BOGOR – Sangat tidak mendidik apa yang dilakukan oleh pihak sekolah disebabkan terlambat untuk membayar SPP.
Bupati Bogor, Ade Yasin merespon tegas adanya kabar siswa yang dihukum push up karena belum membayar SPP di Bojonggede, Kabupaten Bogor.
Bahkan, Ade Yasin sudah memerintahkan Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor untuk melakukan peneguran terhadap sekolah.
Menurutnya, hal tersebut masih bagian dari tanggungjawabnya meskipun sekolah tersebut merupakan sekolah Islam yang kewenangannya di bawah Kemenag.
“Disdik (Dinas Pendidikan) sudah diperintahkan untuk menegur. Itu gak boleh terjadi lagi di Kabupaten Bogor,” kata Ade saat ditemui wartawan di Pendopo Bupati Bogor, (29/1/2019).
• Penjelasan Kepsek di Bojonggede Terkait Adanya Siswa yang Dihukum Push Up Karena Belum Lunasi SPP
• Kabar Siswa SD Disuruh Push Up, Orangtua Sebut Anaknya Trauma dan Ungkap Kejadian Sebenarnya
Ia mengatakan bahwa pihaknya juga sudah berkomunikasi dengan Pihak Kemenag.
Ia berharap, peristiwa ini tidak kembali berulang terlebih ia kini tengah menggalakan progam agar anak-anak di Kabupaten Bogor mau sekolah.
“Ke Kemenag juga sudah disampaikan, akan ditindak lanjuti. Kan kita juga lagi program supaya anak-anak mau sekolah sudah kita galakkan, jangan sampai yang sudah sekolah jadi begini, tidak hanya Kemenag, tapi tugas kita juga,” tandasnya.(*/DP Alam)
BOGOR – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mencatat ada 290 orang pengidap baru HIV/AIDS sepanjang 2018. Mayoritas pengidap virus berbahaya itu adalah laki-laki.
“Secara keseluruhan, sejak 2017 hingga 2018, tercatat sekitar 554 pengidap HIV/AIDS yang terdata. Untuk tahun lalu saja, sampai Desember 2018, ada 290 orang,” ungkap Kepala Bidang Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Bogor, Agus Fauzi, di Cibinong, Selasa (29/1/2019).
Agus menuturkan, pada 2017, pengidap HIV/AIDS sebanyak 264 orang yang terdiri atas 181 laki-laki dan 83 perempuan. Sementara, pada 2018, jumlahnya bertambah sebanyak 290 orang yang terdiri atas 204 laki-laki dan 86 perempuan.
Dia menjelaskan, data tersebut diakumulasi dari berbagai fasilitas layanan kesehatan di Kabupaten Bogor. “Kami hanya meng-input wilayah Kabupaten Bogor.
Untuk luar Bogor disampaikan ke daerah masing-masing untuk pencatatannya,” ujar Agus.
Dari temuan kasus baru sepanjang 2017-2018, mayoritas pengidap HIV/AIDS masih berusia produktif yakni antara 25-49 tahun. Kebanyakan dari mereka juga berjenis kelamin laki-laki. Menurut Agus, mobilitas kaum laki-laki yang lebih tinggi dibandingkan perempuan bisa jadi faktor yang membuat mereka menjadi rentan terkena penyakit yang menyerang kekebalan tubuh tersebut.
“Persentase kasus HIV/AIDS yang tinggi memang laki-laki. Kami akumulasi mereka berusia produktif, karena penularan ini bisa jadi terkait mobilitas dan perilaku. Misalnya, intensitas keluar malam dan berpotensi bersinggungan dengan penderita HIV/AIDS. Sementara, ibu-ibu atau kaum perempuan lebih banyak tinggal di rumah,” ucapnya.
Untuk layanan kesehatan dan pemeriksaan HIV/AIDS, kata Agus, masyarakat Kabupaten Bogor dapat memeriksakan diri mereka di 53 puskesmas. Dengan kata lain, puskesmas yang terdapat di 40 kecamatan di Kabupaten Bogor sudah bisa melayani warga yang mengidap penyakit tersebut.
Selain itu, ada empat rumah sakit umum daerah (RSUD) di Bogor yang bisa melayani pemeriksaan HIV/AIDS. “Kami (Dinkes Kabupaten Bogor) menyediakan obat bagi penderita HIV/AIDS juga di empat RSUD itu,” tandasnya.(*/Ade)
BOGOR – Sangat terlalu perlakuan dari pihak sekolah seorang siswi sekolah dasar (SD) swasta dihukum push-up 100 kali karena belum melunasi uang sumbangan pembinaan pendidikan atau SPP.
Orangtua GNS tak punya biaya sehingga belum melunasi biaya pendidikan. Karena hukuman tersebut, GNS (10) trauma berat hingga tidak mau lagi datang ke sekolah.
GNS mengatakan, peristiwa itu dialaminya pada pekan lalu, di salah satu sekolah kawasan Bojonggede, Kabupaten, Bogor.
“Lagi belajar tiba-tiba dipanggil kakak kelas, untuk menghadap kepala sekolah, enggak tahu kenapa,” ucap GNS di di kawasan Kampung Sidamukti, RT 005 RW 010, Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cilodong, Depok, Jawa Barat.
Setelah menghadap ke kepala sekolah, GNS diminta push-up 100 kali.
“Yang nyuruh kepala sekolah. katanya belum dapat kartu ujian soalnya belum bayaran,” kata GNS dengan mata berkaca-kaca.
Menurut dia, hukuman push-up bukan kali ini diterimanya. Ia sudah dua kali dihukum seperti itu. Selain itu, kata dia, siswa lain pun ada yang dihukum sama dengannya.
“Pernah lagi waktu itu dihukum push up, tetapi cuma disuruh 10 kali. Dari kelas aku ada dua orang lagi yang disuruh push-up,” ucap dia.Akibat push-up ini, GNS mengalami sakit pada perutnya.
Ia pun takut bersekolah lagi.
“Saya takut, takut disuruh push-up lagi (kalau datang ke sekolah),” ujar dia.
Kejadian yang menimpa GNS ini membuat pihak keluarga berencana memindahkannya ke sekolah lain.
Pihak keluarga berharap, tidak ada lagi siswa di sekolah tersebut yang diperlukan demikian.
“Semoga tidak ada lagi yang diperlakukan seperti adik saya ini. Kasihan sudah 10 hari enggak mau sekolah dan enggak mau ketemu orang,” ucap kakak dari GNS yang enggan disebutkan namanya.
Kepala Sekolah SDIT Bina Mujtama, Budi, membenarkan adanya hukuman push-up yang dilakukan oleh pihaknya kepada GNS.
Budi mengatakan, hukuman tersebut dilakukan karena GNS belum melunasi SPP selama berbulan-bulan.
“Sudah sangat banyak sih hampir 10 bulan lebih sih belum bayaran bahkan sudah sampai setahun dua tahun gitu,” ucap Budi.
Ia mengatakan, hukuman tersebut sebagai bentuk shock therapy pada GNS agar orang tuanya hendak melunasi SPP.
“Jadi hanya shock therapy kita panggil saja, jadi memang kita lakukan (suruh push up) tapi tidak sampai sebanyak itu (100 kali) cuma 10 kali kok terus kita ajak ngobrol lagi anaknya.
Kita juga mengerti kondisinya anak-anak masak kita suruh sampai sebanyak itu,” tutur Budi.(*/DP Alam)
BOGOR – Para siswa SDN 5 Neglasari, Dramaga, Kabupaten Bogor terpaksa belajar bergilir saat mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah mereka, (28/1/2019).
Selain itu, sekolah tempat mereka belajar pun masih terdapat banyak puing-puing bangunan yang berserakan pasca ambruk pada Jumat (25/1/2019) lalu.
“Belajar mengajar (shift) di pagi dan siang. Pagi itu kelas 1, 2, 5 dan 6, terus siang itu kelas 3 dan 4,” kata salah satu guru SDN 5 Neglasari, Dudi Setiawan, kepada wartawan, Senin (28/1/2019).
Ia juga mengatakan bahwa pelaksanaan belajar mengajar juga cukup memakan waktu.
Karena selian bergiliran antar kelas, para siswa juga harus bergiliran antar rombongan belajar (rombel).
“Yang kelas 1, 2, 5, 6 itu dua kali masuk. Pertama kelas A baru kelas B,” katanya.
Ia mengaku belum tahu pasti sampai kapan kondisi ini akan berlangsung.
Selain itu, ia juga berharap perbaikan atap kelas yang ambruk diterpa hujan deras ini bisa segera diperbaiki agar belajar mengajar para siswa kembali normal.
Diberitakan sebelumnya, atap bangunan kelas SDN 5 Neglasari, di Kampung Cikiruh Kaum, RT 05/02, Desa Neglasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor roboh, Jumat (25/1/2019).
Pantauan dilapangan, atap bangunan sekolah yang roboh ini berjumlah 4 ruangan terdiri dari 3 kelas dan 1 ruang guru.(*/Ade)
BANDUNG – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memberi lampu hijau kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menyesuaikan mekanisme Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sesuai dengan kondisi setempat. Jalur zonasi kemungkinan tak diterapkan 90 persen seperti yang diatur oleh Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengaku sudah bertemu dengan Mendikbud Muhadjir Effendy. “Arahannya, sesuaikan dengan kondisi di daerah, jadi tidak saklek,” katanya saat ditemui usai membuka Pameran Foto Arke di Kantor Berita Antara Bandung, Kamis, 24 Januari 2019.
Ia mengatakan, teknis PPDB yang menjadi kewenangan Pemprov Jabar baru akan dirapatkan pekan ini. “Masih akan dirapatkan, saya belum punya jawaban teknis,” ujarnya.
Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 menyebut tiga jalur pendaftaran PPDB yaitu zonasi paling sedikit 90 persen, prestasi paling banyak 5 persen, dan perpindahan tugas orang tua paling banyak 5 persen.
Mekanisme PPDB ini tidak berlaku untuk SMK, sekolas swasta, sekolah layanan khusus, sekolah pendidikan khusus, sekolah berasrama, dan sekolah di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Permendikbud ini juga memuat sanksi atas pelanggaran ketentuan ini. Kementerian Dalam Negeri bisa menegur kepala daerah yang membuat aturan tidak sesuai dengan mekanisme. Pemerintah pusat juga bisa mengurangi dana bantuan dari pemerintah pusat ataupun Bantuan Operasional Sekolah untuk pelanggaran di pasal tertentu.
Ridwan mengatakan, jika diterapkan sama percis dengan Permendikbud, sekolah-sekolah yang dibangun sejak masa kolonial seperti SMA 3 dan SMA 5 tidak akan mendapat siswa. Sebab sekolah-sekolah itu tidak berada di are pemukiman warga.
“Kalau menggunakan 90 persen zonasi, SMA 3 dan 5 enggak ada siswanya. Kalau teorinya jarak kilometer, SMA itu enggak ada siswanya,” tuturnya.
Meski begitu, Emil tetap menyatakan kesetujuannya PPDB dengan sistem zonasi ini. Menurut dia, biaya pendidikan tertinggi di Jawa Barat untuk kebutuhan transportasi. Jarak yang jauh antara rumah dan sekolah membuat orangtua harus mengeluarkan biaya lebih untuk ongkos. Selain itu, jarak yang jauh menyebankan tingkat stres anak tinggi.
“Aturan itu betul, tapi akan disesuaikan,” pungkasnya.(*/Hend)
JAKARTA – Pengawasan ketat harus dilakukan terhadap dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dikucurkan pemerintah pusat. Langkah ini untuk mengantisipasi dana bantuan itu menjadi bancakan oknum pendidik.
Permintaan tersebut dilontarkan Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, mengingat besarnya kucuran dana bantuan pendidikan yang diberikan pemerintah pusat maupun Pemprov DKI Jakarta.
“Harus diawasi ketat karena dananya begitu besar. Dana BOS rawan diselewengkan. Kami mendengar penggunaan dana bantuan itu banyak yang bocor,” tegas Prasetyo, (24/1).
Politisi PDI Perjuangan ini mengungkapkan adanya kebocoran terhadap dana BOS bisa saja terjadi.
“Dana BOS diberikan kepada sekolah untuk menunjang operasional pendidikan. Bagaimana pengawasannya. Apakah besaran dana BOS yang diberikan sesuai dengan apa yang digunakan?,” tanyanya.
Seperti yang diterima siswa di Jaktim. Dana BOS saat ini digunakan sekolah untuk menyediakan buku pelajaran tematik. Buku yang dipinjamkan ke siswa itu, digunakan agar anak-anak sekolah tak perlu repot membeli buku pelajaran lain.
“Karena sekolah dapat dana BOS, ya jadinya siswa nggak perlu membeli buku lagi,” tutur Reina, 35, orangtua siswa.
Sebelumnya, para siswa dibebani dengan membeli lembar kerja siswa (LKS) yang dirasakan cukup berat. “Sekarang anak sekolah. modal kami cuma kasih ongkos saja. Nggak ada beli apa-apa,” ucap Reina.
Menurut orangtua siswa kelas 3 SD ini, selama anaknya duduk di sekolah di kawasan Makasar, Jaktim, tak dipungut biaya serupiah pun. Bahkan bantuan dari Pemprov DKI Jakarta seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP) juga dirasa sangat membantu.
Sementara itu Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Bowo Irianto mengaku telah mengambil langkah adanya upaya penyelewengan dana BOS di sekolah. Upaya itu melalui aplikasi Siap BOS.
Dimana melalui aplikasi tersebut setiap sekolah wajib melaporkan berbagai kegiatan belanja yang menggunakan dana bantuan pemerintah pusat tersebut. “Dengan aplikasi ini semua bisa terpantau,” tegasnya.
Lebih lanjut Bowo menjelaskan, dana BOS berbeda dengan KJP Plus. Dana BOS tidak diberikan langsung ke siswa. Melainkan diberikan kepada sekolah untuk mendukung proses belajar mengajar.
Besarannya pun masing-masing sekolah disesuaikan dengan jumlah siswa yang ada. “Uang yang diberikan ke siswa hanya KJP Plus,” ungkapnya.
Kendati demikian Bowo mengajak warga untuk turut mengawasi dana BOS tersebut. “Biaila mengetahui ada penyimpangan, silakan langsung lapor ke dinas, pasti ditindak tegas,” tandasnya. (*/Nia)
BOGOR – Dinas Pendidikan Kota Bogor mengakui adanya ijazah milik siswa SMA dan SMK di Kota Bogor yang ditahan oleh pihak sekolah. Sebelumnya beredar kabar bahwa ada ribuan ijazah yang ditahan oleh pihak sekolah.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor Fahrudin pun membenarkan hal itu.
“Kalau di swasta banyak itu ribuan, ijazah yang ditahan karena masih punya utang,” katanya saat ditemui di Balaikota Bogor, (22/1/2019).
Namun meski demikian Kata Fahrudin untuk di tingkat SMP hal itu tidak terjadi.
Karena menurutnya untuk siswa siswi di SMP yang kurang mampu mendapat bantuan dana BOS.
“Nah kalau di SMP kan begini, di SMP itu di kemas (Kemasyarakatan) ada bantaun siswa miskin, kemudian komunikasi kita dengan kepala sekolah masih relatif lancar, yang berikutnya ada bos kota untuk sekolah swasta dan kita juga ada perjanjian dengan sekolah swasta gitu supaya membebaskan anak anak yg berasal dari tidak mampu sebesar bantuan yang diberikan pemerintah,” ujarnya.
Pria yang akrab disapa Fahmi itu juga tidak memungkiri bahwa sekolah SMK dan SMA Swasta bernatung pada dana iuran.
“SMA dan SMK yang swasta memangkan sangat bergantung dari iuran itu, nah tinggal sebetulnya orangtua datang ke sekolah jangan nyuruh orang dan jangan dibayangkan tidak akan dapat bantuan, datang ke sekolah silaturahim minta keringanan pasti ada keringanan,” katanya
Meski demikian kata Fahmi Disdik Kota Bogor pun tak tinggal diam melihat kondisi itu.
Beberapa kali Disdik Kota Bogor pun membantu siswa-siswi SMA dan SMK yang kurang mampu
“Iya tapi kita bantu kok, contoh ada anak di salah satu SMA dia punya utang Rp 2,3 juta, kita bantu, Rp 1,3 juta dari infaq sodaqoh,” tandasnya.(*/Ade)
BOGOR – Bertempat di Ruang Rapat Pendopo Bupati Kabupaten Bogor, Dinas Pendidikan (Disdik) mengadakan ekspose program kerja yang dihadiri langsung Wakil Bupati, Iwan Setiawan, Senin (21/1).
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Luthfie Syam menjelaskan, kegiatan ini dilakukan untuk memberikan gambaran, terkait berbagai hal serta program yang menjadi kegiatan kerja Disdik di tahun anggaran 2019.
“Selain penjabaran prihal berbagai program kerja. Melalui ekspose ini Disdik juga memaparkan langkah-langkah teknis, serta kebutuhan pengambilan kebijakan demi mendukung 100 hari Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bogor,” jelasnya.
Dipaparkan Luthfie, setidaknya penjabaran program meliputi kegiatan sarana dan prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, kebijakan struktural, hingga wacana pengimpelentasian Pancakarsa.
Namun, terdapat beberapa paparan program kerja yang dinilai memerlukan, langkah serta kebijakan cepat dari Pemerintah Daerah (Pemda).
“Diantaranya kebijakan tersebut yakni, pembenahaan dan revisi pembubaran UPT Pendidikan, penerbitan SK lokasi bagi empat SMP negeri yang akan dibangun, dan pengisian kursi kepala sekolah,” katanya
Turut hadir dalam rapat tersebut, Kepala BPKAD Kabupaten Bogor, Didi Kurnia mengatakan, hingga saat ini pihaknya tengah melakukan koordinasi dengan Disdik. Terutama prihal penerbitan SK lokasi bagi empat SMP negeri.
“Ke empat SMP negeri tersebut yakni, SMPN 2 Tajurhalang, SMPN 3 Jonggol, SMPN 4 Gunungputri, dan SMPN 3 Megamendung,” ungkapnya.
Sementara, Wakil Bupati Kabupaten Bogor, Iwan Setiawan mengemukakan, dirinya berharap persoalan yang ditemukan dalam realisasi program kerja Satuan Kerja Prangkat Daerah (SKPD). Mampu diatasi bersama tanpa harus berbenturan dengan payung hukum.
“Dari program yang dijabarkan Disdik sangat menggugah antusias kita untuk meralisasikan. Terlebih, terdapat program baru dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan pengembangan pendidikan masyarakat,” ucapnya.
Sambung Iwan, guna melihat progres kerja pasca penjabaran program hari ini. Pihaknya berencana melakukan agenda rapat pembahasan dalam kurung waktu tiga bulan kedepan.
“Hal tersebut dilakukan untuk melihat sejauh mana program sudah berjalan. Selain itu sebagai identifikasi apa saja kendala yang ditemui, agar bisa diselesaikan secepat mungkin tanpa memakan waktu lebih lama,” pungkasnya.(DISK/DP Alam)
JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan aturan baru terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui jalur zonasi.
Yakni, siswa yang mendaftar ke sekolah di dalam satu zona dengan tempat tinggalnya wajib tercatat dalam Kartu Keluarga (KK) sejak 6 bulan sebelum dibukanya PPDB tahun ajaran 2019/2020. Untuk PPDB tahun ajaran 2020/2021 dan seterusnya, wajib tercatat minimal 1 tahun di dalam KK.
Aturan baru tersebut tercantum dalam Permendikbud Nomor 51/2018 tentang PPDB. Dengan demikian, sekolah wajib memprioritaskan peserta didik yang memiliki KK atau surat keterangan domisili yang berada dalam satu wilayah kota/kabupaten yang sama dengan sekolah asal.
Kuota PPDB jalur zonasi harus minimal 90% dari daya tampung sekolah.
Untuk dua jalur lainnya, yakni prestasi dan perpindahan orang tua, maksimal masing-masing 5% dari total daya tampung. Mendikbud Muhadjir Effendy menegaskan, pihak sekolah atau orang tua yang merekayasa KK demi keperluan PPDB akan dijerat dengan pidana.
“Nanti akan ada dalam surat edaran, akan dipertegas bisa dipolisikan kalau buat surat-surat palsu,” ujar Muhadjir di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Selasa 15 Januari 2019.
Penggunaan KK sebagai syarat utama penerimaan siswa jalur zonasi diyakini lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Mulai tahun ini dan seterusnya, SKTM dihapus dari PPDB.
Muhadjir menuturkan, surat keterangan domisili bisa dipakai jika orang tua siswa belum memiliki KK tetapi sudah tinggal di wilayah zona sekolah asal minimal 1 tahun. Surat keterangan tersebut harus dikeluarkan RT/RW atau kelurahan.
“Surat keterangan domisili yang sesuai dengan sekolah asal harus membuktikan bahwa yang bersangkutan memang sudah tinggal dan anaknya sekolah setidaknya satu tahun di zona sekolah asal,” tandasnya.(*/Nia)
BOGOR – Jumlah pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Bogor mencapai 69 orang sepanjang Januari 2019. Fogging (pengasapan) pun ternyata tidak ampuh untuk memberantas nyamuk DBD. Karena fogging hanya mampu memberantas nyamuk dewasa, sementara telur-telur masih tetap ada.
“Belum lagi efek samping racun obat fogging yang berbahaya buat kesehatan anak. Juga menempel di lantai dan peralatan rumah tangga. Tidak bisa cepat hilang juga,” ujar Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P3M) Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, dr Intan Widayati, Minggu (20/01/2019).
Dia mengungkapkan, sepanjang Januari 2019, pasien DBD di Bumi Tegar Beriman mencapai 69 orang dengan rentang usia 4-40 tahun. Dibanding tahun lalu, dengan periode yang sama jumlah ini melonjak drastis.
“Itu yang 69 sudah positif lengkap dengan hasil lab. Rata-rata dewasa kalau sekarang. Ada anak-anak juga ada 12 orang,” jelas Intan.
Lonjakan terjadi karena siklus tahunan dan masih kurangnya upaya masyarakat melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
“Tahun 2018 di posisi terendah. Dari 2015 turun terus sampai 2018. Tahun ini naik lagi. Diperkirakan sampai 2020 masih ada lonjakan. Jadi kalau sekarang masyarakat tidak greget PSN bisa terjadi lonjakan karena musim hujan juga diprediksi lebih panjang tahun ini,” ungkapnya.
Dibanding fogging, Intan menyarankan kepada masyarakat menerapkan metode 3M (menguras, menutup dan mendaur ulang) untuk memberantas dan mencegah nyamuk DBD berkembang biak.
“Kalau ada keluarga atau tetangga yang sakit demam, cepat periksa ke Puskesmas atau dokter. Banyak minum air putih juga,” tegasnya.
Dia menjelaskan, Virus Dengue dibawa oleh nyamuk Aedes dengan ciri gejala khas demam tinggi mendadak 2-3 hari disertai nyeri otot, ruam kulit dan tidak ada pilek atau batuk.
“Penanganan di rumah pada fase demam tidak berbeda dengan demam pada umumnya. Beri minum untuk mencegah dehidrasi pada pasien. Kalau ada kekhawatiran jangan segan langsung bawa ke dokter untuk solusi terbaik,”tandasnya.(*/DP Alam)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro