JAKARTA – Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih tidak mengajukan vanding setelah divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan terkait kasus suap proyek PLTU Riau-1.
“Saya ucapkan terimakasih. Saya menerima semua keputusan yang mulia,” ucap Eni dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (1/3/2019).
Sementara itu, jaksa penuntut umum (JPU) KPK memilig waktu satu minggu untuk mempertimbangkan banding tidaknya vonis terhadap Eni.
Sekadar informasi, Eni divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan. Ia terbukti menerima suap Rp4,75 miliar dari bos Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo. Selain itu, Eni juga wajib membayar uang pengganti sebesar Rp 5,087 miliar dan 40 ribu SGD.
Eni Saragih disebut melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Putusan ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya JPU KPK menuntut Eni, delapan tahun penjara dan denda Rp300 juta serta subsider empat bulan kurungan. Selain permohonan Justice Collaborator ditolak, hak untuk dipilih dalam jabatan publik juga terancam dicabut.
Ia dinilai terbukti menerima suap Rp4,75 miliar dari bos Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo. Uang suap itu diduga diberikan agar Johannes mendapat proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau (PLTU MT Riau-1).
Selain menerima suap, Eni juga diyakini menerima gratifikasi Rp5,6 miliar dan SGD40 ribu dari beberapa direktur dan pemilik perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas (migas).
Dalam pertimbangannya, jaksa menganggap Eni tak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Selain itu, Eni juga diharuskan membayar uang pengganti sejumlah Rp10.350.000.000 dan SGD40 Ribu. (*/Ag))
DEPOK – Anggota Satreskrim Tim Tiger Polresta Depok meringkus tersangka pembacok pimpinan ormas di Depok di tempat persembunyian masing-masing daerah Bogor dan Jakarta Timur.
Wakapolresta Depok AKBP Arya Pradana mengatakan keempat tersangka memiliki peran masing-masing yaitu, OM (34) sebagai eksekutor, lalu PT,37, RT,34, HT,37, masing-masing berprofesi sebagai Debt Collector (penagih utang)
Mereka ditangkap di bawah pimpinan Kasat Reskrim Polresta Depok Kompol Deddy Kurniawan dan Katim Tiger AKP Eko.
“Pelaku OM sebagai eksekutor yang membacok kepala korban menggunakan parang. Dan ketiga temannya ikut turut serta membantu hingga korban terluka parah,”ujarnya (28/2/2019) petang.
Mantan Kanit Narkoba Polres Metro Jakarta Pusat ini menuturkan bermula Erik Yulia Sandi, wakil pimpinan ormas di Kota Depok, Sabtu (23/2) sekitar pukul 01.30 WIB sedang jalan mencari makan ketemu dengan pelaku. Selain itu terjadi percek-cokkan antara dua kelompok terjadi penyerangan oleh pelaku.
“Pelaku ini sebelumnya sempat senggolan motor di jalan. Kekesalan itu dilampiaskan setelah bertemu sama korban di jalan saat jalan kali . Mereka lalu cekcok dan pelaku mengeluarkan parang untuk membacok korban. Akibat bacokan itu pelaku terluka parah di kening kepala, urat nadi putus dan masih dirawat intensif di RS Polri Kramat Jati,”tutupnya.
Setelah kejadian pelaku bersembunyi di rumah kerabat di daerah Bogor dan Cipinang, Jakarta Timur.
“Setelah kejadian anggota khusus Tim Tiger langsung melakukan penyelidikan dan mengetahui identitas pelaku hingga akhirnya ditangkap,”tambah AKBP Arya Pradana.
Barang bukti yang disita yaitu dua parang besi, empat HP, satu potong baju korban, dan motor Yamaha B 3233 EBX. Keempat pelaku dikenakan Pasal 170 KUHP tentang penganiayaan bersama-sama ancaman diatas lima tahun. (*/Ind)
JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menanggapi usulan sejumlah pihak agar mengubah susunan penghitungan suara pemilu 2019.
Adapun urutan penghitungan suara pemilu 2019 akan dimulai dengan pemilihan presiden (pilpres) dilanjutkan pemilihan legislatif (pileg).
Komisioner KPU Wahyu Setiawan memastikan, pihaknya tak akan merubah urutan penghitungan suara pemilu 2019. Pasalnya, hal ini telah diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara.
“Dari KPU sudah selesai soal itu (urutan penghitungan suara pemilu 2019), manakala PKPU itu sudah diundangkan,” kata Wahyu di kantornya, Jakarta Pusat, (28/2/2019).
Ia menambahkan, jika ada pihak yang keberatan dengan urutan penghitungan suara ini, seharusnya menyampaikan usulan saat berlangsungnya proses pembahasan PKPU.
“Kenapa usulannya sekarang? Kenapa tidak diusulkan pada saat pembahasan rapat konsultasi? Semua partai kan, terwakili di situ,” tegasnya.
Dirinya menuturkan, untuk mengubah urutan penghitungan suara, harus ada revisi terhadap PKPU terlebih dahulu. Proses revisi hanya bisa ditempuh setelah ada uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Revisi PKPU kan ada prosesnya juga. Dan kita juga butuh argumentasi apa logikanya agar PKPU itu direvisi,”pungkasnya. (*/Ag
BANDUNG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Bupati nonaktif Bekasi menerima suap Rp10,8 miliar dan 90.000 dolar Singapura dari mantan Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro. Suap tersebut terkait kasus suap perizinan pembangunan proyek Meikarta.
“Terdakwa Neneng Hasanah Yasin selaku Bupati Kabupaten Bekasi menerima sejumlah Rp10.830.000.000,00 dan 90.000 dolar Singapura,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jawa Barat,(27/2/2019).
Pembacaan dakwaan tersebut sekaligus untuk terdakwa Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Jamaludin yang didakwa menerima Rp1,2 miliar; Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, Sahat MBJ Nahor yang menerima Rp952 juta.
Sementara Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi, Dewi Tisnawati didakwa menerima Rp1 miliar dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi didakwa menerima Rp700 juta.
Jaksa menjelaskan para terdakwa telah melanggar hukum karena telah menerima suap terkait statusnya sebagai pejabat pemerintahan kabupaten Bekasi. “Para terdakwa melakukan, menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan menerima hadiah atau janji,” ujar jaksa.
Pemberian uang miliaran tersebut diduga untuk memuluskan pemberian izin mendirikan bangunan (IMB) kepada PT Lippo Cikarang melalui PT Mahkota Sentosa Utama seluas 438 hektare. Lahan tersebut dibagi menjadi tiga tahap pembangunan. Tahap I dengan luas lahan 143 hektare, tahap II dengan luas lahan 193,5 hektare dan tahap III dengan luas lahan 101,5 hektare.
“Para terdakwa memberikan kemudahan dalam pengurusan izin mendirikan bangunan atau IMB kepada PT Lippo Cikarang melalui PT Mahkota Sentosa Utama yang mengurus perizinan pembangunan proyek Meikarta,” kata jaksa.(*/Hend)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita rumah dan tanah milik seorang pejabat di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR).
Penyitaan ini berkaitan dengan kasus dugaan suap proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
“Kemarin Penyidik telah lakukan Penyitaan Rumah dan tanah seorang Kasatker di Kempupera,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah melalui pesan singkat, Selasa (26/2/2019).
Namun, Febri enggan menyebut identitas pejabat KemenPUPR yang rumah dan tanahnya disita tim penyidik. Febri hanya menyebut rumah dan tanah yang berada di Taman Andalusia, Sentul City, Bogor.
“Estimasi nilainya Rp3 miliar,” katanya.
Dalam penyidikan kasus ini, KPK terus menerima pengembalian uang dari pejabat KemenPUPR. Uang tersebut diduga diterima oleh pejabat Kempupera terkait proyek air minum di sejumlah daerah.
Febri menuturkan, hingga saat ini terhadap sekitar 55 Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang memegang proyek SPAM di sejumlah daerah yang mengembalikan uang kepada KPK.
Total uang yang dikembalikan para pejabat KemenPUPR itu secara total mencapai Rp 20,4 miliar, USD 148.500 dan SGD 28.100.
KPK menghargai sikap koperatif para pejabat Kempupera ini. Uang yang dikembalikan selanjutkan akan disita dan dimasukan dalam berkas penanganan perkara yang sedang berjalan. (*/Adyt)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Kepala Badan Peningkatan Penyelenggara Sistem Penyediaan Air Minum Kementerian PUPR, Bambang Sudiatmo. Ia akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap proyek sistem penyediaan air minum (SPAM).
“Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka ARE (Anggiat Partunggal Nahot Simaremare),” ucap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Senin (25/2/2019).
Selain Bambang, lanjut Febri, KPK juga memanggil tujuh orang saksi lain. Mereka ialah Dewi Ratih Ayu selaku swasta, Ulva Novita Takke selaku swasta, dan Lukman Hakim selaku staf PT Sentul City.
Selanjutnya tiga pensiunan bernama Amiruddin, Agus Marsudi, dan Syamsul Hadi yang merupakan anggota tim pemantauan dan evaluasi proyek strategis nasional Kementerian PUPR. Serta Sri Hartoyo selaku PNS.
Terkait kasus ini, KPK menetapkan delapan tersangka yang terdiri dari pejabat Kementerian PUPR dan pihak swasta. Peran mereka ialah, diduga sebagai pemberi Dirut PT WKE Budi Suharto, Direktur PT WKE Lily Sundarsih, Direktur PT TSP Irene Irma, dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo.
Sementara itu, diduga sebagai penerima ialah Kepala Satker SPAM Strategis/ PPK SPAM Lampung Anggiat Partunggul Nahot Simaremare, PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah, Kepala Satker SPAM Darurat Teuku Moch Nazar, dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.
Anggiat diduga menerima Rp350 juta dan 5 ribu dolar AS untuk pembangunan SPAM Lampung dan Rp500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3 Jawa Timur.
Meina diduga menerima Rp1,42 miliar dan 22.100 dolar AS untuk SPAM Katulampa. Moch Nazar diduga menerima Rp2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu, Sulteng. Dan terakhir, Donny diduga menerima Rp170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.
Empat pejabat Kementerian PUPR ini diduga mengatur agar PT WKE dan PT TSP menang dalam lelang. Tak hanya itu, dua perusahaan ini juga dimintai uang dalam proses lelang oleh mereka. Saut menyebut jika pada tahun 2017-2018 kedua perusahaan tersebut diduga memenangkan 12 paket proyek dengan nilai total Rp429 miliar.
PT WKE dan PT TSP diduga memberi fee 10 persen dari nilai proyek. 7 persen untuk Kepala Satuan Kerja, dan 3 persen untuk Pejabat Pembuat Komitmen. (*/Ag)
SURABAYA – Penumpang China Airlines CI-715 asal Taiwan diamankan petugas bandara dan Beacukai di Bandara Juanda, Surabaya, Jawa Timur karena kedapatan membawa ratusan amunisi senjata api (senpi) berbagai jenis.
Direktur Keamanan Penerbangan Ditjen Perhubungan Udara Dadun Kohar mengungkapkan penemuan berawal dari pemeriksaan petugas bea cukai yang mencurigai barang penumpang yang landing di Bandara Juanda pada pukul 22.57 WIB.
Pada saat melewati pemeriksaan mesin x-ray, barang penumpang tersebut termonitor Beacukai lalu petugas melanjutkan dengan pemeriksaan secara manual.
Petugas Bea Cukai dan OBU III kemudian membongkar koper dan menemukan bungkusan sebanyak lima bungkus terbalut isolasi warna putih yang ditempatkan di antara tumpukan baju berisi uproyektil amunisi berjumlah 400 butir dengan ujung berwarna putih dan merah.
Oleh petugas dari Bea Cukai dan OBU III penumpang tersebut kemudian diserahkan ke pihak kepolisian Bandara Juanda.
Dadun Kohar mengungkapkan pihaknya dan Otoritas Bandar Udara Wilayah III Surabaya langsung melakukan langkah efektif menangani penumpang pesawat udara sipil yang membawa senjata api beserta peluru tersebut.
Dikatakannya sesuai dengan peraturan PM Nomor 80 Tahun 2017 tentang Program Keamanan Penerbangan Nasional serta SKEP/100/VI/2003 Tentang Petunjuk Teknis Penanganan dinyatakan peluru dikategorikan sebagai barang/bahan berbahaya/ dangerous goods kelas I (explosive).
0leh karenanya keberadaan dan sifatnya harus dilakukan pembatasan dalam pengangkutan. Ditjen Hubud menghimbau calon pengguna angkutan udara agar memperhatikan aturan sebelum melakukan penerbangan. Khususnya terkait penyimpanan senjata api beserta peluru.
Penumpang yang membawa senjata api beserta peluru harus menyerahkan senjata dan pelurunya kepada petugas check – in dengan didampingi petugas pengamanan bandar udara dengan ketentuan memperlihatkan surat izin penguasaan atau kepemilikan senjata api beserta peluru dari instansi yang berwenang dan surat dinas bagi pejabat atau petugas negara.
Selanjutnya senjata yang diterima tersebut akan dimasukkan dalam kategori security item sedangkan pelurunya sebagai dangerous goods. (*/Gio)
BANDUNG – Petugas Rumah Tahanan (Rutan) Perempuan Bandung memberikan pengawasan khusus terhadap Bupati Bekasi nonaktif, Neneng Hasanah Yasin.
Neneng diawasi karena tersangka penerima suap perizinan proyek properti Meikarta itu dalam kondisi hamil tujuh bulan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menitipkan Neneng di Rutan Perempuan Sukamiskin Bandung, Jalan Pacuan Kuda, Arcamanik, Kota Bandung, Jawa Barat sejak Rabu 20 Februari 2019 malam. Sebelumnya Neneng mendekam di Rutan KPK.
Seperti diketahui, sidang perkara Meikarta digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jawa Barat.
“Kemarin kami langsung cek kesehatan Neneng, sebab yang bersangkutan mengakui tengah hamil tujuh bulan. Dari pengecekan, alhamdulillah dia dalam keadaan sehat,” jelas Kepala Rutan Perempuan Bandung, Lilis Yuaningsih, (22/2/2019).
Lilis menuturkan, Neneng yang baru dua hari tinggal di rutan ini tidak mengeluhkan soal kondisi kesehatannya. Kendati demikian pihak rutan akan terus memantau kesehatan Neneng.
“Sejauh ini, yang bersangkutan juga tidak mengeluhkan soal kesehatannya,” tuntasnya.(*/Hend)
SIDOARJO – Ketua MPR RI yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Zulkifli Hasan datang ke Rumah Tahanan Kelas 1 Khusus Surabaya di Medaeng Waru-Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (23/2/2019) untuk mengunjungi Ahmad Dhani.
Zulkifli datang untuk memberikan semangat dan memberikan dukungan kepada Ahmad Dhani yang dinilai sebagai seorang pejuang.
Didampingi sejumlah kerabat dan pengawalan ketat, Zulkifli langsung masuk ke dalam rutan tanpa harus mendaftar dan antre seperti pengunjung rutan pada umumnya.
Kepada awak media yang menemuinya di depan rutan, Zulkifli menegaskan, kedatangannya ke Rutan Medaeng sengaja dilakukan untuk memberikan semangat dan dukungan kepada Ahmad Dhani.
Diketahui pentolan Grup Dewa 19 ini menghadapi proses hukum terkait dugaan kasus pencemaran nama baik.
“Saya ingin menemui Ahmad Dhani untuk memberikan semangat,” katanya.
Masuk ke dalam rutan tidak lebih dari 15 menit. Zulkifli hasan akhirnya keluar rutan dan melanjutkan kegiatannya di Surabaya.(*/Gio)
JAKARTA – DPRD DKI Jakarta meminta Gubernur Anies Baswedan mengusut tuntas pembelian lahan Cengkareng senilai Rp668 miliar. Kasus tidak boleh berhenti begitu saja karena diduga ada tindak pidana.
“Meski memang dan berencana menagih, namun pihak pihak yang terkait pembelian lahan tersebut harus terus diusut, “kata M Syarif, Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta, Jumat (22/2).
Menurut Syarif, proses pembelian lahan seluas 4,6 hektar tersebut jelas bermasalah. Sebab, lahan tersebut tercatat sebagai aset pemprov sendiri yang dicatat sejak tahun 1967 lalu. “Yang terlibat dalam proses pembeliannharus diusut. Jadi tidak hanya menagih.”
Seperti diketahui, Pemprov DKI Jakarta menagih Rp668 miliar atas pembelian lahan milik pemprov di Cengkareng. Pemprov telah memenangkan kasus tersebut di pengadilan. Sebab itu, pemprov meminta BPN segera membatalkan sertifikat yang sudah diterbitkan atas nama penjual.
“Sudah keputusan pengadinal yang final. Jadi kita minta dibatalkan kemudian lahannya dikembalikan jadi aset dinas ketahanan pangan, kelautan dan pertanian,” kata Saefullah.
Setelah dibatalkan maka langkah selanjutnya segera menagih kembali dana APBD sekitar Rp668 miliar yang telanjur dibayar. “Kita segera meminta dana pembelian dikembalikan segera,” tandasnya.
Saefullah mengatakan, permohonan pembatalan sertifikat dilakukan karena lahan tersebut juga tercatat sebagai aset Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (DKPKP) DKI.
Keputusan itu sudah berkekuatan hukum tetap. Kasus lahan Cengkareng Barat bermula ketika Dinas Perumahan membeli lahan seluas 4,6 hektare itu pada 2015 seharga Rp 668 miliar dari pihak swasta atas nama Toeti Noezlar Soekarno. Pembelian lahan untuk pembangunan rumah susun.
Hal tersebut kemudian menjadi masalah ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan bahwa lahan itu juga terdata sebagai milik Dinas KPKP. Pada 6 Juni 2017, majelis hakim memutuskan perkara tersebut tidak dapat diterima.
Toeti sempat mengajukan banding pada akhir 2017, tetapi akhirnya kalah lagi. Dengan kata lain, Pemprov DKI menang dan lahan seluas 4,6 hektare itu kembali ke tangan pemerintah. Meski demikian, BPK menilai ada kerugian negara akibat pembelian lahan ini. (*/Na)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro