JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan diminta segera menuntaskan dua kasus besar yang menguras APBD DKI Jakarta hingga ratusan miliar. Yaitu pembelian lahan RS Sumber Waras dan pembelian lahan di Cengkareng.
Direktur eksekutif Jakarta Public Service (JPS) Syaiful Jihad meminta dua kasus tersebut segera dituntaskan. “Dua kasus ini sepertinya luput dari ingatan publik, ini tidak bisa dibiarkan, harus dituntaskan,”katanya, Sabtu (5/1).
Syaiful mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) DKI Jakarta pimpinan Bambang Widjojanto bekerjasama dengan KPK RI segera menuntaskan persoalan tersebut. Anies sebagai gubernur juga harus terus mendorong dan megambil langkah jelas mengarah untuk menuntaskannya.
“KPK punya tanggungjawab besar menyelesaikannya, kalau tidak mau disebut tidak bernyali mengusut kasus tersebut,” ujar Syaiful.
Syaiful berharap, Pemprov DKI Jakarta aktif dalam upaya mengembalikan atau menyelamatkan uang rakyat yang menguap dalam pengadaan lahan RS Sumber Waras dan lahan di Cengkareng. “Segera bawa ke proses hukum. Biar tidak menjadi preseden buruk bagi Pemprov,” tegas aktivis HMI itu.
“Karena kalau tidak, justru ini bisa dianggap (pemerintahan Anies) melakukan pembiaran, bahkan melindungi dugaan korupsi ini. Kasus ini harus terus diblow-up dan tidak dilupakan,” tambah dia.
Sementara itu, politisi Gerindra, Inggard Joshua mendesak Pemprov DKI Jakarta segera membatalkan pembelian lahan RS Sumber Waras. “Pemprov harus menyelamatkan kerugian daerah, yang ditimbulkan akibat pembelian lahan dengan nilai mencapai Rp 800 miliar tersebut,” ujar Inggard.
Pemprov, kata Inggard, juga harus menuntaskan kasus pembelian lahan di Cengkareng yang akan dipruntukkan pembangunan rusun
Pemprov DKI Jakarta membeli lahan seluas 4,6 hektare di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2015 seharga Rp 668 miliar dari Toeti Noezlar Soekarno.
Pembelian dilakukan Dinas Perumahan dan Gedung Pemprov DKI Jakarta (sekarang bernama Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta). Lahan itu dibeli untuk pembangunan rumah susun (rusun).
BPK menilai ada indikasi kerugian negara saat proses pembelian lahan tersebut. Penyelidikan kasus lahan Cengkareng Barat kemudian sempat melibatkan Bareskrim Polri.
Pada saat itu, upaya mediasi antara Pemprov DKI Jakarta dengan Toeti sempat dilakukan. Namun tak ditemui kata sepakat. Toeti justru mengajukan gugatan hukum terhadap Pemprov DKI Jakarta.
Pada 6 Juni 2017 majelis hakim yang menangani kasus itu memutuskan perkara tidak dapat diterima. Dengan kata lain, Pemprov menang dan lahan seluas 4,6 hektare itu kembali ke tangan pemerintah.
Meski demikian BPK menilai adanya kerugian negara akibat pembelian lahan itu. Uang senilai Rp 668 miliar harus dikembalikan terlebih dahulu sebelum Pemprov DKI menggunakan lahan tersebut. (*/Ag)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro