JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyiapkan anggaran sebesar Rp 840 miliar untuk meningkatkan mutu guru pada tahun ini. Dana tersebut dipakai untuk menerapkan metode pelatihan baru bagi semua guru mata pelajaran di setiap zona. Pelatihan yang disebut dengan in-on itu diawali oleh guru SMP yang tersebar di 4.580 zona.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Supriano menuturkan, metode in-on dirancang untuk merespons hasil Ujian Nasional (UN) sampai level analisis capaian butir soal. Cara tersebut bermanfaat untuk mendiagnosis kelemahan pembelajaran di suatu zona.
Menurut dia, peningkatan mutu guru masih jadi program prioritas pemerintah hingga 2020. Sesuai dengan instruksi dari Presiden RI Joko Widodo, pada tahun ini prioritas program difokuskan pada meningkatkan kesiapan sumber daya manusia (SDM).
Ia menuturkan, metode in-on 82 jam wajib diikuti semua guru. Dengan perincian 5 kali in dan 3 kali on.“Dimulai dari tahap guru bertukar pikiran hingga evaluasi perubahan kelas yang selama ini belum pernah dilakukan,” kata Supriano di Kantor Kemendikbud, Jakarta, belum lama ini.
Ia mengklaim, metode tersebut belum pernah digunakan dalam semua pelatihan guru sebelumnya. Terdapat beberapa tahap dalam proses pelatihan in on. Pertama, instruktur nasional melatih guru inti yang merupakan guru berprestasi di setiap mata pelajaran dari semua zona. Para guru inti ini akan bertanggung jawab untuk mata pelajaran per zona.
Kedua, pelatihan dimulai dengan in. Ketika in pertama, akan terjadi refleksi di antara guru terkait kendala dengan mengacu pada UN, kompetensi inti, dan kompetensi dasar (KI-KD), dan lainnya. Pada in kedua, dibuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang berbeda antara guru satu dan yang lain. Setelah RPP selesai di in dua, masuk ke on satu, yakni guru kembali ke kelas untuk mengajar.
“Dari hasilnya disampaikan bagaimana mengajar yang menyenangkan, menggali agar anak bisa bertanya. Di sini terjadi proses. Sekarang, guru yang mengikuti pelatihan akan terus dikontrol dalam penerapannya di kelas. Saat masuk lagi ke in 5 untuk penyempurnaan atau perumusan best practice,” ujarnya.
Jika sebelumnya pola pelatihan guru dilakukan secara umum dan massal, maka mulai tahun ini pola itu diubah menjadi lebih fokus pada permasalahan atau kelemahan. Hasil UN yang dianalisis per zona mempermudah peningkatan kompetensi pembelajaran di kelas.
“Hasil UN ini bermanfaat sekali untuk peningkatan proses pembelajaran. Pelatihan berbasis zona tidak lagi menyiapkan modul secara umum, tapi dipecah berdasarkan unit-unit. Bisa jadi di satu zona dengan zona lain berbeda masalahnya. Atau sama-sama matematika tapi berbeda materinya. Kami fokus ke masalah,” kata Supriano.
Ia menjelaskan, RPP berfokus pada 70% pedagogik dan 30% konten. Metode ini juga melibatkan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dengan masing-masing zona.(*/Nia)
JAKARTA – Calon mahasiswa yang ingin mendafar ke sejumlah perguruan tinggi negeri, Besok Senin (10/6/2019) bisa mulai melakukan pendaftaran Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Ketua Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) Prof Ravik Karsidi melalui rilis resminya (9/6/2019) mengatakan, jadwal pendaftaran SBMPTN 2019 mulai dari tanggal 10 hingga 24 Juni 2019.
Sedangkan pengumuman hasil SBMPTN sendiri akan dilaksanakan pada 9 Juli 2019 pukul 15.00 WIB.
Bagi yang ingin mendaftar, ada sejumlah hal penting yang kamu harus ketahui agar tidak salah prosedur. Para pendaftar SBMPTN 2019, diharapkan teliti dan cermat. Seluruh ketentuan persyaratan dan tahapan pendaftaran harus disimak baik-baik agar tidak salah.
Berikut 8 hal penting yang harus kamu ketahui:
1. Diharapkan kepada para calon pendaftar agar memperhatikan secara teliti dan cermat semua ketentuan persyaratan dan tahapan pendaftaran SBMPTN 2019.
2. Sebagaimana telah diatur Keputusan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 60 Tahun 2018 bahwa kuota setiap Program Studi yang disediakan untuk calon mahasiswa baru SBMPTN ditetapkan paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari Daya Tampung Program Studi di PTN.
3. Sebagai pertimbangan, program studi, daya tampung per PTN tahun 2019, dan jumlah peminat program studi per PTN tahun 2018 dapat dilihat di laman https://sbmptn.ltmpt.ac.id
4. Bagi peserta pelamar program Bidikmisi terlebih dahulu harus mempelajari prosedur pendaftaran yang ada di laman resmi bidikmisi.
5. Calon peserta penerima beasiswa Bidikmisi yang telah dinyatakan lulus SNMPTN 2019 dan calon peserta non-Bidikmisi yang dinyatakan lulus SNMPTN 2019, tidak diperbolehkan mendaftar SBMPTN 2019.
6. Apabila ada hal perlu ditanyakan terkait dengan SBMPTN 2019, dapat mengubungi HelpDesk http://halo.ltmpt.ac.id atau hubungi call center 0804 1 450 450. Informasi resmi juga dapat diperoleh di kantor Humas PTN terdekat.
7. Kepada masyarakat dan khususnya para calon pendaftar SBMPTN 2019, diberitahukan LTMPT tidak menjalin kerja sama dengan pihak manapun dalam pelaksanaan SBMPTN 2019.
8. Semua informasi resmi dan setiap terjadi perubahan ketentuan berkaitan dengan pelaksanaan SBMPTN 2019 selalu diinformasikan melalui laman resmi di http://sbmptn.ac.id. (*/Nia)
JAKARTA – Pemprov DKI Jakarta memastikan perbaikan 147 gedung SD dan SMP tuntas akhir tahun 2019. Biaya untuk memperbaiki gedung-gedung sekolah tersebut mencapai Rp2 triliun.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Rationo menjelaskan, perbaikan 147 gedung SD dan SMP dilakukan setelah Lebaran.
“Pokoknya akhir tahun sudah selesai diperbaiki, dan awal 2020 bisa digunakan untuk proses belajar mengajar, ” ucapnya, Senin (20/5/2019).
Memperbaiki 147 gedung sekolah itu, sambung Rationo, Pemprov DKI Jakarta menggelontorkan dana hingga Rp2 triliun. “Gedung yang paling banyak rusak adalah SD,” paparnya.
Dinas Pendidikan DKI Jakarta menargetkan, akhir tahun ini pembenahan gedung sekolah yang rusak itu rampung. “Desember 2019 perbaikannya selesai, dan Januari sudah bisa dipakai,” tandasnya.
Sementara itu, Selamat Nurdin, anggota DPRD DKI Jakarta, meminta agar pemprov mendata secara akurat gedung sekolah yang rusak. “Supaya tidak dua kali kerja, mana saja sekolah yang rusak harus segera diperbaiki,” mintanya. (*/Nia)
BANDUNG – Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof Dr Cecep Darmawan menilai Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi tidak ideal atau tidak cocok diterapkan. Pasalnya, tidak semua daerah mempunyai sekolah dengan standar yang sama.
Ia menegaskan, apapun sistem PPDB yang diterapkan, itu harus menjadi ukuran kualitas pendidikan. Apalagi, pemerintah sudah menetapkan delapan standar pendidikan.
“Maksud PPDB melalui zonasi ini kan untuk pemerataan pendidikan agar kualitas sekolah merata. Tapi sayang, zonasi yang berbasis pada wilayah ini tidak melihat beberapa aspek, misal keragaman daerah, lalu daerah juga kan punya aspirasi yang harusnya diakomodir pusat,” katanya saat On Air di PRFM, Sabtu 18 Mei 2019.
Cecep menambahkan, PPDB dengan sistem zonasi merupakan kebijakan pemerintah pusat, pemerintah daerah hanya menjalankannya saja. Hal ini menurutnya bakal menjadi masalah, apalagi jika ada aspirasi daerah yang kurang diperhatikan. Kemudian, keragaman daerah juga masih tinggi disparitasnya.
Ia menyarankan agar kebijakan pemerintah pusat hanya mengatur norma atau prinsip dasar PPDB. Untuk teknis pelaksanaannya diserahkan ke pemerintah daerah.
“Pendidikan kan layanan dasar yang sudah diotonomikan ke daerah, harusnya hal-hal seperti PPDB ini diwenangkan kepada daerah,” katanya.
Selain itu, ia juga mendorong pemerintah untuk membenahi terlebih dahulu delapan standar pendidikan. Setelah itu baru memberlakukan PPDB dengan sistem zonasi.
“Misal, antara sekolah unggulan dan sedang, nanti pemerintah genjot yang kurang agar menjadi sekolah unggul. Jadi antara kabupaten/kota kualitas sekolahnya relatif sama,” katanya.(*/Hend)
JAKARTA – Dompet Dhuafa pendidikan melalui program Sekolah Literasi Indonesia (SLI) memiliki program jawaban bagaimana seharusnya peran orang tua siswa dan guru dalam bersinergi mendukung pendidikan generasi masa depan bangsa. Salah satu programnya yaitu parenting yang disampaikan oleh Konsultan Relawan (KAWAN) SLI. Bagaimana cara sinergi antara guru dan orang tua dalam berbagi tanggung jawab terhadap anak atau siswa didiknya.
MTs Attaqwa Filial Engkerengas merupakan sekolah dampingan SLI, yang saat ini telah memasuki tahun ketiga. Sebagai sekolah yang berada di pelosok dan jauh dari perkotaan, istilah parenting tentu tidak begitu dipahami. Konsultan Relawan SLI Afif Mustofa yang mendampingi sekolah MTs tersebut lebih menjabarkan tentang pendidikan orang tua dalam mendidik anak-anak mereka.
Berbagi bersama bukan berarti memisahkan porsi kerja dan perhatian sebagai orang tua kepada anak. Sering kali kita memisahkan fungsi dan peran orang tua dan guru di rumah atau di sekolah.
Bahkan tidak sedikit yang beranggapan jika di rumah sepenuhnya tanggung jawab orang tua siswa. Padahal rumah guru dan siswa berdampingan. Lantas, apakah sang guru tutup mata terhadap perkembangan dan pergaulan anak didiknya.
Begitupun sebaliknya apakah orang tua menyerahkan penuh segala tanggung jawab anak di sekolah kepada guru tanpa memperhatikan perkembangan anaknya di sekolah, tentu tidak. Seharusnya antara orang tua dan guru selalu tercipta komunikasi yang baik terkait perkembangan peserta anak atau siswa.
Afif bercerita, pelatihan parenting dengan sasaran peserta pelatihan yaitu orang tua siswa atau wali siswa MTs Attaqwa Filial Engkerengas, dengan jumlah peserta yang hadir sebanyak 25 orang. Kegiatan pelatihan dibagi menjadi 3 sesi.
Sesi pertama dilakukan penjelasan tentang impian, pentingnya impian dan bagaimana peran orang tua membantu anak dalam merancang impian atau masa depannya. Sebagai trainer pada materi ini adalah Sumi SGI selaku guru MTs Attaqwa Filial Engkerengas.
Sesi kedua dilanjutkan dengan materi peran orang tua menyusun rencana aksi anaknya dalam mencapai impian, trainer pada materi kedua yaitu Deva Wulandari selaku guru MTs Attaqwa Filial Engkerengas.
Sedangkan materi pelatihan ketiga yaitu penjelasan tentang peran orang tua dalam membersamai dan membimbing anak dalam menggapai impiannya sedangkan trainer pada materi ketiga yaitu Endang Satriawati, Kepala Sekolah MTs Attaqwa Filial Engkerengas. Sedangkan Afif Mustofa selaku Konsultan Relawan SLI Angkatan 2 penempatan Kapuas Hulu bertindak sebagai Lead Fasilitator.
Di akhir pelatihan para peserta diberikan refleksi diri tentang betapa pentingnya peran orang tua dalam membersamai dan membimbing anak dalam menggapai impiannya. Sebagai wujud komitmen kerja sama antara pihak sekolah dan orang tua siswa dalam mengevaluasi hasil pelatihan parenting dilakukan sosialisasi buku komunikasi atau buku penghubung yang berfungsi sebagai bentuk pelaporan dan dokumentasi serta kontrol perkembangan peserta didik.
Dengan kemampuan para guru MTs Attaqwa Filial Engkerengas dalam membawakan materi pelatihan parenting diharapkan menjadi langkah awal sekolah merutinkan kegiatan parenting minimal satu kali dalam satu semester. Hal ini guna mempererat kerja sama pihak guru dan orang tua siswa.
Menurut Afif, bukan perkara mudah untuk membujuk para guru untuk berperan sebagai pemateri dalam kegiatan parenting ini. Rasa malu membuat mereka enggan untuk bersedia, dengan beralasan mereka adalah guru muda dan hanya memiliki pendidikan terakhir setingkat SMA.
“Melihat fenomena yang terjadi akhir-akhir ini terjadinya miskomunikasi antara pihak anak, orang tua dengan para guru yang berujung pada kasus hukum, maka sudah selayaknya orang tua dan para guru sering dipertemukan dalam kegiatan parenting seperti ini. Sesungguhnya kunci suksesnya pendidikan peserta didik didukung oleh terciptanya hubungan yang harmonis antara guru dan orang tua siswa,” kata dia.(*/Indr)
BANDUNG – Guru dan tenaga administrasi sekolah (TAS) nonPNS keberatan dengan ketentuan baru pemberian honorarium peningkatan mutu guru dan tenaga honorer. Dengan aturan baru ini, diperkirakan 1.500 guru honorer tidak bisa menerima honorarium.
Pemberian honor yang sebelumnya disebut dengan Tambahan Penghasilan (Tamsil) ini diatur dalam Peraturan Wali Kota Bandung Nomor 14 Tahun 2019 tentang Honorarium Peningkatan Mutu Guru dan Tenaga Administrasi Sekolah Non PNS. Menurut aturan itu, honorarium diberikan kepada guru non PNS di sekolah negeri dengan kualifikasi minimal berpendidikan S1 atau D4 sesuai dengan mata pelajaran bagi guru SD dan SMP, bagi guru PAUD formal minimal S1 atau D4 PAUD, sedangkan bagi PAUD non formal, minimal berpendidikan SMA atau sederajat. Bagi TAS yang bukan ASN setidaknya harus berpendidikan SMA atau sederajat.
Guru dan TAS non PNS di PAUD, SD dan SMP baik negeri maupun swasta harus mempunyai masa kerja minimal dua tahun.
Selain itu, guru non PNS yang menerima honorarium ini harus terdata pada sekolah induk dalam Data Pokok Kependidikan (Dapodik). Guru non PNS harus mengajar setidaknya 24 jam per minggu dengan beban kerja 37,5 jam per minggu. Sementara bagi TAS non PNS harus melaksanakan jam kerja selama 37,5 jam per minggu.
Ribuan guru dan TAS honorer keberatan dengan kebijakan baru ini. Tim Pertimbangan Kebijakan Wali Kota Bandung bertemu dengan berbagai organisasi guru dan TAS di SMPN 43 Bandung, Jumat 10 Mei 2019. Dalam pertemuan itu, tim menjaring aspirasi berbagai organisasi itu. Tim diwakili oleh Yugi Sukriana.
Ketua Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) Kota Bandung Tito Suhendar mengatakan, setelah dicermati terdapat sekitar 1.500 orang yang tahun ini tidak akan mendapat honorarium ini. Guru honorer sendiri jumlahnya mencapai 9.000 orang.
Tito mengatakan, Perwal ini sejatinya bisa menjadi jaminan agar guru dan TAS honorer bisa mendapat tunjangan sesuai kemauan politik wali kota. “Kendalanya ada beberapa persyaratan yang tidak terpenuhi,” ujarnya.
Ketua Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Iwan Hermawan mengatakan, sulit bagi guru honorer swasta mengajar 24 jam seminggu di saru sekolah. “Kecuali bisa mengajar di dua atau tiga sekolah. Tapi kan informasinya harus satu sekolah,” ujarnya.
Ia juga berpendapat ada ketidakadilan dalam aturan ini. Aturan ini mengklasifikasikan honorarium bisa setara dengan UMK dan di bawahnya. Sementara di sisi lain, sudah ada guru honorer swasta yang sudah bersertifikat justru tidak bisa mendapatkan honorarium ini. “Sehingga bisa ada guru yang belum bersertifikat tapi dapat Rp 3,1 juta, yang sudah bersertifikat dapat Rp 1,5 juta,” tuturnya.
Ia meminta agar Perwal dan Kepwal terkait pemberian honorarium ini bisa direvisi. “Jangan sampai ada yang tidak dapat,” ujarnya.
Ia mengatakan, saat ini SD dan SMP negeri banyak kekurangan guru PNS. Di sekolah negeri lebih banyak guru honorer.
“Jika tidak diperbaiki, kami siap gugat ke PTUN,” ujarnya.
Didi Septariana dari Asosiasi Guru dan Tenaga Honorer (AGTH) memahami aturan ini dibuat untuk membangun sistem. Tapi seharusnya, semua guru dan tenaga honorer bisa mendapat honorarium yang tahunalu disebut Tamsil.
“Tidak mungkin mengajar 24 jam seminggu, karena kami diberi sisa dari (jam mengajar PNS). Kami meminta keadilan,” katanya.
Perwakilan dari Forum Komunikasi Guru Honorer (FKGH) Yanyan Hendriyan mengatakan, sejak awal April sudah banyak menerima keluhan dari guru honorer yang tahun ini tidak bisa menerima honorarium karena tidak memenuhi kriteria.
Ia menyayangkan ketidakhadiran perwakilan dari Dinas Pendidikan Kota Bandung pada forum itu. “Ini ketidaktahuan orang Disdik atas masalah kita. Harus mengajar 24 jam, honorer itu paling 18-20 jam,”tandasnya.(*/Hend)
BANDUNG – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Jawa Barat tidak menggunakan sistem zonasi. Calon peserta didik bisa mendaftarkan diri sesuai dengan minat dan kompetensinya.
“Pada prinsipnya, kalau PPDB SMK tidak ada zonasi. Mendaftar ke SMK itu bukan semata memilih sekolah, tapi memilih peminatan. Jadi silakan mendaftar sesuai minatnya,” kata Kepala Bidang Pembinaan SMK Dinas Pendidikan Provinsi Jabar Dodin Rusmin Nuryadin kepada media, Senin 6 Mei 2019.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 menyebutkan, seleksi peserta didik baru kelas 10 SMK dengan mempertimbangkan nilai Ujian Nasional (UN) dan hasil tes bakat dan minat. Prestasi di luar bidang akademik juga bisa menjadi pertimbangan.
Pemrov Jabar telah menetapkan empat jalur PPDB SMK. Pertama, jalur prestasi UN dengan kuota 70 persen. Calon peserta bisa memilih tiga peminatan pada satu atau dua SMK. Jika ada nilai akhir yang sama, jarak antara rumah calon peserta didik dengan sekolah menjadi pertimbangan.
Kedua, jalur prestasi non UN dengan kuota 5 persen. Calon siswa bisa memilih tiga peminatan pada satu SMK.
Dodin mengatakan, prestasi yang dimaksud ialah non akademik, seperti olah raga dan seni. Prestasi yang dibuktikan dengan sertifikat itu nantinya akan diperhitungkan sesuai tingkat kejuaraan yang diikuti. Prestasi harus dibuktikan pula di tes kemampuan. Jika ada nilai akhir sama, jarak rumah dengan sekolah menjadi pertimbangan.
Jalur ketiga, khusus untuk keluaga ekonomi tidak mampu dengan kuota 20 persen. Calon peserta bisa memilih tiga peminatan pada satu SMK.
Jalur ini mempertimbangkan jarak rumah ke sekolah. Jika ada nilai akhir yang sama, seleksi melalui usia tertinggi.
Jalur keempat, perpindahan tugas orangtua dengan kuota 5 persen. Calon siswa bisa memilih tiga peminatan pada satu SMK. Seleksi menggunakan pertimbangan jarak rumah ke sekolah. Jika ada nilai akhir yang sama, nilai UN dan usia tertinggi menjadi pertimbangan.
Dodin mengatakan, mengingat adanya tes minat dan bakat yang diselenggarakan sekolah, ia menduga kecil kemungkinan adanya nilai akhir yang sama.
Pendaftaran dibuka mulai 17 Juni sampai 22 Juni 2019. Calon peserta didik mendaftar dan menyerahkan berkas di sekolah pilihan pertama. Calon siswa yang diterima akan diumumkan pada 29 Juni 2019. Daftar ulang dilakukan pada 1-2 Juli 2019.(*/Hen)
SERANG – Pemerintah Kabupaten Serang sangat masif melakukan perbaikan ruang kelas rusak. Setiap tahun, perbaikan ruang kelas selalu bertambah.
Bupati Serang, Ratu Tatu Chasanah menargetkan hingga akhir 2020, Kabupaten Serang tidak ada lagi sekolah rusak.
Berdasarkan catatan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Serang, total ruang kelas SD di Kabupaten Serang sebanyak 4.635 ruang kelas. Tercatat sejak 2016, terdapat 1.386 ruang kelas rusak.
Setiap tahun sejak 2016, jumlah ruang kelas yang diperbaiki selalu meningkat. Pada 2016 sudah diperbaiki 128 ruang kelas dan dibangun 40 kelas baru, 2017 diperbaiki 217 raung kelas dan 29 ruang kelas baru, 2018 diperbaiki 317 ruang kelas dan 108 ruang kelas baru, serta pada 2019 akan diperbaiki 454 ruang kelas dan 106 ruang kelas baru.
Selanjutnya untuk perbaikan tingkat SMP pada 2018 sudah diperbaiki 122 ruang kelas dan 50 ruang kelas baru, pada 2019 akan diperbaiki 206 ruang kelas dan 3 ruang kelas baru. Target pada 2020, sebanyak 1.206 ruang kelas SMP dalam kondisi baik.
Kepala Dindikbud Kabupaten Serang, Asep Nugrahaya, sesuai Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD), tahun 2020 ditargetkan seluruh ruang kelas rusak SD dan SMP selesai diperbaiki.
“Saat ini memang masih ada sekolah rusak, tetapi setiap tahun berkurang. Dan kebijakan Ibu Bupati, proses perbaikan sekolah rusak menjadi prioritas dan masif dilakukan Pemkab Serang,” kata Kepala Dindikbud Kabupaten Serang Asep Nugrahajaya, kepada poskotanews.com, Sabtu (4/5/2019) malam.
Kata Asep, Dindikbud Kabupaten Serang sangat berterima kasih kepada pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang setiap tahun meningkatkan bantuan perbaikan ruang kelas ke Kabupaten Serang. Tidak hanya perbaikan ruang kelas, Pemkab Serang juga konsen terhadap pemenuhan sanitasi dan perpustakaan sekolah.
Perbaikan ruang kelas, kata Asep, dilakukan Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Tata Bangunan Kabupaten Serang. “Perbaikan ruang kelas bersinergi dari APBD Kabupaten Serang, APBD Banten, APBN, dan bantuan sosial sejumlah perusahaan. Semakin banyak yang membantu, tentu perbaikan sekolah rusak cepat tuntas,” ujar Asep. (*/Dul)
SERANG – Guru tidak akan pernah tergantikan oleh apa pun, alasanya guru itu ruang kerjanya alam pikiran dan hati nurani manusia. Sudah jelas hati dan pikiran tidak bisa digantikan oleh apa pun. Dengan situasi saat ini yakni di era revolusi industri 4.0 tersebut, guru harus mengubah pola pembelajarannya dalam penyampaian materi.
Angota Tim Pengembangan Kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudyaan (Kemendikbud) Zulfikri Anas mengatakan, yang perlu dilakkan guru, yakni lebih mendorong anak untuk berpikir lebih strategis, sehingga dapat memahami persoalan-persoalan yang dihadapinya.
Serta memotivasi anak untuk menemukan potensi diri, karena setiap manusia itu memilki keunikan.
Selain itu, lanjut Anas, dalam proses pembejalaran menggunakan media digital silakan saja, tapi jika di dalam kelas menggunakan telefon genggam untuk kepentingan diri sendiri itu tidak boleh.
“Guru harus menempatkan posisinya di dalam kelas, jangan sampai berada di dalam kelas tapi malah sibuk dengan telefon genggamnya itu yang tidak boleh. Kalau sebagai media pembelajaran silakan,” ujarnya kepada wartawan .
Anas mengingatkan, Banten itu terkenal dengan pendidikannya yang menggabungkan ilmu dan agama. Ke depan guru-guru di Banten bisa lebih mengutamakan kearifan lokalnya yakni agamanya kuat, ilmunya kuat, kemaslahatanya kuat.
“Sehingga memunculkan generasi-generasi Banten yang agamis,” katanya.(*/Dul)
NGAMPRAH – Beberapa sekolah di Kabupaten Bandung Barat masih menumpang di area kantor desa, sehingga menimbulkan kesan negatif. Oleh karena itu, Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna berencana menggabungkan sekolah yang ada di lingkungan kantor desa dengan sekolah lain.
“Adanya dua lembaga di satu lokasi memberikan kesan gaduh dan tak ada kenyamanan, sehingga satu dengan yang lainnya bisa merasa terganggu,” kata Umbara.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan infrastruktur sekolah dasar, dia pun berencana untuk memisahkan area sekolah dengan kantor desa. Sekolah yang dipisahkan itu selanjutnya bakal digabung dengan sekolah lain yang lokasinya tidak cukup jauh.
“Masih ada beberapa sekolah yang satu lokasi dengan kantor desa, seperti di Ngamprah ada dua sekolah yakni di Desa Cilame dan Desa Cimanggu. Sekolah yang seperti itu ke depan harus dipisahkan,” katanya.
Menurut dia, rencana peningkatan mutu dan kualitas sekolah di Ngamprah menjadi prioritas pemerintah daerah. Ini karena, Kecamatan Ngamprah yang jadi ibukota Bandung Barat menjadi pilot project untuk penanganan masalah pendidikan.
Dengan menggabungkan sekolah-sekolah yang lokasinya relatif berdekatan, maka proses belajar siswa diharapkan bisa lebih nyaman. Dikhawatirkan, siswa yang bersekolah di lingkungan kantor desa terganggu oleh aktivitas warga yang ke kantor desa.
Selanjutnya, terang Umbara, Dinas Pendidikan akan membahas keberadaan sekolah-sekolah yang berada satu lokasi dengan balai desa. Pilihan untuk merger sekolah atau pindah mencari tempat baru kemudian ditindaklanjuti dalam rencana kerja pembangunan daerah (RKPD).
Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) Cilame Asel Jabar mengatakan bahwa sudah cukup lama bangunan SD Cilame dan Kantor Desa Cilame berada di satu kompleks. Wacana pemisahan SD pun sudah mengemuka sejak lama, tapi sampai sekadang masih belum terealisasi.
Kondisi tersebut, diakuinya, membuat aktivitas di sekolah maupun di desa seringkali terganggu, terutama sewaktu sedang ada kegiatan. “Rencananya nanti sekolah yang dipindah, desa tetep di sini. Lahannya sudah ada, tidak jauh dari sini (kantor desa). Jadi, biar belajar siswa juga nyaman,” katanya.(*/Hend)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro