JAKARTA – Mabes Polri mengatakan akan bertindak secara cepat dan tegas menyikapi pengeluaran dan pembebasan narapidana (napi) dan anak dalam rangka pencegahan dan penanggulangan persebaran Covid-19. Salah satunya melakukan kerja sama dengan pihak lembaga pemasyarakatan (lapas) di wilayah masing-masing untuk pemetaan terhadap napi yang mendapatkan asimilasi atau dibebaskan.
“Kemenkumham telah membebaskan 37.563 napi dan anak sejak (2/4) melalui asimilasi dan integrasi. Kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan permasalahan baru,” kata
Kabarhakam Polri Komjen Pol Agus Andrianto sekaligus Kepala Operasi Terpusat Kontijensi Aman Nusa II Penanganan Covid-19, Senin (20/4/2020).
Persoalan baru itu, menurut Agus, mereka saat dibebaskan akan kesulitan mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di tengah wabah Covid-19.
Maka dari itu, kepolisian sudah menerbitkan TR Harkamtibnas untuk mencegah angka kejahatan. “Kami juga bekerja sama dengan pihak lapas,” ujarnya menambahkan.
Kemudian, ia melanjutkan, Surat Telegram Kapolri Nomor ST/1238/IV/OPS.2/2020 tentang harkamtibnas berisi mengarahkan kepada para kasatgaspus, kasubsatgaspus, kaopsda, kasatgasda, kaopsres, dan kasatgasres agar mengedepankan upaya preemtif dan preventif dalam rangka harkamtibmas. Hal itu penting untuk mencegah meningkatnya angka kejahatan khususnya kriminal jalanan.
Ia menambahkan, kepolisian juga melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah (pemda) sampai tingkat RT dan RW untuk pengawasan dan pembinaan terhadap napi yang mendapatkan asimilasi keluar atau dibebaskan. Selain itu, ia pun melakukan kerja sama dengan pihak pemda dan stakeholder lainnya untuk melaksanakan pembinaan kepada napi yang mendapat asimilasi keluar atau dibebaskan agar lebih produktif dan mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Caranya bisa dengan memberikan pelatihan membuat masker menggunakan sarana Balai Latihan Kerja (BLK), mengikuti program padat karya, dan proyek dana desa.
Pihaknya juga melakukan pemetaan wilayah rentan kejahatan di setiap satuan kewilayahan yang berisi data atau informasi riwayat kejahatan, waktu kejadian, dan modusnya. Tidak hanya itu, pengamanan dan penjagaan di lokasi rawan ditingkatkan untuk pelaksanaan patroli. Hal itu untuk mengantisipasi tindak pidana, khususnya tindak pidana jalanan.
Ia juga meningkatkan kegiatan operasi atau razia di semua sektor khususnya daerah rawan dengan waktu pelaksanaan yang berbeda-beda untuk mencegah terjadinya kejahatan. “Kami mengimbau masyarakat agar lebih waspada supaya tidak menjadi korban kejahatan. Apabila pulang malam maka sebaiknya jangan sendirian dan upayakan melewati rute yang aman,” ujarnya.
“Kami akan tindak tegas pelaku kejahatan jalanan yang tertangkap tangan terutama para pelaku yang membahayakan keselamatan masyarakat,” sambungnya.(*/Tub)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berupaya memaksimalkan asset recovery atau pengembalian kekayaan negara dari tindak pidana korupsi.
Upaya itu dilakukan KPK dengan membentuk satgas case building dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Saat ini kami memang sedang membentuk satgas case building dan TPPU. Itu semua agar tujuan utama penindakan korupsi dalam mengembalikan kerugian negara lebih terukur capaiannya,” kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron melalui pesan singkatnya di Jakarta, Senin (20/4/2020).
Dijelaskan Ghufron, selain memaksimalkan pemulihan kerugian keuangan negara, pembentukan Satgas dilakukan KPK agar penggunaan anggaran untuk memulihkan kerugian negara dapat lebih akuntabel.
“Dan akuntabel dalam penggunaan anggaran negara dalam capaian pengembalian kerugian negara,” katanya.
Di sisi lain, KPK juga sedang menyoroti terkait vonis rendah terhadap para koruptor. Dia menyatakan bahwa pihaknya saat ini sedang membuat pedoman penuntutan agar ada disparitas dalam menjatuhkan tuntutan.
“Kami sedang menyusun pedoman penuntutan agar tidak terjadi disparitas tuntutan kepada para terdakwa yang diajukan KPK dalam berbagai kasus korupsi. Dari awal kami memang konsen untuk membuat pedoman penuntutan tersebut,”tandasnya.(*/Ag)
JAKARTA – Kementerian Hukum dan HAM mengeluarkan kebijakan membebaskan narapidana untuk pencegahan virus Corona atau (COVID-19) di lapas yang kelebihan kapasitas. Per 20 April 2020, total sudah ada 38.822 narapidana yang dibebaskan.
“Total data asimilasi dan integrasi adalah 38.822 napi,” kata Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemenkum HAM, Rika Aprianti kepada wartawan, Senin (20/4/2020).
Jumlah napi yang bebas itu terdiri dari narapidana umum dan napi anak dari 525 UPT lapas di seluruh Indonesia. Para napi itu bebas melalui pemberian asimilasi dan hak integrasi.
Berikut rincian napi yang bebas karena Corona:
– Asimilasi sebanyak 36.641 narapidana
Narapidana umum: 35.738
Napi anak: 903
– Integrasi sebanyak 2.181 narapidana
Narapidana: 2.145
Napi anak: 36
Untuk diketahui, Kemenkum HAM mengambil langkah pencegahan virus Corona di lapas yang kelebihan kapasitas. Setidaknya ada puluhan ribu narapidana yang akan dibebaskan berdasarkan Permenkum HAM Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menkum HAM Nomor 19.PK.01.04 Tahun 2020.
Napi yang bebas berdasarkan aturan itu hanyalah narapidana umum dan napi anak. Sedangkan napi koruptor, napi narkotika dan napi terorisme tidak termasuk.(*/Ag)
JAKARTA – Paket kebijakan dan beleid yang dikeluarkan pemerintah dalam masa penanganan pandemi Covid-19 banyak menuai kontroversi di masyarakat. Ada kebijakan yang baru diumumkan lalu diralat. Ada pula aturan yang baru dikeluarkan dan belum disahkan DPR RI sudah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Beleid itu adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
“Perppu Nomor 1 Tahun 2020 itu bertujuan menjaga rakyat dari keterpurukan sosial dan ekonomi karena Covid-19,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD pada Sabtu kemarin(18/4/2020).
Namun, ada satu pasal yang paling mengundang kontroversi yakni pasal 27. Pasal 1 berbunyi: biaya yang telah dikeluarkan pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, belanda negara termasuk di bidang keuangan daerah, pembiayaan, stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
Pasal 3 berbunyi: segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan perppu ini bukan merupakan objek yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.
Terhadap ini, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan sejumlah tokoh seperti Din Syamsuddin dan Amien Rais telah mengajukan gugatan ke MK.
Mahfud pun mempersilakan langkah yang diambil oleh sejumlah pihak tersebut dan pemerintah tidak akan menghalanginya. “Tak ada yang melarang mengkritisinya di DPR atau mengujinya dengan judicial review ke MK atas perppu tersebut jika ada potensi dikorupsikan. Dari semuanya bisa lahir keputusan yang baik bagi bangsa,” katanya melalui akun @mohmahfudmd.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menilai pasal 27 itu superbodi dan memberikan imunitas kepada aparat pemerintahan karena tidak bisa dituntut atau dikoreksi melalui lembaga pengadilan.
“Perppu Nomor 1 Tahun 2020 jelas bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan Indonesia adalah negara hukum. Semestinya semua penyelenggara pemerintahan dapat diuji atau diawasi oleh hukum baik secara pidana, perdata maupun peradilan tata usaha negara,” ujarnya.
Pakar Hukum Tata Negara Hifdzil Alim menambahkan frasa bukan kerugian negara ini akan menjadi dilema. Nantinya penegak hukum ada yang akan berpegangan ke Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, oknum penyelenggara negara yang mempunyai iktikad buruk akan berlindung di perppu tersebut.(*/Ag)
JAKARTA – Kebijakan pembebasan narapidana oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) melalui program asimilasi untuk mencegah penyebaran virus corona (Covid-19) di lingkungan lembaga pemasyarakatan (lapas) terus menuai pro dan kontra.
Sosiolog Universitas Gajah Mada (UGM), Sunyoto Usman menilai, dampak pembebasan tersebut bisa bervariasi. Ada yang melangkah ke arah positif, namun tak menutup kemungkinan ada pula yang justru sebaliknya.
“Dugaan saya bervariatif ada narapidana yang setelah keluar jadi lebih baik, dia lalu taubat. Tapi kasus kriminal seperti pencurian, perampokan, penipuan, begal di penjara justru tambah pintar,” kata Sunyoto saat berbincang dengan awak media, Sabtu (18/4/2020).
Menurut dia, para napi kasus kriminal yang dibebaskan justru mendapat pelajaran dari dalam penjara untuk memperluas jaringan kriminal mereka.
“Mereka sekolah gratis di penjara. Mereka bisa memperluas jaringan kriminal melalui penjara. Yang perlu perhatian serius jaringan kriminal yang terbentuk dalam penjara, mereka yang keluar dari penjara memanfaatkan jaringan tersebut untuk aksi kriminal,” ungkapnya.
Dia menyarankan agar kebijakan itu dievaluasi dengan mempertimbangkan berbagai sektor. Dengan begitu, pembebasan napi dalam rangka menekan laju pandemi corona akan berjalan baik dan tidak menimbulkan permasalahan baru.
“Harus ada studi dampaknya terhadap berbagai sektor kesehatan, sosial, ekonomi. Pertimbangannya harus komprehensif,” kata Sunyoto.
Kemenkumham dan pemerintah daerah (pemda) lanjutnya, perlu memberi bantuan kepada para napi yang bebas, namun kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebab hal itu penting untuk memastikan mereka tidak lagi melakukan tindak kriminal.
“Jangka pendek (beri) bantuan sosial,” tandasnya.(*/Ag)
BANDUNG – Kejati Jabar bakal ‘pelototi’ penggunaan anggaran penanggulangan Corona. Jika ada penyelewengan, Kejati siap tindak tegas.
Ancaman yang menyelewengkan hukuman mati siap menantinya.
“Kita (Kejati) akan kawal terus penggunaan anggaran itu. Kita juga sudah instruksikan kepada seluruh Kejari (Kejaksaan Negeri) untuk melakukan pengawalan di wilayah hukum masing-masing,” kata Kasipenkum Kejati Jabar Abdul Muis Ali saat dihubungi, Jumat (17/4/2020).
Pihaknya tak sungkan-sungkan bakal menindak secara tegas jika ada perbuatan penyelewengan anggaran berkaitan dana bantuan untuk penanggulangan virus tersebut.
Selain itu, Muis mengingatkan agar aparatur pemerintah tak main-main soal anggaran penanggulangan Corona ini. Dia pun mengingatkan ancaman hukuman mati bagi yang nekat melakukan penyelewengan.
“Kita akan tindak tegas. Apalagi dengan situasi begini (pandemi Corona) ancamannya hukuman mati. Jangan pernah ada niatan. Karena kondisinya darurat artinya wabah nasional,”tegasnya.(*/Hend)
JAKARTA – Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan akan memecat jajarannya yang terbukti melakukan pungutan liar (pungli) terhadap narapidana dan anak dalam program pembebasan melalui asimilasi dan integrasi di tengah wabah Covid-19. “Instruksi saya jelas. (Aparat) terbukti pungli, saya pecat,” ujar Yasonna dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (16/4/2020).
Hal itu dia sampaikan menanggapi informasi tentang dugaan pungli terhadap narapidana yang menjalani asimilasi dan integrasi sesuai Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020. Yasonna mengaku telah menyampaikan instruksi tersebut kepada seluruh kepala kantor wilayah Kementerian Hukum dan HAM, kepala divisi pemasyarakatan, kepala lembaga pemasyarakatan, dan kepala rumah tahanan negara melalui konferensi video.
Yasonna meminta masyarakat berani melaporkan oknum nakal tersebut kepadanya melalui berbagai saluran yang tersedia atau melalui jajaran di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk memudahkan proses penindakan. Dia menjamin data pelapor akan dirahasiakan.
Dia menegaskan bahwa Kemenkumham sudah menginvestigasi dan menerjunkan tim ke daerah untuk menelusuri dugaan pungli tersebut. “Namun, investigasi belum menemukan adanya pungli. Kalau ada yang tahu, tolong laporkan. Supaya mudah, silakan sampaikan lewat pesan di Instagram dan Facebook fans page saya,” ucap dia.
Sebelumnya, Menkumham sudah memberikan lima instruksi terkait pengeluaran warga binaan yang menjalani asimilasi dan integrasi.
Pertama, tidak boleh ada pungutan liar karena proses tersebut bebas biaya.
Instruksi kedua, proses pengeluaran warga binaan asimilasi dan integrasi tidak boleh dipersulit. Mereka yang menjalani program ini adalah warga binaan yang sudah menjalani 2/3 masa hukuman; tidak menjalani subside;’ bukan napi korupsi, bandar narkoba, ataupun kasus terorisme; berkelakuan baik selama dalam tahanan; dan ada jaminan dari keluarga.
“Instruksi ketiga adalah memastikan warga binaan memiliki rumah asimilasi yang jelas untuk memudahkan pengawasan dan program berjalan dengan baik,” kata Yasonna.
Keempat, dia menambahkan, seluruh narapidana yang menjalani asimilasi dan integrasi tetap dibina dan diawasi berkala. Pengawasan dilakukan dengan koordinasi kepolisian serta kejaksaan.
“Instruksi kelima, warga binaan harus diedukasi oleh petugas pemasyarakatan agar terhindar dari Covid-19,”paparnya.(*/Ag)
SURABAYA – Unit Jatanras Satreskrim Polrestabes Surabaya, Jawa Timur berhasil membongkar praktik prostitusi online. Dalam kasus ini, polisi meringkus tiga orang tersangka. Mereka masing-masing berinisial K (39) warga Semarang.
Disusul DK (44) warga Surabaya, dan LS (46) warga Sidoarjo. Kini ketiga tersangka dijebloskan dalam tahanan Mapolrestabes Surabaya untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Komplotan itu dalam menjalankan aksinya terbilang cukup hati-hati. Meski memasarkan para pekerja seks komersial (PSK) ke pria hidung belang lewat media sosial, namun tidak semua pemesan dilayani.
Para tersangka hanya melayani para pria hidung belang yang merupakan pelanggan tetap. Serta melayani pria hidung belang yang mendapat rekomendasi dari pelanggan tetap.
Kanit Jatanras Satreskrim Polrestabes Surabaya, AKP Iwan Hari Poerwanto, menjelaskan, awalnya polisi menangkap tersangka KS. Setelah dilakukan pengembangan berhasil menangkap DK. Kemudian polisi menangkap LS.
“Tersangka LS ditangkap pada sebuah hotel di Surabaya. Barang bukti yang diamankan dua kondom dan uang sebesar Rp10 juta serta HP,” terang Iwan, Selasa (14/4/2020).
Iwan menjelaskan, sebelumnya tersangka LS menerima booking out via aplikasi WhatsApp. Selanjutnya tersangka LS menghubungi korban FN dan NV selaku anak buahnya. Kemudian FN dan NV menyetujui.
Tersangka bertemu dengan kedua korban di sebuah hotel di Surabaya untuk melayani pria hidung belang yang melakukan booking. Untuk pembayaraan atas bookingan tersebut dilakukan secara tunai di loby hotel senilai Rp10 juta.
“Setiap anak buah tersangka LS yaitu FN dan VN masing-masing diberikan pembayaran booking Rp2,5 juta. Dari perbuatan ‘memasarkan’ korban FN dan NV, hasil keuntungan yang didapat tersangka LS sebesar Rp5 juta,” paparnya.
Ketiga tersangka akan dijerat Pasal 2 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang PTPPO, dan atau Pasal 296 KUHP dan atau 506 KUHP. Adapun ancaman hukuman paling singkat 3 tahun dan maksimal 15 tahun.(*/Gio)
JAKARTA – Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Thomas Sunaryo meminta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) agar mengevaluasi, terkait kebijakan pembebasan narapidana dalam rangka pencegahan virus corona di lembaga pemasyarakatan.
Menurut Sunaryo, ada dua hal yang harus dipastikan oleh pemerintah dalam hal ini Kemenkumham yakni memastikan bahwa kebijakan tersebut tepat dan tidak justru menimbulkan masalah kesehatan di dalam lapas.
“Apakah pengurangan itu dari segi kesahatan itu tidak membawa efek ke dalam lapas ini perlu dievaluasi,” kata Sunaryo saat dihubungi wartawan, Selasa (14/4/2020).
Kedua kata dia, Kemenkumham juga harus memastikan apakah para napi tersebut memiliki penghasilan dan diterima oleh lingkungan dan keluarganya. Sebab jika tidak maka tidak menutup kemungkinan mereka melakukan kejahatan yang sama karena kebutuhan.
“Kedua napi yang dikeluarkan itu kan umum itu harus di evaluasi apakah dia punya pekerjaan, tinggal dimana, diterima tidak dalam lingkungannya. Dia kan juga harus menghidupi dirinya harus cari makan,” ungkapnya.
Pemerintah juga harus memikirkan apakah para napi yang dibebaskan tersebut perlu diberi bantuan. Khususnya napi yang memang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Kendati begitu, menurut Sunaryo kebijakan tersebut tidak perlu dihentikan karena menurutnya pembebasan napi sangat penting menghindari wabah corona.
“Saya kira tetap saja berlangsung kalau terlalu padat susah,” terangnya.
Lebih jauh Sunaryo meminta agar jajaran kepolisian juga melakukan evaluasi terhadap napi narkoba. Menurutnya saat ini jumlah napi narkoba mencapai 50-60 persen di lapas. Menurutnya untuk mengurangi itu polisi harus bisa lebih selektif.
“Kalau kita mau jujur 50-60 persen lapas itu dihuni kasus narkoba. Kadang mereka itu yang ditangkap hanya pengguna, kita punya satu linting candu saja sudah dipenjara ini juga harus dievaluasi seberapa jauh mereka yang dipenjara dan di rehab,” tandasnya.(*/Ag)
CIREBON – Setelah keluar surat perintah penyidikan (Sprindik) baru, serta sudah menetapkan tersangka baru inisial FF dalam kasus penyalahgunaan alat mesin pertanian (Alsintan), Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumber Kabupaten Cirebon memanggil sejumlah pejabat di Dinas Pertanian (Distan) setempat.
Informasi dilapangan menyebutkan, sejak hari Senin kemarin, Kepala Dinas Pertanian (Kadistan) Kabupaten Cirebon, Ali Efendi bersama beberapa anak buahnya memenuhi panggilan kejaksaan.
Saat dikonfirmasi, Kepala Kejari Sumber Kabupaten Cirebon, Tommy Kristanto melalui Kasi Intel, Wahyu Oktavianto membenarkan terkait pemeriksaan tersebut. Menurut Wahyu, pihaknya telah melakukan pemanggilan terhadap para saksi terkait penyidikan kasus Alsintan dari terdakwa SM dan tersangka baru FF.
“Kami harus gerak cepat dalam mengungkap kasus ini. Kemarin kami periksa salah satunya Kadistan, Ali Efendi. Nanti juga ada beberapa saksi yang sudah kita jadwalkan untuk dilakukan pemanggilan,” kata Wahyu, Selasa (14/4/2020).
Wahyu menjelaskan, dalam suatu kasus segala kemungkinan bisa terjadi. Artinya, bisa saja nanti muncul tersangka baru, jika memang bukti-buktinya kuat. Termasuk juga, dalam kasus penyalahgunaan Alsintan ini. Pihaknya masih terus mengumpulkan yang cukup sehingga nanti bisa dianalisa dan dikembangkan lagi.
“Kalau berbicara kemungkinan semuanya bisa terjadi. Namun kami tetap akan melakukan pemeriksaan dan pengumpulan data sebagai bukti. Pemanggilan kemarin statusnya masih sebagai saksi,” jelas Wahyu.
Wahyu menambahkan, kemungkinan ada sekitar 20 saksi dari semua kalangan, terkait kasus tersebut. Kemungkinan, ada saksi ahli dari Kementerian Pertanian RI yang akan hadirkan sebagai saksi.
“Tentunya kita profesional dalam menangani perkara, kita fokus pada kasus bantuan Alsintan. Cuman masalahnya apakah memang hanya ini saja atau adakah nanti alsintan-alsintan yang lain, nanti akan kita dalami,” tukasnya
Diberitakan sebelumnya, terkait kasus penyalahgunaan alat mesin pertanian (Alsintan), Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumber Kabupaten Cirebon, menetapkan tersangka baru berisnial FF yang merupakan salah satu pejabat struktural di Distan Kabupaten Cirebon. Kasus ini juga telah menyeret salah seorang terdakwa berinisial SM yang sekarang di tuntun 7 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Bandung. (*/Dang)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro