JAKARTA – Keterlibatan tersangka Jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam skandal terpidana Djoko Sugiarto Tjandra, diyakini tak tunggal. Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Kejaksaan Agung (Kejakgung) membongkar habis keterlibatan oknum Kejakgung lainnya yang diduga ikut berperan dalam sepak terjang Pinangki.
Kordinator MAKI Boyamin Saiman pun mengingatkan tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), tak ragu menyeret para oknum di Korps Adhyaksa ke penuntutan pidana. “Jangan sampai kasus ini, panas awal-awal, tetapi melempem, kemudian seakan-akan dilupakan saja,” kata Boyamin, Rabu (12/8/2020).
Boyamin salah satu pegiat sipil yang melaporkan Pinangki ke Jampidsus, pun Komisi Kejaksaan (Komjak) terkait dugaan keterlibatan oknum jaksa tersebut, dalam skandal Djoko Tjandra. Dalam pelaporan dan penyampaian alat bukti yang pernah dia serahkan ke Jampidsus, MAKI mencatat adanya dua kali aktivitas Pinangki bertemu dengan Djoko Tjandra di Malaysia.
Pertama, kata dia, pada 12 November 2019 saat Pinangki ke Malaysia menemui Djoko Tjandra bersama seorang pengusaha laki-laki yang diketahui sebagai Rahmad. Pertemuan kedua juga terjadi di Kuala Lumpur, pada 25 November 2019, ketika Pinangki bersama Anita Kolopaking, pengacara Djoko Tjandra.
Menurut Boyamin, aksi Pinangki yang terbang ke negeri jiran menemui buronan korupsi Bank Bali 1999 itu, sebagai perbuatan aktif dalam dugaan tindak pidana korupsi.
Selain itu, Boyamin juga mengungkapkan, adanya dugaan pemberian janji dari Djoko Tjandra kepada Pinangki. Yaitu, berupa imbalan berjumlah besar agar Pinangki membantu proses hukum Djoko Tjandra di Kejakgung, pun juga di Mahkamah Agung (MA).
Sebagai terpidana yang sudah divonis MA 2009 dan buron, Djoko Tjandra membutuhkan fatwa MA tentang status hukumnya yang pernah dilepas dari pemidanaan di tingkat peradilan pertama (PN). Pinangki, pun diduga berperan dalam mencari cara agar fatwa MA tersebut, dapat keluar dengan dorongan fatwa dari Kejakgung.
“Imbalan untuk itu, dugaannya nantinya diberikan dengan cara pembelian perusahaan energi yang nilainya sekitar 10-an juta dolar AS. Tetapi kan sudah gagal,” kata Boyamin. Terkait adanya keterlibatan selain Pinangki di Kejakgung, MAKI, kata Boyamin, juga mendapat bukti adanya pembicaraan via telefon antara pejabat tinggi di Korps Adhyaksa, dengan Djoko Tjandra pada 29 Juni 2020.
Kata Boyamin, pembicaraan telepon tersebut, menguatkan dugaan skandal pengaturan di Kejakgung, dalam usaha melindungi Djoko Tjandra untuk bebas masuk ke wilayah hukum Indonesia, meskipun dalam status buronan Kejakgung sendiri.
“Dugaan ini sudah saya laporkan untuk ditelusuri juga. Apa sebenarnya isi pembicaraan antara pejabat tinggi di kejaksaan itu, dengan Djoko Tjandra yang saat itu masih buronan, telepon dari Jakarta ke Kuala Lumpur,” terang Boyamin.
Direktur Penyidikan Jampidsus Febrie Adriansyah menerangkan, tersangka Pinangki sementara ini dijerat dengan Pasal 5 ayat (2), juncto Pasal 5 huruf b, dan Pasal 11 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) 20/2001. Febrie menerangkan, pasal-pasal tersebut terkait dengan penerimaan, dan pemberian uang, serta janji terhadap penyelenggara negara.
Febrie menerangkan, Pinangki merupakan penyelenggara negara di kejaksaan yang menerima imbalan, dan janji terkait dengan perannya sebagai pegawai di Kejakgung.
“Perannya yang jelas, dia (Pinangki) ini (terkait) pengurusan fatwa Kejaksaan Agung,” kata Febrie saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Jakarta, Rabu (12/8).
Namun Febrie, belum mau membeberkan fatwa yang ia maksudkan itu. “Itu nanti dulu lah kita ungkap. Karena itu proses penyidikannya. Yang pasti, itu bukan terkait PK (Peninjauan Kembali),” kata dia.
Febrie menambahkan, penyidik sementara ini, pun meyakini adanya uang senilai 500 ribu dolar AS atau setara Rp 7 miliar, yang Pinangki terima dari Djoko Tjandra sepanjang 2019. “Kalau sudah tersangka, berarti penyidik yakin penerimaan uang itu ada,” ujar Febrie.(*/Joh)
CIBINONG – Ahli waris Nur Hasan bin Asmad dan mantan Kepala Desa Cijeruk, Kabupaten Bogor, Ade Tamsuri, sudah jadi tersangka.
Ancaman hukumannya enam tahun. Kenapa tak ditahan?
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor Munaji kepada wartawan, Rabu, (12/8/2020), membenarkan keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka. Hanya saja, berkas perkaranya belum P21.
Pria asli Kota Tegal, Jawa Tengah ini menambahkan jika berkas kedua orang tersangka sudah lengkap dan kesehatannya dinyatakan baik maka jajarannya akan melakukan penahanan.
“Jika mereka sehat, kami akan tahan. Kalau mereka terpapar wabah virus corona (Covid 19). baru kami tidak lakukan penahanan. Rencananya mereka akan disidang di Pengadilan Negeri (PN) Kelas I A Cibinong,” tambahnya.
Yayan dan Ade Tamsuri dilaporkan kuasa hukum PDAM Tirta Kahuripan karena diduga memalsukan surat warkah atau fatwa tanah warisan yang diterbitkan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bogor dan terbitnya surat keterangan tidak sengketa di lahan 1.850 meter di Kampung Geger Bitung RT 03 RW 04, Desa dan Kecamatan Cijeruk.
“Kami mewakili klien yaitu PDAM Tirta Kahuripan dan berdasarkan bukti persidangan bahwa proses atas terbitnya SHM dilahan 1.850 meter nomor 589 ada pemalsuan surat yaitu fatwa tanah warisan dan tidak dalam sengketa, maka Yayab dan Ade Tamsuri dijadikan terlapor atas dugaan pasal 263 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 6 tahun,” kata kuasa hukum PDAM Tirta Kahuripan Rosadi.
Alumni Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Kota Bogor ini melanjutkan nomor register perkara fatwa warkah tanah warisan bukan sebenarnya tetapi menggunakan nomor perkara isbat nikah pamannya yang bernama Eman
“Perihal dugaan surat palsu fatwah warkah tanah waris ini karena selama 10 tahun beracara tidak ada surat salinan yang dicap basah Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bogor dan setelah dicek nomor perkaranya itu ternyata nomor perkara isbat nikah Eman dengan istrinya yang sengaja diajukan lalu dicabut,” ungkapnya. (*/T Abd)
CIBINONG – Ketua Umum LBH Kujang Pajajaran Siliwangi Rusli Efendi menjelaskan, bahwa kejadian pelecehan seksual terhadap satu santri di Pamijahan sudah berlangsung sejak bulan Februari.Namun, pihak keluarga baru melaporkan pada bulan Juli.
Karena, korban sempat disuruh bungkam oleh pelaku. Saat ini korban mengalami trauma akibat dampak dari pencabulan tersebut.
“Yang jelas kami ingin segera kasus ini bisa diselidiki dengan cepat, karena sampai sekarang korban masih merasakan sakit pada bagian duburnya,” tegasnya kepada wartawan.
Lebih lanjut ia mengaku, menurut pengakuan korban sudah lebih dari sekali dicabuli oleh pelaku.“Visum sudah di RSUD Ciawi, kemudian kita akan bawa korban dan konsul psikolog, karena korban sangat trauma,” cetusnya.
Lebih lanjut ia menegaskan, bahwa pelaku sudah melakukan aksi bejatnya sebanyak 15 kali dengan lokasi yang berbeda. Semua yang dilakukan terhadap korban dengan pemaksaan dan ancaman.
“Terakhir pelaku melakukan pada tanggal 15 Juli 2020 pada hari Rabu malam di kobong,” tegasnya.
Seperti diketahui, kasus pencabulan kembali terjadi di wilayah Bogor Barat. Kali ini menimpa salah satu santri di Pamijahan.
Korban berinisial S berumur 13 tahun diduga telah disodomi oleh guru ngajinya berinisial AH (40) belum lama ini.Korban dipaksa oleh pelaku untuk dicabuli hingga beberapa kali yang mengakibatkan bagian sensitifnya sakit.
Korban sempat diancam akan dikeluarkan dari pesantren jika memberitahu kejadian tersebut ke orang tuanya.Tapi korban tetap melaporkan pencabulan yang menimpanya, karena setiap hari bagian sensitifnya sakit.
Orang tua korban pun langsung memeriksakan korban ke rumah sakit sekaligus divisum dan hasilnya terbukti ada luka didubur korban.
Sementara keluarga yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum Kujang Pajajaran Siliwangi melaporkan peristiwa tersebut ke unit PPA Polres Bogor pada 9 Agustus 2020.
Diketahui total sudah lebih dari 15 kali pelaku melakukan aksi bejad ke korban dengan lokasi berbeda.
Awalnya hanya memegang alat kelamin kemudian melakukan aksi lain, sampai pelaku pernah menyodomi korban di pondok pesantren ketika kondisi sedang sepi.(*/Iw)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas, barang bukti, dan tersangka mantan Kepala Lapas (Kalapas) Sukamiskin Wahid Husein dalam kasus suap pemberian fasilitas atau perizinan keluar di Lapas Klas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, ke penuntutan agar dapat segera disidangkan.
“Senin (10/8), penyidik KPK telah melaksanakan tahap II, penyerahan tersangka dan barang bukti kepada tim JPU (Jaksa Penuntut Umum) dalam perkara tersangka Wahid Husein,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (11/8/2020)
Terdakwa Wahid, kata Ali, selanjutnya dititipkan di Lapas Sukamiskin dan tidak dilakukan penahanan karena sudah berstatus warga binaan Lapas Klas I Sukamiskin Bandung atau masih menjalani pidana dalam perkara sebelumnya.
Untuk diketahui dalam perkara sebelumnya juga terkait kasus suap fasilitas di Lapas Sukamiskin, Wahid pada 8 April 2019 telah divonis 8 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 4 bulan kurungan.
“Dalam waktu 14 hari kerja, Tim JPU KPK segera menyusun surat dakwaan dan melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor. Persidangan diagendakan dilaksanakan di Pengadilan Tipikor Bandung,” ucap Ali.
Selain itu, ia mengatakan selama proses penyidikan untuk Wahid telah dilakukan pemeriksaan 28 saksi yang diantaranya adalah para Kepala Lembaga Pemasyarakatan yang pernah berinteraksi dan bekerja sama dengan terdakwa Wahid.
Sebelumnya Wahid telah ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Oktober 2019 dalam pengembangan kasus tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan hadiah atau janji terkait pemberian fasilitas atau perizinan keluar Lapas Klas I Sukamiskin, Bandung.(*/Joh)
CIBINONG – Tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI masih mengaudit Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Bogor yaitu PT Prayoga Pertambangan Energi (PPE). Untuk itu, Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor hingga kini belum mengetahui nominal dugaan kerugian negara di PT PPE tersebut.
“Tim audit PT PPE baru lagi karena yang lama sedang diperbantukan atau ditugaskan Kejaksaan Agung untuk mengaudit KONI,” kata Kasi Pidana khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor Bambang Winarno kepada wartawan, Selasa (11/8/2020).
Dia menerangkan, dikarenakan nominal dugaan kerugian ini ditunggu-tunggu masyarakat Bumi Tegar Beriman maka jajarannya akan mengajukan auduensi dengan BPK RI.
“Tim Seksi Pidsus Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor akan mengajukan audiensi untuk bisa mengetahui besaran nominal kerugian di PT PPE. Namun untuk waktu audiensi kita menunggu kesiapan mereka apalagi kami dapat kabar Kejaksaan Agung kini sedang menerapkan WFH (work from home) karena ada pegawainya yang dinyatakan reaktif Covid-19,” terangnya.
Saat disinggung apakah jajarannya tidak khawatir para terperiksa kabur ke luar daerah atau luar negeri, Bambang mengaku tidak khawatir.
“Nggak lah, nggak ada terperiksa yang kabur atau melarikan diri karena Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor juga belum menetapkan tersangkanya atas dugaan kerugian negara ini,” tutur Bambang.
Dihubungi terpisah, Ketua Jaringan Masyarakat Pendukung (Jampe) Jokowi Bogor Raya Ali Tauvan Vinaya meminta BPK RI segera mengumumkan dugaan besaran kerugian PT PPE.
“Dugaan kerugian negara di PT PPE harus diumumkan karena masyarakat menginginkan transparansi penggunaan alokasi modal yang telah diberikan Pemkab Bogor sebesar Rp188 miliar beberapa tahun lalu. Jangan sampai uang tersebut tidak jelas rimbanya karena yang kami ketahui saldo rekening PT PPE dimasa kepemimpinan direksi yang lalu nol rupiah atau bahkan minus karena banyak utang,” jelasnya.
Aktivis mahasiswa ’98 ini pun berharap PT PPE ditutup saja apabila beroperasinya perusahaan tambang ini hanya diperuntukkan demi kepentingan ‘bagi-bagi kue’ semata para oknum yang tidak bertanggung jawab. (*/T Abd)
BANDUNG – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Bandung resmi menetapkan Apollinaris Darmawan sebagai tersangka. Dia diduga melakukan penistaan agama melalui cuitannya di Twitter.
Kasat Reskrim Polrestabes Bandung AKBP Galih Indragiri menjelaskan, penangkapan Apollinaris berawal dari laporan masyarakat terkait adanya penggerudukan yang dilakukan masyarakat di kawasan Cicendo, Kota Bandung.
Kemudian, polisi bergegas mendatangi lokasi kejadian untuk mengamankan Apollinaris dari amukan massa. Diduga, kemarahan massa dipicu akibat posting-an pelaku terkait agama Islam.
“Pada tanggal 8 Agustus 2020, awalnya dari Polsek Cicendo ada laporan sekelompok masa yang mendatangi seseorang yang diduga melakukan ujaran kebencian. Kemudian dari Polsek dan piket Reskrim mengamankan yang bersangkutan, supaya tidak ada tindakan main hakim sendiri,” jelas Galih saat ditemui di Mapolrestabes Bandung, Jalan Jawa, Kota Bandung, Senin (10/8/2020).
Galih mengungkapkan, pasca kejadian barulah masyarakat membuat laporan polisi ke Satreskrim Polrestabes Bandung. Atas laporan Polisi tersebut, pelaku diperiksa secara intensif terkait posting-an ujaran kebenciannya.
“Setelah itu ada beberapa masyarakat membuat laporan polisi, kita periksa yang bersangkutan, kemudian saksi-saksi dan yang bersangkutan pada Minggu (9/8/2020) kita lakukan penahanan. Kita tetapkan sebagai tersangka,” ujar Galih.
Lebih lanjut, Galih mengungkapkan, sejumlah unggahan Apollinaris di media sosial Twitter dan video di Youtube Channel milik pelaku pun didalami polisi. Pasalnya, dalam video dan cuitan pelaku sarat akan ujaran kebencian terhadap sebuah agama tertentu.
“Ada beberapa yang kita jadikan bukti selain dari medsos ada video pendek terkait apa yang disampaikan yang bersangkutan terhadap agama Islam,” tutupnya.
Atas ulahnya, Polisi pun menjerat Apollinaris dengan Pasal 45a ayat 2 UU ITE terkait ujaran kebencian dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Untuk diketahui, Apollinaris kerap kali mem-posting cuitan atau video yang kontroversi. Terakhir, dalam cuitannya di akun Twitter @Darmawan220749 pada tanggal 8 Agustus 2020, Apollinaris menyebutkan bahwa Nabi Muhammad saw membangun agama Islam dengan jalan merampok dan membunuh. (*/Hend)
CIBINONG – Yayan ahli waris Nur Hasan bin Asmad menjadi terlapor dugaan pemalsuan surat warkah atau fatwa tanah warisan yang diterbitkan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bogor.
Selain itu, Ade Tamsuri, mantan Kades Cijeruk, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor juga, menjadi terlapor atas dugaan terbitnya surat keterangan tidak sengketa hingga keduanya dijerat Pasal 263 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan terancam hukuman penjara maksimal 6 tahun.
Keduanya dilaporkan PDAM Tirta Kahuripan, setelah Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor menerbitkan Surat Hak Milik (SHM) Nomor 589 dengan luas 1.850 meter pada 5 Februari Tahun 2019 lalu.
“Setelah kami memenangkan gugatan perdata di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Bandung, kami mewakili klien kami yaitu PDAM Tirta Kahuripan dan berdasarkan bukti persidangan bahwa proses atas terbitnya SHM Nomor 589 ada pemalsuan surat, yaitu fatwa tanah warisan dan tidak dalam sengketa, mereka dijadikan terlapor atas dugaan pasal 263 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 6 tahun,” kata kuasa hukum PDAM Tirta Kahuripan, Rosadi kepada wartawan, Senin, (10/8/2020).
Rosadi menerangkan, nomor register perkara fatwa warkah tanah warisan bukan sebenarnya tetapi menggunakan nomor perkara isbat nikah pamannya yang bernama Eman.
“Perihal dugaan surat palsu fatwah warkah tanah waris ini karena selama 10 tahun beracara tidak ada surat salinan yang dicap basah Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bogor dan setelah dicek nomor perkaranya itu ternyata nomor perkara isbat nikah Eman dengan istrinya yang sengaja diajukan lalu dicabut,” terangnya.
Rosadi menuturkan bahwa ke depan ada kemungkinan bahwa PDAM Tirta Kahuripan akan menuntut kerugian atas perihal tuntutan yang sebelumnya dinyatakan oleh Yayan maupun Yayasan Nur Hasan bin Asmad.
“Kami mewakili PDAM Tirta Kahuripan juga akan menuntut kerugian material karena selama berperkara pelayanan distribusi air ke pelanggan PDAM Tirta Kahuripan mengalami gangguan karena ditutup paksa oleh pihak yang mengaku ahli waris dan memiliki lahan seluas 1.850 di Kampung Geger Bitung, RT 03 RW 04,” tutur Rosadi.
Diwawancarai terpisah, Direktur Utama PDAM Tirta Kahuripan Hasanudin Taher menjelaskan bahwa munculnya SHM atas nama Yayasan Nur Hasan bin Asmad saat PDAM Tirta Kahuripan berperkara di lahan yang sama dengan H. Indra.
“Kami saat itu sedang berperkara atau bersengketa dengan H. Indra terkait sedikit lahan, tetapi kok tiba-tiba dalam proses sengketa di pengadilan terbit SHM Nomor 589 dan juga surat tidak sengketa, hal ini pun membuat kami curiga hingga bisa dibuktikan di PTUN Bandung,” tukasnya. (*/T Abd)
CIBINONG – Tersangka pelecahan seksual yang merupakan pimpinan sebuah pondok pesantren (ponpes) di Bojong Gede, Kabupaten Bogor, diduga dibiarkan menghirup udara bebas oleh kepolisian. Dia adalah ANM, Pimpinan Pondok Pesantren NHAB.
Berdasarkan salinan surat bernomor SP. Tap/05 /ll/RES.1.11./2020/Reskrim yang diterima media, Polres Depok menetapkan ANM sebagai tersangka pada 17 Februari 2020.
Surat ditandatangani oleh Kompol Deddy Kurniawan, yang pada masa itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Depok.
Fakta itupun mendapatkan perhatian dari korban pelecehan. NH (19) merasa ada yang tak beres dalam penanganan kasus pelecehan seksual di ponpes ini.
“Hampir 10 bulan, masih begini-gini saja. Padahal saya sangat menanti kasus ini dilimpahkan ke pengadilan,” ujar dia saat dihubungi, Sabtu yang lalu (8/8/2020).
NH juga mempertanyakannya kepada pihak kepolisian yang enggan menahan pelaku. NH mengatakan, pelaku masih belum ditangkap.
Beberapa rekan NH sempat mengabadikan aktivitas pelaku. Salah satunya pada 11 Juli 2020. Saat itu, pelaku ANM menghadiri sebuah acara di pondok pesantren yang dipimpinnya. Foto itu pun ditunjukkan kepada media dikutip dari Liputan 6.
“Itu dia waktu datang ke milad pondoknya pada bulan kemarin. Saya dapat foto itu dari teman saya,” ucap korban. Padahal, menurut NH, pelaku kurang kooperatif. Beberapa kali pimpinan ponpes itu mangkir dari panggilan kepolisian.
“Kok bisa tidak ditahan?” ucap NH.
Bukan cuma itu, NH pernah dimenemani penyidik mencari pelakunya pada 16 Juni 2020. Dia juga sempat mengabadikan momen itu. Foto itu juga ditunjukkan kepada awak media .
“Sekarang pelakunya sudah ada kenapa tidak langsung ditahan? Saya merasa ada sesuatu yang tidak beres,” ucap NH.
Kasubag Humas Polres Metro Depok AKP Elly Padiansari membantah kabar tersebut. Dia mengatakan, pelakunya telah ditangkap dan ditahan. Saat ini, proses hukumnya masih menunggu pengecekan berkas oleh Kejaksaan Negeri Kota Depok.
“Sudah ditangkap, dan sudah jadi tersangka. Kasusnya sudah diproses tinggal nunggu P21 (berkas dinyatakan lengkap),” ujar Elly di Polres Metro Depok, Kamis (6/8/2020).
Elly menolak menjelaskan lebih detail mengenai kasus dugaan pencabulan ini termasuk kronologi penangkapan pelaku.”Sudah selesai, tidak gimana-gimana kasusnya sudah diproses tinggal nunggu p21,” ujar Elly.
Sebelumnya, kekerasan seksual menimpa NH (19) saat menimba ilmu di Pondok Pesantren di Kabupaten Bogor. Selama tiga tahun, korban dilecehkan oleh pemimpin Ponpes berinisial ANM (46).
Semua berawal dari tahun 2017 saat NH duduk dibangku kelas 1 SMA. NH diberikan kepercayaan memegang keuangan penjualan dari buku-buku atau kitab di pesantren tersebut. Jabatan ini membuatnya kerap bertemu dengan ANM.
Suatu hari, NH diminta mempertanggungjawabkan laporan keuangan di hadapan ANM (46).
“Saya dipanggil sama Abi (ANM). Saya disuruh laporan keuangan kitab. Namanya santri pasti langsung gerak cepat lah dipanggil sama ustaz apalagi dia pimpinan,” ujar NH.
NH menemui ANM di kantor yayasan, lantai 2. Suasana di ruangan itu pun sepi. Saat itu hanya ada ANM seorang. Dia kemudian menjelaskan secara rinci laporan keuangan ke ANM.
Usai memaparkan NH malah disuruh masuk ke kamar, posisinya ada di pojok kantor yayasan. Di sanalah, ANM melecehkannya. “Saya masuk ternyata dia (ANM) ikuti saya dari belakang, dan langsung peluk saya dari depan kencang banget,” ucap dia.
Tak lama setelah itu, ANM membiarkan NH pergi. Tapi, beberapa lama kemudian ANM meminta NH kembali menghadapnya. Ternyata tujuan ANM menebar ancaman.
“Dia bilang peristiwa yang tadi jangan pernah diceritain ke siapapun sampai orang tua, teman, bahkan buku tak boleh nulis. Saya diusuruh tutup mulut. Di situ saya diminta turutin permintaan dia,” ucap dia.
NH mengaku sangat tertekan, trauma dan takut setelah kejadian tersebut. Dia masih tak percaya seorang yang dipandang sebagai guru tega melakukan kekerasan seksual.
“Saya cuma santri, harus gimana bingung,” ucap dia.
ANM kembali mengulangi perbuatannya. Saat itu NH selalu menolak permintaan ANM tapi tak bisa berbuat banyak karena statusnya hanyalah santri. Sedangkan orang yang menjadi lawan pimpinan pondok pesantren. Selain dilecehkan, NH juga kerap dipaksa menemani ANM menonton video porno.
“Saya menolak tapi dia terus memaksa,” ujar dia.
NH Awalnya menutup rapat-rapat insiden itu termasuk ke orangtuanya. Bukan tanpa sebab, NH mengaku masih terguncang. Apalagi takala meninggat ancaman yang dilontarkan ANM.
Setelah tak kuat memendam kisah kelam ini seorang diri, NH akhirnya memberanikan diri untuk berterus terang kepada orangtua dan kerabat.
Menurut dia, butuh perjuangan untuk meyakinkan orang-orang di sekitarnya. Sebab banyak orang yang meragukan ceritanya. Bahkan, NH malah dituduh wanita yang tak punya harga diri.
“Saya sempat depresi, banyak orang bilang tidak mungkin ANM seperti itu. Dia kan guru. Mereka pada bilang saya yang goda dia. Padahal faktanya saya korban,” ucap dia.
NH ditemani orangtua kemudian membuat laporan ke Polres Metro Depok pada November 2019 silam. NH tidak ada santri lain yang dijadikan mangsa oleh ANM.
“Korban yang baru diketahui ada dua saya dan kaka kelas angkatan. Mungkin seandainya kasus kakak kelas saya terungkap dari dahulu tidak mungkin saya menjadi korban,” ujar dia.
Laporan polisi itu ternyata membuat ANM dan keluarganya terusik. ANM kerap mengirim pesan-pesan aneh ke nomor pribadinya. Bukan cuma itu, puluhan orang simpatisan ANM pernah mengeruduk rumahnya untuk mengintervensi.
“Mereka berdatangan ke rumah saya untuk intervensi meminta saya untuk cabut laporan. Bagaimana mungkin saya cabut laporan, sedangkan hati saya dan keluarga saya benar-benar hancur,” ucap dia
ANM juga mengarang cerita seolah-olah NH lah yang bersalah. Dampaknya, NH menjadi dijauhi oleh teman-temanya sepantarannya.
“Saya difitnah, katanya saya yang telah mengoda ANM. Di situ saya dan keluarga benar-benar sakit hati banget, hati terasa di iris-iris,” ujar dia.
Yang lebih miris, ANM malah melaporkan balik dirinya ke Polres Bogor pada April 2020.”Dia laporin balik saya,”tukasnya.(*/T Abd)
JAKARTA – Jaksa Pinangki Sirna Malasari berpotensi menjadi tersangka penerima suap dan gratifikasi dari terpidana Djoko Sugiarto Tjandra.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) di Kejaksaan Agung (Kejakgung) Febrie Adriansyah mengatakan, hasil pendalaman timnya atas pemeriksaan kasus Pinagki, meyakini adanya konstruksi perbuatan pidana yang mengarah pada praktik korupsi.
“Sangkaannya ini Pasal 5 ayat (2), dan Pasal 11. Sangkaannya itu,” kata Febrie saat dijumpai di Kejakgung, Jumat (7/8) malam. Pasal-pasal tersebut, mengatur ancaman pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara, yang menerima pemberian uang atau janji dari orang lain, terkait dengan jabatannya. “Penerimaan uang semua itu,” kata Febrie.
Namun Febrie, belum mau membeberkan berapa uang yang diterima Pinangki dari Djoko Tjandra. Adanya dugaan penerimaan lebih dari lima ribu dolar, pun Febrie belum mau membeberkan.
“Itu terkait materi penyidikan yang masih kita simpanlah. Karena itu alat bukti. Nanti saat ekspose, atau setelahnya akan ketahuan,” kata Febrie. Febrie menjanjikan ekspos perkara Pinangki, akan dilakukan pada Senin (10/8), atau Selasa (11/8) mendatang.
Ekspose tersebut, kata dia, akan membeberkan tiga hal. Penyampaian alat bukti terkait konstruksi perbuatan pidana. Kedua, kata Febrie untuk melihat siapa yang bertanggung jawab atas perbuatan pidana tersebut.
Terakhir kata Febrie, untuk menentukan apakah kasus tersebut sudah layak untuk adanya penetapan tersangka. “Kalau dari ekspos tersebut alat bukti yang diajukan cukup, diusulkan juga dengan penetapan tersangka,” terang Febrie.
Kata dia, untuk sementara ini, usulan tersangka, baru berkutat pada satu nama. Yakni Pinangki. Akan tetapi, dari ekspos itu pula nantinya penyidik akan menjelaskan tentang dari mana asalnya uang, dan melibatkan siapa saja terkait pemberian, dan penerimaan tersebut.
“Kalau dari ekspos itu nantinya disetujui jaksa P ditetapkan sebagai tersangka, nah itu baru ketahuan, apa yang terjadi selanjutnya. Karena melihat pasal-pasalnya ini, tentang penerimaan uang,” kata Febrie.
Jaksa Pinangki, pekan lalu (29/7) dicopot dari jabatannya selaku Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Kejakgung. Jamwas menyatakan, Pinangki melakukan pelanggaran berat kode etik dan disiplin pejabat tinggi di kejaksaan. Pinangki, dinyatakan bersalah lantaran melakukan perjalanan dinas luar negeri tanpa izin atasan ke Malaysia, dan Singapura sebanyak sembilan kali sepanjang 2019.
Jamwas meyakini, dinas luar negeri ilegal tersebut, untuk menemui Djoko Tjandra yang saat itu masih buron. Terkait kasusnya, sampai saat ini, Sabtu (8/8) Pinangki tak pernah bisa dimintai keterangan. berkali-kali menghubunginya via sambungan seluler untuk meminta penjelasan dan klarifikasi.
Namun tak pernah ada respons. Pesan via WhatsApp, untuk meminta pernyataan tertulis, pun tak pernah ditanggapi olehnya.(*/Joh)
JAKARTA – Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menahan pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopangking. Anita ditahan setelah menjalani pemeriksaan dirinya sebagai tersangka, Jumat 7 Agustus 2020.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono mengatakan, pemeriksaan Anita Kolopaking berlangsung hingga Sabtu (8/8/2020) pukul 04.00 WIB dini hari.
Awi menjelaskan, penyidik mencecar Anita Kolopaking dengan 55 pertanyaan. Selanjutnya, Anita Kolopaking langsung ditahan selama 20 hari ke depan.
“Pemeriksaan ADK sampai pukul 04.00 WIB dini hari tadi, yang bersangkutan dicecar dengan 55 pertanyaan, pagi ini tanggal 8 Agustus 2020 sampai dengan 20 hari ke depan yang bersangkutan ditahan di Rutan Bareskrim Polri,” kata Awi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (8/8/2020).
Sebelumnya, Bareskrim Polri menetapkan Anita sebagai tersangka pada Kamis 30 Juli 2020, malam. Pengacara Djoko Tjandra yang terkait kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali itu diduga terlibat dalam pembuatan surat jalan palsu dan surat keterangan bebas virus Covid-19 untuk kliennya.
Anita dijerat Pasal 263 ayat 2 KUHP tentang Penggunaan Surat Palsu dan Pasal 223 KUHP tentang Pemberian Pertolongan terhadap Orang yang Ditahan dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.(*/Tub)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro