JAKARTA - Undang-undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota atau yang juga sering disebut UU Pilkada sudah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). UU ini dipandang dapat menurunkan motivasi pasangan calon dalam pilkada untuk melakukan politik uang. Hal itu karena adanya pasal 73 yang mengatur sanksi administratif jika masih ada yang melakukan praktik politik transaksional itu.
Dalam pasal 73 UU ini diatur, calon dan atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan atau memberi uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan atau pemilih. Calon yang terbukti melakukan pelanggaran tersebut berdasarkan putusan Bawaslu dapat dikenakan sanksi pembatalan pasangan calon oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota.
"Ketentuan pasal 73 yang mengatur sanksi administrasi politik uang berupa pembatalan sebagai pasangan calon, dapat menurunkan motivasi pasangan calon untuk melakukan politik uang," kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz di Jakarta, Jumat 3 Juni 2016.
Masykurudin mengatakan sanksi pembatalan sebagai pasangan calon akan berdampak signifikan dengan memunculkan kehatian-hatian dari pasangan calon untuk melakukan politik transaksional. Namun, menurutnya, perlu ada mekanisme prosedural yang jelas bagaimana proses penegakan sanksi administrasi ini dilakukan Bawaslu. Dengan begitu kepastian hukum bisa diwujudkan.
Hal positif lainnya dari UU ini menurut Masykurudin, pasal 7 yang mengatur tentang persyaratan mundur bagi anggota legislatif. Dia mengatakan ketentuan ini secara positif akan memunculkan aktor politik baru di daerah.
"Distribusi kesempatan untuk menjadi kepala daerah potensial terjadi. Kewajiban mundur bagi anggota legislatif seyogyanya dijadikan momentum oleh partai politik untuk membangun regenerasi aktor-aktor politik di daerah," pungkasnya.(*Sam)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro