JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan lima dampak usai diberlakukannya Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru yakni Nomor 19 tahun 2019. Salah satunya dengan diberlakukannya UU KPK yang baru, lembaga antirasuah tunduk sepenuhnya kepada Presiden.
Menurut ICW, hal tersebut dapat dilihat dalam draft Peraturan Presiden yang mengatur tentang Organisasi dan Tata Kerja (OTK) Pimpinan dan Organ Pelaksana KPK yang sempat beredar beberapa waktu lalu.
“Hal krusial dalam draft PerPres itu terdapat pada Pasal 1 yang menuliskan bahwa Pimpinan KPK merupakan pejabat negara setingkat Menteri yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden sebagai kepala negara. Kesesatan berpikir ini merupakan dampak dari pengesahan revisi UU KPK yang menempatkan lembaga anti rasuah itu menjadi bagian dari pemerintah dan tidak lagi independen,” ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (14/3/2020).
Dampak yang kedua, kata Kurnia, KPK menjadi lambat dalam membongkar skandal korupsi besar. Padahal, pada awal Januari lalu KPK telah melakukan tangkap tangan yang melibatkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan calon anggota legislatif PDIP Harun Masiku.
“Efek dari UU KPK baru yang mengharuskan lembaga anti rasuah itu meminta izin Dewan Pengawas agar bisa melakukan tindakan penggeledahan merupakan hambatan utama. Sampai saat ini kantor DPP PDIP tak kunjung digeledah oleh KPK, padahal pada tingkat penyelidikan upaya untuk menyegel telah dilakukan oleh KPK,” katanya.
Lalu, dampak yang ketiga terkait pelantikan Nurul Ghufron sebagai Pimpinan KPK yang tidak sah. Sebab, UU KPK baru mengatur bahwa setiap orang yang akan dilantik menjadi Pimpinan KPK harus berusia minimal 50 tahun.
“Sedangkan calon Pimpinan KPK terpilih saat itu, Nurul Ghufron, masih berusia 45 tahun. Tentu, tindakan Presiden Joko Widodo yang tetap memaksakan pelantikan tersebut berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan,” ungkapnya.
Dampak yang keempat, lanjut Kurnia, hasil sadapan KPK dimusnahkan dalam 36 Perkara yang dihentikan. Diketahui, pada akhir Februari lalu KPK resmi menghentikan 36 perkara di tingkat penyelidikan.
“Dengan berlakunya UU KPK baru maka jika diantara perkara-perkara tersebut dilakukan proses penyadapan maka hasil sadapan itu harus dimusnahkan seketika. Padahal tidak menutup kemungkinan jika dikemudian hari ditemukan bukti baru kasus-kasus tersebut dapat dibuka kembali,” jelasnya.
Dampak yang terakhir yakni tingkat kepercayaan publik kepada KPK yang menurun. Diketahui beberapa waktu lalu, Indobarometer baru saja merilis survei tingkat kepercayaan publik kepada lembaga negara. KPK yang sebelumnya selalu menempati peringkat tiga besar kali ini turun menjadi peringkat empat.
“Tentu hasil ini tidak bisa dilepaskan dari potret buruk legislasi DPR dan Presiden yang memaksakan pengesahan revisi UU KPK. Problematika penindakan KPK berimbas pada kepercayaan publik yang kian menurun pada lembaga anti rasuah ini,” tandasnya.(*/Ad)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Mojokerto Zainal Abidin, tersangka kasus dugaan korupsi penerimaan gratifikasi bersama dengan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa periode tahun 2010-2015 dan tahun 2016-2021.
“Penyidik memperpanjang masa penahanan ZAB (Zainal Abidin) selama 30 hari terhitung mulai tanggal 15 Maret 2020 sampai 13 April 2020 di Rutan KPK Kav 4 Jakarta,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam pesan singkatnya, Jumat (13/3/2020).
KPK menetapkan Zainal menjadi tersangka bersama dengan Bupati Mojokerto periode tahun 2010-2015 dan tahun 2016-2021 Mustofa Kamal Pasa.
Keduanya diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Diduga, Zainal berperan mengatur pemenangan rekanan yang ditunjuk oleh Mustofa Kamal Pasa untuk mengerjakan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Mojokerto.
Dia meminta kepada rekanan atas fee yang diminta Mustofa Kamal Pasa untuk dipenuhi rekanan, dan juga menerima fee proyek dari rekanan yang mengerjakan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Mojokerto tersebut.Dalam rentang 2010 sampai dengan 2018, Mustofa Kamal Pasa ditaksir menerima uang gratifikasi sekira Rp 82.355.853.159.(*/Ag)
MOJOKERTO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusik aset milik mantan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP). Dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), penyidik KPK terus memburu aset milik MKP yang diduga didapat dari hasil korupsi. Aset tersamar pun berhasil disita.
Sehari pascapemeriksaan terhadap Ikhfina Fahmawati, istri MKP, penyidik KPK kembali melakukan penyitaan terhadap aset-aset milik bupati dua periode yang kini meringkuk di Lapas Porong, Sidoarjo dalam kasus suap izin pendirian tower seluler itu.
Kabarnya, ada banyak aset milik MKP yang disamarkan kepemilikannya atas nama orang dekatnya. Penyitaan aset kembali dilakukan penyidik KPK yang sejak beberapa hari ini melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat Pemkab Mojokerto dan keluarga MKP.
Penyidik KPK melakukan penyitaan aset di beberapa tempat. Sayangnya, tak diketahui pasti aset yang disita penyidik komisi antirasuah itu.
Kabar adanya penyitaan sejumlah aset dalam kasus TPPU dengan tersangka MKP ini juga dibenarkan Kasubsi Administrasi dan Pengelolaan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan (Rupbasan) Kelas II Mojokerto, Budi Haryono. Budi mengatakan, pihaknya memang sudah menerima adanya kabar penyitaan aset baru dari Tim KPK.
“Betul, informasi sudah masuk. Tadi pagi, Tim KPK datang ke Rupbasan dan meminta agar kami menyediakan satu orang pegawai untuk diajak melakukan penyitaan. Agar nantinya setelah dititipkan ke Rupbasan, kami tahu. Karena perawatan dan pengawasan biasanya diserahkan kepada Rupbasan,” kata Budi, Kamis (12/03/2020)
Hanya saja, Budi mengaku belum bisa menjelaskan secara detail bentuk aset baru yang disita KPK dalam kasus ini. Termasuk satu persatu lokasi aset baru milik MKP yang ditemukan penyidik KPK kali ini. Sebab hingga saat ini belum ada laporan resmi dari Tim KPK terkait dengan penitipan barang bukti baru.
“Penyerahan secara resmi belum. Hanya saja, informasi yang saya terima tadi, ada sembilan aset tanah. Tapi dimana tempatnya saya tidak tahu. Yang mengetahui hanya penyidik. Pegawai kami yang ikut tim KPK juga masih berada di lapangan,” terangnya.
Sejauh ini, kata Budi, ada sebanyak 44 aset berupa tanah dan bangunan yang sudah dititipkan penyidik KPK ke Rupbasan Klas II Mojokerto. Dimana dari jumlah itu, empat diantaranya berupa lahan pertanian di Dusun Kemantren Wetan, Desa Terusan, Kecamatan Gedek, baru dititipkan penyidik KPK pada awal Maret 2020 lalu.
“Yang di Kemantren itu sudah dititipkan ke sini, suratnya tertanggal 2 Maret 2020 lalu. Untuk yang tambahan lainnya belum ada sampai saat ini. Jadi yang sembilan tadi belum masuk suratnya, sehingga kami belum bisa memastikan,” tanda Budi.
Untuk diketahui, KPK menetapkan mantan Bupati Mojokerto MKP sebagai tersangka TPPU. Bupati Mojokerto periode 2010-2018 itu disangkakan melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Modus operandi yang digunakan suami Ikfina Fahmawati yakni ini dengan menyamarkan hasil korupsi selama 7 tahun menjabat Bupati Mojokerto ke beberapa perusahaan keluarganya, yakni Musika Group. Dimana di dalamnya terdapat CV Musika, PT Sirkah Purbantara dan PT Jisoelman Putra Bangsa.
Tak hanya itu, mantan orang nomor satu di Pemkab Mojokerto ini juga menyamarkan aset-aset miliknya ke sejumlah pihak yang merupakan orang dekatnya. MKP juga diketahui memberikan hadiah mobil ke sejumlah pejabat dan pihak swasta yang menjadi kaki tangannya dalam melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam kasus ini, sejumlah kerabat hingga keluarga besar MKP sudah diperiksa penyidik KPK. Diantaranya Wali Kota Mojokerto, Ika Puspitasari yang tak lain merupakan adik kandung MKP. Kemudian Hj Fatimah, yang notabene ibu kandung MKP. Keduanya merupakan pejabat penting di Musika Group, perusahaan keluarga MKP.
Tak hanya itu, Bupati Mojokerto Pungkasiadi yang sebelumnya merupakan wakil MKP dan sederet sederet pejabat Pemkab Mojokerto juga tak luput dari pemeriksaan KPK. Termasuk sejumlah orang dekat yang diduga menjadi “mesin cuci” serta yang diduga menerima aliran uang hasil korupsi MKP, juga dikorek keterangannya.(*/Gio)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan menindaklanjuti setiap fakta yang terungkap dalam persidangan perkara suap terkait pengesahan dana alokasi khusus (DAK) perubahan 2017 untuk Kabupaten Lampung Tengah (Lamteng) yang menyeret mantan Bupati Lampung Tengah, Mustafa jadi pesakitan.
Tidak terkecuali dugaan keterlibatan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Sebab, saat pengesahan dana alokasi khusus (DAK) perubahan 2017, Azis yang merupakan Politikus Golkar menjabat sebagai Ketua Banggar DPR RI.
“Saat ini penyidikan perkara atas nama tersangka MUS (Mustafa) masih berjalan. Namun setiap fakta sidang yang sebelumnya terungkap dalam persidangan MUS dalam perkara sebelumnya akan dicermati dan dipelajari oleh tim,” ujar Plt Jubir KPK, Ali Fikri Fikri kepada wartawan, Rabu (11/3/2020).
Hal tersebut juga didukung oleh laporan Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) yang melapor kepada KPK terkait keterlibatan Azis Syamsuddin dalam kasus dugaan suap DAK Lampung Tengah. Laporan itu menurut KAKI, berangkat atas pengakuan Mustafa yang sebelumnya mengaku adanya permintaan fee DAK sebesar 8% dari Azis.
Dikatakan Ali, setiap laporan dari masyarakat diterima oleh Direktorat Pengaduan Masyarakat KPK. Laporan itu ditelaah lebih jauh oleh tim.
“Mengenai perkembangan setiap pengaduan masyarakat, KPK mempersilakan pelapor untuk dapat menanyakan langsung ke bagian verifikasi pengaduan masyarakat atau call center 198,” jelas Ali.
Sebelumnya, Azis Syamsuddin telah membantah menerima fee dari Mustafa. Azis menyebut tudingan dirinya meminta fee dalam pengesahan DAK 2017 adalah tidak benar.
Dalam perkara suap terkait pengesahan dana alokasi khusus (DAK) perubahan 2017 untuk Kabupaten Lampung Tengah, Mustafa telah divonis hukuman tiga tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Sekitar Januari 2019, Mustafa kembali ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka. Kali ini dia dijerat sebagai tersangka atas dugaan penerimaan hadiah atau janji di lingkungan Pemkab Lampung Tengah Tahun Anggaran 2018.(*/Ag)
TANGSEL – Kepolisian Resort (Polres) Tangerang Selatan (Tangsel) berhasil mengamankan dua pelaku pemalsuan mata uang. Dari tersangka ditemukan barang bukti berupa uang pecahan seratus ribu yang belum dipotong atau setengah jadi dan alat pencetak uang palsu.
“Kita telah mengamankan dua orang pelaku tindak pemalsuan mata uang di sebuah apartement Altiz Pondok Aren, Tangsel,” kata Wakapolres Tangsel, Kompol Didik Putra Kuncoro di Polres Tangsel, Serpong, Rabu (11/3/2020).
Para pelaku yang diamankan polisi berinisial AM (61 tahun) dan R (24). Kata Didik, untuk keseluruhan pelaku tindak pemalsuan uang jumlahnya ada tiga orang tersangka.
“Untuk satu tersangka lainnya berinisial M berumur 45 tahun, orang itu masih kita lakukan pencarian dan penyelidikan lebih lanjut,” ujarnya.
Dari kedua tersangka yang sudah diamankan, polisi berhasil menemukan barang bukti berupa uang pecahan Rp. 100 ribu palsu sebanyak 400 lembar dan 500 lembar uang palsu yang belum di potong. Polisi juga berhasil amankan sejumlah alat pencetak uang palsu.
Diperoleh informasi, kasus tersebut bermula penyerahan dari Polsek Pada larang, Polres Cimahi. Kedua tersangka diketahui telah melakukan tindak pidana penyebaran uang palsu di wilayah hukum Tangsel.
“Kedua tersangka ini kita dapati sedang melakukan transaksi di sebuah apartment di Pondok Karya, Bintaro, pada Kamis 30 Januari 2020,” ujar Didik
Selanjutnya, pihak kepolisian membawa kedua pelaku dan diminta menuju ke lokasi pembuatan uang palsu yang beralamat di Ciseeng, Bogor. Kemudian polisi lakukan penyitaan barang bukti dan dibawa menuju Polres Tangerang Selatan.
“Kita dapati sejumlah barang bukti di tempat tersebut, karena kedua tersangka membuat uang palsu di Bogor dan diedarkan di Tangsel,” ungkapnya.
Atas perbuatannya, para pelaku harus bertanggung jawab dengan dikenakan Pasal 36 ayat 2 dan atau ayat 3 Undang-undang RI No.7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang (Uang Palsu). “Untuk ancaman hukuman 15 tahun penjara,” ucap Didik.
Kasatreksrim Polres Tangsel, AKP Muharram Wibisono mengatakan, pihaknya telah lakukan penggalian terhadap tersangka. Dari pengakuan, tersangka kurang lebih dua tahun lakukan tindak pemalsuan uang.
“Untuk penjualan, mereka telah menjual 300 juta rupiah uang palsu di wilayah Tangsel,” kata Wibi di Mapolres Tangsel, Serpong.
Kata dia, para tersangka tidak menggunakan uang tersebut, namun hanya mentransaksikan. “Untuk besarannya, uang palsu sebanyak 10 juta dijual dengan harga satu juta rupiah,” paparnya.(*/Fir)
JAKARTA – Petugas Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan telepon genggam atau handphone saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di dalam sel terdakwa Imam Nahrawi.
Handphone itu ditemukan petugas KPK dalam keadaan sudah mati atau rusak.
Sidak tersebut dilakukan KPK setelah mengantongi adanya informasi unggahan status dari aplikasi Whatsapp atasnama Imam Nahrawi.
Padahal, Imm Nahrawi saat ini sedang menjalani masa penahanan sebagai terdakwa.
“Hari Jumat, petugas Rutan melakukan sidak ke dalam rutan dan kemudian saat itu memang menemukan ada alat bukti elektronik berupa handphone yang sudah mati,” kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (10/3/2020).
KPK kemudian mengonfirmasi hasil temuan itu ke Imam Nahrawi. Kepada petugas KPK, Imam Nahrawi berkelit dan menyangkal telah menggunakan handphone selama menjalani masa penahanan.
“Sampai informasi terakhir yang kami terima, tidak mengakui bahwa yang bersangkutan telah menggunakan handphone dan mengunggah status di WA-nya,” kata Ali.
Petugas Rutan, kata Ali, kemudian bekerjasama dengan tim forensik KPK untuk membuka isi handphone yang ditemuan dalam keadaan mati tersebut. Hal itu, untuk memastikan pernyataan Imam Nahrawi yang mengaklaim tidak menggunakan handphone di dalam rutan.
“Dari pihak karutan sampai saat ini masih bekerja sama dengan divisi forensik di KPK untuk melihat isi HP yang saat ditemukan sudah dalam keadaan mati dan tentu kemudian melakukan pemeriksaan juga kepada terdakwa Imam Nahrawi yang sempat sampai hari ini masih tidak mengakui bahwa yang bersangkutan yang mengupload atau yang mengunggah status dari WhatsApp tersebut,” bebernya.
Imam Nahrawi merupakan terdakwa perkara dugaan suap dan gratifikasi terkait proses percepatan penyaluran dana hibah untuk KONI. Selama menjalani proses persidangan, mantan Menpora tersebut dilakukan penahanan di Rutan Pomdam Jaya, Guntur, Jakarta.
“Perlu kami sampaikan bahwa di rutan KPK yang kemudian Imam Nahrawi ditahan ada di rutan pomdam Jaya Guntur, itu tentunya di sana apa sudah dilakukan pemeriksaan pemeriksaan sesungguhnya, ada SOP, kemudian juga ada berlapis-lapis tempat, baik itu pengunjung maupun terdakwa yang keluar masuk karena berobat dan persidangan,” ucap Ali.
“Oleh karena itu, sampai hari ini masih dilakukan pendalaman dari pihak Karutan untuk melakukan pemeriksaan terkait dengan informasi yang kami terima terkait dengan unggahan status WhatsApp dari terdakwa imam nahrawi,”tutupnya.(*Ad)
JAKARTA – Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri mengancam akan memenjarakan Pengusaha yang masih ‘nakal’ menggunakan, atau menyediakan spesifikasi kendaraan overdimension overload atau ODOL dalam melakukan pengiriman barang melalui jalur darat.
Kakorlantas Polri Irjen Istiono mengungkapkan, selain mengarah ke pihak pengusaha, polisi bersabuk putih juga akan melakukan penilangan kepada supir yang kedapatan membawa kendaraan bermuatan lebih atas pandangan lalu lintas.
“Yang ditindak Pengusahannya. Kemudian industri saya berharap tidak juga menambah over dimensi juga tidak menambah ketinggian muat akhirnya tidak terjadi keseimbangan,” kata Istiono dalam acara pengawasan dan penindakan hukum pelanggaran over dimension overload angkutan barang menuju zero ODOL di Gerbang Tol Tanjung Priok I, Jakarta Utara, Senin (9/3/2020).
Istiono menjelaskan, ancaman pidana tersebut mengacu pada Pasal 277 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Adapun Pasal 277 itu berbunyi, ‘Setiap orang yang memasukkan Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)’.
“Tindakan sanksinya untuk over dimensi melanggar aturan pidana pasal 277 hukuman pidana 1 tahun penjara, denda Rp24 juta. Oleh karena itu, saya berharap pengusaha untuk ukuran dimensi diperhatikan,” ucap Istiono.
Menurut Istiono, penindakan tegas terhadap kendaraan ODOL tidak pernah pandang bulu atau main-main dalam proses implementasinya. Pasalnya, di Jawa Tengah sudah terdapat dua kasus yang dinyatakan P21 atau lengkap.
“Ini bukan kaleng-kaleng dalam penindakan kendaraan ODOL, karena sudah ada kasus yang dinyatakan P21,” ujar Jenderal bintang dua itu.
Sebab itu, Korlantas Polri menindak tegas kendaraan berat atau ODOL mulai hari ini. Salah satunya adalah melakukan pelarangan kendaraan itu melintas di sepanjang jalur Tol Tanjung Priok, Jakarta dan Bandung, Jawa Barat.
Tak hanya itu, dari kacamata lalu lintas, kendaraan ODOL juga menjadi salah satu pemicu kecelakaan lalu lintas.(*/Ag)
JAKARTA – Nama artis cantik Pevita Cleo Eileen Pearce disebut dalam sidang perkara dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes), rumah sakit rujukan Provinsi Banten pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten APBD tahun anggaran 2012 dan APBD-P TA 2012. Nama Pevita Pearce disebut dekat dengan saksi yang dihadirkan hari ini, Ama Liko Nicolaus.
Awalnya, Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Roy Riadi mengonfirmasi saksi Ama Liko yang disebut-sebut sebagai agen Pevita Pearce. Jaksa mengonfirmasi terkait Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Sekretaris PT Balipasific Pragama (PT BPP), Laura Indriani Stephanie yang menyebut Ama Liko merupakan agen Pevita Pearce.
“Saudara saksi, kan penyerahannya (mobil) lewat saudara Laura. Kalau dari keterangan Saudara Laura di BAP-nya. Saudara sebagai agen Pevita Pearce? Maksudnya apa?, tanya Jaksa Roy kepada Ama Liko di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (9/3/2020).
Mendengar pertanyaan Jaksa, Ama Liko tidak menjawab dengan terang apa yang dimaksud sebagai agen Pevita Pearce. Ia justru balik bertanya ke Jaksa apa yang dimaksud agen Pevita Pearce.
“Maksudnya apa tuh pak?,” jawab Ama Liko saat bersaksi untuk terdakwa Tubagus Chaeri Wardana (Wawan).
Jaksa Roy kemudian mengonfirmasi Laura Indriani terkait BAP-nya yang menyebut Ama Liko sebagai Agen Pevita Pearce. Kata Laura yang juga bersaksi untuk Wawan, ia mengetahui Ama Liko sebagai agen Pevita Pearce dari Anton Chendra Gunawan.
“Waktu itu saya tahunya dari Pak Anton. Saya tanya Ama Liko ini siapa ke Pak Anton. Pak Anton bilang dia temannya Pevita Pierce,” ujar Laura kepada Jaksa.
Ama Liko merupakan salah satu pihak yang disebut-sebut turut menerima hadiah berupa mobil dari Wawan. Ama Liko disebut menerima mobil jenis Fortuner. Ama Liko mengaku Wawan hanya menambahkan dirinya untuk membeli mobil Fortuner.
Wawan sendiri didakwa oleh Jaksa KPK melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara hingga Rp94,3 miliar. Ia didakwa melakukan korupsi bersama-sama dengan kakaknya, Ratu Atut Chosiyah.
Selain itu, Wawan juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ia mencuci uang yang diduga hasil korupsinya senilai lebih dari Rp500 miliar. Uang Wawan tersebut disinyalir mengalir ke sejumlah pihak.(*/Tub)
BOGOR – Polres Bogor mengungkap sindikat penimbun masker kesehatan yang beroperasi di wilayah Kabupaten Bogor. Dengan modal Rp20 juta, mereka ditaksir mampu meraup omset hingga Rp160 juta.
Dari tangan empat tersangka, MA, MF, DW dan AW yang diciduk di rumahnya di kawasan Stadion Pakansari, polisi mengamankan 232 botol pembersih tangan (hand sanitizer) serta 336 boks masker kesehatan.
Kapolres Bogor, AKBP Roland Ronaldy menjelaskan, para pelaku menjual hand sanitizer seharga Rp120 ribu per botol dari harga awal Rp20 ribu per botol. Sementara untuk satu boks masker berisi 50 pcs dijual Rp345 ribu per boks dari harga awal Rp20 ribu per boks.
“Mereka menjualnya di sekitar Bogor, dengan memperoleh barangnya membeli di apotek lalu disimpan dan dijual dengan harga tidak wajar. Saat ini ketahui mereka sedang menjual di Pakansari,” ungkapnya.(*/Ad)
JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) kecewa dengan keputusan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) yang telah menghapuskan nilai religiusitas dalam kode etik pimpinan KPK. Seharusnya nilai religiusitas diperkuat bukan malah dihapuskan.
“Iya kita kecewa dan benar-benar terkejut dan tidak mengerti mengapa Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyusun kode etik bagi pimpinan KPK baru telah membuang nilai dasar religiusitas,” kata Sekretaris Jenderal MUI KH Anwar Abbas dikutif dari Republika, Ahad (8/3/2020).
KH Anwar mengatakan, religiusitas sudah ada pada pimpinan KPK sebelumnya dan menjadikannya sebagai nilai dasar bersamaan dengan integritas, keadilan, profesionalisme dan kepemimpinan. Kini justru diganti dengan nilai dasar sinergi.
“Kita tentu saja sangat-sangat menyesalkan adanya penghapusan terhadap nilai dasar tersebut,” katanya.
Menurut KH Anwar pengahapus nilai dasar itu jelas terlihat Dewan Pengawas telah mengabaikan Pancasila dan Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ini artinya para pihak yang ada di KPK dalam pola pikir dan pola tindaknya tidak boleh mengabaikan ajaran dari agama yang diakui oleh negara. “Akan tetapi mereka harus mengacu kepada nilai-nilai yang ada dalam ajaran agama-agama tersebut,” katanya.
Menurut KH Anwar, MUI pentin untuk menyampaikan pesan ini karena semua unsur bangsa sudah sepakat untuk menjadikan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dan hukum dasar negara. Keduanya harus difungsikan sebagai kaidah penuntun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Oleh karena itu yang menjadi pertanyaan bagi kita disini Dewan Pengawas KPK menghapus kata tersebut katanya setelah berdiskusi dengan para ahli,” katanya.
KH mengaku mempertanyakan, mengapa ada di negeri ini orang yang dianggap ahli dalam masalah kenegaraan tapi malah mengabaikan sila pertama dari Pancasila dan amanat yang ada dalam konstitusi. Menurutnya, kenapa Dewan Pengawas KPK tidak berdiskusi dengan para ahli yang lain yang punya pandangan berbeda.(*/Ag)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro