JAKARTA - DPRD DKI Jakarta meminta Gubernur Anies Baswedan mengusut tuntas pembelian lahan Cengkareng senilai Rp668 miliar. Kasus tidak boleh berhenti begitu saja karena diduga ada tindak pidana.
“Meski memang dan berencana menagih, namun pihak pihak yang terkait pembelian lahan tersebut harus terus diusut, “kata M Syarif, Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta, Jumat (22/2).
Menurut Syarif, proses pembelian lahan seluas 4,6 hektar tersebut jelas bermasalah. Sebab, lahan tersebut tercatat sebagai aset pemprov sendiri yang dicatat sejak tahun 1967 lalu. “Yang terlibat dalam proses pembeliannharus diusut. Jadi tidak hanya menagih.”
Seperti diketahui, Pemprov DKI Jakarta menagih Rp668 miliar atas pembelian lahan milik pemprov di Cengkareng. Pemprov telah memenangkan kasus tersebut di pengadilan. Sebab itu, pemprov meminta BPN segera membatalkan sertifikat yang sudah diterbitkan atas nama penjual.
“Sudah keputusan pengadinal yang final. Jadi kita minta dibatalkan kemudian lahannya dikembalikan jadi aset dinas ketahanan pangan, kelautan dan pertanian,” kata Saefullah.
Setelah dibatalkan maka langkah selanjutnya segera menagih kembali dana APBD sekitar Rp668 miliar yang telanjur dibayar. “Kita segera meminta dana pembelian dikembalikan segera,” tandasnya.
Saefullah mengatakan, permohonan pembatalan sertifikat dilakukan karena lahan tersebut juga tercatat sebagai aset Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (DKPKP) DKI.
Keputusan itu sudah berkekuatan hukum tetap. Kasus lahan Cengkareng Barat bermula ketika Dinas Perumahan membeli lahan seluas 4,6 hektare itu pada 2015 seharga Rp 668 miliar dari pihak swasta atas nama Toeti Noezlar Soekarno. Pembelian lahan untuk pembangunan rumah susun.
Hal tersebut kemudian menjadi masalah ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan bahwa lahan itu juga terdata sebagai milik Dinas KPKP. Pada 6 Juni 2017, majelis hakim memutuskan perkara tersebut tidak dapat diterima.
Toeti sempat mengajukan banding pada akhir 2017, tetapi akhirnya kalah lagi. Dengan kata lain, Pemprov DKI menang dan lahan seluas 4,6 hektare itu kembali ke tangan pemerintah. Meski demikian, BPK menilai ada kerugian negara akibat pembelian lahan ini. (*/Na)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro