JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) mulai gerah dengan tudingan curang yang diserukan sejumlah pihak pasca-pelaksanaan pemilu kemarin.
Adapun tudingan curang yang dilakukan KPU di Pemilu 2019 juga terus disuarakan oleh warganet di dunia maya melalui sejumlah tagar yang dinilai provokatif.
Komisioner KPU Hasyim Asyari menilai tudingan curang yang terus dialamatkan kepada pihaknya tidak mendasar karena hingga kini hasil penghitungan suara belum keluar.
Untuk itu, dirinya meminta bukti yang bisa menjadi tolak ukur bahwa tuduhan kecurangan yang dilakukan oleh lembaga penyelenggara pemilu memang benar adanya.
“Bagi saya ini tanda tanya. Indikatornya (dugaan kecurangan) apa? Karena ini hasilnya belum diketahui,” ujar Hasyim di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (26/4/2019).
Ia meminta pihak yang hingga kini bersikeras menuding KPU berbuat curang pada pemilu kali ini bisa menyampaikannha secara hukum berdasarkan aturan yang telah ditentukan.
“Bisa melapor ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu). Kalau kira-kira melakukan pelanggaran apa pelanggarannya? Apalagi vonis di KPPU berdampak besar dan paling berat bisa ada sanksi pemberhentian sementara,” paparnya.(*/We)
JAKARTA – Kapolri Jenderal Tito Karnavian melakukan mutasi jabatan Perwira Tinggi (Pati Polri). Asisten Operasi (Asops) Kapolri Irjen Rudy Sufahriadi kini menduduki jabatan Kapolda Jabar mengantikan Irjen Agung Budi Maryoto yang dipromosikan sebagai Kabaintelkam Polri.
Mutasi jabatan itu tertuan dalam Surat Telegram Kapolri dengan nomor ST/1202/lV/KEP./2019 tertanggal 26 April 2019 yang ditanda tangani oleh Asisten SDM Kapolri Irjen Eko Indra Heri.
“Ya benar (mutasi jabatan) itu menggantikan yamg purna tugas, pak Irwasum dan Pak Kabaintelkam serta selain itu promosi serta tour of area dan tour of duty dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/4/2019).
Selain itu, Kapolda Papua, Irjen Martuani Sormin juga turut dimutasi ke jabatan Asops Kapolri mengisi posisi yang ditinggalkan Irjen Rudy Sufahriadi. Posisi Irjen Martuani akan diisi oleh Brigjen Rudolf Albert Rodja yang sebelumnya mengisi jabatan Kapolda Papua Barat.
Posisi yang ditinggalkan Brigjen Rudolf akan diisi oleh Brigjen Herry Rudolf yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.
Posisi Dirtipidum Bareskrim Polri akan dijabat Brigjen Nico Afinta yang sebelumnya menjabat sebagai Karobinopsnal Baresrkim Polri. Sementara itu, Kombes Daniel Tahi Monang Silitonga dipromosikan menjabat jabatan yang ditinggalkan Brigjen Nico Afinta.
Kemudian, Kapolrestabes Surabaya Kombes Rudi Setiawan dipromosikan mengisi jabatan Wakapolda Lampung. Posisi Rudi akan diisi oleh Kombes Sandi Nugroho yang sebelumnya menjabat Anjak Pideksus Bareskrim Polri.(*/Nia)
BALI – Fisik dan jiwa harus sama – sama sehat agar bisa mendapatkan kualitas hidup yang baik.
Hal ini yang ditekankan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Nila F Moeloek, saat mengunjungi Rumah Berdaya Denpasar, Bali.
Rumah Berdaya merupakan tempat rehabilitasi psikolosial bagi Orang Dengan Skizofrenia (ODS) atau Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di bawah naungan Dinas Sosial Kota Denpasar, yang juga bekerja sama dengan Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Simpul Bali dan organisasi seni Ketemu Project (Ketemu).
“Mengobati orang sakit jiwa itu tidak sebentar, cukup lama. Kita harus adil untuk semua. Kesehatan itu kalau dilihat definisinya menurut WHO, mulanya orang betul sakit. Kemudian, baru adanya dari hasil laboratorium. Kini, orang harus sehat fisik, jiwa, dan hasil laboratoriumnya,” ujar Menkes RI, Nila F Moeloek, Bali,(24/04/2019).
Menurut Dr. dr. Fidiansjah, Sp.KJ, MPH Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza menambahkan, wujud Rumah Berdaya seperti ini di setiap daerah di Indonesia memang berbeda – beda. Semua tergantung dari keunikan dan kearifan lokal yang dimiliki setiap daerah.
“Kalau kita lihat dari kemajuan daerah, model – model seperti ini memang bukan satu satunya, artinya ada beberapa daerah lain tetapi punya keunikan sendiri – sendiri. Konsep pemberdayaan masyarakat disesuaikan dengan kearifan lokal. Nah, tentu kehadiran Ibu menteri melihat sesuatu yang memiliki kearifan lokal Bali, ini menjadi sesuatu inspirasi. Pada wilayah lain tinggal dimodifikasi,” ujar Fidiansjah.
Masih menurut Fidi, uniknya, dengan adanya Rumah Berdaya tersebut diharapkan mampu memutus mata rantai kekambuhan penyakit jiwa.
“Yang pertama dia akan memutus rantai kekambuhan, kementerian kesehatan lebih ke upaya kuratif, rehabilitatif,” tambahnya. (*/Gio)
JAKARTA – Komisi Informasi Pusat (KIP) menyoroti informasi hasil penyelenggaraan Pemilu 2019 yang disampaikan ke publik. KIP mengimbau semua pihak, terutama penyelenggara Pemilu 2019, menyampaikan informasi yang jelas dan akurat.
Ketua KIP Gede Narayana menilai, belakangan, marak muncul informasi terkait hasil Pilpres dan Pileg 2019 yang simpang siur. Untuk itu, dia mengimbau semua pihak, terutama KPU, Bawaslu, dan DKPP, agar menyediakan dan menyampaikan informasi terkait hasil pemilu kepada publik secara akurat, benar, dan tidak menyesatkan.
“KPU juga harus segera mengoreksi dan mengklarifikasi jika ada informasi yang tidak benar. Koreksi dan klarifikasi itu penting agar tidak menimbulkan keresahan,” kata Gede dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/4/2019)
Gede mengapresiasi pelaksanaan Pemilu 2019 baik untuk tingkat nasional maupun daerah, yang berlangsung dengan aman dan lancar. Apalagi tingkat partisipasi masyarakat untuk memilih mencapai angka 80 persen.
“Prestasi besar bangsa tersebut menjadi kebanggaan semua pihak dan harus dijaga. Apalagi Pemilu 2019 mungkin terbesar sepanjang sejarah pemilu di dunia karena melibatkan lebih dari 192 juta pemilih dan dilaksanakan secara serentak,” katanya.
Gede mengatakan Undang-Undang KIP, yang melahirkan lembaga Komisi Informasi di Tanah Air, memiliki spirit dan roh tentang keterbukaan dan akuntabilitas pada badan publik. UU tersebut juga memberi jaminan kepada publik untuk mendapatkan informasi dari badan publik secara benar, akurat, dan tidak menyesatkan.
Untuk menghindari kesimpangsiuran informasi terkait hasil pilpres dan pileg, Gede juga meminta kepada semua pihak agar menjadikan penyelenggara pemilu, seperti KPU, Bawaslu, dan DKPP, sebagai badan publik yang berwenang dan dipercaya mengumumkan informasi terkait hasil pemilu tersebut. Sebab, KPU-lah yang diberi amanah sebagai pelaksana pemilu dalam menjalankan tugasnya diawasi oleh Bawaslu dan DKPP.
“DKPP bertindak sebagai dewan yang menyelesaikan pelanggaran etik di KPU dan Bawaslu, serta Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal dan penjaga konstitusi negara. Semua itu bertujuan agar pemilu berjalan jurdil dan kredibel,” ujar Gede.
Untuk memastikan validitas informasi hasil pelaksanaan pilpres dan pileg, Gede menyarankan masyarakat dan pengguna informasi agar aktif mengakses dan meminta informasi terkait pemilu kepada KPU, termasuk mendapatkan klarifikasi terkait informasi pemilu.
Jika penyelenggara pemilu tidak memberikan informasi, kata Gede, publik dapat mengajukan permohonan informasi tentang hasil pemilu kepada KPU. Jika tidak dilayani, bisa mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi.
“Sesuai Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2019, badan publik penyelenggara pemilu diberi waktu tiga hari kerja untuk menyediakan informasi yang diminta masyarakat,” katanya. (*/Ag)
JAKARTA – Setelah menyebutkan tidak percaya dengan berbagai lembaga survei atas hasil Pemilu 2019, kini Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi tantang lembaga survei memberitahukan sumber dana mereka.
“Saya tantang lembaga survei untuk buka dana dari siapa. Dananya dari siapa,” kata Direktur Materi dan Debat BPN Prabowo-Sandi, Sudirman Said di Kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (22/4/2019).
Sudirman menegaskan bahwa pada saatnya nanti pihaknya siap membuka metodologi real qount internal mereka yang menyebut kemenangan Prabowo-Sandiaga.
“Kita siap nanti (buka metodologi). Nanti. Kita tidak akan menempuh sesuatu yang tidak profesional,” tegas Sudirman.
Mantan Menteri ESDM Kabinet Kerja ini menegaskan bahwa kecurangan tidak boleh dilakukan baik dari kubu 01 maupun 02. BPN Prabowo-Sandi berjuang menegakkan keadilan semata-mata untuk rakyat.
“Yang kita perjuangkan adalah hak rakyat tidak boleh dicuri siapapun. Mau 01 mau 02 harus kita perjuangkan supaya suaranya betul-betul suara rakyat fair. Kita bukan semata-mata perjuangkan kemenangan kita fairnes keadilan dari suara rakyat,” tandas Sudirman. (*/Joh)
JAKARTA – Koordinator Gerakan Nasional Selamatkan Demokrasi, Said Didu mengklaim bahwa Pemilu 2019 telah diwarnai kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif. Bahkan, merujuk Undang-undang yang berlaku bisa dilakukan pemungutan suara ulang.
“Bahwa demokrasi harus diselamatkan. Karena kami menilai ada kecurangan yang berlangsung secara terstruktur sistemik dan masif,” kata Said di Kawasan SCBD, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, (21/4/2019).
Said Didu menjelaskan, dirinya menyatakan terstruktur karena menuding para gubernur, bupati, lurah, camat, hingga tingkat RW dan RW terlibat dalam kecurangan Pemilu. Bahkan dia juga menuding para pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga terlibat.
“Itu bagaikan penonton sudah teriak semua tapi wasit tidak mau menyemprit peluit. Terus kita lihat aparat mohon maaf teman-teman tentara dan polisi, teman-teman aparat ini dari video-video yang kita dapat secara nyata terlibat,” ucap dia.
Sedangkan sistematis, lanjut Said, tidak jauh berbeda dengan terstruktur yakni memiliki pola yang sama yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Sedangkan masif karena menurutnya kecurangan sudah terjadi di seluruh Indonesia bahkan luar negeri.
“Nah undang-undang menyatakan apabila terjadi kecurangan seperti itu maka bisa dilakukan pemilu ulang karena sudah terstruktur, sistematis dan masif. Dan pihak yang akan melanjutkan pemilu seperti ini bagaikan orang yang sedang membakar arang untuk jadikan bara menduduki bara itu,” ucap Said.
Di tempat yang sama, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto menilai penyelenggaraan pemilu 2019 merupakan yang terburuk sejak era reformasi.
“Ini pemilu yang terburuk sejak era reformasi. Jangan sampai yang memenangkan pemilu lain, yang mendapatkan suara terbanyak lain tapi yang menjadi presiden orang lain juga. Kalau itu terjadi sebenarnya kita sedang mendorong negara ini sampai di bibir jurang karena ini berbahaya sekali,” ucap Bambang.
Menurut Bambang, kualitas pemilu yang terpenting bukan kerahasiaan melainkan kejujuran. Selain itu prinsip dasar pemilu yakni langsung, umum, bersih, rahasia (luber) dan jujur adil (jurdil) harus terpenuhi semua.
“Menurut kami kecurangan-kecurangan sebenarnya didasari prinsip-prinsip dasar dari luber dan jurdil itu tidak terpenuhi,” tandas Bambang. (*/Adyt)
JAKARTA – Relawan Prabowo-Sandiaga Respect (Progres) prihatin dengan gelaran Pemilu Serentak 2019. Sebab, banyak dugaan-dugaan kecurangan yang muncul tanpa ada penyelesaian dengan baik.
Ketua Umum Progres Zaenal Muttaqien menilai KPU sebagai lembaga resmi yang ditunjuk oleh UU memiliki kewenangan dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelaksanaan pemilihan umum yang jujur dan adil serta tidak curang.
“Namun hingga saat ini kami melihat bahwa KPU tidak menunjukkan profesionalitasnya dan bahkan cenderung berat sebelah,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu (21/4).
Zaenal menilai aparatur negara, mulai dari kepolisian hingga aparatur sipil negara (ASN) juga tampak terlibat dalam mengusung kandidat tertentu secara massif, terstruktur, dan sistematis.
“Hal ini menjadikan keprihatinan bagi kami selaku kelompok yang berasal dari elemen pro demokrasi,” sambungnya.
Pasca pemungutan suara berlangsung, dia juga masih melihat ada indikasi KPU tidak profesional melaksanakan pemilu. Seperti adanya temuan input data di sistem informasi penghitungan suara (Situng) yang berbeda dengan form C-1 Plano. Kesalahan input itu terindikasi banyak yang menguntungkan pasangan tertentu.
“Seandainya hal ini dibiarkan terus terjadi, maka, kami melihat inilah awal dimulainya keruntuhan dan matinya demokrasi di Indonesia,” tegasnya.
Atas alasan itu, sambung Zaenal, Progres menuntut agar KPU dan Bawaslu bersikap profesional, jujur, dan adil terhadap setiap kontestan pemilu 2019.
“Kami juga menuntut agar aparat kepolisian dan TNI bersikap netral, profesional, jujur, dan adil. Termasuk, menolak hasil pemilu 2019 jika dihasilkan dari proses yang curang, tidak jujur, dan tidak adil,” pungkasnya.(*/Di)
JAKARTA – Ratusan emak-emak yang memadati di depan gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta Pusat, siang tadi (Minggu, 21/4), sudah membubarkan diri.
Aksi massa emak-emak ini sempat membuat lalu lintas kendaraan sepanjang Jalan Imam Bonjol mengarah Bundaran Hotel Indonesia, Jakpus, tersendat.
Mereka long march dari markas Sekretaris Nasional (Seknas) Prabowo-Sandi Menteng, Jakpus, sembari membawa bertangkai-tangkai bunga, juga membentangkan spanduk berisi tuntutan Pemilu jujur dan adil.
Koordinator aksi yang juga Tim Advokasi Seknas Prabowo-Sandi, Tohenda mengatakan, aksi emak-emak ini bagian dari Panggung Perlawanan Rakyat yang akan digelar setiap hari selama 30 hari ke depan.
“Kita ada Panggung Perlawanan Rakyat selama 30 hari akan terus diadakan dari semua simpul relawan kita akan bergabung. Kita ingin menegaskan bahwa KPU harus berlaku adil dan jujur jangan sampai merusak demokrasi,” kata Tohenda kepada Kantor Berita Politik RMOL di lokasi.
Tohenda juga menyebutkan tentang temuan sejumlah fakta yang mengarah kecurangan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) di sejumlah daerah.
“Ada lima daerah, bahkan sembilan daerah. Selain itu seperti salah satunya kita temukan di Bidaracina dan Menteng, ada form C1 nya tidak sesuai dengan data KPU dan itu kita temukan,” tegasnya.
Form C1 Plano itulah, lanjut Tohenda, yang dijadikan dasar hukum Seknas BNP Prabowo-Sandi melayangkan gugatan nantinya ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kami harap KPU harus berlaku jurdil jangan melakukan kecurangan-kecurangan yang kita lihat di media kecurangan cukup masif terjadi luar biasa. Itu harus dibenahi oleh KPU. Kami dari Seknas meminta itu,” tegasnya.(*/Jun)
JAKARTA – Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo – KH Ma’ruf Amin masih mendominasi perolehan suara sementara atas paslon capres dan cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto – Sandiaga Uno di Pilpres 2019.
Keunggulan diketahui berdasar data sementara yang dilihat JPNN.com di Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU di website resmi https://pemilu2019.kpu.go.id/#/ppwp/hitung-suara/, Minggu (21/4/2019) pukul 16.00 WIB. Data sementara ini berasal dari progress 88.724 atau 10,9 persen dari 813.350 tempat pemungutan suara (TPS) se Indonesia.
Berdasar data sementara tersebut Jokowi – Kiai Ma’ruf meraih 9.153.147 atau 54,21 persen suara. Unggul atas Prabowo – Sandi yang sementara ini meraih 7.731.743 atau 45,79 persen suara.
Jika dilihat dari peta keunggulan per provinsi, pasangan Jokowi – Ma’ruf masih mendominasi. Jokowi unggul di beberapa daerah dengan suara besar seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, DKI Jakarta. Prabowo – Sandi juga demikian. Unggul di sejumlah daerah dengan suara besar seperti Banten, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, maupun Sumatera Barat.
Adapun peta keunggulan Jokowi – Kiai Ma’ruf Amin sebagaimana perhitungan sementara itu adalah di Sumatera Utara 386.681 suara. Bengkulu 353.953, Lampung 338.547, Kepulauan Bangka Belitung 107.036, Kepulauan Riau 128.778, DKI Jakarta 471.222.
Keunggulan juga diraih di Jawa Tengah dengan perolehan 1.631.085 suara sementara, Daerah Istimewa Yogyakarta 200.351, Jawa Timur 1.073.359, Bali 183.146, Nusa Tenggara Timur 90.619, Kalimantan Tengah 90.269, Kalimantan Timur 100.570, Sulawesi Utara 102.278, Sulawesi Tengah 33.818, Gorontalo 128.786, Sulawesi Barat 50.230, Maluku 42.066, Papua 12.903, Papua Barat 3.304, Kalimantan Utara 29.974 dan luar negeri 141.931 suara.
Pesaingnya, Prabowo – Sandi unggul di Aceh dengan raihan sementara 255.528 suara, Sumatera Barat 489.778, Riau 191.022, Jambi 128.962, Sumatera Selatan 437.852, Jawa Barat 720.357. Kemudian, Banten 290.188 suara, Nusa Tenggara Barat 230.634, Kalimantan Barat 180.579, Kalimantan Selatan 111.215, Sulawesi Selatan 283.203, Sulawesi Tenggara 160.827, Maluku Utara 12.161.(*/Nia)
JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencabut akreditasi atau izin salah satu lembaga pemantau Pemilu 2019, yakni Jurdil 2019 atau situs web jurdil2019.org. Situs tersebut sebelumnya memiliki izin atas nama pengembangan dari PT Prawedanet Aliansi Teknologi.
Komisioner Bawaslu RI Mochammad Afifuddin mengatakan, alasan pencabutan akreditasi atau izin pemantauan karena lembaga tersebut tidak bekerja sesuai dengan prinsip pemantauan. Pencabutan itu mulai diberlakukan sejak hari ini, Minggu (21/4/2019).
“Kita cabut akreditasinya hari ini sebagai pemantau, karena tidak sesuai dengan prinsip pemantauan,” kata Affiudin dalam keterangannya, Minggu (21/4/2019).
Afif, sapaan akrabnya, menuturkan bahwa PT Prawedanet Aliansi Teknologi sebelumnya mengajukan permohonan kepada Bawaslu untuk menjadi pemantau pemilu. Dalam permohonannya, mereka akan melakukan pemantauan dengan membuat aplikasi pelaporan dari masyarakat terhadap dugaan pelanggaran Pemilu.
Namun, lanjut Afif, dalam kenyataanya PT Prawedanet Aliansi Teknologi malah ikut melakukan pemaparan hasil hitung cepat alias quick count. Bahkan, mereka juga ikut mempublikasikan hasil temuan quick count tersebut melalui Bravos Radio dan situs www.jurdil2019.org.
“Bawaslu menilai PT. Prawedanet Aliansi Teknologi telah menyalahgunakan sertifikat akreditasi, karena kalau survei urusan izinnya di KPU,” tuturnya.
Atas dasar itu semua, PT Prawedanet Aliansi Teknologi telah dicabut status dan haknya sebagai pemantau pemilu, serta dilarang menggunakan logo dan lambang Bawaslu dalam semua aktivitasnya.
Diketahui, situs Jurdil 2019 merupakan lembaga pemantau yang tengah menjadi sorotan masyarakat. Pasalnya, mereka memaparkan hasil quick count yang telah mememangkan paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandi. Hasil itu didapat berasal dari rekapitulasi data C-1 di masing-masing daerah.(*/We)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro