….. MENANG ! Itulah tujuan debat Pilpres. Benarkah? Secara pragmatis, iya. Setiap capres ingin menang di Pilpres. Di antara caranya melalui debat.
Apakah debat di-setting hanya semata-mata agar capres bisa menang? Tak perlu sikap moral dan narasi kebangsaan?
Jika dijawab iya, anda tidak bermoral. Jawaban ini akan membuat anda yang terlibat dalam debat menghalalkan segala cara dan mengabaikan semua bentuk norma, nilai dan aturan. Selama ada celah, anda akan lakukan. Persetan apa kata orang. Yang penting, anda menang.
Sayangnya, bangsa ini adalah bangsa yang bermoral. Tidak selalu melihat siapa yang “merasa menang” dalam debat. Tapi, faktor kejujuran, kesantunan, ketaatan pada aturan dan jiwa kerakyatan menjadi variabel yang tak kalah penting di mata rakyat.
Terbukti, sejumlah orang jadi bupati, gubernur dan bahkan presiden karena kerendahan hati dan kesantunannya.
SBY adalah bagian dari contoh itu. Orang lihat prestasinya? Tidak! Karena 2004 rakyat belum terlalu pintar dan cermat untuk mengukur prestasi SBY. Tapi dia menang. Kenapa? Dia sabar dibilang Jenderal kanak-kanak, dia santun, dia Jawa, dan dia ganteng. Cerdas? Tentu. Cukup! Itu yang membuat SBY menang.
Apakah keadaan ini akan menular ke Prabowo? Bisa jadi. Sangat mungkin. Bukankah ada yang menganggap, Jokowi pemenangnya di debat? “Merasa menang” di debat, tak berarti akan menang di pilpres. Apalagi, debat kedua kemarin menyisakan sejumlah persoalan. Apa itu?
Pertama, Jokowi dianggap overclaim. Bilang bahwa dia telah membangun 191.000 km infrastruktur jalan. Menurut data, itu tak benar. 191.000 km itu akumulasi dari infrastruktur jalan yang dibangun sejak zaman Belanda.
Ada kontribusi Jepang, Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati dan SBY. Terbiasa overclaim, Jokowi dianggap kurang pandai mengakui dan menghargai prestasi para pemimpin sebelumnya. Inilah yang juga seringkali dikeluhkan SBY.
Kedua, Jokowi dianggap berbohong soal data. Mungkin tepatnya, salah menyebut data dan angka. Soal kebakaran hutan, misalnya. Tiga tahun terakhir tak ada kebakaran hutan, katanya.
Paginya, sejumlah media dan berbagai tulisan artikel mengkritik habis-habisan. Data itu salah! Kebakaran hutan tak pernah berhenti. Jumlahnya ratusan ribu hektar. Bahkan foto Jokowi ada di sekitar lokasi kebakaran hutan jadi viral. Sejumlah media mengkritiknya dengan keras.
Belum lagi data terkait impor jagung, sosial conflict soal pembebasan tanah, dan lain-lain. Banyak bersalahan. Kritik terkait kesalahan banyak data ini, tak ada yang bantah. Termasuk oleh pihak timses dan pendukung Jokowi.
Artinya, sementara terkonfirmasi bahwa itu salah.
Apakah itu berarti berbohong? Jika itu disengaja, berarti bohong. Kalau tak sengaja, berarti salah masukan, atau salah update data. Minimal salah menghafal data. Tapi, kesalahannya kok banyak? Diem loh!
Emang dihafal? Bukannya ada alat pembisik di telinganya? Stop! Jangan menuduh sebelum semua terbukti. Kalau toh terbukti, belum tentu itu pelanggaran. Soal etika, lain masalah. Intinya, lihat yang sudah pasti-pasti. Abaikan praduga yang belum terbukti.
Ketiga, Jokowi dianggap tak patuh aturan KPU. Dimananya? Disepakati bahwa debat tak menyerang pribadi. Jokowi serang Prabowo. Soal hak milik ratusan hektar di Kalimantan dan Aceh. Padahal, itu HGU, bukan hak milik. Salah lagi!
Ini serangan kedua kalinya kepada Prabowo. Di debat pertama, Jokowi juga menyerang personal Prabowo soal caleg mantan korupsi dari Gerindra. Faktanya, Golkar, partai pendukung Jokowi, yang paling banyak caleg mantan napikornya.
Tim Prabowo protes. Tampak di video yang viral, ada Jansen (Demokrat), Ferdinand (Demokrat), Prio Budi Santoso (Berkarya), Daniel (PAN), Ustaz Sambo (guru ngaji Prabowo) dan sejumlah nama lain berdiri dan menghampiri KPU. Bertanya kenapa KPU tidak mencegah dan menegur Jokowi? Mereka juga menuntut KPU komitmen dan tegas.
Sempat terjadi cekcok mulut dengan Luhut Binsar Panjaitan (LBP). Tim Prabowo mengancam bubar dan tidak melanjutkan debat. Apa respon Prabowo? “Sudahlah. Gak apa-apa. Sabar saja.”
Super sekali! Kata Mario teguh. Sungguh sangat bijak. Watak asli Prabowo muncul. Selama untuk bangsa dan dengan anak bangsa, harus mengalah. Itulah kata-kata yang seringkali diucapkan Prabowo.
Tapi, jangan sekali-kali ada pihak luar (Asing dan Aseng) yang merusak dan ancam bangsa ini, dia pasti marah besar. Prabowo sebut ini sebagai sikap seorang nasionalis dan patriot.
Sebelumnya, Jenderal (purn) Joko Santoso (Joksan), ketua BPN Prabowo-Sandi juga protes. Pasalnya? Soal pengambilan kertas soal. Kenapa harus di kotak yang berbeda. Kalau beda tempat mengambilnya, kenapa harus diundi? Joksan curiga. Ada permainan KPU.
Inilah sejumlah masalah yang tersisa dari debat kedua capres. Dengan semua dinamikanya, Jokowi “dikesankan” publik sebagai capres yang ingin mengahabisi Prabowo di debat.
Dalam konteks ini, Jokowi dan tim tak sadar bahwa kemenangan itu ditentukan oleh apa yang ada di kepala rakyat.
Itulah yang dinamakan dengan persepsi! Capres tampil lebih jujur, punya integritas, berkomitmen kepada rakyat, rendah hati dan memiliki kompetensi, akan lebih kuat meraih simpati rakyat
Malam pasca debat, juga pagi harinya, justru yang ramai di media dan medsos, Jokowi kalah. Data dan sikapnya dikritik, bahkan ditelanjangi oleh media dan publik. Termasuk oleh Kompas yang selama ini dianggap berpihak padanya.
Dalam berbagai polling, Jokowi kalah jauh dengan Prabowo. Rata-rata 20 persen vs 80 persen untuk Prabowo. Begitu juga kejadian di stadion Si Jalak Harupat sore harinya. Saat Ridwan Kamil, gubernur Jabar yang getol dukung Jokowi ini memutari stadion, ribuan penonton teriak: Prabowo… Prabowo… Prabowo…
Nampaknya, debat kedua justru menambah suplai militansi rakyat untuk semakin memberikan dukungan kepada Prabowo yang dianggap telah berulangkali terzalimi.
Ini menyangkut masalah integritas, kejujuran dan kerendahan hati Prabowo yang berpotensi besar menarik empati dan simpati undecided voter (rakyat yang belum menemukan pilihan) dan swing voter (pemilih yang bisa pindah dan berubah pilihannya).
Jika asumsi ini benar, maka peluang Prabowo untuk menang semakin besar.*****
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
JAKARTA – RATNA Listy, 45, penyanyi, pemain film dan sinetron, cukup dikenal di jagat industri hiburan tanah air. Tapi dia kini lebih banyak menghabiskan waktu membantu orang sebagai paranormal yang ahli rukiyah dalam dunia supranatural, baik medis maupun non medis.
Sudah tiga tahun profesi baru itu dijalaninya.
Kiprah Ratna di dunia seni diawali dari kemenangannya dalam ajang Bintang Radio dan TV se-Jawa Timur pada 1989, kemudian menjadi penyanyi profesional dengan album antara lain ‘Obsessy’ (1998), ‘Adzan’ (2002), ‘Hitam Putih’ (2006) berduet dengan Agus Dhukun serta sebuah album tradisional yang dibuatnya bersama Doel Sumbang dan Nini C.
Sukses di industri lagu, Ratna melebarkan karirnya ke dunia seni peran. Sejumlah sinetron pun dibintanginya seperti ‘Tanda Akhir Zaman’, ‘Menjemput Impian’ dan serial misteri ‘Pengantin Iblis’ serta sinetron ‘Shakila’ dan ‘Perkawinan’.
Tak puas sampai disitu, artis kelahiran Madiun, 2 Agustus 1973 ini juga menjajal menjadi presenter lewat acara ‘Panorama’ dan ‘Bedah Rumah’.
Dunia film layar lebar pun dirambahnya. Tahun 2014 lewat film ‘Mengejar Malam Pertama’ sebagai debutnya, Ratna mulai dilirik produser film. ‘Pacarku Anak Koruptor’, ‘Bintang di Langit Belitong’, ‘Canda-Canda Cinta’ adalah judul film yang pernah dilakoninya.
Namun beberapa tahun terakhir, Ratna justru dikenal sebagai paranormal dan ahli rukiyah. Dia meminati dunia supranatural setelah belajar dengan Panglima Langit, seorang pria yang berprofesi sebagai paranormal.
Ratna mengaku sangat ‘enjoy’ menikmati kesibukannya sebagai konsultan spritual untuk membuka aura dan mengusir roh jahat. Bahkan dia juga bisa mengobati beberapa jenis penyakit medis.
“Alhamdulillah, dengan begini aku bisa bantu orang. Banyak temen-temen artis yang datang untuk meminta agar auranya dibukakan dan juga masyarakat umum,” ujar Ratna.
Dia juga tak segan datang ke lokasi syuting jika ada gangguan gaib, khususnya saat syuting film-film horor.
“Udah berkali-kali sih, biasanya ada yang kerasukan jin penunggu. Aku dan mas Panglima Langit datang ke lokasi syuting,” lanjutnya.
“Di usia aku yang udah tidak muda lagi, aku ingin bermanfaat untuk orang lain. Salah satu caranya ya dengan begini. Tapi aku usahakan agar tetap bisa menyanyi dan berakting, meski tidak seproduktif dulu lagi,” tuturnya. (*/Ind)
….. ASTAGHFIRULLAH. Ini kalimat pertama saya sambil bergumam: Ada apa ini, kok orang mau salat Jumat harus bersurat dan meminta izin? Bukankah masjid adalah rumah Allah? Bahkan, Allah menerima umatnya tanpa harus disurati terlebih dahulu.
Kalimat kedua, saya bertakbir, Allahu Akbar, memuji kebesaran-Nya. Siapapun kita, rakyat jelata, ketua mesjid, bahkan presiden bukan siapa-siapa. Tak seorang pun memiliki kuasa atas yang lain.
Kalimat ketiga saya, innalillahi wa innailaihi rojiun, dari Allah kembali ke Allah. Setinggi apa pun kita, sebesar apa pun kita, semua akan kembali pada-Nya.
Mengapa saya perlu mengangkat ketiganya? Sungguh, saya mengingatkan pada diri saya sendiri dan kita semua bahwa kita adalah debu. Debu yang akan berserakan jika diterpa angin. Debu yang tak pantas jumawa, debu yang tak ada tempat untuk berlindung serta bersembunyi.
Aneh Adalah KH. Hanief Ismail, ketua masjid Agung (Kauman) Semarang, tiba-tiba membuat geger. Membuat keanehan. “Kami tidak mengizinkan salat jumat dipolitisasi,” katanya seperti telah ramai di medsos. “Lagi pula, saya belum diberitahu, belum ada surat dari timses Prabowo-Sandi untuk shalat jumat di sini!” katanya lagi yang juga sudah viral di dunia maya.
Dua kalimat itu meluncur untuk menanggapi rencana Prabowo akan bersalat Jumat di mesjid itu. Sementara bagi Prabowo salat Jumat bukan hal yang aneh.
Minggu lalu, kami salat Jumat di Hambalang karena Prabowo kedatangan tamu teman-teman buruh KSPI dan API Muhammadiyah yang jumlahnya sekitar 3.000 orang.
Jadi, agak aneh jika tiba-tiba KH. Hanief seperti kebakaran jenggot.
Betul dia adalah ketua mesjid, tapi dia tidak boleh melarang orang untuk salat. Bahkan, dia pun tidak boleh melarang seandainya timses Prabowo ingin mempolitisasi (saya yakin tidak, bahkan sang kiailah yang mempolitisasinya) itu jadi urusan timses itu pada Allah.
Maaf nih, saya beristighfar: Astagfirullah, mohon ampun kepada Allah, jika hati saya bersuudzon, atas kejadian ini. Jangan-jangan sang kiai takut pada sesuatu selain Allah.
Mengapa? Belakangan beredar rumor yang sumbernya patut dapat diduga dari toko sebelah yang mempertanyakan soal di mana dan kapan Prabowo terakhir salat Jumat.
Hal ini sengaja diluncurkan agar umat yang taat pada Habib Rizieq Shihab dan umat Islam lain yang secara masif makin solid mendukung Prabowo, jadi ragu. Bukankah itu politisasi?
Nah, sekali lagi saya mohon maaf pada kiai, jangan-jangan kiai takut masjid Agung Semarang menjadi titik pemantaban pada para pendukung Prabowo. Kiai takut bahwa paslon 02 ini menjadi yang paling pantas didukung. Ya, maklum, ini kan bulan politik, dan ‘aliran’ kiai memang berbeda dengan aliran Prabowo.
Artinya, sangat mungkin kiai mendukung paslon lain. Meski itu sih sebenarnya sah saja, tapi tampaknya sang kiai benar-benar takut masjid yang dipimpinnya menjadi tempat kebangkitan dan kesadaran umat, khususnya golongan sang kiai untuk memilih Prabowo dalam pilpres mendatang. Mohon maaf ya kiayi.
Kembali soal salat yang harus bersurat dan dilarang oleh ketua mesjid. Demi Allah, ini aneh. Sejak Indonesia dijajah Belanda dan Jepang, salat di mana saja di negeri ini tak harus bersurat.
Kita yang NU, tidak dilarang salat di mesjid Muhammadiyah, sebaliknya juga begitu. Jadi tidak lumrah jika tiba-tiba timses harus bersurat dan ketua masjid harus melarang.
Sekedar mengingatkan, Jokowi berulang kali salat bahkan memimpin shalat. Aroma politiknya sangat kental. Tapi, kok kiai tidak melarang, bahkan berkomentar saja tidak? Mengapa saya yakin aroma politiknya sangat kental?
Saya coba mengutip satu hadist: “Yang berhak menjadi imam salat untuk suatu kaum adalah yang paling pandai dalam membaca Alquran. Jika mereka setara dalam bacaan Alquran, (yang menjadi imam adalah) yang paling mengerti tentang sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Apabila mereka setingkat dalam pengetahuan tentang sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, (yang menjadi imam adalah) yang paling pertama melakukan hijrah. Jika mereka sama dalam amalan hijrah, (yang menjadi imam adalah) yang lebih dahulu masuk Islam.” (HR. Muslim no. 673 dari Abu Mas’ud alAnshari radhiyallahu ‘anhu).
Dalam riwayat lain, disebut juga mereka yang lafadznya paling baik. Jika mereka sama dalam amalan hijrah, (yang menjadi imam adalah) yang paling tua di antara mereka.
Dengan demikian, yang paling berhak menjadi imam shalat secara berurutan adalah:
1. Yang paling pandai membaca Alquran. Jika sama-sama pandai,
2. Yang paling mengerti tentang sunnah Nabi radhiyallahu ‘anhu. Jika sama-sama mengerti,
3. Yang paling pertama melaksanakan hijrah. Jika sama dalam hal hijrah,
4. Yang lebih dahulu masuk Islam. Jika bersama masuk Islam,
5. Yang lebih tua.
Mohon maaf, apakah Pak Jokowi memenuhi kriteria itu? Kiai bisa menjawabnya, sama dengan kita semua pasti bisa menjawabnya dengan baik. Tapi, kok saya belum mendengar kiai berkomentar tentang itu?
Seperti juga, ada beberapa salat yang dilakukan Jokowi dengan imam yang perlu dimundurkan. Mengapa itu dilakukan? Jawabnya juga sederhana: agar salatnya bisa difoto dan diviralkan. Tujuannya? Sekali lagi, kiai pasti tahu setahu kami semua.
Jadi, ketika kiai berkata: Melarang politisasi salat Jumat di masjid tempat kiai, saya tersenyum simpul. Kok ya kiai mau bicara begitu?
Demi Allah, tidak ada tempat bersembunyi di bumi ini dari Allah. Dan tidak sekali-kali Allah bisa ditipu. Kita boleh saja mengatakan apa saja dengan alasan yang baik, tapi Allah tahu yang sesungguhnya.
Semoga Kiai Haji Hanief Ismail segera menyadari kekeliruannya. Dan kita berdoa agar Allah melindungi negara kita dari orang-orang yang dzalim. Dan semoga Allah memporak-porandakan mereka yang berbuat zalim…
Dan, semoga Allah memberikan Indonesia pemimpin yang kuat dan bukan yang suka berpura-pura. Pemimpin yang tidak ingkar dengan janji-janjinya. Pemimpin yang tidak memusuhi umat Islam. Pemimpin yang cakap. Pemimpin yang amanah…
Aamiin ya Rabb…*****
M. Nigara
Wartawan Senior; Mantan Wasekjen PWI
JAKARTA – Aktris yang juga seorang dokter muda, Twindy Larasati (25) mulai disibukkan kegiatan promo film terbarunya, ‘11:11 Apa Yang Kau Lihat?’.
Ia berharap, akting perdananya di genre horor dapat memuaskan penonton.
Twindy mengatakan, jika aktingnya sukse, tak menutup kemungkinan jika dirinya kembali menerima tawaran untuk film horor lainnya.
“Kalo ini sukses, aku pastikan bakalan main film horor lagi. Tapi jika nggak, mungkin aku tempatnya di media tekevisi kali ya, berkomedi dan acara-acara kesehatan untuk masyarakat. Apalagi aku hidup dan dibesarkan dari keluarga dokter,” terang putri pasangan dr Tito Sulaksito SpB, SpOT dan dr Caroline Kawinda ini.
Di dunia hiburan, nama Twindy mulai dikenal setelah berperan sebagai Clarissa di acara Sitkom ‘The East’, Kreatif NET TV. Selain itu, Ia sempat menjadi model di video klip penyanyi Barsena Besthandi yang berjudul ‘Hasrat Jiwa’. Tahun 2018 lalu, Twindy kembali menjadi model di video klip penyanyi Adikara Fardy yang berjudul ‘Detik Waktu’.
Twindy juga terobsesi untuk bisa membintangi film bertema soal penyuluhan kesehatan. “Apalagi aku ini tipenya suka jalan, kan asyik tuh syuting di kampung-kampung pedalaman, mengeksplor peran dokter misalnya. Mudah-mudahan nanti ada job-nya hehe,” katanya sambil tersenyum .(*/Indr)
….. JUDUL tulisan ini sengaja saya pinjam dari wartawan senior Hersubeno Arief. Bersamaan dengan pemberian medali Kebebasan Pers untuk Presiden Jokowi yang diberikan pada Peringatan hari pers Nasional di Surabaya, Sabtu (9/2). Tampilan web hersubenoarief.com dibiarkan berwarna hitam.
BERITA TERKAIT
Wartawan BPN Vs Wartawan TKN Berebut Forwaka Cup, Inilah Hasil Skornya
Andai Saya Presiden Jokowi, Saya Kembalikan Penghargaan Pers
Diskusi ‘Berantas Jurnalis Aba-abal’ Diteror, Panitia: Kami Sudah Siapkan Pengamanan
Road To Senayan
Di dalam naskah hanya tertulis kalimat pendek “turut berduka atas anugerah medali kemerdekaan pers kepada Presiden Joko Widodo dari Dewan Pers Indonesia.”
Tak ada analisis apapun. Hanya ada seuntai bunga putih disana. Hersubeno tampaknya kehabisan kata, untuk menggambarkan perilaku ganjil dari para petinggi pers Indonesia.
Gugatan yang sama juga disampaikan oleh wartawan senior M. Nigara. Mantan Wasekjen PWI itu dalam artikelnya mempertanyakan netralitas Dewan Pers. Menurutnya sikap Dewan Pers sungguh melukai insan pers Indonesia.
Dari sisi apapun, sikap Dewan Pers itu sangat sulit dipahami. Berdasarkan penilaian lembaga internasional Reporters Without Borders peringkat kebebasan pers di Indonesia sangat buruk. Dari 180 negara yang disurvei, Indonesia tetap berada di peringkat 124. Di bawah negara tetangga Timor Leste.
Jadi atas dasar apa Dewan Pers atau panitia Hari Pers Nasional yang diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) memberi medali kebebasan pers kepada Jokowi?
Jelang pelaksanaan Hari Pers Nasional (HPN) nurani para jurnalis juga sangat terluka. Pemerintah memberi remisi Susrama seorang (mantan) Kader PDIP yang menjadi pembunuh wartawan Radar Bali Anak Agung Gde Prabangsa. Susrama divonis hukuman seumur hidup, diubah menjadi hukuman penjara maksimal 20 tahun.
Semula pemerintah menolak untuk membatalkan remisi. Menkumham Jasona Laoly menyatakan remisi tersebut tidak mungkin dibatalkan. Sebab semua sudah sesuai prosedur. Namun menjelang pelaksanaan HPN Jokowi akhirnya memutuskan remisi dibatalkan.
Diubahnya remisi ini layak dicurigai karena erat kaitannya dengan HPN. Acara itu dihelat di Surabaya kantor pusat harian Jawa Pos induk perusahaan koran Radar Bali.
Pada masa Jokowi kebebasan pers juga mengalami kemunduran. Kooptasi media, aksi black out atau yang disebut oleh wartawan senior Hanibal Wijayanta sebagai “order cabut berita” menjadi warna sehari-hari.
Kasus terakhir adalah permintaan cabut berita doa Kiai Maimoen Zubair. Satu hari setelah peristiwa yang menghebohkan itu, tak satupun media televisi yang menyiarkan beritanya. Baru selang dua kemudian ada dua stasiun televisi yakni TV One dan Trans 7 yang memberitakan. Namun setelah itu kedua stasiun televisi itu tidak lagi memberitakan.
Karena itu atas pertimbangan apapun, pemberian medali Kebebasan Pers kepada Presiden Jokowi sulit diterima oleh akal sehat. Pantas kalau sekali lagi kita mempertanyakan, sudah matikah nurani Pers Indonesia?.[***]
Djadjang Nurjaman
Pemerhati media dan ruang publik
JAKARTA – Baru saja dilamar sang kekasih Ammar Zoni, aktris cantik Irish Bella malah harus menjalani perawatan di rumah sakit sejak sepekan yang lalu.
Menurut Ammar Zoni, Bella menjalani perawatan karena diserang penyakit typus.
“Mungkin karena terlalu kelelahan. Dia memang lagi sibuk syuting sinetron Cinta Suci, saya juga ikut main di serial itu,” ujar aktor pemeran Rajo Langit dalam serial 7 Manusia Harimau New Generation ini.
Irish Bella yang juga pemain film horor ‘Kembang Kantil’ dan ‘Kuntilanak Kesurupan’ menurut Ammar adalah tipe perempuan pekerja keras. “Main serial, dia juga ngambil peran di film. Jadi hampir tiap hari syuting,” ungkap Amar.
Ammar berharap, kekasihnya cepat pulih agar bisa melakukan berbagai persiapan jelang pernikahan yang rencananya digelar April mendatang.
“Mohon doanya saja biar cepat sembuh,” harapnya.(*/Indr)
JAKARTA – Adik mendiang Julia Perez, Della Perez, terkejut karena namanya terseret kasus dugaan prostitusi online, bahkan Ia mendapat panggilan dari Polda Jawa Timur dalam kapasitas sebagai saksi.
Wanita cantik dengan nama asli Della Wulan Astreani membantah kalau dirinya terlibat dengan jaringan prostitusi online yang menjerat Vanessa Angel.
Menurut Sri Wulansih, ibu kandung Della, putrinya sempat shock setelah mendapat surat panggilan dari Polda Jawa Timur untuk diperiksa sebagai saksi.
“Della bahkan nangis semalaman…karena ini jelas membuat keluarga menjadi malu,” kata , Sri Wulansih, (4/2/2019).
Bahkan, lanjutnya, Della makin shok saat surat pemanggilan polisi untuknya beredar disejumlah akun gosip. Menurut Sri Wulansih, Della sempat berucap ingin bunuh diri karena malu.
Della sendiri memastikan bahwa dia tidak terlibat dalam kasus prostitusi online. Selain itu, ia tak pernah berhubungan dengan muncikari dalam kasus tersebut.
Seperti diketahui, bisnis prostitusi online artis mencuat saat Vanessa Angel ditangkap di Surabaya, bahkan kini sudah berstatus tersangka dan ditahan.(*/Idr)
….. MAKSUD petahana membangun kedaulatan di bidang pangan belum terealisasikan sesuai amanat UU.
Demikian pula dengan kedaulatan di bidang energi. Masih sangat jauh. Kebiasaan menggunakan target berbilangan besar dan ambang batas waktu yang spektakuler singkat untuk merealisasikan kedaulatan itu belum tercapai.
Peristiwa yang sangat mengesankan itu terjadi pada pidato peringatan kemerdekaan RI yang pertama kali ketika petahana mulai bertugas sebagai pemerintah.
Joko Widodo disaksikan jutaan rakyat Indonesia di televisi dan dihadiri banyak tamu negara-negara sahabat. Joko Widodo bermaksud mewujudkan swasembada pangan. Bukan hanya beras, melainkan jagung dan kacang kedele juga diucapkan.
Selanjutnya dalam perkembangan waktu diucapkannya rencana mencapai swasembada gula dan daging. Maksud mencapai swasembada daging sapi kemudian diralat Menteri Pertanian menjadi bermaksud merealisasikan swasembada protein.
Berswasembada mempunyai makna ekonomi politik, yang berada di bawah kata berdaulat.
Tercatat realisasi defisit neraca perdagangan migas Indonesia meningkat dari minus 6,04 miliar dolar AS tahun 2015 menjadi angka sementara sebesar minus 12,4 miliar dolar AS tahun 2018 berdasarkan data Badan Pusat Statistik.
Artinya, program energi terbarukan jauh panggang dibandingkan api. Program biosolar juga tidak tercermin pada pembesaran nilai defisit perdagangan migas.
Dalam perekonomian sistem terbuka itu suatu negara selain melakukan kegiatan ekspor, juga seharusnya pemerintah tidak menutup diri terhadap kegiatan impor.
Akan tetapi kualitas pengakuan swasembada pangan dapat ditinjau dari keberadaan impor pangan, terlebih untuk maksud mencapai kedaulatan pangan. Dalam pencatatan impor pangan pada komoditi beras, jagung, kacang kedelai, gula, dan daging sapi tidak selalu tercatat dalam nilai deskripsi kode HS untuk transaksi impor lebih dari 2 digit.
Berdasarkan kode HS 2 digit diketahui bahwa impor serealia meningkat dari 3,16 miliar dolar AS tahun 2015 menjadi 3,5 miliar dolar AS tahun 2018. Pada periodisasi yang sama, impor pakan hewan naik dari 2,7 miliar dolar AS menjadi 2,8 miliar dolar AS.
Impor gula dan kembang gula naik dari 1,49 miliar dolar AS menjadi 1,96 miliar dolar AS. Impor benih dan bibit naik dari 1,29 miliar dolar AS menjadi 1,4 miliar dolar AS. Garam, produk susu, dan binatang masih impor. Impor buah dan kacang-kacangan naik dari 0,67 miliar dolar AS menjadi 1,1 miliar dolar AS.
Singkat kata sungguh tidak mudah untuk membangun perealisasian Nawa Cita.
Swasembada dan kedaulatan adalah konsep pemberdayaan ekonomi. Sebuah aplikasi konsep yang pro-subsidi. Memerlukan pendanaan besar, menambah luas lahan panen, menaikkan volume benih, pupuk, pestisida, hormon, pengairan, petani, dan mesin. Bukanlah konsep yang dapat dibangun menggunakan sistem perekonomian pasar bebas.*****
Sugiyono Madelan
Peneliti INDEF dan Pengajar di Universitas Mercu Buana.
….. PEMICU curang, itu biasa. Di negara manapun, selalu terjadi kecurangan. Hanya saja, tingkat kecurangannya berbeda-beda. Ada yang kecil, ada yang masif.
Dari tahun ke tahun, pemilu di Indonesia juga ada kecurangan. Pileg, pilkada hingga pilpres, selalu ditemukan kecurangan. Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga yang memutuskan sengketa hasil pemilu selalu banjir laporan. Sidang sengketa pemilu sudah seperti gelombang. Makin lama, makin banyak jumlahnya.
MK pun jebol. Sejumlah hakimnya ditangkap karena terlibat kasus suap. Itulah hebatnya politik, bisa nembus dan menebar virus kemana-mana.
Bagi MK, jika kecurangannya tak signifikan, hasil akan dikukuhkan. Tak signifikan artinya, hasil kecurangan tidak mempengaruhi menang-kalahnya paslon.
Misalnya, ada 2 ribu suara yang dicurangi. Tapi, selisih suara antar paslon itu 10 ribu. Maka, pemilu tak perlu diulang, karena angka kecurangan tak signifikan. Tapi, jika suara yang dicurangi 10 ribu, sementara selisih suara antar paslon 2 ribu, maka pemilu harus diulang. Tentu hanya di daerah terjadinya kecurangan itu. Demi hemat biaya.
Biasanya, MK mengukur kecurangan dari hasil suara. Padahal, kecurangan terjadi tidak hanya di saat pengambilan dan penghitungan suara. Kecurangan bisa dilakukan pra pencoblosan dengan beragam cara. Kecurangan bisa dilakukan melalui otak-atik UU Pemilu, intervensi kebijakan KPU, main mata dengan Bawaslu, rekayasa daftar pemilih tetap (DPT), operasi aparatur negara, pressure hukum, intimidasi pemilih, pembatasan kampanye lawan, bagi-bagi sertifikat dan dana desa sebagai bahan kampanye, dan seterusnya dan seterusnya. Ini semua di luar kemampuan MK untuk menangani.
Celah untuk melakukan kecurangan sangat terbuka, terutama bagi incumben. Sebab, incumben punya akses aparatur negara, APBN dan aparat hukum.
Berbagai indikator kecurangan ini oleh pihak Prabowo-Sandi dicurigai telah dilakukan secara sistematis dan massif. Jika tidak diatasi, ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN), Jenderal (Purn) Joko Santoso, mengancam Prabowo-Sandi akan mundur. Apakah ancaman ini serius? Bergantung. Jika kecurangannya serius, ancaman Joko Santoso akan juga jadi serius.
Apakah jika Prabowo mundur, pemilu dibatalkan? Secara hukum, tidak. Pemilu akan tetap berlanjut. Jokowi-Maruf akan melawan kotak kosong. Siapa yang akan menang jika Jokowi lawan kotak kosong? Bukan disitu masalahnya. Siapapun yang menang tidak terlalu penting.
Tak penting juga soal sanksi pidana yang akan jerat Prabowo-Sandi. Mereka tentu sudah menghitung semua risikonya. Terutama risiko untuk bangsa jika harus mundur.
Yang jadi problem, dan ini sangat serius, justru adalah nasib hukum dan demokrasi di Indonesia. Rakyat akan defisit kepercayaan kepada pemerintah. Akibatnya, stabilitas sosial dan politik terancam. Jika salah penanganan, ini berpotensi jadi konflik horizontal.
Siituasi konflik, yang tentu tak kita inginkan terjadi, akan memancing dua kelompok anak bangsa berhadapan. Kedua kelompok ini punya militansi yang menghawatirkan. Jika ini terjadi, militer, terutama Angkatan Darat (AD), mau tidak mau akan pasti ikut terlibat. Karena ini menyangkut stabilitas negara. Ini wilayah dan otoritas militer. Tidak ada konflik saudara di sebuah negara yang tidak mendesak militer untuk terlibat.
Militer berpihak? Tentu. Dalam teori rekonsiliasi konflik, jika dua belah pihak tak bisa didamaikan, maka harus dimenangkan salah satunya. Lalu, kemana militer berpihak? Akan bergantung pihak mana yang paling kuat diantara dua kubu. Militer selalu ada di pihak mayoritas. Tapi, jika militer juga pecah, ya wassalam. Ini akan jadi konflik horizontal yang berkepanjangan. Sekali lagi, jangan sampai ini terjadi. Tapi, tak ada salahnya diantisipasi. Karena, konflik sosial akibat “pemilu curang” telah memporak-porandakan banyak negara.
Itu gara-gara Islam garis keras! Islam garis keras gundulmu! Bukannya berupaya untuk menemukan akar masalah dan cari solusinya, malah alihkan masalah. Yang pasti, salah satu penyebab utamanya karena KPU dan Bawaslu tidak mampu meyakinkan paslon dan rakyat Indonesia bahwa mereka netral.
Ancaman ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi wajar dan bisa dipahami. Untuk apa pemilu kalau direkayasa secara curang dan culas untuk memenangkan paslon tertentu.
Hanya saja, tim BPN Prabowo-Sandi harus betul-betul bisa membuktikan indikator-indikator kecurangan itu. Dan juga memastikan bahwa ikhtiar pencegahan dan protes BPN sudah dilakukan secara maksimal, tapi tidak direspon.
KPU dan Bawaslu akan dianggap paling bertanggung jawab jika Prabowo-Sandi mundur. KPU dan Bawaslu juga akan jadi sasaran kemarahan nasional jika terjadi kegaduhan dan konflik sosial. Karena itu, tak ada cara untuk menjaga hukum dan demokrasi kita selain KPU dan Bawaslu netral. Hanya itu. Tak ada yang lain. Yakinkan kepada rakyat, yakinkan kepada masing-masing Paslon bahwa KPU dan Bawaslu netral. Jangan sampai rakyat kecewa dan akhirnya jadi pemicu konflik sosial. Jika ini terjadi, bukan hanya KPU dan Bawaslu yang akan jadi sasaran amuk massa, tapi rakyat, bangsa dan negara ini akan dipertaruhkan. *****
Tony Rosyid
Pengamat politik dan pemerhati bangsa.
BOGOR – Nina Kozok memilih main untuk film ‘Elang’ bersama Rizal Manthovani dan menolak tawaran film lain pada waktu yang sama, karena tema dan peran yang ditawarkan berbeda dengan film film yang dimainkan olehnya sebelumnya.
“Saya memilih peran menjadi jurnalis di sini, dan film ini ada tema patroitnya, “ kata artis blasteran Jerman Indonesia ini dalam obrolan dengan wartawan di Stadion Pakansari – Cibinong, Bogor, Minggu (20/1/2019). Ini duet ke dua dengan Rizal, sebelumnya dia main untuk horor ‘Tusuk Jailangkung’.
“Saya tidak suka film horor. Saya tidak pernah menonton film horor, tapi saya ambil peran itu, karena menantang. Karena saya ingin tahu bagaimana proses pembuatannya, “ kata artis 28 tahun ini, dengan senyum. “Ternyata sama menakutkannya, “ celotehnya dengan tawa.
Mengambil lokasi di Bali, lokasi suting di goa yang tidak pernah dikunjungi orang beberapa tahun. Tapi dia tidak menyesal.
Nina Kozok lahir di kota Medan, Sumatera Utara 27 Juli 1991, dibesarkan di New Zealand, dan kini bolak balik Jakarta – Hawaii. Nina menyelesaikan kuliah di bidang hukum kriminal (criminal law) di New Zaeland, tapi kemudian terjun ke dunia hiburan . Gadis sexy ini memulai karier di Hawaii, Amerika Serikat sebagai model. Lalu hijrah ke Indonesia, negeri leluhurnya
Bintang iklan laris untuk produk produk papan atas ini, mengaku ingin total terjun di film. Setelah main beberapa judul selama empat tahun terakhir, terpikir oleh gadis dengan tinggi 170 Cm dan 48 Kg ini untuk ikut klas akting di Amerika.
Sebagai model, Nina Kozok sempat bergabung dengan Red Eleven Model and Talent Management Selandia Baru, Kathy Muller Talent and Modeling Agency Hawaii, Area Management Thailand, dan Mannequin Singapura. Dia pernah menjadi bintang iklan ‘Sunsilk’ , ‘Adidas’ dan Pond’s. Terakhir ini bareng Nadya Hutagalung.(*/Ind)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro