JAKARTA – Teman dekat terdakwa Tubagus Chaeri Wardana Chasan (Wawan) sekaligus mantan kepala kantor PT Bali Pasific Pragama (BPP), Ferdy Prawiradiredja memastikan ada pemberian mobil ke sejumlah artis di antaranya Catherine Wilson dan Rebecca Soejati Reijman.
Fakta ini diungkap Ferdy Prawiradiredja saat bersaksi dalam persidangan terdakwa Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama (BPP) Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/2/2020).
Wawan merupakan terdakwa sejumlah perkara korupsi di sejumlah dinas di lingkungan Pemprov Banten dan Pemerintah Kota Tangerang Selatan serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Ferdy Prawiradiredja mengaku telah lama mengenal Wawan. Ferdy juga pernah bekerja di kantor perusahaan milik Wawan, PT BPP.
Ferdy memastikan, Wawan adalah komisaris utama di perusahaan tersebut. Wawan juga memiliki beberapa perusahaan lain. Menurut dia, perusahaan milik Wawan kerap memenangi sejumlah proyek di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten.
Anggota JPU Roy Riady kemudian mengonfirmasi ke Ferdy mengenai uang hasil keuntungan perusahaan Wawan yang masuk dalam bagian TPPU yang digunakan untuk beberapa kepentingan.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) milik Ferdy tertuang Wawan memiliki ada aset lain yang diserahkan ke orang lain. Sepengetahuan Ferdy. Ada tiga mobil dan rumah yang diberikan Wawan kepada orang lain sekitar tahun 2010.
Wawan kemudian memerintahkan Ferdy membuatkan tanda terimanya. Selain itu juga Ferdy disuruh menyerahkan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dan sertifikatnya pada tahun 2013.
Jaksa Roy menanyakan ke Ferdy apakah benar keterangan dalam BAP tersebut. Ferdy membenarkan. Roy melanjutkan, masih dalam BAP Ferdy tertera bahwa Ferdy diperintahkan oleh Wawan untuk menyerahkan BPKB ke sejumlah artis termasuk Catherine Wilson dan Rebecca Soejati Reijman.
“Catherine Wilson seorang artis diberi mobil Nissan, untuk BPKB baru diserahkan tahun 2013. Benar ini? Misalnya, Reny Yuliana mobil Mercedes-Benz untuk BPKB diserahkan, Rebecca penyanyi berupa mobil Honda CR-V. Benar ini? Saudara yang diperintahkan untuk menyerahkan aset dan dokumen-dokumennya?,” tanya JPU Roy.
“Iya. Betul. Iya,” jawab Ferdy.(*/Tub)
BANDUNG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Carsa, terdakwa pemberi suap kepada Bupati Indramayu, Supendi, dengan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan. Jaksa menilai Carsa terbukti melakukan suap sebagaimana diatur di Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Memohon kepada majelis hakim untuk menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan dikurangi selama menjalani masa tahanan, denda Rp 200 juta subsidair tiga bulan kurungan,” ujar jaksa Kiki, di Pengadilan Tipikor, Jalan LLRE Martadinata Bandung, (19/2/2020).
Jaksa juga mengatakan, hal yang memberatkan kepada terdakwa, karena Carsa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas KKN dan pernah dihukum.
“Sedangkan hal meringankan, terdakwa Carsa menyesali perbuatannya dan mengakui kesalahannya. Punya tanggungan keluarga dan membantu mengungkap peran pihak lain,” ujar dia.
Adapun uang suap yang diberikan Carsa yakni Rp3,6 miliar untuk Supendi, Rp2,4 miliar untuk Omarsyah dan Wempi senilai Rp480 juta. Uang tersebut diberikan untuk suap proyek di Kabupaten Indramayu.(*/Hend)
PEKANBARU – Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap empat orang terkait pengiriman 10 Kg sabu dari Malaysia ke Provinsi Riau. Pihak BNN menyayangkan ada oknum polisi di Riau yang terlibat jaringan narkoba internasional itu.
Deputi Bidang Pemberantasan BNN, Irjen Arman Depari meminta oknum polisi dari Polsek Rupat, Brigadir RA diganjar hukuman setimpal. Dia berharap hakim memvonis mati yang bersangkutan.
“Hukuman mati saya rasa pantas untuk dia (oknum polisi),” kata Arman saat menggelar jumpa pers di Kantor BNN Riau Jalan Pepaya Pekanbaru, Rabu (19/2/2020).
Hasil penyelidikan dan interogasi, Brigadir RA sudah dua kali terlibat penyelundupan sabu dari Malaysia. Pertama aksinya sukses dengan membawa 25 Kg sabu. Dalam binis itu, dia mendapat upah Rp250 juta dari bandar.
Terakhir, Brigadir RA terlibat penyelundupan sabu dari Malaysia dengan membawa 10 Kg sabu ke daerah Dumai pada 17 Febuari 2020. Dia ditangkap di Jalan Gatot Subroto, Dumai. Selain itu, polisi juga mengamankan sebanyak 60 ribu butir pil ekstasi. Rencanya dia akan mendapat Rp150 juta.
Selain menangkap Brigadir RA, BNN dibantu pihak Bea Cukai Dumai menangkap tiga pelaku lain, Riman, Hendra dan Rizal. Rencananya sabu itu akan diedarkan di Dumai dan Kota Pekanbaru.
“Kota Pekanbaru dan Dumai banyak permintaan sabu. Makanya mereka akan mengedarkannya di dua kota itu saja,” ucap Arman.
Modus pengiriman sabu itu dilakukan melalui Selat Malaka. Setelah sampai di perbatasan Malaysia-Indonesia, dijemput para pelaku dan dibawa melalui pelabuhan tikus.(*/Gint)
BOGOR – Rencana Pemekaran pembangunan wilayah di Kabupaten Bogor Barat berdampak dengan pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum, dan membuat para investor ingin mengembangkan usaha di wilayah Kabupaten Bogor, sehingga banyak oknum yang memanfaatkan hal tersebut dengan berbagai macam cara seperti penyerobotan tanah negara .
Terlebih dengan pengembangan di daerah Leuwisadengpun dilirik dengan pesatnya perkembangan dan potensi daerah tersebut, dan adanya keinginan investor untuk membangun Rumah Sakit swasta di wilayah ini.
Sehingga banyak oknum yang memanfaat kan kebutuhan lahan investor degan menjual tanah negara, dan di daerah Desa Sadeng diduga tanah negara di perjual belikan oleh oknum desa yang tidak bertanggung jawab.
Forum Komunikasi Pemuda Bogor Barat (FKPBB) pun merasa geram dengan tindakan para oknum tersebut dan tanah negara di kembalikan sebagai mana fungsinya dan tidak untuk di perjual belikan hal ini akan melaporkan ke pihak yang berwajib bila tanah negara jelas diserobot oknum oknum Desa.
Sunandar Ketua FKPBB, Status tanah Negara ya seyogyanya jangan dijual belikan. Kalau setiap orang punya hak ngejual belikan tanah negara, jualin saja setiap yg namanya tanah negara, misal tanah yg dikelola PTPN Nusantara yg skrg ditanami pohon sawit jualin saja oleh semua warga.
Bila memang bebas menjual belikan tanah negara.” kan pihak desa pasti memegang buku Letter C,buktikan bila itu tanah milik atau atanah negara ,” ungkap Sunandar .
Jadi tanah negara yg terletak di Kp.Paku Rt 05/04 Desa Sadeng Kecamatan Leuwisadeng kembalikan sebagai mana mestinya bahwa status tanah tersebut bukanlah milik pribadi dan ini melanggar hukum .
Tukasnya saat di hubungi wartawan (19/2/2020).
H. Asep Saepul Anwar Kepala Desa Sadeng saat di konfirmasi oleh pihak wartawan mengatakan,” proses jual beli telah terjadi bertahun tahun yang lalu dan saya tidak mengetahui setatus tanah tersebut , kilahnya .(Ad)
JAKARTA – Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, pihaknya terus mendalami klinik aborsi ilegal yang terjadi di wilayah Paseban, Jakarta Pusat. Berdasarkan pemeriksaan sementara, praktik aborsi itu rata-rata karena hamil di luar nikah.
“Ini modus mereka kenapa mau datang ke klinik aborsi yang ilegal seperti ini karena hampir rata-rata pasien ini adalah hamil di luar nikah,” kata Yusri di Polda Metro Jaya, Selasa (18/02/2020).
Selain hubungan di luar nikah, faktor lain yang juga menjadi alasan yakni karena ingin bekerja, sementara pekerjaan tidak membolehkan mereka hamil. “Dan ada juga dia gunakan KB tapi gagal sehingga aborsi,” ucapnya.
Polisi masih terus mendata para pelaku aborsi, namun terkendala data yang tidak lengkap. “Data tak lengkap, kami susuri terus karena kami ambil dari rekening-rekening yang masuk ke manajemen klinik mereka, sehingga dengan cara itu kita bisa ketahui,” ucapnya.
Polisi menduga para pelaku aborsi ini masih tergolong muda, berusia di bawah 24 tahun.
“Hampir memang yang banyak dominan di sini orang hsmil di luar nikah, berarti masa-masa produktif ya, ya bisa jadi mulai 24 tahun ke bawah karena hamil di luar nikah, mereka belum nikah tetapi sudah hamil,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Subdit Sumdaling Ditreskrimsus menggerebek klinik aborsi ilegal di Jalan Paseban Raya, No. 61, Paseban, Jakarta Pusat pada Senin 17 Februari 2020.
Sejauh ini ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka, mereka yakni berinisial MM sebagai dokter aborsi, bidan RM, dan S selaku staf administrasi.(*/Tub)
BANDUNG – Kejati Jabar menahan mantan Dirut PDAM Tirta Arum YP dan pejabat pembuat komitmen PDAM J, serta Direktur PT Darma Premandala DP atas dugaan kasus korupsi senilai Rp2,6 miliar.
Penahanan dilakukan Kejati Jabar usai ketiganya menjalani pemeriksaan oleh penyidik di Kejati Jabar, Jalan RE Martadinata, Senin (17/2/2020) sore. Ketiganya pun langsung dibawa ke mobil tahanan dan dititpkan di Rutan Bandung (Kebonwaru).
Kasipenkum Kejati Jabar Abdul Muis Ali mengatakan, ketiganya ditahan atas dugaan korupsi uprating optimalisasi Instalasi Pengolahaan Air (IPA) di PDAM Tirta Arum di kawasan Teluk Jambe Karawang Tahun Anggaran 2015.
“Dari total pengerjaan Rp5 miliar, ada selisih yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Hasil audit ahli dari ITB, total kerugian mencapai Rp2,6 miliar,” katanya.
Ketiga tersangka yang ditahan, yakni YP mantan Dirut PDAM Tirta Arum Karawanf, J selaku pejabat pembuat komitmen PDAM Karawang, dan DP selaku rekanan yakni Direktur PT Darma Premandali.
“Penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan, untuk mempermudah proses penyidikan sebelum dilimpahkan,”tandasnya. (*/Hend)
JAKARTA – Polri menegaskan akan memproses secara hukum pidana, bagi pihak yang nantinya terbukti ikut menyembunyikan tersangka, kasus dugaan suap PAW DPR RI Harun Masiku.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri, Kombes Asep Adi Saputra menekankan, kepada siapapun yang membantu persembunyian Harun Masiku, pihaknya tidak akan segan melakukan tindakan tegas.
“Kalau ada orang yang menyembunyikan keberadaan buron akan termasuk pelanggaran pidana, karena menyembunyikan, menghambat, dan menutupi penyelidikan yang bersangkutan,” kata Asep di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (17/2/2020).
Disisi lain, Asep menyebut, demi melakukan perburuan kepada terduga penyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan itu telah melakukan pemeriksaan kepada pihak keluarga Harun Masiku.
Tak hanya itu, Asep menjelaskan, pihaknya juga telah memantau tempat-tempat yang biasa dikunjungi Harun Masiku.
“Orang terdekat, kebiasaan, tempat yang pernah dikunjungi semua sudah dilakukan penyelidikan,” ucap Asep.
Ditjen Imigrasi Kemenkumham sebelumnya mencatat bahwa Harun Masiku sudah berada di luar negeri sejak Senin, 6 Januari 2020. Tetapi, ternyata informasi terbaru yang mengejutkan bahwa Harun sudah ada di Indonesia sejak 7 Januari.
Harun Masiku merupakan caleg asal PDIP yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pemulusan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR oleh KPK. Ia lolos dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8-9 Januari 2020. Harun ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya.
Ketiganya yakni, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan (WSE), Mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF) serta pihak swasta, Saeful (SAE). Wahyu Setiawan dan Agustiani ditetapkan sebagai pihak penerima suap.
Sedangkan Harun dan Saeful merupakan pihak yang memberikan suap.(*/Ag)
JAKARTA – Polda Metro Jaya memburu 50 bidan dan 2 dokter jaringan aborsi di klinik Paseban, Jakarta Pusat. Polisi sendiri telah mengamankan tiga tersangka yakni MM (dokter), RM (Bidan), dan S selaku karyawan bidang pendaftaran pasien dan administrasi.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan dari hasil pengembangan diketahui bukan bidan RM saja pemasok pasien aborsi ke klinik tersebut.
“Tapi ada sekitar 50 bidan dan 2 dokter lagi di Jakarta yang terlibat. Mereka mensosialisasikan dan mempromosikan aborsi lewat media sosial,” kata Yusri, Senin (17/2/2020).
Para bidan itu kata Yusri mencari pasien aborsi dengan mensosialisasikan di media sosial (medsos) menggunakan akun mereka. “Lalu mereka pakai nama klinik masing-masing.
Mereka mempromosikan aborsi dilakukan doker spesialis, tempat bagus dan steril,” kata Yusri.
Jika ada pasien calon aborsi yang menghubungi mereka, para bidan ini akan janjian bertemu di suatu tempat. “Nanti mereka yang membawa pasien calon aborsi ke Klinik di Paseban, Jakarta Pusat untuk dilakukan tindakan,” ujarnya.
Petugas mengidentifikasi ada sekitar 50 bidan dan terhadap mereka akan dilakukan tindakan. “Juga ada seratusan calo atau kaki tangan para bidan ini, bagian dari sindikat, yang juga kami buru,” kata Yusri.
Selain itu petugas juga masih memburu dua dokter lain yakni S dan M yang juta turut serta melakukan aborsi ilegal di klinik di Paseban, Jakarta Pusat tersebut. “Untuk saat ini baru kita tetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Ketiganya adalah residivis kasus serupa,” ungkapnya. (*/Tub)
KARAWANG – Penemuan 150 ton bawang putih impor di salah satu gudang kawasan Kabupaten Karawang kini tengah diselidiki oleh pihak penyidik Polda Jawa Barat melalui Satgas Pangan. Penyelidikan tersebut guna memastikan termasuk kategori penimbunan atau tidak.
Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Saptono Erlangga mengatakan, pihaknya masih perlu mempelajari penemuan tersebut. Pasalnya, jangka waktu untuk distribusi bawang putih tersebut masih memiliki sisa waktu hingga akhir Februari.
“Untuk sisa stok sampai saat ini ada 150 ton bawang putih dan memang izinnya hingga Februari 2020,” ucap Erlangga, Minggu (16/2).
Erlangga mengatakan, sejauh ini perusahaan yang menyimpan bawang putih 150 ton di Kabupaten Karawang itu memiliki izin distribusi di Jawa Barat dan Lampung.
“Memang untuk PT ini kan memiliki kuota untuk pendistribusian seluruhnya ada sekitar 24 kontainer kali 30 ton lah, sekitar 700 ton sekian. Nanti itu didistribusikan untuk Jawa Barat 90 persen, kemudian untuk Lampung 10 persen,”jelas Erlangga.
Sementara itu, Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Disperindag Jabar, Eem Sujaemah mengatakan, aturan hukum bagi pengusaha yang melakukan penimbunan diatur dalam pasal 107 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Pasal 107 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dijelaskan bahwa pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50 miliar.
Pada Pasal 29 ayat (1) undang-undang tersebut juga dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang.
Ia menegaskan, pada ayat (2) dijelaskan Pelaku Usaha dapat melakukan penyimpanan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu jika digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam proses produksi atau sebagai persediaan barang untuk didistribusikan.
“Barang kebutuhan pokok untuk hasil pertanian meliputi beras, kedelai bahan baku tahu dan tempe, cabai dan bawang merah,” ungkapnya.
“Sedangkan barang kebutuhan pokok hasil industri meliputi gula, minyak goreng dan tepung terigu. Kemudian barang kebutuhan pokok hasil peternakan dan perikanan ialah daging sapi, daging ayam, telur ayam dan ikan segar,” tambahnya.
Dari aturan hukum yang berlaku, kata Eem, maka pengusaha yang terbukti menimbun kebutuhan pokok dikenakan Pasal 107 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman kurungan lima tahun penjara dan denda maksimal Rp50 miliar.
Pakar Ekonomi dari Universitas Pasundan (Unpas) Bandung, Acuviarta Kartabi menilai, Satgas Pangan memang harus meningkatkan pengawasan terhadap potensi penimbunan kebutuhan pokok masyarakat yang dilakukan oknum.
Acu juga mengapresiasi tindakan Satgas Pangan Jabar menyelidiki temuan penimbunan bahan pokok di Karawang, serta perusahaan lain yang berpotensi menyimpan dalam jumlah sangat besar, dan lebih optimal memberantas mafia atau spekulan kebutuhan pokok.
“Karena cara kita untuk memperbaiki kesejahteraan konsumen itu bukan hanya menaikan upah mereka tapi ialah bagaimana menstabilkan harga,” pungkasnya.(*/Dang)
JAKARTA – Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi didakwa menerima suap sebesar Rp11.500.000.000,00 atau Rp11,5 miliar oleh Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia didakwa menerima suap bersama-sama dengan Asisten Pribadinya (Aspri), Miftahul Ulum.
“Terdakwa bersama-sama dengan Miftahul Ulum telah menerima hadiah berupa uang seluruhnya sejumlah Rp11.500.000.000,00 (sebelas miliar lima ratus juta rupiah),” kata Jaksa KPK, Ronald Ferdinand Worotikan saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (14/2/2020).
Menurut Jaksa, uang Rp11,5 miliar itu berasal dari mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Endung Fuad Hamidy dan bekas Bendahara Umum KONI, Johnny E Awuy.
Uang itu sengaja diberikan dua mantan pejabat KONI untuk memuluskan proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah dari pemerintah.
“Patut menduga bahwa hadiah tersebut diberikan untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora RI tahun kegiatan 2018,” ujarnya.
Setidaknya, terdapat dua proposal kegiatan KONI yang menjadi sumber suap Imam. Pertama, terkait proposal bantuan dana hibah Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multi event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Games 2018.Kedua, terkait proposal dukungan KONI pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018. Sejumlah uang itu, diterima Imam bersama asisten pribadinya, Miftahul Ulum pada 2018.
Atas perbuatannya, Imam didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.(*/Adyt)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro