KARAWANG - Penemuan 150 ton bawang putih impor di salah satu gudang kawasan Kabupaten Karawang kini tengah diselidiki oleh pihak penyidik Polda Jawa Barat melalui Satgas Pangan. Penyelidikan tersebut guna memastikan termasuk kategori penimbunan atau tidak.
Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Saptono Erlangga mengatakan, pihaknya masih perlu mempelajari penemuan tersebut. Pasalnya, jangka waktu untuk distribusi bawang putih tersebut masih memiliki sisa waktu hingga akhir Februari.
“Untuk sisa stok sampai saat ini ada 150 ton bawang putih dan memang izinnya hingga Februari 2020,” ucap Erlangga, Minggu (16/2).
Erlangga mengatakan, sejauh ini perusahaan yang menyimpan bawang putih 150 ton di Kabupaten Karawang itu memiliki izin distribusi di Jawa Barat dan Lampung.
“Memang untuk PT ini kan memiliki kuota untuk pendistribusian seluruhnya ada sekitar 24 kontainer kali 30 ton lah, sekitar 700 ton sekian. Nanti itu didistribusikan untuk Jawa Barat 90 persen, kemudian untuk Lampung 10 persen,”jelas Erlangga.
Sementara itu, Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Disperindag Jabar, Eem Sujaemah mengatakan, aturan hukum bagi pengusaha yang melakukan penimbunan diatur dalam pasal 107 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Pasal 107 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dijelaskan bahwa pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50 miliar.
Pada Pasal 29 ayat (1) undang-undang tersebut juga dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang.
Ia menegaskan, pada ayat (2) dijelaskan Pelaku Usaha dapat melakukan penyimpanan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu jika digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam proses produksi atau sebagai persediaan barang untuk didistribusikan.
“Barang kebutuhan pokok untuk hasil pertanian meliputi beras, kedelai bahan baku tahu dan tempe, cabai dan bawang merah,” ungkapnya.
“Sedangkan barang kebutuhan pokok hasil industri meliputi gula, minyak goreng dan tepung terigu. Kemudian barang kebutuhan pokok hasil peternakan dan perikanan ialah daging sapi, daging ayam, telur ayam dan ikan segar,” tambahnya.
Dari aturan hukum yang berlaku, kata Eem, maka pengusaha yang terbukti menimbun kebutuhan pokok dikenakan Pasal 107 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman kurungan lima tahun penjara dan denda maksimal Rp50 miliar.
Pakar Ekonomi dari Universitas Pasundan (Unpas) Bandung, Acuviarta Kartabi menilai, Satgas Pangan memang harus meningkatkan pengawasan terhadap potensi penimbunan kebutuhan pokok masyarakat yang dilakukan oknum.
Acu juga mengapresiasi tindakan Satgas Pangan Jabar menyelidiki temuan penimbunan bahan pokok di Karawang, serta perusahaan lain yang berpotensi menyimpan dalam jumlah sangat besar, dan lebih optimal memberantas mafia atau spekulan kebutuhan pokok.
“Karena cara kita untuk memperbaiki kesejahteraan konsumen itu bukan hanya menaikan upah mereka tapi ialah bagaimana menstabilkan harga,” pungkasnya.(*/Dang)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro