BOGOR – Serapan anggaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, masih sangat minim. Hingga pertengahan Oktober 2019 ini, dari anggaran yang disediakan sekitar Rp4,2 triliun, Pemkab Bogor baru mampu menyerap sekitar 38,95 persen atau Rp1,5 triliun. Sementara untuk belanja tidak langsung sekitar 54,98 persen atau Rp2 triliun dari anggaran sebesar Rp3,7 triliun.
Menyikapi hal ini, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Wawan Haikal Kurdi mengatakan, Kepala Dinas harus bekerja dengan baik dan tidak bersikap ‘Asal Bos Senang’. Karena itu, dirinya berharap di masa mutasi dan rotasi jabatan ini, Bupati Bogor, Ade Yasin bisa menempatkan orang-orang yang tepat.
“Silpa diprediksi meningkat tahun ini. Jika itu benar terjadi, saya akan vokal dan menunjuk pejabat terkait karena gagal menjalankan amanah dari Bupati. Bupati itu hanya mengarahkan, yang menjalan Kadis. Mereka diberi amanah untuk bekerja. Jangan hambat program pemerintah demi kepentingan pribadi atau golongan,” paparnya.
Senada, Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Rudy Susmanto menegaskan, jajaran legislatif siap bersinergi dengan Pemkab Bogor demi percepatan pembangunan. Karena itu, pihaknya siap bersama Bupati dan Wakil Bupati menilai jajaran eksekutif yang dinilai kurang optimal.
“Reward dan punishment harus diterapkan. Banyak hal yang harus dibenahi. Salah satunya terkait pembangunan di pelosok. Belum sepenuhnya jalan di desa-desa tersentuh pembangunan. Salah satunya Kampunh Cioray. Disana harus gunakan motor trail. Kondisi pendidikan buruk. Intinya kita siap bersinergu dengan eksekutif. Anggaran Kabupaten Bogor harus yang dibutuhkan masyarakat bukan kepentingan SKPD. Kadis harus orang yang tepat yang bisa mengimplementasikan program pemerintah,” tegasnya.
Terpisah, Kepala Bagian Program Pengendalian Pembangunan (Prodalbang) Sekretariat Daerah Kabupaten Bogor, Ajat R Jatnika mengatakan, rendahnya penyerapan ini disebabkan banyaknya pihak ketiga penyedia jasa yang belum mencairkan uang termin sesuai progres pembangunan di lapangan.
“Secara umum, pekerjaan sedang berlangsung. Sehingga permohonan pencairan belum banyak. Intinya kalau pekerjaan di lapangan lebih tinggi dibanding serapan anggarannya,” kata Ajat, kemarin.
Ajat menjelaskan, anggaran belanja langsung terbagi atas tiga nomenklatur. Serapan belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Adapun untuk belanja pegawai, telah terealisasi Rp208 miliar atau 58,79 persen dari Rp355 miliar.
Sementara untuk belanja barang dan jasa baru terealisasi Rp819 miliar atau 37,79 persen dari anggaran Rp2 triliun. Kemudian untuk belanja modal telah terealisasi Rp482 miliar atau 28,75 persen dari anggaran Rp1,6 triliun.
Berbeda dengan belanja langsung. Ajat menjelaskan, pada komponen belanja tidak langsung, dari alokasi Rp3,7 triliun telah terserap Rp2,04 triliun atau 54,98 persen. Sementara pada Pendapatan Asli Daerah telah terealisasi Rp2,2 triliun dari target Rp2,6 triliun atau terealisasi 84,76 persen.
Namun Ajat meyakini, memasuki November mendatang, serapan anggaran akan meningkat. “Seiring mulai masuknya Surat Permohonan Pencairan Dana (SP2D) ke Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), harus optimis serapan meningkat,” ungkapnya.
Dari data yang dikeluarkan Prodalbang, Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP) menjadi dinas yang paling rendah dalam hal serapan anggaran.
Sampai akhir triwulan ke-3 ini, DPKPP baru bisa merealisasikan serapan anggaran sebesar Rp23 miliar dari total anggaran sebesar Rp87 miliar atau 26,80 persen. (Fuz)
BOGOR – Upaya Pemerintah Kabupaten Bogor dalam mengurai kemacetan di Jalur Puncak ditanggapi positif Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Wawan Haikal Kurdi (WHK).
Menurutnya, langkah Pemkab Bogor wajib diapresiasi karena ini semua demi kepentingan warga, baik warga Puncak itu sendiri maupun para wisatawan.
“Memang penerapan sistem 2-1 belum begiti efektif. Masih banyak hal yang perlu dikaji. Tapi setidaknya hal ini merupakan langkah kongkret Pemerintah dalam mengakomodir permasalahan yang terjadi di kawasan Puncak. Jadi percayakan permasalahan kepadatan kendaraan di Puncak kepada Pemkab Bogor,” ujar politisi dari Partai Golkar ini.
Lebih lanjut, WHK menyebut, kepadatan kendaraan di Puncak memang sudah menjadi keluhan utama warga. Karena itu, harus ada solusi dalam penanganan masalah ini.
“Bayangkan, di hari biasa saja, saya yang setiap hari lalu lalang disana, butuh waktu 2 sampai 3 jam untuk sampai ke Cibinong. Begitu juga sebaliknya. Bisa dibayangkan kan bagaimana warga Puncak jika ada hal yang urgen. Dan ini bukan satu atau dua tahun. Karena Puncak memang kawasan primadona wisata,” paparnya.
Ditanya terkait solusi pelebaran jalan dan pembukaan jalur alternatif, WHK menyebut, jalur utama Puncak merupakan titil strategis bagi para pelancong karena itu harus ada solusi yang tepat untuk mengatasi hal ini. “Jalur alternatif bisa jadi solusi. Tapi tetap harus ada solusi di Jalan Utama Puncak karena jalan nasional dan ramai dilintasi kendaraan,” sebutnya.
Begitu juga terkait penerapan sistem 2-1 dan One Way, WHK menyebut keduanya memang memiliki plus minus tersendiri. “Tapi percaya lah, uji coba yang dilakukan kemarin adalah yang terbaik bagi warga. Saya percaya Pemkab Bogor, Polres dan jajaran terkait bisa memberikan solusi terbaik bagi warga Puncak,” pungkasnya.(Fuz)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro