JAKARTA - Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengkritisi penyelenggaraan pendidikan profesi guru (PPG) prajabatan mandiri yang hanya diperuntukkan bagi sarjana baru lulus (fresh graduate). Hal tersebut dianggap sebagai bentuk diskriminasi terhadap guru honorer.
Ketua Umum Pengurus Pusat IGI Muhammad Ramli Rahim menilai, guru honorer yang mayoritas masih berusia muda seharusnya diberi kesempatan meningkatkan mutu melalui PPG. Dengan demikian, mereka akan mendapat kesempatan besar untuk jadi guru pegawai negeri sipil (PNS). Pasalnya, ucap dia, guru honorer kerap dianggap kurang berkualitas sehingga selalu gagal tes calon PNS.
Ramli menegaskan, untuk mengganti guru pensiun yang tahun ini mencapai 63.000 orang di seluruh Indonesia, pemerintah seharusnya mengutamakan merekrut guru honorer yang memenuhi persyaratan. Menurut dia, diskriminasi terhadap guru honorer dalam segala aspek harus segera dihentikan karena peran mereka yang begitu besar dalam membantu menutupi kekurang guru di sekolah.
"Saat ini masih banyak guru honorer yang dinyatakan belum lulus PPG. Ini (PPG untuk sarjana baru lulus) pukulan telak bagi para honorer. Padahal selama ini masih banyak juga guru honorer yang tidak sejahtera. Hanya digaji Rp 100.000 per bulan," ucap Ramli, dihubungi di Jakarta, Senin, 18 November 2019.
Ramli menyatakan, selain mendorong peningkatan mutu, IGI juga meminta pemerintah menuntaskan masalah kesejahteraan guru honorer. Ia berharap, pemerintah tidak "meninggalkan" guru honorer dengan memprioritaskan calon guru berstatus sarjana baru lulus untuk mengisi kekurangan jumlah guru yang mencapai sekitar 400.000 orang.
"IGI ingin menarik segala potensi anggaran negara untuk memperjelas status guru dan memberikan pendapatan layak bagi guru honorer di seluruh wilayah Indonesia. IGI bahkan bersedia mengambil tanggung jawab peningkatan kompetensi guru sehingga anggaran pemerintah untuk peningkatan kompetensi guru dialihkan untuk mengangkat guru baik dengan status PNS maupun status PPPK," katanya.
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memperpanjang pendaftaran PPG prajabatan mandiri hingga 2 Desember 2019. Hal tersebut dilakukan karena kuota 12.225 kursi PPG yang didistribusikan kepada 63 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) belum terpenuhi hingga batas waktu pendaftaran yang semula akan ditutup pada 11 November lalu.
Direktur Jenderal Pembelajaran Ditjen Belmawa Kemendikbud Paristiyanti Nurwardani menuturkan, hingga Jumat (15/11/2019) pendaftar sudah mencapai 10.000 orang. Ia optimistis, kuota yang disediakan akan terpenuhi pada akhir bulan ini. "Mereka (63 LPTK) yang meminta perpanjangan karena dirasa masih kurang sosialisasi. Setiap pekan pendaftarnya bertambah 3.000 - 5.000 orang," kata Paristiyanti.
Dalam proses penyelenggaraannya, Ditjen Belmawa dan LPTK menyepakati hanya lulusan sarjana atau D-IV dengan IPK 3.0 yang bisa mengikuti PPG prajabatan mandiri. Syarat IPK minimal 3.0 menjadi aturan baru dengan harapan dapat melahirkan guru yang lebih kompeten dan profesional.
“Ada 4 tahapan tes. Administratif, bakat, minat dan panggilan jiwa. Jadi LPTK yang ditunjuk ini diharapkan merekrut calon guru sesuai regulasi yang berstandar nasional. Guru prajabatan yang ikut PPG ini juga akan mengikuti kurikulum dan modul baru yang kami buat,” katanya.
Sebelumnya, Pengamat Pendidikan dari Center of Education Regulation and Development Analysis (Cerdas) Indra Charismiadji menilai, penyelenggaraan PPG tidak akan mampu melahirkan guru profesional dan berkualitas. Pasalnya, mutu dosen di LPTK masih rendah.
Menurut dia, seharusnya, Kemendikbud menuntaskan dulu program peningkatan mutu dosen di LPTK. “Mutu dosen di LPTK itu parah. Itulah sumber dari kenapa susah sekali melahirkan guru berkualitas. Mahasiswanya yang ikut PPG menjadi tidak penting lagi karena mutu dosennya sudah parah. Kalau dosennya saja gak mengeri pedagogi, andragogi bagaimana calon guru bisa mendidik anak era sekarang?,” kata Indra.(*/Na
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro