BOGOR - Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Bogor mengaku lepas tangan apabila ada penggarap lahan TPST Nambo yang tidak masuk dalam ganti rugi. Karena data ganti rugi ini bukan kewenangan DKP.
Sekretaris DKP, Diyanto mengatakan, dinasnya hanya mendapatkan 25 data penggarap lahan dari pemilik lahan, Pemerintah Desa dan Kecamatan setempat. Sehingga pihaknya tidak tahu persis apakah penggarap lahan tersebut asli atau palsu.
“Urusan data penggarap kewenangannya bukan dari kami, itu dari pemerintah desa, kecamatan dan perhutani. Seharusnya jika ada penggarap lahan yang tidak puas atau terzolimi silahkan hubungi ketiag instasi tersebut, karena untuk data semuanya ada di mereka,” ujar Sekdis DKP Diyanto, Kamis (19/11)
Terkait ganti rugi tersebut, kata Diyanto, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menggarkan Rp 650 juta untuk 25 penggarap lahan perhutanu seluas 40 hektar. “Saat ini untuk penggantian 25 penggarap lahan, kini masih dalam proses, dan itu menjadi pembahasan kami, karena yang terjadi semua penggarap meminta uang penggantian sebesar Rp1,4 miliar, padahal dan yang tersedia hanya Rp 650 juta,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Bogor, Yuyud Wahyudin meminta agar DKP menginventalisir ulang data penggarap lahan TPST Nambo dari sumber-sumber yang bisa dipertanggungjawabkan. “Ya harus dicek lagi, agar dugaan penggarap lahan perhutani siluman bisa dituntaskan,” terangnya.
Ia menambahkan, diperlukan kekompakan diantara penggarap asli lahan perhutani. Dengan car memberika kesaksian bahwa mereka adalah benar-benar penggarap.
“Solusi lain menyelesaikan permasalahan ini dengan membuat aturan, seorang penggarap harus mendapatkan pengakuan atau jaminan dari 5 orang penggarap lainnya, berikut titik tanah yang digarap,” ungkapnya.
Dengan cara tersebut, Politisi Partai Persatuan Pembangunan ini yakin para penggarap ‘siluman’ yang akan mengambil keuntungan dari proses ganti rugi lahan ini tidak akan berhasil.
“Tentu saja, jika tanah garapan warga seluas 40 hektar yang digarap 25 orang harus dibagi lagi oleh yang bukan penggarap itu sebuah kerugian. Wajar kalau orang yang bukan penggarap kecewa dan marah,” tandasnya.
Sekedar diketahui, TPST Nambo sendiri diproyeksikan bakal beroperasi pada awal 2016. Proyek pembangunan TPST regional tersebut mangkrak sejak dimulai sekitar tahun 2006. TPST ini sendiri diprediksi akan menampung dan mengolah sampah dari tiga wilayah, yakni Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kota Depok.
Pembangunan ini sendiri nantinya akan dioperasikan bukan hanya sebagai tempat pembuangan sampah, tapi juga difasilitasi dengan alat daur ulang dan dibuat menjadi bahan baku pembakaran pembuatan semen.
Sayang, pembangunan tempat pembuangan sampah tersebut terus menuai polemik. Rencana ini sempat menjadi perbincangan karena tak kunjung selesai hingga tiga periode Bupati Bogor.(*Adi)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro