BOGOR – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mencatat ada 290 orang pengidap baru HIV/AIDS sepanjang 2018. Mayoritas pengidap virus berbahaya itu adalah laki-laki.
“Secara keseluruhan, sejak 2017 hingga 2018, tercatat sekitar 554 pengidap HIV/AIDS yang terdata. Untuk tahun lalu saja, sampai Desember 2018, ada 290 orang,” ungkap Kepala Bidang Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Bogor, Agus Fauzi, di Cibinong, Selasa (29/1/2019).
Agus menuturkan, pada 2017, pengidap HIV/AIDS sebanyak 264 orang yang terdiri atas 181 laki-laki dan 83 perempuan. Sementara, pada 2018, jumlahnya bertambah sebanyak 290 orang yang terdiri atas 204 laki-laki dan 86 perempuan.
Dia menjelaskan, data tersebut diakumulasi dari berbagai fasilitas layanan kesehatan di Kabupaten Bogor. “Kami hanya meng-input wilayah Kabupaten Bogor.
Untuk luar Bogor disampaikan ke daerah masing-masing untuk pencatatannya,” ujar Agus.
Dari temuan kasus baru sepanjang 2017-2018, mayoritas pengidap HIV/AIDS masih berusia produktif yakni antara 25-49 tahun. Kebanyakan dari mereka juga berjenis kelamin laki-laki. Menurut Agus, mobilitas kaum laki-laki yang lebih tinggi dibandingkan perempuan bisa jadi faktor yang membuat mereka menjadi rentan terkena penyakit yang menyerang kekebalan tubuh tersebut.
“Persentase kasus HIV/AIDS yang tinggi memang laki-laki. Kami akumulasi mereka berusia produktif, karena penularan ini bisa jadi terkait mobilitas dan perilaku. Misalnya, intensitas keluar malam dan berpotensi bersinggungan dengan penderita HIV/AIDS. Sementara, ibu-ibu atau kaum perempuan lebih banyak tinggal di rumah,” ucapnya.
Untuk layanan kesehatan dan pemeriksaan HIV/AIDS, kata Agus, masyarakat Kabupaten Bogor dapat memeriksakan diri mereka di 53 puskesmas. Dengan kata lain, puskesmas yang terdapat di 40 kecamatan di Kabupaten Bogor sudah bisa melayani warga yang mengidap penyakit tersebut.
Selain itu, ada empat rumah sakit umum daerah (RSUD) di Bogor yang bisa melayani pemeriksaan HIV/AIDS. “Kami (Dinkes Kabupaten Bogor) menyediakan obat bagi penderita HIV/AIDS juga di empat RSUD itu,” tandasnya.(*/Ade)
BOGOR – Jumlah pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Bogor mencapai 69 orang sepanjang Januari 2019. Fogging (pengasapan) pun ternyata tidak ampuh untuk memberantas nyamuk DBD. Karena fogging hanya mampu memberantas nyamuk dewasa, sementara telur-telur masih tetap ada.
“Belum lagi efek samping racun obat fogging yang berbahaya buat kesehatan anak. Juga menempel di lantai dan peralatan rumah tangga. Tidak bisa cepat hilang juga,” ujar Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P3M) Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, dr Intan Widayati, Minggu (20/01/2019).
Dia mengungkapkan, sepanjang Januari 2019, pasien DBD di Bumi Tegar Beriman mencapai 69 orang dengan rentang usia 4-40 tahun. Dibanding tahun lalu, dengan periode yang sama jumlah ini melonjak drastis.
“Itu yang 69 sudah positif lengkap dengan hasil lab. Rata-rata dewasa kalau sekarang. Ada anak-anak juga ada 12 orang,” jelas Intan.
Lonjakan terjadi karena siklus tahunan dan masih kurangnya upaya masyarakat melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
“Tahun 2018 di posisi terendah. Dari 2015 turun terus sampai 2018. Tahun ini naik lagi. Diperkirakan sampai 2020 masih ada lonjakan. Jadi kalau sekarang masyarakat tidak greget PSN bisa terjadi lonjakan karena musim hujan juga diprediksi lebih panjang tahun ini,” ungkapnya.
Dibanding fogging, Intan menyarankan kepada masyarakat menerapkan metode 3M (menguras, menutup dan mendaur ulang) untuk memberantas dan mencegah nyamuk DBD berkembang biak.
“Kalau ada keluarga atau tetangga yang sakit demam, cepat periksa ke Puskesmas atau dokter. Banyak minum air putih juga,” tegasnya.
Dia menjelaskan, Virus Dengue dibawa oleh nyamuk Aedes dengan ciri gejala khas demam tinggi mendadak 2-3 hari disertai nyeri otot, ruam kulit dan tidak ada pilek atau batuk.
“Penanganan di rumah pada fase demam tidak berbeda dengan demam pada umumnya. Beri minum untuk mencegah dehidrasi pada pasien. Kalau ada kekhawatiran jangan segan langsung bawa ke dokter untuk solusi terbaik,”tandasnya.(*/DP Alam)
JAKARTA – Belum penuhi syarat akreditasi, sejumlah rumah sakit putus kontrak kerjasama dengan BPJS Kesehatan per tanggal 1 Januari 2019.
Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma’ruf menjelaskan, pihaknya (BPJS Kesehatan), sebelumnya sudah memberikan peringatan bahwa kontrak kerja sama akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2018.
“Kita sudah beri warning (peringatan). Contohnya salah satu rumah sakit di Bekasi, tapi nggak patuh. Akreditasinya belum rampung hingga akhir Desember,” kata M. Iqbal, (4/1/2018)
Menurutnya, BPJS Ketenagakerjaan menyerahkan sepenuhnya kepada setiap rumah sakit untuk perpanjangan kontrak dengan melakukan akreditasi.
“BPJS Kesehatan tidak memaksa, jika rumah sakit tidak ingin memperpanjang kontraknya. Kami memberikan batas waktu jika rumah sakit terseut ingin perpanjang kontak, karena butuh waktu untuk melakukan akreditasi,” tuturnya.
Pelaksanaan akreditasi, waktunya terserah rumah sakit yang bersangkutan, Kami (BPJS Kesehatan) akan melakukan survey, kunjungan dan lain-lain, untuk memastikan RS tersebut memenuhi syarat sebagai mitra yang memberi pelayanan kesehatan pada masyarakat,” tegas M. Iqbal.
Pelaksanaan akreditasi ini sesuai dengan Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan di pasal 67 untuk fasilitas kesehatan swasta yang memenuhi persyaratan dapat menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Juga diatur dalam Permenkes No 99 Tahun 2015, dimana seluruh rumah sakit swasta yang bekerjasama dengan BPJS harus memenuhi sertifikasi akreditasi dalam jangka waktu 5 tahun.(*/Nia)
SUKABUMI – Musim hujan telah tiba , seluruh Puskesmas di Kota Sukabumi, Jawa Barat disiagakan mengantisipasi hal yang tak diinginkan yang terjadi ditengah masyarakat .
Tindakan itu untuk kesiapsiagaan terhadap kemungkinan munculnya berbagai jenis penyakit, khususnya penyakit diare dan Demam Berdarah Dengue (DBD).
Kepala Dinkes, Ritanenny Edlien S Mirah, mengatakan pasca turun hujan, biasanya sering terjadi genangan air di beberapa titik lokasi, serta secara epidemis jentik-jentik Nyamuk Aedes Aegypti berkembang biak.
“Dibutuhkan kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan di sekitar pemukimannya. Di antaranya dengan melakukan gerakan kebersihan dan rutin melaksanakan Gerakan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) termasuk melakukan kegiatan 3-M, yakni Menutup, Menguras bak penampungan air, serta Mengubur barang-barang bekas dan membersihan genangan air, yang dapat digunakan tempat bersarang dan berkembang biak Nyamuk Aedes Aegypti,” terangnya, (13/12/2018).
Sedangkan penyakit diare, dikatakan Ritanenny, sering muncul di lokasi-lokasi yang lingkungannya kotor, seperti banyak sampah yang dibiarkan dan terkena guyuran hujan.
“Para petugas di setiap Puskesmas, untuk mengantisipasi dan memberi pemahaman kepada masyarakat, agar senantiasa berupaya optimal menjaga dan meningkatkan kesehatan lingkungan,”ungkapnya.
Menurutnya paling rawan dan berpotensi terhadap munculnya penyakit diare dan DBD, yakni wilayah berpenduduk padat, seperti wilayah Kecamatan Citamiang, Cikole, dan Baros. (*/Yan)
JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan menuntaskan sistem zonasi sebagai rujukan untuk memeratakan guru di Indonesia.
Selain zonasi untuk siswa, pemerintah juga akan menerapkan zonasi untuk guru yang berstatus PNS. Sekretaris Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Muhammad Qudrat Wisnu Aji mengungkapkan, cita-cita Kemendikbud dalam memperingati Hari Guru Nasional, yakni merealisasikan sistem zonasi bagi guru.
Program itu supaya guru di seluruh Indonesia merata dan tentunya berdampak pada output pendidikan. “Kebijakan itu adalah puncak dari kebijakan pemerataan sistem pendidikan di Tanah Air,” kata Wisnu Aji di Jakarta kemarin.
Program tersebut akan diawali dengan beberapa langkah strategis. Semuanya memerlukan kerja sama dengan semua pihak, termasuk pemerintah daerah (pemda). Sebelumnya, pada puncak peringatan Hari Guru Nasional Ke-73, sekitar 35.000 guru dan tenaga pendidik hadir di Stadion Pakansari, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (1/12).
Peringatan itu juga dihadiri Presiden Joko Widodo . Mendikbud Muhadjir Effendy bersama Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi melakukan penyerahan penghargaan Dwija Praja Nugraha kepada 16 gubernur, bupati, dan wali kota.
Tidak ketinggalan juga Anugerah Guru Berdedikasi. Anugerah diserahkan oleh Jokowi. Penyerahan itu un tuk pemenang pertama tingkat Nasional Festival Guru Menulis dan Kreativitas Pembelajaran Tahun 2018 dan Penghargaan kepada Guru Kreatif dan Produktif Dalam Menulis, dan Penerima Satyalancana Pendidikan 2018.
Jokowi menegaskan guru adalah profesi yang mulia. Profesi ini, kata dia, tidak bisa digantikan mesin yang paling canggih sekalipun. Gurulah yang membentuk karakter, budi pekerti, toleransi, dan nilai-nilai kebaikan anak.
Guru pula yang menumbuhkan empati sosial, membangun imajinasi dan kreativitas, serta mengokohkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. “Guru ya tetap guru. Guru tidak bisa digantikan oleh mesin secanggih apa pun, secanggih apa pun tidak bisa,” katanya.
Presiden mengakui dunia saat ini berubah sangat cepat. Digitalisasi pendidikan telah membawa perubahan besar di dunia pendidikan. Ruang kelas bukan satu-satunya tempat belajar. (*Far)
CIREBON – Warga peduli aids belum menyentuh masyarakat .Sedikitnya sembilan bayi yang dilahirkan dalam kurun waktu Januari sampai Oktober 2018, positif terinfeksi virus HIV AIDS sejak lahir. Kesembilan bayi tersebut termasuk dalam tambahan 58 kasus baru HIV AIDS di Kota Cirebon selama kurun waktu 10 bulan itu.
Menurut Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Cirebon Sri Maryati, kasus sembilan bayi positif HIV saat lahir merupakan jumlah yang cukup banyak.
“Kalau dirata-rata berarti hampir setiap bulan ada kasus kelahiran bayi positif HIV,” katanya.
Menurut dia, total kasus HIV AIDS di Kota Cirebon sejak tahun 2006, tercatat sebanyak 984 kasus.
Jumlah kasus sebanyak itu, katanya, menempatkan Kota Cirebon masuk dalam 10 besar kota dengan kasus HIV/AIDS tertinggi di Jawa Barat.
Sedangkan di Wilayah III Cirebon, kasus sebanyak itu Menempatkan Kota Cirebon di urutan ketiga setelah Indramayu dan Kabupaten Cirebon.
Dikatakannya, KPA Kota Cirebon melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan menanggulangi penularan HIV AIDS. Di antaranya, ada program home base care untuk ODHA, yakni perawatan berbasis rumah. Selain itu ada juga program warga peduli AIDA (WPA)
“Kami dibantu sukarelawan juga melakukan pendampingan dan turun ke lokasi-lokasi yang rawan penyebaran HIV AIDS,” katanya.
Namun satu hal penting yang menurut Sri harus dipahami semuanya adalah, masyarakat tidak perlu takut, lantaran penularan virus hanya terjadi melalui jarum suntik, darah, cairan sperma, cairan vagina, dan air susu ibu yang terinfeksi.
“Kalau hanya duduk berdampingan atau bersalaman tentu sama sekali tidak menularkan virus, “ katanya.
Sri mengatakan, resiko penularan HIV AIDS di Kota Cirebon lebih banyak didominasi akibat hubungan seksual, baik berlainan jenis maupun sesama jenis, antara laki-laki dengan laki-laki.(*Dad)
JAKARTA – Beberapa hal menarik tersaji di Wonderful Indonesia Gastronomy Forum 2018. Acara yang belangsung 22-23 November 2018 di Aryadutta Hotel, Jakarta itu menghasilkan beberapa formula strategis. Salah satunya mengangkat tempe sebagai produk lokal Indonesia yang mendunia.
Tempe ternyata jauh dari kata ndeso. Bahkan, pencintanya rela memproduksi sendiri di negeri-negeri yang jauh. Cita rasanya yang sederhana membuat warga dunia jatuh cinta. Penikmatnya banyak. Pencinta tempe di luar negeri bahkan menjulukinya sebagai magic food, alias makanan ajaib!
“Tempe itu sudah diproduksi di mana mana. Di Australia, Asia Pacific, bahkan Amerika dan Eropa. Nilai jualnya tinggi. Dan yang terpenting ini semakin mengangkat nama Indonesia yang merupakan asal tempe,” ujar Ketua Tim Percepatan Wisata Belanja dan Kuliner Kemenpar, Vita Datau Messakh, (25/11/2018).
Salah satu yang paling berperan dalam membawa tempe menembus dunia adalah Rustono. Seorang pengusaha tempe sukses di Jepang. Namun, tempe produksinya tak hanya beredar di Jepang. Tempe yang dilabeli merek Rustos tempe itu juga sudah menembus pasar dunia. Seperti Meksiko, Korea, Brasil, Polandia, dan Hongaria.
Tempe buatan Rustono juga dipakai dalam menu penerbangan maskapai Garuda Indonesia rute Osaka-Denpasar. Harganya cukup fantastis, sekitar 350 yen atau Rp40.000 per 250 gram.
“Rustono menjual tempe mentah. Ini menjadikan pelanggannya bebas untuk berkreasi dengan tempe. Para koki restoran dan hotel mengolah tempe menjadi lebih dari 60 menu tempe berbeda, seperti teriyaki tempe, sandwich tempe, tempe rumput laut, ataupun dicampur dengan salad. Para koki ini menyebut tempe sebagai magic food, makanan ajaib,” terang Vita.
Kini bukan hanya Rustono yang memproduksi tempe di luar negeri. Ada juga Ana Larderet, perempuan cantik asal Perancis yang kepicut dengan nikmatnya tempe. Tempe buataannya juga sangat terkenal di Perancis. Pertalian Ana dengan tempe berawal ketika ia kuliah satu tahun di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Selama itu dirinya jatuh cinta dengan tempe yang menjadi makanan kesukaannya.
Di Australia, ada warga lokal, Amita Buissink, yang jatuh cinta kepada tempe. Ia bahkan memproklamirkan diri sebagai duta tempe. Tak hanya memproduksi tempe di Margaret River Tempeh, Australia Barat, tetapi Amita juga menularkan ilmu fermentasi tempe kepada anak-anak sekolah.
Ia pun sering diundang menjadi pembicara tempe bahkan sampai kembali ke Indonesia. Bukan itu saja, tujuh tahun memproduksi tempe, rasa tempe buatan Amita sama persis seperti tempe tradisional produksi perajin Indonesia. Kini pun ia membuat inovasi baru dengan keragaman tempe nonkedelai.
“Harga jual tempe di Australia delapan kali lebih tinggi daripada di Indonesia. Sedangkan di Perancis, tempe buatan Ana dibandrol harga sekitar 4 euro-8 euro (1 euro setara Rp15.000). Tetapi peminatnya tetap banyak. Ini menandakan tempe dapat menjadi duta kuliner Indonesia,” pungkas Vita.
Terpisah Menteri Pariwisata mengatakan, cara paling cepat, paling efektif, dan paling halus untuk mempopulerkan sesuatu ke pasar global adalah melalui diplomasi sosial-ekonomi. Salah satunya adalah melalui kuliner.
“Dengan menjalankan diplomasi kuliner, kita melakukan penetrasi ke suatu negara tapi mereka tidak merasa. Saat ini, Kemenpar telah menetapkan National Foods yang sudah populer di media masa dunia, yakni Rendang, Nasi Goreng, dan Sate serta Soto, dan Gado-Gado. Tempe dapat menjadi salah satu nasional food yang mengangkat nama Indonesia karena namanya sudah mendunia dan digemari warga negara asing,” ujar Menpar.
Menteri asal Banyuwangi tersebut juga menambahkan, tingginya minat warga asing terhadap tempe juga merupakan peluang untuk menarik wisatawan ke Indonesia. Salah satunya dengan membuka kelas untuk belajar memproduksi tempe. Misalnya di Rumah Tempe Indonesia di Bogor. Tempat tersebut kerap sekali kedatangan wisatawan mancanegara yang ingin menimba ilmu membuat tempe.
“Tempe begitu digandrungi di tingkat dunia, ini menjadi peluang bagus mengangkat nasional brand sekaligus menarik wisatawan berkunjung ke Indonesia. Saya bangga sebagai bangsa tempe. Salam tempe! Salam Pesona Indonesia,” tandas Arief Yahya. (*Nia)
JAKARTA – Orang tua tidak disarankan memberikan dekongestan kepada anak-anak ketika mereka demam atau pilek. Para ahli mengatakan, efektivitas obat ini sangat terbatas. Untuk batuk, pilek, mereka menekankan bahwa biasanya penyakit ini akan sembuh dengan sendiri dan gejala akan hilang sekitar seminggu.
Dilansir dari Mirror, anak-anak akan mengalami pilek enam hingga delapan kali setahun. Sedangkan orang dewasa, dua hingga empat kali. Dalam artikel baru yang diterbitkan dalam The British Medical Journal, para ahli dari Australia dan Belgia membuat serangkaian rekomendasi berdasarkan tinjauan sistematis dari uji coba terkontrol secara acak.
Penulis penelitian mengatakan bahwa anak-anak di bawah usia 12 tahun tidak boleh diberikan dekongestan. “Sejumlah uji coba kecil melaporkan hasil kontradiktif untuk dekongestan dan antihistamin pada gejala hidung dan keamanan pada anak-anak,” ujar penulis.
“Beberapa produk yang mengandung dekongestan dapat memperbaiki gejala hidung pada anak-anak, tetapi keamanan mereka, terutama pada anak-anak, tidak jelas. Jangan meresepkan dekongestan untuk anak di bawah 12 tahun, karena bukti efektivitas mereka terbatas dan risiko terkait mungkin ada,” tambahnya.
Sementara, irigasi atau tetes hidung dapat digunakan dengan aman untuk si kecil. “Tapi mungkin tidak memberikan bantuan sesuai yang diinginkan,” kata dia. Di samping itu, menghirup uap dipercaya dapat mengatasi hidung tersumbat namun menyebabkan ruam kulit.
Sedangkan, udara yang dilembabkan, echinacea atau probiotik tidak efektif atau belum diteliti pada anak-anak. Penulis juga menyarankan untuk orang dewasa bisa mencoba dekongestan selama tiga hingga tujuh hari jika hidung tersumbat atau berair atau bersin-bersin yang berhubungan dengan pilek.
Meski demikian, yang perlu diingat adalah mungkin ada efek yang tidak diinginkan seperti mengantuk, insomnia atau sakit kepala. Pasien juga diperingatkan untuk tidak menggunakan dekongestan lebih lama dari yang disarankan karena penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan hidung tersumbat kronis.(*Nia)
JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan bahwa Indonesia memiliki 80 juta warga usia 0-17 tahun. Artinya, diperkirakan 1 dari 3 penduduk Indonesia berkatagori anak-anak.
Namun, Kasubdit Statistik Upah dan Pendapatan BPS, Dendi Romadhon, mengungkapkan bahwa tren jumlah penduduk anak terus mengalami penurunan. Hingga 2025, jumlah anak Indonesia menempati urutan keempat tertinggi di dunia setelah China, India, dan Amerika.
Pada setiap usia antara 0-17 tahun, anak laki-laki lebih banyak dari yang perempuan. Berdasarkan rasio gender, dari setiap 100 penduduk perempuan, terdapat sekitar 103 penduduk laki-laki.
Data tersebut juga menemukan bahwa bahwa perkawinan usia anak mencapai angka 37,91 persen.
“Anak perempuan Indonesia usia 10-17 tahun yang berstatus kawin dan cerai, menikah di usia 16 tahun,” ujar Dendi saat seminar publikasi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tahun 2018 di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa, 27 November 2018.
Dendi melanjutkan, 35 persen anak perempuan hamil pertama kali di bawah usia 15 tahun.
Perkawinan dan kehamilan di usia anak itu sangat berisiko, seperti masalah reproduksi dan kematian ibu, hilangnya kesempatan melanjutkan pendidikan, mendapatkan pekerjaan, dan kekerasan dalam rumah tangga. (*Ind)
JAKARTA – Sebab, ternyata pengguna media sosial lebih dari dua jam dalam satu hari dikategorikan sebagai manusia yang mengalami sakit kejiwaan atau sakit mental.
Hal itu diutarakan praktisi media Maman Suherman alias Kang Maman dalam pembicara sebuah talkshow yang diselenggarakan oleh Galang Keadilan Ladies (GK Ladies) Bersama Perempuan Karo dan Komunitas-Komunitas Perempuan di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut Maman Suherman, para pengguna media sosial paling aktif di Indonesia kebanyakan berasal dari kalangan perempuan.
“Lah di Indonesia, terutama kaum perempuan, ada yang melaporkan bisa sampai tiga jam lebih per hari main media sosial. Hati-hati, jangan sampai sudah masuk kategori mengalami gangguan mental,” ujarnya.
Dia juga memaparkan, laporan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia menyebut ada sebanyak 35 kasus kekerasan per 24 jam.
“Jadi ada sekitar 20 laporan pemerkosaan per dua jam,” ujarnya.
Ketua Penggerak PKK Pekalongan, Munafah Asip Kholbihi dalam talkshow itu mengingatkan kaum perempuan diminta bijak dan tidak terjebak informasi-informasi maupun publikasi yang melanggar hukum. Paling tidak, kata dia, kaum perempuan Indonesia harus mengerti dua sisi penggunaan media sosial.
Dari sisi positif, media sosial bisa bermanfaat banyak bagi kaum perempuan. Terutama untuk memperoleh informasi yang positif, ilmu pengetahuan, pendidikan, kesehatan. Termasuk informasi mengenai bidang-bidang usaha atau bisnis
Sedangkan dari sisi negatif, kaum perempuan harus waspada terhadap penyebaran informasi hoax, pencemaran nama baik, isu SARA, pornografi dan berbagai wujud informasi buruk dan negatif lainnya.
“Semua itu ada hukumannya. Ada regulasi yang ketat. Ada undang-undang ITE, ada undang-undang anti SARA dan pidana lainnya. Maka, kaum perempuan harus bijak dan berhati-hati bermedia sosial. Sebelum menuliskan status di Facebook atau media sosial, hendaknya dipikirkan dan bijak,” tuturnya.(*Ind)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro