potret sebagian. Masih banyak korupsi di BUMN lainnya. Apalagi menjelang pemilu yang katanya perlu dana besar. Alhasil, makin banyak politisi atau pejabat yang kepepet dan tak tahan godaan. (*/Ag)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut menangkap salah seorang anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Golkar, Bowo Sidik Pangarso, dalam rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan suap pengiriman pupuk.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, anggota DPR tersebut ditangkap pada Kamis (28/3/2019) dini hari. “Dini hari tadi, KPK mengamankan 1 orang anggota DPR RI,” ucapnya.
Bowo sendiri saat ini tengah diperiksa secara intensif oleh penyidik KPK. Jadi, dalam rangkaian OTT ini KPK berhasil mengamankan setidaknya 8 orang, salah satunya ialah direksi PT Pupuk Indonesia.
“Dengan demikian, sampai pagi ini sekitar 8 orang diamankan dalam OTT di Jakarta sejak Rabu sore hingga Kamis dini hari,” tandas Febri.
Selain mengamankan 8 orang, penyidik KPK juga menyita uang yang terdiri dari pecahan mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat. Uang tersebut diduga terkait dengan suap distribusi pupuk menggunakan kapal. (*/Ag)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan memeriksa Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin terkait kasus suap seleksi jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag). Apalagi, KPK juga menemukan uag ratusan juta di ruang kerjanya.
“Semua uang yang kita sita pasti diklarifikasi. Beliau kan belum diperiksa, nanti setelah diperiksa, kita mengetahui apakah itu honor atau uang kas atau uang yang berhubungan dengan hal-hal yang lain,” ucap Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief, (27/3/2019).
Meski begitu, Laode enggan membeberkan apalah Lukman terlibat atau tidak dalam kasus yang menyeret Ketum PPP nonaktif Romahurmuziy alias Romi itu.
“Yang bisa saya sampaikan bahwa laporan yang kami terima itu tidak terbatas kepada yang ditangkap pada saat tertangkap tangan. Kami juga mendapatkan laporan hampir sama dari beberapa daerah lain,” tandasnya.
Sebelumnya, KPK menyita uang ratusan juta dari ruang kerja (Menag) Lukman Hakim Saifuddin saat melakukan penggeledahan terkait kasus dugaan seleksi pengisian jabatan pimpinan tinggi di Kemenag. Total uang yang disita KPK adalah Rp 180 Juta dan USD 30 Ribu.
Selain Romi, KPK juga menetapkan dua tersangka lain. Mereka ialah Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin.
Romi bersama dengan pihak Kementerian Agama RI diduga menerima suap untuk mempengaruhi hasil seleksi jabatan pimpinan tinggi di Kemenag, yaitu Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur.
Saat OTT di Surabaya, Jawa Timur, KPK menyita uang sebesar Rp 156.758.000. Uang tersebut disita penyidik KPK dari sejumlah orang, yaitu Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi Rp 17,7 juta, Amin Nuryadin selaku Asisten Romahurmuziy Rp 50 juta serta Rp 70,2 juta, dan Kepala Kantor Wilayah Kemenang Jawa Timur Haris Hasanuddin Rp 18,85 juta.(*/Adyt)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro