JAKARTA - Kasus dugaan suap anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangerso kini melebar, dan menyeret nama elit Golkar Nusron Wahid. Bowo yang sudah jadi tersangka kasus dugaan suap tersebut mengaku diminta Nusron menyiapkan amlop-amlop ‘serangan fajar’ (400 ribu amlop).
“Diminta oleh Nusron Wahid untuk menyiapkan itu,” kata Bowo Sidik Pangaerso usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta Selatan, Jumat (5/4/2019). Namun, Bowo tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.
Sejauh ini, Bowo, ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti lewat seorang bernama Indung. Asty dan Indung juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Asty diduga memberi suap agar Bowo membantu proses perjanjian antara PT HTK dan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Perjanjian itu ialah penggunaan kapal PT HTK untuk distribusi pupuk PT Pilog.
Total ada Rp 1,5 miliar yang diberikan Asty dalam 6 kali pemberian. Selain itu, Asty memberikan duit Rp 89,4 juta kepada Bowo lewat Indung saat terjadinya operasi tangkap tangan (OTT). Duit itu diduga sebagai pemberian ketujuh.
Selain itu, Bowo diduga menerima gratifikasi Rp 6,5 miliar dari pihak lain. Nah, duit Rp 1,5 miliar dan Rp 6,5 miliar itulah yang diduga berada di dalam 400 ribu amplop serangan fajar yang disita KPK tersebut.
Saut Edward Rajagukguk selaku pengacara Bowo Sidik, menyebut amplop yang diduga KPK untuk ‘serangan fajar’ Pemilu 2019, juga terkait pencalegan Nusron Wahid di Dapil Jawa Tengah II.
“Ya, karena dia (Bowo Sidik) diperintah, ya dia bilang diperintah,” Saut Edward Rajagukguk, kepada wartawan di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Selasa (9/4/2019).
Terkait kasus OTT dugaan suap sewa kapal distribusi pupuk, KPK menyita puluhan kardus dengan isi sekitar 400 ribu amplop berisi uang. “Supaya banyak yang memilih mereka berdua (Bowo Sidik dan Nusron Wahid) karena di dapil yang sama,” imbuh Saut Edward.
Akan halnya soal tanda cap jempol yang ditemukan di amplop, Saut menyebut cap jempol sebagai penanda memastikan amplop sampai ke tujuan.
“Cap jempol memang dibuat karena supaya tahu bahwa amplop ini sampai atau nggak nanti. Sebagai tanda saja. Mereka punya pengalaman bahwa amplop itu tidak disampaikan kepada yang bersangkutan. Nah, untuk menghindari itu (tidak sampai), dibuat tanda cap jempol,” ungkapnya.
Sementara itu, pihak Nusron Wahid yang disebut Bowo membantah tudingan itu. Nusron menyatakan tidak benar dirinyua sebagai pihak yang meminta disiapkan amplop-amplop ‘serangan fajar’. “Tidak benar,” kata Nusron, Selasa (9/4/2019).
Elit Golkar yang duduk sebagai kepala BNP2TKI itu menegaskan tak pernah memerintahkan Bowo Sidik menyiapkan amplop serangan fajar. Dia membantah pengakuan anggota Komisi VI DPR itu.
“Tidak tahu-menahu,” ujar Nusron, yang ditunjuk Golkar menggantikan Bowo Sidik sebagai Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Tengah I. (*/Joh)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro