BANDUNG – Bank BJB harus bertanggungjawab atas kerugian negara yang diakibatkan kasus korupsi pembelian BJB tower Jakarta. Dari itulah BJB harus mengembalikan kerugian negara Rp 298,877 miliar.
Demikian terungkap dalam sidang kasus BJB tower Jakarta yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung,(2/11).
Dalam sidang tersebut dihadirkan saksi ahli dari BPKP Pusat Joko Supriyanto. Dalam kasus tersebut menyeret eks Kepala Divisi Umum BJB, Wawan Indrawan sebagai terdakwa.
“Dalam pembelian ini ada kerugian negara sebesar Rp 298,877 miliar. Itu hasil audit kami,” kata Joko Supriyanto, Ketua Tim Audit BPKP pada kasus BJB tower.
Di depan majelis hakim yang diketuai Naisyah Kadir tersebut, Joko menegaskan bahwa kerugian negara Rp 298 miliar itu menjadi tanggungjawab bank BJB.
Dijelaskan, bank BJB itu merupakan BUMD milik Pemerintah Provinsi Jabar, yakni sekitar 75 persen sahamnya dikuasai oleh provinsi dan kabupaten.
Menurut Joko, bank BJB disokong dananya dari negara melalui APBD provinsi. Ketika masuk BUMD dana tersebut menjadi tanggungjawab bank BJB.
“Dana sudah masuk dan dikonversi jadi saham. Dari itulah bank BJB harus mempertanggungjawabkan dana negara itu,” ujarnya.
Joko membeberkan, kerugian negara tersebut terjadi lantaran tidak adanya jaminan yang setara dengan prestasi dalam hal ini adalah bangunan kantor 30 lantai yang sesuai dengan nilai uang.
Menurutnya, hal tersebut menyalahi aturan karena tak adanya keseimbangan akibat dari penyimpangan yang berdampak pada kerugian negara.
“Yang dimaksud prestasi itu jaminan setara dengan besaran bangunan. Selain itu, seharusnya bangunan beres uang baru keluar,” ungkapnya.
Untuk diketahui, kasus ini awalnya ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat sejak 2013. Namun karena jumlah dana yang dikorupsi diduga sangat besar, Kejaksaan Agung mengambil alih penyidikannya pada 2014.
Kasus ini berawal saat manajemen BJB menyetujui pembelian 14 dari 27 lantai T-Tower yang akan dibangun di Jalan Gatot Subroto, Kaveling 93, Jakarta, untuk Cabang Khusus BJB di Jakarta, pada tahun 2006 di atas lahan milik PT Comtalindo, perusahaan di bidang teknologi informasi.
Tim BJB kemudian melakukan negosiasi dengan Comtalindo dan menyepakati harga tanah senilai Rp 543,4 miliar. Bank BJB pun membayar uang muka sebesar Rp 217, 36 miliar atau 40 persen dari nilai proyek, pada 12 November 2012. Sisanya dicicil sebesar Rp 27,17 miliar per bulan selama setahun.
Belakangan terkuak berbagai persoalan, mulai dari adanya pihak yang mengklaim sebagai pemilik tanah, serta harganya diduga digelembungkan. Akibatnya, manajemen BJB mengalami kerugian sekira Rp 298 miliar. (*Asp)
BANDUNG – Tiga anggota DPRD Kota Banjar, Jawa Barat yakni Rosidin, Ajat Sudrajat, dan Siti Julaeha, didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi menyunat dana hibah Kota Banjar tahun 2013-2014. Akibat perbuatannya terdakwa terancam hukuman 20 tahun penjara.
Demikian terungkap pada sidang perdana terhadap ketiga terdakwa di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (2/11/2015). Sidang dipimpin ketua majelis hakim Kristwan G Damanik SH, sedangkan yang bertindak sebagai jaksa penuntut umum (JPU) Edrus.
Menurut JPU Edrus, ketiga terdakwa secara bersama-sama melakukan pemotongan dana hibah hingga setengahnya. Dana hibah tahun 2013-2014 itu seharusnya diterima secara utuh oleh yang berhak. Akibatnya negara dirugikan Rp 57,5 juta.
Edrus mengatakan, ketiga terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU No 31 tahun 1999 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Ancaman hukuman dari pasal tersebut maksimal mencapai 20 tahun penjara. Selain ketiga terdakwa, pada kasus yang sama turut pula terseret sebagai terdakwa mantan anggota DPRD Kota Banjar, Ayi Misbah dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Sekretariat DPRD Kota Banjar, Dedi Wahyudi.
JPU Edrus mengatakan, Rosidin anggota dewan asal Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ajat Sudrajat asal Partai Golkar dan Siti Julaeha asal Partai Amanat Nasional (PAN) menelpon Dedi Wahyudi. Mereka meminta Dedi mencarikan kelompok di masyarakat yang bisa menerima dana hibah.
“Para terdakwa mengatakan kepada Dedi Wahyudi ada jatah dana hibah dari Wali Kota Banjar. Terdakwa meminta kepada Dedi untuk mencarikan kelompok penerima dana hibah,” kata JPU Edrus.
Namun penyaluran dana hibah ini disertai syarat tertentu. Para terdakwa, kata Edrus, meminta kepada kelompok penerima harus mau membagi dua dana itu dengan terdakwa. Selain itu para kelompok penerima hibah harus mau membuat SPJ (surat perjalanan dinas) yang direkayasa dan tidak ramai di masyarakat.
Dedi kemudian menyanggupi dan akhirnya menemukan tujuh kelompok penerima. Total dana yang disalurkan ke tujuh kelompok itu mencapai Rp 115 juta. Dan setengahnya menjadi jatah para anggota dewan tersebut.
Ketujuh kelompok penerima itu adalah Kelompok Pemuda Karya Mandiri, Kelompok Pemuda Kujang, Kelompok Irma Nurul Iman, Kelompok Pemuda Biru Muda, Kelompok Masyarakat Cipelah, Kelompok Sanggar Seni Kuda Lumping Kantil, dan Kelompok Panitia Pembangunan DKL Al Ihsan.
Ketua majelis hakim Kristwan G Damanik, menunda sidang hingga Senin (9/11/2015) pekan depan, agendanya pembacaan nota keberatan atau eksepsi dari terdakwa.
Ketiga terdakwa tidak dilakukan penahanan, namun hakim ketua Kriswan Damanik memperingatkan kalau terdakwa tidak kooperatif maka majelis hakim bisa mengambil sikap sendiri dengan melakukan penahanan. “Saudara harus kooperatif dan tidak mempersulit persidangan,” ujarnya. (*Asp)
BANDUNG – Bekas Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Bandung Nadi Sastrakusumah akhirnya dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1A Sukamiskin Bandung, (6/10) sore. Nadi harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena tersandung kasus korupsi dana transfusi darah dan dana hibah tahun anggaran 2007 – 2008 dengan kerugian Negara mencapai Rp 1,8 miliar.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasie Pidsus) Kejaksaan Negeri Bandung M. Fahrurozzi mengatakan, tersangka resmi ditahan sebagai pelimpahan dari penyidik kejaksaan Agung.
“Yang bersangkutan resmi ditahan Lapas Sukamiskin Bandung, untuk kepentingan penyidik meski saat ini tersangka sudah berumur 72 tahun, tetap kita tahan,” tuturnya kepada wartawan di Kejaksaan Negeri Jalan Jakarta Bandung, (6/10).
Nadi keluar dari ruang penyidik dan langsung digiring ke mobil pidana khusus turut didampingi keluarga, pengacara. Tersangka keluar dari ruangan penyidik mengenakan baju kemeja abu-abu garis hitam.
“Untuk sementara dalam kasus ini, baru ada satu tersangka. Untuk kerugian negara ini dari alokasi dana transfusi darah itu Rp 313 juta, sedangkan untuk pembangunan PMI Kota Bandung itu Rp 1,5 miliar,” katanya.
Kasus tersebut sebelumnya disidik Kejaksaan Agung RI. Berdasarkan investigasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Barat kerugian negara mencapai Rp 1,8 miliar.
Tersangka Nadi Sastrakusumah sebelumnya ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung, kemudian dilimpahkan ke Kejati Jabar.
Selain itu, dalam pelimpahan P21 tahap 2 ini, Nadi didampingi penasehat hukum yang diketuai Saim Aksinudin.
Dalam perkara ini, Penyidik Kejaksaan Agung menduga Nadi terbukti menyelewengkan dana Biaya Pengelolaan Pembangunan Daerah (BPPD) yang seharusnya diperuntukan operasional unit tranfusi darah.
Selain itu, pertanggung jawaban penggunaan dana hibah pembangunan gedung Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Bandung oleh Nadi, menurut penyidik Kejagung, tidak disusun dan diberikan dengan benar. (*And)
JAKARTA – Gubernur Sumatera Utara nonaktif tersangka suap kepada hakim dan panitera PTUN Medan, Gatot Pujo Nugroho mengakun pernah menemui Sekjen Partai NasDem, Patrice Rio Capella. Meski demikian, dia masih merahasiakan maksud dan kapan pertemuan itu terjadi, kecuali kepada penyidik KPK.
“Tanya penyidik saja, tetapi yang jelas ada pertemuan,” ujarnya, usai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) , (25/9).
Soal pertemuan tersebut juga diungkapkan oleh istri Gatot, Evy Susanti. Wanita yang juga terjerat kasus suap hakim dan panietara PTUN Medan ini menyebut, ada beberapa pihak yang hadir dalam pertemuan itu. Salah satunya Wakil Gubernur sekaligus Ketua DPW Nasdem Sumut, Tengku Erry Nuradi. “Yang jelas ada Wagub sama bapak (Gatot),” kata Evy.
Namun, senada dengan Gatot, Evy belum bersedia mengungkapkan lebih rinci soal pertemuan tersebut. Ia berjanji akan membeberkannya di pengadilan. “Nanti di persidangan,” imbuhnya, juga setelah diperiksa KPK, (25/9).
Patrice Rio Capella sempat diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus itu, Rabu (23/9). Namun, usai diperiksa, Rio tampak tergesa-gesa meninggalkan gedung KPK dan enggan memberikan keterangan kepada pers.
Razman Arief Nasution saat masih menjadi kuasa hukum Gatot pernah mengatakan, kasus yang menjerat kliennya sangat politis. Sebab, sejak pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara mengusut Dana Bansos dan BDB Provinsi Sumut ada peristiwa politik yang tak boleh dilupakan.
Pada saat itu, dalam upaya mendamaikan Gatot dan Tengku Erry Nuradi (Wakil Gubernur Sumatera Utara) yang saat itu berkonflik, OC Kaligis menggelar pertemuan di Kantor DPP Nasdem dan disaksikan juga oleh Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. OC Kaligis saat itu menjabat sebagai Ketua Mahkamah Partai NasDem. (*Ars)
CIBINONG – Penandatangi kerjasama tahap kedua ini diharapkan agar bisa lebih baik lagi untuk kinerja yang dilakukan oleh pihak PPP.
Direktur Utama PT Prayoga Pertambangan Dan Energi (PPE) Kabupaten Bogor, Radjab Tampubolon mengatakan, pertemuan kali ini dengan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari), Cibinong dalam rangka.
“Penandatanganan kerja sama dalam bidang perdata dan tata usaha negara, Kejari Cibinong dan PT Prayoga pertambangan dan energi,” katanya . (25/8).
Radjab menambahkan, semoga setelah ditandatangani kerja sama tersebut semakin menambah semangat kerja, semua jajaran pegawai. Dalam memajukan Bumi Tegar Beriman menjadi Kabupaten termaju di Indonesia.
“Kerja sama saat ini juga sesuai dengan karakter bisnis yang berbadan hukum untuk menjaga hal yang tidak diinginkan ,” tuntasnya.(Adi)
JAKARTA – Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho akan diminta keterangan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) dan dana daerah bawahan (BDB) Pemprov Sumut tahun anggaran 2012-2013.
Dalam kasus tersebut Gatot bakal menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus tersebu.
“Dia (Gatot) diperiksa sebagai saksi untuk kasus Bansos,” kata Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati, Selasa (24/8).
Gubernur Sumatera Utara Gatot Puji Nugroho telah menjadi tersangka kasus dugaan suap terhadap tiga hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
Suap itu diduga terkait dengan penanganan kasus korupsi bansos dan BDB tahun anggaran 2012-2013 yang ditangani Kejaksaan Tinggi Sumut. Kasus dugaan korupsi Bansos dan BDB Pemprov Sumut tahun anggaran 2012-2013 sekarang resmi ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). (*Wel)
JAKARTA – Direktorat Narkoba Bareskrim Mabes Polri bersama Inner City Management melakukan Penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) dalam rangka penanganan tindak pidana narkotika psikotropika dan bahan-bahan berbahaya di Mall Kalibata City, Pancoran, Jakarta Selatan, (21/8).
Penandatanganan tersebut dihadiri Direktur Inner City Management Bambang Setiobudi, dan Dir Narkoba Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Anjan.
Menurut Brigjen Anjan Pramuka Putra, fakta narkoba merasuk lapisan masyarakat. Menjadi keprihatinan nasional berbagai faktor menjadi pemicu jaringan internasional.
Di sisi lain, kejahatan dan peredaran gelap narkoba meningkat. Data saat ini, narkoba merambah hingga ke anak SD.
Dalam UU No 35 Tahun 2009 tentang bahaya narkoba masyarakat dapat berperan mencegah dan menanggulangi bahaya narkoba. Sehingga dalam hal ini, sesuai fungsi Kepolisian.
“Apalagi narkoba sudah menjadi sasaran bagi Apartemen dan Rumah Susun,” tandas Brigjen Anjan. (*Ars)
JAKARTA – Mantan Ketua Komisi VII DPR RI, Sutan Bhatoegana divonis 10 tahun pidana penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (19/8). Dia dinyatakan terbukti bersalah menerima suap terkait pembahasan APBN-P Kementerian ESDM 2013 sebesar 140 ribu dolar AS dari mantan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Waryono Karno, dan menerima gratifikasi uang 200 ribu dolar AS dari eks Ketua SKK Migas, Rudi Rubiandini.
Selain pidana penjara, Sutan juga dikenakan pidana denda Rp500 juta dengan ketentuan, apabila tidak dibayar maka diganti kurungan selama satu tahun. “Menyatakan terdakwa Sutan Bhatoegana terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama primer dan kedua lebih subsider dan menjatuhkan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp500 juta subsider 1 tahun kurungan,” kata Ketua Majelis Hakim, Artha Theresia, membacakan vonis untuk Sutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl. HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/8).
Tak hanya itu, Sutan juga dinilai terbukti menerima hadiah lain berupa tanah dan rumah seluas 1.194 meter persegi di Jl. Kenanga Raya Tanjungsari, Medan, Sumut, dari Komisaris PT SAM Mitra Mandiri, Saleh Abdul Malik. Dikatakan, seluruhnya diterima Sutan ketika menjabat Ketua Komisi VII DPR RI periode 2009-2014.
Meski demikian, vonis tersebut masih lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta Sutan divonis 11 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Majelis hakim yang beranggotakan Casmaya, Syaiful Arif, Alexander Marwata, dan Ugo itu juga tidak meluluskan tuntutan jaksa agar Sutan dicabut hak politiknya selama tiga tahun.
“Mengenai hak dipilih, majelis hakim tidak sependapat karena pemilihan tergantung pada rakyat yang memilihnya,” kata anggota majelis hakim, Ugo.
Hal-hal meringankan hukuman terhadap Sutan, hakim mengatakan, karena politisi Partai Demokrat itu masih memiliki keluarga. Sementara, hal-hal memberatkan, lantaran perbuatannya bertentangan dengan upaya pemerintah memberantas korupsi, dan bertentangan dengan slogan yang selama ini dia dengung-dengungkan terkait pemberantasan korupsi.
“Terdakwa juga tidak mengakui perbuatan dan berbelit di persidangan, serta sikap terdakwa di persidangan tidak mencerminkan anggota DPR,” kata Ugo.
Sutan lantas terkejut dan mengaku keberatan atas putusan tersebut. Terlebih sebelum vonis itu dibacakan, ia merasa percaya diri bisa bebas dari jeratan hukum. Sebab, ia merasa sempat diberikan harapan oleh hakim. Atas itu, ia memastikan untuk banding.
“Dikasih angin segar kami waktu itu, dan praperadilan akan dipertimbangkan. Tapi satupun tidak ada yang diungkapkan. Kemudian saksi ahli tidak ada, pledoi sama sekali enggak dianggap. Dan semua hampir 70 persen saya dengar, saya simak, copy paste daripada tuntutan dakwaan. Hampir enggak ada apa-apanya. Ya terus terang saja harus kami lawan. Kami harus banding,” ujarnya selepas persidangan.
Soal banding ini juga ditegaskan oleh kuasa hukum Sutan, Eggie Sudjana. Ia pun mengaku heran dengan sikap Ketua Majelis Hakim Artha yang langsung menutup persidangan dan tidak memberikan kesempatan Sutan dan penasihat hukumnya menanggapi putusan.
“Sikap kami pasti banding ya. Banding kami ini sebenarnya kalau menurut tata krama yang biasa, hakim harusnya mempertanyakan dulu bagaimana sikap terdakwa. Ini kan tidak, ini suatu kejanggalan,” pungkasnya. (*Adyt)
BOGOR – Anggota Polres Bogor meringkus dua pencuri motor motor milik anggota TNI AL, Kelasi I Amar. Pelaku yaitu Bonay (28) dan Anton (25) ini bahkan menembak Amar karena kepergok saat akan mencuri motor Kawasaki Ninja miliknya.
Kejadian pencurian tersebut terjadi pada bulan Mei lalu. Kasus ini pun menjadi perhatian Polres Bogor hingga kemudian anggota mendapatkan info bahwa mereka menginap di salah satu hotel di wilayah Cibubur.
“Kami menyergap pelaku di kamar hotel di kawasan Cibubur,” ungkap Kapolsek Gunung Putri AKP Tri Suhartanto, (16/8). Namun karena sempat melawan dan mencoba kabur, polisi pun menembak kaki salah satu pelaku.
Saat mereka diringkus polisi pun mengamankan kunci tempel dan HP pelaku. Dari percakapan di handphone didapati informasi bahwa pelaku kerap beraksi di wilayah Bogor dan Jakarta dengan menggunakan kunci T dan senjata api.
“Mereka mengakui sudah melakukan aksi di 43 TKP. Senpi dibawa oleh rekan mereka lainnya yaitu Rizky yang saat ini statusnya DPO,” katanya.
Kontrakan Rizky pun digeledah hingga akhirnya polisi menemukan barang bukti yang dicari.
Polisi pun mempertemukan pelaku dengan korbannya yang merupakan anggtota TNI AL, Kelasi Satu Amar yang kemudian menyatakan jika Bonay adalah orang yang melakukan penembakan atas dirinya.
Kapolres Bogor AKBP Suyudi Ario Seto pun mengapresiasi penangkapan para pelaku ini yang telah membuat resah masyarakat.(*Nub)
JAKARTA – Jaksa Agung HM Prasetyo secara terus terang mengaku belum mengetahui aset-aset milik Yayasan Supersemar, yang sudah disita oleh Kejaksaan Agung.
“Saya harus cek dulu, saya belum bisa berikan komentar, nanti kalau sudah ada laporan baru nanti kita sampaikan,” kata Prasetyo saat dihubungi oleh wartawan, di Kejagung, (13/8).
Namun, dia berjanji usai menerima salinan dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (tempatan perkara perdata disidangkan), akan diverifikasi sehingga diketahui asetnya berapa dan nilainya serta berada dimana saja dan dalam bentuk apa saja. “Yang pasti banyak pihak yang harus diajak bicara dalam masalah ini.”
Dalam putusan peninjauan kembali (PK), hakim agung Suwardi, hakim agung Soltoni Mohdally dan hakim agung Mahdi Soroinda Nasution, Jumat (8/8) menyatakan Yayasan Supersemar telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Oleh karena itu, Supersemar dihukum mengembalikan 75 persen dana yang terkumpul sejak 1974 (sampai Presiden RI kedua lengser) dari 420 juta dolar Amerika Serikat (AS) dan Rp185 miliar. Maka dihasilkan angka 315 juta dolar AS dan Rp139 miliar. Total Rp4,4 triliun.
Uang ini berasal dari pungutan lima persen dari 50 persen keuntungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dasarnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 1976 pada 23 April 1976 tentang Keputusan Menteri Keuangan Nomor 333/KMK.011/1978 tertanggal 30 Agustus 1978, yang dikeluarkan atas perintah Presiden Soeharto yang juga Ketua Supersemar.
Uang Supersemar tidak semua dikucurkan untuk memberikan beasiswa kepada mahasiswa-mahasiswa yang tidak mampu, tapi juga dikucurkan kepada sejumlah badan usaha yang sekat dengan kekuasaan.
Bank Duta, tiga kali menerima kucuran dana, 22 September 1990 sebesar 125 juta dolar AS,
25 September 1990, 19 juta dolar AS dan 26 September 1990 sebesar 275 juta dolar.
Lalu, kepada Sempati Air sebesar Rp 13 miliar kurun 1989 hingga 1997, kepada PT Kiani Lestari sebesar Rp 150 miliar, 13 November 1995, PT Kalhold Utama, Essam Timber dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri sebesar Rp 12 miliar pada 1982 hingga 1993. Terakhir Kosgoro sebesar Rp 10 miliar pada 28 Desember 1993. (*Adyt)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro