JAKARTA - Tidak hanya peserta pemilu, rakyat Indonesia memang sudah semestinya khawatir dengan Pemilu khususnya soal Daftar Pemilih Tetap (DPT). Jelang pemilu, DPT selalu menjadi polemik.
Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta dalam diskusi bertajuk "Pilpres Jujur dan Adil, Ilusi atau Harapan?" di Kantor Seknas Prabowo-Sandi, Jalan Hos Cokroaminoto Nomor 93, Menteng, Jakarta Pusat, (11/12).
Pembicara lain dalam diskusi itu, Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh; peneliti senior LIPI, Siti Zuhro; Wakil Ketua Bappilu DPP Partai Demokrat, Andi Nurpati; dan Wakil Direktur Data dan Informasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Nur Iman Santoso.
Kaka melihat ada yang tidak beres dengan DPT Pemilu serentak 2019. Harusnya DPT sudah ditetapkan pada 5 September lalu tapi karena permohonan berbagai pihak seperti Bawaslu dan partai politik sehingga diundur.
"Di UU tidak ada dan belum pernah kita lakukan sebelumnya. Biasanya pada saat penetapan selesai. Tapi KPU tidak mau katakan "tidak ditetapkan", tapi sudah ditetapkan dengan pencermatan. Di hari ke-10 terjadi lagi permintaan dari KPU dengan tambahan waktu 60 hari. Dan terulang 30 hari. Saya hitung 100 hari.
Angka-angka geserannya cukup besar,"kata Kaka.
Jelas dia, awalnya Kemendagri menyerahkan Data Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4) di kisaran angka 191 juta kepada KPU. Kemudian saat penetapan turun menjadi 185 juta pemilih.
"Kemudian Dukcapil (Kemendagri) mempunyai catatan, ada 31 juta yang ditenggarai diduga invalid kegandaan dan sebagainya. Tetapi di luar itu, ada 25 juta yang belum masuk ke DPT. Ini sesuatu yang mengagetkan," ungkapnya.
Terakhir, Kaka berharap saat penetapan 15 Desember nanti polemik DPT sudah tuntas. (*/Ag)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro