KENDAL – Untuk mencegah gundulnya hutan di lereng Gunung Ungaran sektor Promasan Kendal, sebanyak 3.240 pohon ditanam oleh lebih dari 1.800 pendaki dan pecinta alam yang berasa berbagai daerah di Indonesia.
Kegiatan yang digagas Komunitas Pecinta Alam dengan nama 1001 pendaki ini juga mengundang Bupati Kendal Mirna Annisa untuk ikut dalam kegiatan yang sudah berlangsung tiga tahun tersebut.
Bupati Kendal Mirna Annisa menyampaikan jika dari tahun ke tahun, mengalami peningkatan pada jumlah pendaki yang turut memeriahkan gerakan tanam pohon.
“Alhamdulillah beberapa tahun ini setiap saya ikut menanam, banyak pendaki yang jelas berpartisipasi dalam gerakan tanam pohon dengan tema 1001 pendaki. Tahun 2019 kemarin kurang lebih 1200 pendaki dan saat ini sungguh luar biasa mencapai 1800 pendaki yang hadir, jelas ini menandakan semakin besarnya orang yang peduli pelastarian,” katanya.
Sementara itu, Ketua panitia Sigit Wijanarko menyampaikan aktifiatas penanaman yang dilakukan oleh komunitas 1001 pendaki tahun ini menanam 3240 pohon dengan 15 jenis pohon salah satunya Pohon Kendal sebanyak 150 bibit.
“Kesadaran oleh masyarakat akan pentingnya pelestarian ini sungguh luar biasa, sejak pendaftaran kemarin siang pada hari sabtu memang sudah banyak. Untuk tahun ini kami juga menanam lebih banyak bibit pohon dan jenisnya salah satunya kami sertakan Pohon Kendal,” ujar Sigit Wijanarko.
Disisi lain sebagai seorang pendaki, Dian Adi menanggapi positif tentang kegiatan yang dilakukan terutama kesadaran akan lingkungan, terkait kondisi jalan dan penunjuk arah dirinya menyebut saat ini sudah mulai ada peningkatan bila dibanding tahun kemarin.
“Lebih baik dari tahun kemarin, karena sekarang penunjuk arah sudah banyak terpasang di beberapa titik. Sehingga kami yang naik dari Gonoharjo tidak terlalu bingung. namun disayangkan untuk beberapa titik mungkin diberikan tempat sampah karena masih ada sampah meski tidak banyak,” terang Dian.
Usai penanaman pohon, nantinya komunitas 1001 Pendaki akan terus mengawasi dan merawat pohon selama 1 bulan setelah proses tanam. Bupati juga menyempatkan melihat tulisan penyemangat yang pernah ditulis pada tahun 2019 untuk mengajak melakukan pelestarian pohon dan merawat alam.(*/D Tom)
PURWAKARTA – Pemkab Purwakarta melansir, di 2020 ini sebanyak 83 dari 183 desa yang ada akan menggelar pemilihan kepala desa (Pilkades) secara serentak. Sayangnya, pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan di tingkat desa itu sedikit terkendala.
Pasalnya, belum adanya Peraturan Daerah (Perda) terkait Pilkades serentak tersebut.
Akhir pekan kemarin, beberapa perwakilan dari Apdesi setempat mendatangi untuk mengomunikasikan terkait pelaksanaan Pilkades tersebut. Mereka mendesak supaya ada kepastian soal pelaksanaan Pilkades serentak itu.
Bupati Purwakarta, Anne Ratna Mustika menuturkan, pihaknya akan segera berkomunikasi dengan pihak DPRD untuk segera melakukan percepatan penuntasan Raperda Pilkades tersebut. Menurutnya, memang ini sudah harus segera dilakukan karena sifatnya sudah sangat mendesak.
“Pemkab juga ingin pelaksaan ini bisa dilakukan secepatnya, dengan aman, kondusif dan lancar. Makanya, Perda-nya sudah harus disiapkan. Begitu perda sudah selesai segera kita lakukan tahapan-tahapannya,” ujar Anne , akhir pekan kemarin.
Dari rencana awal, sambung Anne, pemkab menargetkan pelaksanaan Pilkades serentak ini bisa dilakukan pada Juni 2020 mendatang. Jadi, seharusnya tahapan-tahan pilkades ini sudah harus dilaksanakan. “Tinggal nunggu perda-nya saja,” tegas dia.
Sementara itu, Ketua Apdesi Purwakarta, Dasep Sopandi mengatakan, jajarannya berharap segera ada kepastian untuk waktu pelaksanaan Pilkades serentak ini. Supaya, untuk desa yang akan menggelar Pilkades ini bisa segera mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk gelaran tersebut.
“Jika sudah ada kepastian soal waktu dan tahapan-tahapan pilkades kan kita jadi tenang,” ujarnya.
Di tempat sama, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Purwanto menambahkan, pihaknya akan berupaya memastikan Pilkades serentak di Purwakarta berjalan dengan baik sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
“Mudah-mudahan Perda-nya segera dituntaskan, dan akan kita upayakan supaya bulan Juni bisa dilaksanakan,” katanya.
Terkait anggaran pilkades serentak tersebut, lanjut dia, setiap hak pilih dianggarkan sebesar Rp 25 ribu. Adapun dalam Pilkades serentak mendatang pihaknya mencatat ada sebanyak 299.125 hak pilih yang tersebar di 83 desa pada 17 kecamatan di Kabupaten Purwakarta.
“Untuk anggarannya, bersumber dari bantuan keuangan (bankeu) yang langsung dikirim ke setiap desa yang melaksanakan pilades. Artinya tidak melalui DPMD,” tandasnya. (*/Asp)
TEGAL – Ratusan warga di Kota Tegal, Jawa Tengah mengungsi akibat rumah mereka terendam banjir pada Minggu (26/1/2020). Mereka diungsikan ke kantor kecamatan dan musala setempat.
Banjir yang merendam rumah warga sejak Minggu pagi ini merupakan kiriman air dari wilayah selatan Kabupaten Tegal akibat hujan deras di wilayah atas hingga mengakibatkan sejumlah sungai meluap.
Banjir menggenangi ratusan rumah warga di Kelurahan Sumur Panggang dan Margadana, Kecamatan Margadana. Banjir terparah terjadi di Sumur Panggang dengan ketinggian air hingga selutut orang dewasa.
Akibat banjir tersebut, ratusan warga mengungsi ke sejumlah tempat seperti di kantor Kecamatan Margadana dan musala yang letaknya lebih tinggi. Di Kantor Kecamatan Margadana sedikitnya terdapat 35 kepala keluarga (KK) yang mengungsi. Sedangkan di Musala Nurul Huda tercatat ada 100 KK.
Warga Sumur Panggang, Sugiarti mengaku terpaksa mengungi ke kantor kecamatan karena rumahnya terendam banjir. “Ngungsi tadi pagi.
Air mulai masuk habis subuh,” katanya.
Dia mengaku tidak membawa perbekalan cukup karena tidak sempat mengemasi barang-barang di rumah. “Yang paling dibutuhkan sekarang ya makanan, selimut, popok bayi dan obat-obatan,” ucapnya.
Wali Kota Tegal, Dedi Yon Supriyono yang mengunjungi lokasi banjir mengatakan, Pemkot Tegal telah menyiapkan pos pengungsian di Kecamatan Margadana lengkap dengan tim medis dan dapur umum.
“Kami juga telah memberikan bantuan berupa peralatan mandi, pampers dan obat-obatan kepada para pengungsi,” tuturnya.
Menurutnya, banjir di Kelurahan Sumur Panggang terjadi akibat Sungai Kemiri meluap setelah diguyur hujan deras dari wilayah selatan Kabupaten Tegal sejak sabtu sore hingga Minggu malam. BPBD Kota Tegal juga telah mengerahkan sejumlah perahu karet untuk mengevakuasi warga terutama ibu hamil dan warga yang sakit.(*/D Tom)
BANDUNG – Empat kecamatan di Kabupaten Bandung, yakni Kecamatan Dayeuhkolot, Bojongsoang, Baleendah, dan Kecamatan Rancaekek kembali diterjang banjir dengan ketinggian air hingga 1,4 meter. Sebelumnya, Pemprov Jawa Barat sempat mengklaim bahwa keempat wilayah langganan banjir di kawasan Bandung Selatan itu relatif aman dari banjir menyusul beroperasinya Terowongan Curug Jompong di Nanjung, Margaasih, Kabupaten Bandung.
Hujan deras yang mengguyur wilayah Kabupaten Bandung dan sekitarnya sejak Kamis, 23 Januari 2020 malam dituding sebagai penyebab banjir kali ini. Kondisi tersebut mengakibatkan Sungai Citarum dan Cikapundung meluap hingga menggenangi sejumlah titik di empat kecamatan itu.
Manajer Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops PB) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jabar, Budi Budiman Wahyu mengatakan, pihaknya sudah melakukan asesment dan evakuasi warga dan sebagian siaga di posko lapangan di eks Gedung Institut Karate-Do Nasional (Inkanas), Baleendah.
Budi melanjutkan, pihaknya juga menyiagakan peralatan berupa perahu karet sebanyak dua unit dan perahu fiber empat unit. Akibat banjir tersebut, kata Budi, sejumlah warga terpaksa mengungsi yang ditempatkan di dua titik. Pengungsi asal Kecamatan Dayeuhkolot ditempatkan di Aula Desa Dayeuhkolot. Sementara pengungsi asal Kecamatan Baleendah ditempatkan di Gedung Inkanas, Baleendah.
“Di aula Desa Dayeuhkolot ada 71 jiwa yang mengungsi, kemudian di eks Gedung Inkanas ada 27 jiwa yang mengungsi, dan di tempat lain ada 98 jiwa,” sebut Budi, Jumat (24/1/2010).
Pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan BPBD Kabupaten Bandung melalui Call Center (022) 85872591 terkait dengan kejadian banjir tersebut. Selain itu, terus memantau tinggi muka air (TMA) bersama personel BPBD Kabupaten Bandung yang terus bersiaga di Posko Baleendah.
“Tim BPBD telag bersiaga di Posko Baleendah sebanyak 10 personil yang dipimpin oleh Kasi Logistik, kemudian Petugas Pusdalops bersiaga sebanyak lima orang. Lalu di shelter pengusian Dayeuhkolot ada petugas yang bersiaga sebanyak tiga orang,” kata Budi.(*/Hend)
KARAWANG – Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) akan membentuk Tim Monitoring Pendistribusian Minyak dan Gas untuk mengawasi distribusi gas elpiji bersubsidi dan pom mini.
Disinyalir penyaluran gas subsidi dan pom mini banyak disalahgunakan oknum tertentu untuk mendapatkan untung besar. Tim ini nantinya akan dipimpin oleh Sekda Karawang dan instansi terkait.
“Sebenarnya Tim Monitoring ini pernah dibentuk tapi tidak jalan, makanya sekarang kami hidupkan lagi. Dalam perkembangannya distribusi gas subsidi dan pom mini sudah banyak yang menabrak aturan hingga perlu kita tertibkan. Kami akan berikan sanksi tegas jika ditemukan pelanggaran,” kata Kepala Disperindag Karawang Ahmad Suroto, Rabu (22/1/20).
Ahmad Suroto mengemukakan, berdasarkan temuan di lapangan, terjadi pelanggaran dalam distribusi gas subsidi. Seharusnya gas subsidi diperuntukan hanya bagi masyarakat tidak mampu.
Namun dalam kenyataannya gas subsidi tersebut digunakan oleh semua orang termasuk golongan mampu. Yang memperihatinkan lagi ada beberapa restauran besar ternyata juga menggunakan gas subsidi.
“Harusnya tidak boleh, karena gas subsidi diperuntukan bagi mereka yang kurang mampu. Kami juga menemukan bukti ada sejumlah restauran yang menggunaka gas subsidi, ini yang akan kami tertibkan,” ujar dia.
Terkait keberadaan pom mini, Ahmad Suroto mengatakan pertumbuhannya sangat pesat hingga perlu dilakukan penertiban. Ini juga masih menyangkut perizinanan yang perlu pengawasan.
“Sekarang ini siapa saja bisa mendirikan pom mini disembarang tempat. Kita harus tertibkan baik soal lokasi dan perizinananya, jangan sampai membahayakan masyarakat,”tandasnya.(*/El)
SOLO – Pengamat Sejarah dan Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Tundjung W Sutirto menyatakan munculnya Keraton Agung Sejagat di Purworejo bukan hal yang baru. Kasus serupa pernah muncul di awal abad 19 sebagai protes terhadap rezim di era kolonial.
“Gerakan itu bersifat milenaristik, yaitu mengharap hadirnya masa keemasan. Entah itu masa keemasan yang digambarkan di era Majapahit atau sebelumnya,” kata Tundjung W Sutirto, Rabu (22/1/2020).
Karena gerakan itu mengharapkan zaman yang lebih baik di era sekarang, sehingga pemimpin gerakannya menjanjikan sesuatu yang akan enak, dan lebih sejahtera daripada sekarang.
Masyarakat yang mengikuti itu dinilai tidak salah karena alam bawah sadar mereka merasakan ketidaknyamanan di era sekarang. Karena itu, dari pengalaman sebelumnya, gerakan semacam ini mudah dipatahkan. Ketika pemimpinnya ditangkap oleh negara, maka gerakan sudah selesai dan hancur pengikutnya.
Ketika masyarakat merasa tidak nyaman di bidang ekonomi, kesejahteraan dan lainnya di zaman sekarang, maka mereka akan mencari simbol-simbol pencerahan. “Ini sebagai suatu protes tersembunyi dari masyarakat, khususnya pengikut gerakan seperti itu,” ujarnya.
Negara diharapkan tidak sekedar menggunakan pendekatan hukum, legalitas, pidananya dalam menyelesaikan persoalan itu. Namun konteks setting sosial juga harus dilihat.
Munculnya kelompok-kelompok lain tapi mirip Kerajaan Agung Sejagat, seperti Sunda Empire, Jipang, dan Pajang, Tundjung melihat perlu kajian sejarah. Keberadaanya harus terbukti melalui sumber sejarah, bukan sekedar pengakuan lisan.
Keberadaan keraton abal-abal, ciri-cirinya antara lain kemunculannya selalu lokal, muncul di wilayah yang ikatan sosialnya rapuh. Legitimasinya juga berdasarkan kroni.
Keberadaan Keraton Agung Sejagat, negara semestinya sudah bisa mendeteksi sejak lama mengingat memiliki anggota mencapai ratusan. “Itu bukan proses sehari dua hari, butuh proses lama untuk meyakinkan orang dalam jumlah banyak,” katanya.
Proses memberikan legitimasi psikologis dinilai diperankan oleh kroni-kroninya untuk kepentingan yang bagi negara dianggap sebagai tindak pidana penipuan. Namun yang perlu digaris dibawahi, para pengikutnya bukan dari generasi muda. Melainkan generasi-generasi yang sudah mapan, sehingga Tundjung justru mempertanyakan apakah ini merupakan hasil gembar-gembor Revolusi Mental.
Jika revolusi mental bisa diwujudkan, maka apakah hal ini merupakan wujudnya. Kemudian orang menjadi kosong secara psikologis terhadap hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepemimpinan. Terlebih keraton yang asli kini juga tidak bisa memberikan perannya. “Seperti di Surakarta yang ada keraton, kita tidak bisa mendapatkan pesan keluhuran dari aristokrat kultural. Yang terjadi adalah krisis yang berkepanjangan,” katanya.
Salah satu kesalahan yang dilakukan pemerintah, lanjut Tundjung, adalah mengabaikan kepemimpinan informal di lokal. Dicontohkannya, semenjak RI berdiri apakah pernah di Surakarta merencanakan pembangunan dengan melibatkan semua unsur. Termasuk Raja Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran dalam satu forum, sehingga dapat diketahui keinginan keraton itu seperti apa.
Namun hal itu tidak terungkap mengingat selama ini belum pernah ada. Ketika Musyawarah Rencana Pembangunan, selama ini tidak pernah melibatkan otoritas tertinggi di keraton, seperti Sinuhun dan Mangkunegara, sehingga masyarakat mencari suatu alternatif. “Jadi konteks-konteks seperti raja-raja baru itu sebenarnya untuk mencari alternatif,” paparnya.(*/D Tom)
LAMPUNG – Kerusakan hutan dan lingkungan di wilayah Lampung menjadi penyebab utama bencana yang terjadi selama ini. Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, saat ini sekitar 37,42 persen kawasan hutan di Lampung rusak. Kerusakan terjadi tidak saja hutan produksi, akan tetapi merambah kawasan hutan produksi, hutan lindung, dan hutan konservasi.
Rektor Universitas Bandar Lampung Yusuf Barusman mengatakan, bencana alam kerap terjadi akibat rusaknya hutan dan lingkungan. Sebab itu, tidak ada cara lain mengatasinya selain memperbaiki hutan dan lingkungan yang rusak tersebut dengan mengembalikan fungsi hutan sebagai daerah resapan air.
“Kerusakan hutan dan lingkungan merupakan tangung jawab bersama antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Maka, sinergitas ketiga pihak tersebut dalam upaya konservasi sumberdaya hutan dan lingkungan sangat dibutuhkan,” kata Yusuf dalam keterangan persnya di Bandar Lampung, Senin (20/1).
UBL bekerja sama dengan PWI Lampung akan membedah kerusakan hutan di Lampung dan dampaknya, serta mencari solusi bersama untuk mencegah dan mengatisinya dalam diskusi yang digelar di UBLI, Rabu (22/1). Dalam kegiatan tersebut, akan hadir Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Ketua DPR Puan Maharani, Ketua DPD La Nyalla, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, Walhi dan lainnya.
Akademisi Universitas Lampung (Unila) Sunarto mengatakan, diskusi tersebut bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan dari kerusakan. “Bila masalah tanah dan perusakan lingkungan diabaikan, anak cucu kita tidak menikmati indahnya bumi. Hanya ada padang tandus dan kekeringan, dampaknya kelaparan,” katanya.
Pertama, masalah tanah dari hulu ke hilir. Lalu, hutan dirusak, diambil kayunya, bercocok tanam rakyat kecil juga bermasalah. Sedangkan masalah besar adalah berhadapan dengan penguasa dan pengusaha.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Lampung Wiyogo Supriyanto mengakui, aksi penebangan liar di hutan Lampung masih marak. Bahkan, ia menyatakan, pembalakan hutan berlangsung sangat parah dan sulit untuk mengungkapnya.
Ia mengklaim kesulitan untuk melakuan pengawasan di lapangan, karena keterbatasan personel di lapangan. Menurut dia, selama ini yang tertangkap tangan membawa kayu hasil hutan secara ilegal di luar hutan, sedangkan di dalam hutan belum terungkap, apalagi dalangnya. “Dalangnya belum terungkap,” katanya.
Dari hasil pengembangan kasus, ia menyatakan terus melakukan upaya penelusuran kasus penebangan liar, hingga terungkap dalang utamanya. Kepada masyarakat, ujar dia, dapat memberikan informasi terkait jaringan penebagan liar tersebut, agar aksi kejahatan dalam hutan dapat teratasi.(*/Kri)
BLITAR – Jatah pupuk subsidi untuk para petani di Provinsi Jawa Timur terpangkas 48,28 persen. Pada tahun 2020 ini pemerintah pusat hanya mampu memberikan kuota sebesar 1,3 juta ton.
Di sela kunjungan di wilayah Selopuro, Kabupaten Blitar, Hadi Sulistiyo, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur mengatakan pemangkasan itu murni kewenangan pusat.
Saat ditemui dan dikonfirmasi, pemerintah pusat melalui Direktorat Jendral Prasarana dan Sarana Pertanian (Dirjen PSP) beralasan pengurangan kuota disebabkan terbatasnya dana APBN.
“Kemarin kami bertemu Dirjen PSP. Yang bersangkutan beralasan karena dana APBN kurang, “ujar Hadi kepada wartawan, Selasa (21/1/2020).
Entah bertujuan untuk memberi harapan. Dalam konfirmasi itu, kata Hadi Dirjen PSP juga menyampaikan masih akan melakukan crosscheck RDKK yang diajukan (Pemprov Jatim) dengan Kementan (Kementerian Pertanian).
RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) merupakan rencana kebutuhan pupuk subsidi yang disusun kelompok tani atau gabungan kelompok tani di sebuah daerah. “Kami sudah mengirim surat gubernur ke kementan untuk segera dipenuhi kekurangan pupuk yang ada di Jawa Timur,” ungkap Hadi.
Provinsi Jawa Timur merupakan lumbung pangan nasional. Terjadinya kekurangan pupuk dikhawatirkan akan mempengaruhi produksi petani tahun 2020 ini.
Selain untuk kebutuhan tanaman pangan (pertanian), selama ini pupuk subsidi juga untuk perkebunan, perikanan dan lain sebagainya.
Atas dasar itu Hadi mengusulkan jumlah kuota pupuk subsidi ke pusat sebesar 4,9 juta ton. “Hari ini ibu gubernur juga ke Jakarta akan menemui bapak menteri untuk menanyakan soal pupuk itu,” kata Hadi.
Sambil menunggu kabar kejelasan dari pusat, dinas pertanian akan berusaha sekuat daya mengelola kekurangan yang terjadi di petani.
Solusi yang bisa diambil dinas menurut Hadi adalah dengan melakukan relokasi pupuk. Misalnya kebutuhan dari Kabupaten A untuk sementara diambilkan dari Kabupaten B yang belum membutuhkan.
Sebab keluhan adanya kekurangan pupuk sudah mulai muncul dari beberapa daerah. “Jadi untuk bulan Januari-Maret ada kebutuhan yang dimajukan, ” tuntasnya.(*/Gio)
SUKABUMI – Dua pedagang terluka akibat kebakaran pasar penampungan pedagang Pasar Pelita Kota Sukabumi, Jawa Barat yang terjadi pada Senin pukul 08.45 WIB.
“Dua pedagang yang terluka tersebut adalah Dede Ilham pemilik kios kelapa parut yang mengalami luka bakar di punggung kaki kanan atas dan seorang lainnya terluka tusuk kaca pada tangan yang diketahui bernama Iwan. Kedua korban sudah mendapatkan perawatan serta pengobatan terhadap lukanya,” kata Kepala Seksi Damkar Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Sukabumi Iskandarsyah di Sukabumi, Senin (20/1/2020).
Beruntung kedua korban tidak mengalami luka serius hanya luka ringan saja dan sudah mendapatkan pertolongan pertama dari relawan Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Sukabumi yang ikut dalam proses pemadaman dan membantu evakuasi.
Menurutnya, kebakaran ini dipicu akibat ledakan mesin parut kelapa milik korban yang mengalami luka bakar. Ledakan tersebut dipicu dari tumpahan bahan bakar jenis bensin ke kabel yang terkelupas, sehingga api dengan cepat membesar dan merembet ke delapan kios lainnya.
Untuk kerugian akibat kebakaran yang menghanguskan sembilan kios di pasar penampungan yang berada di Kelurahan Tipar, Kecamatan Citamiang ini masih dalam perhitungan. Dilihat dari besarnya api yang membakar kios mayoritas pedagang yang menjadi korban tidak berhasil menyelamatkan barang dagangannya.
Sementara, Kepala UPTD Pasar Pelita dan Penampungan Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kota Sukabumi Djabier Ohorella mengatakan belum bisa memastikan apakah ke depannya pedagang yang menjadi korban kebakaran akan dipindahkan atau dibangun lagi kiosnya.
“Kami masih berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Sukabumi untuk menentukan kebijakan terhadap pedagang yang menjadi korban kebakaran. Sebab, kami masih menghitung jumlah kerugian,” tuntasnya. (*/Yan)
CIAMIS – Keberadaan batu susun di tatar galuh Ciamis, belakangan ini viral. Sebenarnya batu susun yang mirip candi tersebut sudah diketahui sejak lama, akan tetapi baru ramai dibicarakan setelah ada yang mengunggah di media sosial.
Pantauan di lapangan, lokasi batu susun sendiri berada perbatasan antara Desa Selasari, Kecamatan Kawali dengan Blok Rompe, Desa Sukaraharja, Kecamatan Lumbung. Sejak muncul di medsos, tempat yang sebelumnya sepi, sejak beberapa hari ini ramai.
Banyak warga dari luar daerah yang penarsaran dengan batu susun yang apabila dilihat mirip struktur bangunan. Untuk mencapai batu susun, juga bukan hal mudah, karena harus meniti jalan setapak sekira dua kilometer. Selain harus meniti pematang sawah, juga menyeberangi sungai kecil yang airnya dingin. Lokasinya juga jauh dari permukiman warga.
Dari jauh formasi batu susun mulai terlihat bentuknya seperti bangunan candi. Pohon kiara berukuran besar serta beberapa pohon lain tumbuh persis di atas batu susun, hingga mengsankan suasana penuh misteri. Ketika lebih dekat, jelas batu yang bersusun tersebut berada di bawah bukit, di sisi persawahan warga.
Beberapa bagian yang tampak mirip gerbang dengan tinggi sekira dua meter. Selain itu juga batu susun yang diduga bagian dari pilar yang kokoh. Semakin meyakinkan lagi, ketika bagian sisi batu susun tersebut tidak lancip. Kondisinya tampak sudah terkikis.
“Sebenarnya batu susun itu sudah dietahui sejak lama, dari dulu warga sini sudah tahu keberadaan batu susun, akan tetapi jarang yang mengunjungi. Setelah viral, di medsos, baru banyak mendapat perhatian,” tutur AgusAwing (30), warga Sukasari yang pertama mengupload batu susu hingga viral, Minggu 19 Januari 2020.
Dia mengungkapkan sejak kecil juga sudah bermaian di sekitar aliran sungai kecil tidak jauh dari batu susun. Perasaannya mulai tergerak usai ikut kerjabakti membersihkan aliran Sungai Selamaya tidak jauh dari lokasi batu susun pada akhir tahun 2019.“Saya kan suka hal yang berkaitan dengan sejarah. Saya kemudian merekam video serta mengupload di medsos. Saya juga melapor ke Dinas kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Ciamis. Tujuannya agar tidak dirusak, dicorat-caret, perlu penelitian,” ungkapnya.
Cawing mengatakan pernah mendengar cerita bahwa pada masa lalu lokasi batu susun tersebut merupakan tempat seserahan calon pengantin. Keberadaan batu susun berkait dengan batu kuda yang dikatakan tidak jauh dari lokasi tersebut.
Ternyata unggahan yang viral tersebut langsung mendapat respons dari Disbudpora Ciamis. Tim dipimpin Kadisbudpora Erwan langsung mendatangi lokasi batu susun. Setelah melihat lingkungan serta kondisinya, mereka menempel tulisan Disbudpora Kab. Ciamis, 16 Januari 2020.
Dalam kesempatan tersbeut Erwan mengusulkan agar Balai Arkeologi Bandung serta Balai Pelestarian Cagar Budaya agar melakukan kajian lebih mendalam untuk memastikan apakah batu bersusun tersebut memiliki nilai hitrois, peninggalan sejarah atau bukan.
Hal serupa juga disampaikan Ketua DPRD Ciamis Nanang Permana yang minta agar Disbudpora Ciamis menindaklanjuti batu susun yang viral. Untuk memastikan batu susun, harus dilakukan penelitian arkeologi. Pada hari Sabtu 18 Januari 2020 Nanang juga langsung melihat batu susun.
“Untuk memastikan apakah batu susun tersbeut peninggalan sejarah atau batu alam biasa, tetap harus melalui penelitian atau kajian ilmiah oleh tim arkeologi. Jika dilihat memang strukturnya mirip candi, ini perlu segera dibedah karena untuk menentukan langkah kedepan,” tandasnya.(*/Asp)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro