MALANG – Kemarau panjang membuat sumber mata air menjadi mengering lebih dari 19 desa di 8 Kecamatan di Kabupaten Malang mengalami kekeringan. Akibatnya, ribuan penduduk kekurangan air bersih.
“Data di kami memang 19 desa di delapan kecamatan itu alami kekeringan, tetapi sampai saat ini belum ada permohonan air bersih dari desa maupun kecamatan yang dilanda kekeringan,” jelas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang Eka Hafi Lutfi, Rabu (5/8).
Dijelaskan Lutfi, 19 desa yang mengalami kekeringan itu diantaranya, Desa Wonorejo Kecamatan Singosari, Desa Putukrejo Kecamatan Kalipare, Desa Gampingan, Desa Sumberejo, dan Desa Pagak. Ketiganya Kecamatan Pagak. Juga Desa Donomulyo, Desa Purwodadi, Desa Tlogosari, Desa Sumberoto, Desa Banjarejo, Desa Kedungsalam, Desa Tempursari, Desa Purworejo dan Desa Mentaraman. Kesembilan Desa itu Kecamatan Donomulyo.
“Selain diatas juga Desa Sidoluhur Kecamatan Lawang dan di Desa Jabung dan Desa Kemiri keduanya Kecamatan Jabung. Serta di Desa Karangkates Kecamatan Sumberpucung dan Desa Sumberagung Kecamatan Sumbermanjing Wetan juga mengalami hal serupa,” paparnya.
Dikatakan, Ke 19 desa di delapan Kecamatan itu hampir tiap tahun mengalami kekeringan. Saat ini BPBD Kabupaten Malang Sudah membuka Posko selama satu bulan untuk mengatasi bencana kekeringan tersebut.
“Langkah kami sekarang sudah melaksanakan posko yang sifatnya situasional selama satu bulan,” ungkapnya.
Namun, sejak Posko dibuka hingga saat ini belum ada permohonan dari kecamatan maupum Desa yang mengajukan kebutuhan air bersih. Prinsipnya, BPBD sudah mempersiapkan sarana prasarana untuk menangani kekeringan tersebut.
“Sarpras yang sudah kami siapkan seperti tangki dan tandon air serta kebutuhan lainnya,” katanya.
Dia merinci, sarpras dimaksud antara lain, tiga tandon dan satu mobil tangki dari BPBD, dua unit mobil tangki dari PMI, tiga unit mobil tangki dari Dinas Cipta Karya dan tata ruang, dan 5 unit mobil tangki dari PDAM.
(@det/bag)
KABANJAHE – Lahan pertanian petani yang ditanami cabai, tomat, wortel, jeruk, kubis, dan tanaman lainnya tampak tertutup dan mengering akibat timbunan material debu vulkanik yang keluar dari kawah Sinabung.
Erupsi dan awan panas Gunung Api Sinabung di Kabupaten Karo menyebabkan ratusan hektare (ha) lahan pertanian di sejumlah wilayah terpapar debu. Lahan pertanian di Kecamatan Berastagi, Merdeka, dan Naman Teran terancam mengalami gagal panen (fuso).
Barunta Tarigan Petani di Desa Gajah, Kecamatan Berastagi, mengatakan, akibat dihujani debu vulkanik buah tomat miliknya yang tinggal menunggu hari untuk dipanen harus dibersihkan sebelum mengalami kerusakan.
“Apabila tidak dibersihkan, buahnya akan jatuh dan membusuk. Tentunya sangat berpengaruh terhadap penjualan. Apalagi jelang Lebaran saat ini harga tomat mengalami kenaikan hingga Rp 9.000/ kilogram (kg). Sungguh berat cobaan yang diberikan Tuhan sejak tahun 2010 lalu,” kata Tarigan,Sabtu (20/6).
Dia mengatakan, dengan kondisi seperti itu dirinya berharap-harap cemas menunggu produk pertaniannya siap panen. Sebab, buah tomat sangat sensitif bila terkena debu.
“Sedikit saja kena debu vulkanik, baik buah, batang maupun daun langsung layu.” jelasnya.(*Yan)
BANDUNG – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung akan kembali memasang 300 wifi gratis di masjid,taman dan balai RW.
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengakui ketidakjelasan kesepakatan Pemkot Bandung dengan pihak ketiga yang pertama bekerjasama untuk penyediaan WiFi gratis. Sehingga memang banyak WiFi yang saat ini tidak bisa digunakan.
“Kalau dulu itu tidak jelas memasang untuk berapa tahun dan perawatannya bagaimana, kurang didetilkan. Kalau yang ini menggaransi 3 tahun sudah jelas,” katanya di Balai Kota Bandung, Kamis (18/6).
Tahun 2014 lalu, Pemkot Bandung mendapat bantuan hibah WiFi gratis dari pihak ketiga. Namun fasilitas koneksi cepat gratis itu sering dikeluhkan warga karena kerap mati. Diklaim ada 5.000 titik fasilitas publik di Kota Bandung yang sudah dipasang WiFi. Lalu saat ini bagaimana kondisi fasilitas Wi-Fi itu?
“Yang lama masih ada. Nanti kita cek yang harus dire-connect (dikoneksi ulang-red). Karena dulu tidak didetilkan hibahnya bagaimana,” pungkasnya.(*Yan)
MAKASSAR – Akibat meluapnya sungai Walenae dan Danau Tempe mengakibatkan banjir dengan ketinggian satu meter merendam Kelurahan Salomengraleng dan Kelurahan Laelo Kecamatan Tempe, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.
Sudah dua pekan lamanya banjir terjadi di wilayah tersebut, hingga kini warga masih mengharapkan bantuan pemerintah setempat.
Darwis, warga Kelurahan Salomengraleng mengatakan, hingga saat ini pemerintah belum memberikan bantuan meskipun banjir telah merendam selama dua pekan, bantuan dari pemerintah belum juga datang.
“Kami berharap pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk apa pun,” kata Darwis, Rabu (17/6)
Meski terkendala alat transportasi perahu, kaum ibu bergerombol melintasi banjir menuju ke kota untuk berbelanja. Mereka nekat menerjang banjir lantaran persediaan makanan dalam rumah mereka telah menipis. Apalagi malam nanti sahur pertama Bulan Ramadan.(*Dar)
MEDAN – Berdasarkan Informasi yang diperoleh dari Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Sinabung, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terekam 41 kali gempa guguran.
Selain itu tercatat dua kali gempa Low Freqwency, satu kali gempa vulkanik dalam, dan tremor secara terus menerus dengan amplitudo 0,5 – 2 milimeter (mm).
“Untuk hari ini tercatat 1 kali kejadian awan panas guguran namun tidak dapat teramati karena tertutup kabut,” kata petugas PPGA, Arif, Senin (15/6)
Menurutnya, atas dasar hal tersebut PVMBG merekomendasikan agar desa – desa di sekitar lingkar gunung api tersebut dievakuasi karena berpotensi terancam terkena dampak langsung baik rentetan awan panas, maupun lontaran material bilamana tejadi erupsi eksplosif Gunung Sinabung.
“Hal tersebut kita rekomendasikan berdasarkan data aktivitas Sinabung yang setiap harinya kita pantau. Memang terjadi peningkatan gempa – gempa yang dapat memicu awan panas dan erupsi. Untuk keselamatan warga kita pun merekomendasi kepada Pemda, dan hari ini juga langsung dievakuasi untuk menghindar sementara ke tempat yang lebih aman,” jelasnya.
Sebanyak kurang lebih 2.500 jiwa warga yang berada di desa–desa dalam kawasan lingkar Gunung Sinabung kembali dievakuasi, Senin sore (15/6) untuk menghindari awan panas.
Evakuasi dilakukan menyusul keluarnya rekomendasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang menyatakan adanya ancaman rentetan awan panas yang dapat berdampak terhadap warga.
Menurut Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karo Jhonson Tarigan, desa – desa yang dievakuasi diantaranya, Desa Kuta Tengah, Desa Jeraya, Kecamatan Simpang Empat, dan Desa Mardingding, Kecamatan Tiganderket.
“Proses evakuasi ini mengacu pada rekomendasi pihak PVMBG. Untuk hari ini kita memindahkan sementara masyarakat yang desanya dapat terancam efek dari awan panas, debu vulkanik, ataupun lontaran batu ketika aktivitas sinabung meningkat signifikan,” kata Jhonson.
Selain warga ketiga desa diatas, besok juga akan dievakuasi sekitar 6.000-an warga Desa Sigarang – garang, Kuta Gugung, Kutarayat, Kecamatan Naman Teran.
Untuk sementara lanjutnya, warga Desa Jeraya ditempatkan di posko pengungsian Gudang Jeruk Desa Surbakti, Kecamatan Simpang Empat.
Desa Kuta Tengah ditempatkan di pengungsian Gereja GPDI Ndokum Siroga Simpang Empat, dan Desa Mardingding ditempatkan di lokasi Desa Tanjung Mbelang, Kecamatan Tiganderket.
“Desa Jeraya berpotensi terdampak awan panas Sinabung. Sementara, desa lainnya seperti, Mardingding, Kutarayat, Sigarang – garang berpotensi terdampak lontaran batu, dan material debu. Berdasarkan rekomendasi PVMBG sebelumnya yang menyatakan, bila terdapat potensi rentetan awan panas yang juga diikuti erupsi eksplosif maka desa – desa diatas dievakuasi sementara ke tempat yang lebih aman,” tandasnya.(*Yan)
NGANJUK – Sudah satu bulan ini warga bekerja bakti menembus hutan untuk membuka jalan menuju dua air terjun baru yang ditemukan warga Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
Gunung Wilis di Desa Bendolo, Kecamatan Sawahan berada sekitar 40 kilometer dari pusat kota Nganjuk, Jawa Timur.
Dua air terjun yang ditemukan warga, yakni Air Terjun Watu Lumbung dan Air Terjun Tetes Embun. Untuk sementara, jalur menuju kedua lokasi air terjun memang masih tergolong berat.
Untuk menuju dua air terjun tersebut, dari permukiman warga di Desa Bendolo masuk ke dalam hutan sejauh 6 kilometer hanya dengan menggunakan kendaraan roda dua. Medannya sangat sempit dan licin.
Warga mengaku terdorong semangatnya membuat jalan menuju Air Terjun Watu Lumbung karena berharap air terjun itu kelak menjadi objek wisata baru yang menarik wisatawan datang ke desa mereka.
Semangat warga yang luar biasa ini memang cukup beralasan. Karena, pesona Air Terjun Watu Lumbung setinggi 50 meter ini memang cukup menakjubkan, berada di tengah hutan belantara yang masih perawan.
Dinamakan Watu Lumbung karena di atas air terjun ini konon ada sebuah batu yang mirip lumbung atau sejenis alat penumbuk padi.
Air terjun yang satu lagi, namanya Air Terjun Tetes Embun. Namun, untuk sementara ini, jalur menuju Air Terjun Tetes Embun masih cukup berbahaya. Karena, kita harus melalui tebing curam yang di bawahnya terdapat jurang menganga.
Saat ini, ratusan warga Desa Bendolo juga sedang berusaha membuka jalan menuju Air Terjun Tetes Embun agar kelak nyaman dilalui dan tidak berbahaya.
kepala Desa Bendolo Salim mengatakan, warga berharap pemerintah mau turun tangan membantu mengangkat Air Terjun Watu Lumbung dan Air Terjun Tetes Embun menjadi objek wisata andalan baru di Kabupaten Nganjuk.
Sebuah keajaiban alam yang luar biasa di air terjun tetes embun setinggi 75 meter ini, ditemukan sebuah keajaiban alam yang luar biasa, yakni adanya hujan yang terus turun dari atas rerimbunan hutan meski sedang musim kemarau sekalipun.
Turunnya hujan di sekitar air terjun yang tiada henti inilah yang kemudian membuat warga menamai air terjun kedua temuan mereka dengan nama Air Terjun Tetes Embun. (*Bag)
BENGKULU – Puluhan warga memblokir jalan keluar masuk Perumahan Betungan Indah Lestari (BIL) di Kelurahan Betungan, Kecamatan Selebar Kota Bengkulu Jumat (12/6).
Warga menanam pisang di badan jalan yang berlobang serta dipenuhi air. Sehingga warga tidak bisa masuk dan keluar perumahan. Kejadian ini berlangsung selama satu jam, menyebabkan belasan kendaraan antre dari kedua arah.
Ketua RT 29 Kelurahan Betungan Romi Sugara (32) mengungkapkan, jalan di perumahannya sudah ada sebelum perumahan BIL dibangun. Tapi sampai perumahan dibangunpun, jalan tak kunjung diperbaiki.
Kondisi ini memicu warga kesal, hingga melakukan pemblokiran jalan.
“Sudah diajukan perbaikan kepada Pemerintah Kota Bengkulu, namun tidak juga diperbaiki. Padahal jalan sepanjang 2 kilometer dan lebar 6 meter ini dilintasi oleh ratusan Kepala Keluarga (KK),” katanya, kemarin.
Romi, juga mengatakan, jalan yang tidak jauh dari Bandara Fatmawati Kota Bengkulu ini becek dan tergenang air ketika turun hujan serta berdebu jika panas.
“Apabila tidak juga diperbaiki, kami tidak akan ikut andil setiap kegiatan Pemerintahan Kota Bengkulu, termasuk tidak ikut andil Pilkada nanti. Percuma memilih kepala daerah, setelah terpilih jalan di perumahan kami saja tidak diperhatikan,” terangnya.
Sementara itu, Rahmawan (36) warga perumahan setempat mengaku kesal dengan kondisi jalan becek ketika turun hujan serta berdebu ketika panas.
“Dalam waktu dekat kami akan mendatangi kantor DPRD Kota Bengkulu, guna menyampaikan kondisi jalan rusak di perumahan kami yang tidak kunjung diperbaiki,” sebutnya.
“Jika setelah disampaikan ke anggota dewan khususnya Dapil Selebar, tetapi jalan kami tidak juga diperbaiki. Maka kami pindah domisili saja, menjadi warga Kabupaten Seluma,” jelasnya.(*Bag)
BANDUNG – Memasuki hari keempat Tim SAR gabungan melanjutkan pencarian empat korban yang diduga masih tertimbun longsor di Pangalengan, Kabupaten Bandung. Petugas meningkatkan kewaspadaan dan menjaga stamina selama proses evakuasi di area longsor.
“Tim pencari korban ini diberikan vitamin agar tetap fit serta menjaga daya tahan kesehatan tubuh saat bertugas,” kata Kepala Pelaksana Harian BPBD Kabupaten Bandung Marlan, Jumat (8/5).
Marlan memastikan tim terdiri TNI, Polri, Basarnas, BPBD dan relawan hingga kini kondisinya sehat. Tim gabungan berjumlah sekitar 300 orang.
Selain itu, kata Marlan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung untuk menyiapkan obat antitetanus. Menurut Marlan, tim pencari mendapatkan suntikan obat sebelum terjun mencari empat korban.
“Mayat kalau lebih tiga hari tentu berisiko kalau bersentuhan dengan petugas yang kondisinya terluka. Maka perlu disuntik tetanus. Hal itu sudah menjadi protap,” kata Marlan.
Hingga siang ini empat korban yang masih dicari karena diduga tertimbun yaitu Dedeh (35), Wiwi (50) Asep Juju (50) dan Ayi (42).
“Data itu berdasarkan dari RW dan pihak desa,” jelas Marlan.(*Yan)
PALEMBANG – Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati setiap tanggal 2 Mei diisi berbagai kegiatan di bidang pendidikan. Mahasiswa di Palembang memperingatinya dengan nonton bareng (nobar) film dokumenter yang baru diproduksi oleh tiga sineas muda berjudul “Jangan Tutup Sekolah Kami”.
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) Trian, mengungkapkan salah satu agenda hardiknas kali ini adalah berusaha mengkritisi dunia pendidikan di wilayah register 45 Provinsi Lampung.
Sebagai provinsi yang berbatasan paling dekat Lampung, Palembang juga menjadi kota yang dipilih dalam kegiatan roadshow film tersebut. Kegiatan nobar yang akan digelar di areal kampus yang akan diisi dengan berbagai diskusi dan aksi massa.
“Ini film tentang sulitnya pelajar moro-moro untuk mendapatkan pendidikan. Sebagai mahasiswa, kami pun menjadi bagian dari dunia pendidikan di negara ini,” kata perwakilan organisasi mahasiswa FMN ini, Jumat (1/5).
Bakal hadir dalam kegiatan itu, salah satu sineas sekaligus Director filmnya Miftahudin. kepada wartawan Miftahudin mengatakan, film pendek ini diproduksi dalam waktu singkat dengan target diputar serentak dalam peringatan hardiknas.
“Kami menargetkan film ini menjadi bagian Hardiknas di Indonesia. Film dokumenter yang real menjelaskan permasalahan pendidikan di negeri ini,” katanya.
Film yang menceritakan persoalan pendidikan dasar pelajar moro-moro Register 45 Mesuji ini hendak menyampaikan pesan jika pendidikan merupakan hak konstitusional setiap warga negara.
Sekolah-sekolah di wilayah Register 45 terancam ditutup, karena Pemerintah Kabupaten Mesuji tidak mengizinkan kelas jauh pada sekolah tersebut. Penyebabnya karena sekolah tersebut berada di kawasan Hutan Register 45.
Padahal, sekolah ini dibangun atas usaha swadaya masyarakat di wilayah tersebut.
“Jarak ke sekolah induk amat jauh hingga 10 Km. Bayangkan jika sekolah ini ditutup, akibatnya anak-anak harus menempuh jarak yang teramat jauh,” jelasnya.(*Nana)
BANTUL – Pondok Pesantren (Ponpes) Krapyak dan lingkungan sekitar Ponpes terserang demam berdarah. Bahkan wilayah Dusun Krapyak Kulon, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon sudah mendapatkan fogging sebanyak 4 kali, baik di area dalam Ponpes maupun luar.
Kepala Dusun Krapyak Kulon Kunaini membenarkan jika wilayahnya sudah terjangkit demam berdarah. Hanya saja jumlahnya tidak banyak yang dari warga setempat, yang lebih banyak justru berasal dari lingkungan dalam Ponpes.
Karena ada beberapa penghuni pesantren putri Al Munawir yang diserang deman berdarah tersebut.
“Di sini ada, tetapi kalau warga Krapyak Kulon hanya 3 orang. Yang lebih banyak itu di dalam pondok,” katanya, Selasa (14/4/2015).
Ia mengaku tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah penghuni Ponpes yang terserang deman berdarah. Karena selama ini pihak Ponpes tidak melaporkan secara resmi jika ada penghuni yang terserang demam berdarah.
Padahal, seharusnya jika ada penghuni terserang deman berdarah, pihak Ponpes melaporkan agar nanti ada bisa ditindak lanjut pemerintah setempat.
Kunaini mengatakan, serangan demam berdarah tersebut sebenarnya sudah pernah terjadi sebelumnya.
Pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul telah melakukan fogging di luar Ponpes sebanyak dua kali tahun ini. Fogging tersebut dilakukan atas dasar laporan dari pihak Dusun ke Puskesmas. Ia menengarai banyak santri pondok yang terkena.
“Kalau di pondok memang agak sulit, karena pola hidup santri yang sering mengesampingkan sisi kebersihan,” jelasnya.(Bag)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro