JAKARTA – Rencana penghapusan Ujian Nasional (UN) oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, disambut positif sejumlah guru atau para pendidik. Mereka menilai, Assessment Kompetensi Minimum dan Survei Karakter sebagai pegantinya akan jauh lebih baik.
“Tentunya apa yang menjadi keputusan Pak Menteri ini telah melalui kajian, baik strategis maupun kebutuhan anak sehingga baik untuk kebaikan dunia pendidikan,” ucap Rose Rini, pengajar di sekolah Marie Joseph, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (11/12/2019).
Dikatakannya, pengukuran yang berdasarkan literasi sebagai pengganti UN tersebut jauh lebih nyata bagi siswa untuk dapat menerapkan apa yang dipelajarinya selama ini. “Sehingga siswa tidak hanya sekadar baca dan menghafal, seperti yang banyak terjadi pada siswa sekarang ini,” ujarnya.
Dalam hal survei karakter, Rose juga melihat bahwa hal tersebut lebih pada pendidikan membangun suasana. Tak hanya itu, melalui penguatan karakter ini tentunya dapat membentuk pribadi siswa agar menjadi lebih baik dan siap bersaing di era yang sangat global dengan caranya yang lebih kontekstual.
Tanggapan serupa juga diungkapkan Ratna Suminar, Kepala Sekolah SDN Cideng 07, Gambir, Jakarta Pusat. Menurutnya, rencana penghapusan UN oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, dirasa sangat tepat.
Pasalnya, kata Ratna, UN sendiri dinilai tidak efektif karena terkadang memang banyak siswa yang gugup pada saat hari pelaksanaan. Sehingga pada nilai harian, siswa mendapat nilai tinggi, tapi pada saat ujian karena tidak bisa percaya diri atau gugup tersebut mengakibatkan nilainya jatuh.
“Selain itu dalam segi efisiensi anggaran, ini dapat meminimalisir . Dan anggaran yang ada pun bisa dialokasikan ke siswa, juga siswa-siswa yang mempunyai bakat tertentu,” ungkapnya. (*/Nia)
BOGOR – Tindakan Kepala Sekolah (Kepsek) SMAN 1 Cibinong yang memecat lima orang siswanya, menuai kecaman. Ketua LSM Aspirasi Sosial Masyarakat Centre (ASMC), Mochammad Nurul Nasruli menilai, langkah tersebut dianggap semena-mena.
Tak tanggung-tanggung, pria yang akrab disapa Buyung ini bahkan akan melaporkan tindakan tersebut ke Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Ia pun mengancam, jika hal ini dibiarkan, pihaknya akan melakukan aksi besar-besaran.
“Pendidikan adalah hak semua masyarakat. Jika memang ada pelanggaran yang dilakukan oleh siswa, sekolah seharusnya melakukan pembinaan terlebih dahulu sesuai dengan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015. Tidak melakukan pemecatan secara semena-mena,” tegas Buyung.
Lebih lanjut, ia juga menjabarkan, jika terjadi hal-hal yang kurang wajar terhadap siswa, seharusnya pihak sekolah melakukan pemanggilan kepada orangtua masing-masing. Baru setelah orangtua tersebut tidak sanggup melakukan pembinaan baru dikembalikan lagi kepada sekolah.
“Intinya, sekolah tidak boleh memutuskan cita-cita dan masa depan siswa, apapun dalihnya. Terkecuali ada tindakan hukum atau pidana yang dikuatkan dengan surat pernyataan dari kepolisian,” sebutnya.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Aliansi Masyarakat Perduli Pendidikan, Biyan Firmansyah juga menolak tindakan yang semena – mena kepala sekolah SMA Negeri 1 Cibinong Kabupaten Bogor yang memecat siswa, pemecatan 5 siswa ini melanggar Permendikbud No. 82 tahun 2015.
DPP AMPP bahkan mendesak Gubernur Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Ketua DPRD Jawa Barat segera memberi sanksi atau mutasi kepada kepala sekolah tersebut.
”Dampak pemecatan itu bisa menimbulkan traumatik bagi siswa, seharus kepala sekolah bisa membina dan mendidik siswa menjadi baik kalau tidak bisa mendidik dan membina tidak usah jadi kepala sekolah bisanya hanya pecat siswa semena-mena,” paparnya.
AMPP juga menjelaskan, secara undang-undang tidak diperbolehkan mengeluarkan siswa dari sekolah. “Semestinya pihak sekolah tetap mempertahankan sampai siswa lulus ujian,” ungkap Biyan
Hingga berita diturunkan, belum ada konfirmasi dari pihak sekolah terkait dugaan pemecatan terhadap lima siswanya tersebut. (Fuz)
CIKARANG – Sejumlah guru dari berbagai daerah mengeluhkan praktik potongan terhadap gaji mereka demi membayar iuran keanggotaan Persatuan Guru Republik Indonesia. Potongan itu diakui Ketua Pengurus Besar PGRI Pusat Unifa Rosyidi, meski meminta informasi itu tidak dibesar-besarkan.
Hal tersebut diungkapkan saat peringatan HUT PGRI tingkat nasional yang digelar di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang Timur, Kabupaten Bekasi, Sabtu, 30 November 2019. Selain iuran yang dipotong langsung dari gaji, mereka pun mengeluhkan kewajiban membeli sejumlah produk.
Para guru diwajibkan membeli kalender, seragam batik hingga majalah. Tidak jarang pembelian wajib untuk sejumlah produk itu dipotong pula dari gaji para guru.
“Ada (potongan), biasanya pas sertifikasi cair sering ada. Disuruh beli ini, itu. Buat ulang tahun ini juga ada. Padahal kan iuran bulanan disedot terus,” ujar salah seorang guru asal Bekasi.
Hal serupa diungkapkan guru lainnya asal Kabupaten Bandung. Dia mengaku praktik potongan untuk organisasi guru terbesar ini sudah terjadi sejak lama, baik yang dipotong langsung dari gaji maupun yang ditagih secara tunai.
“Kalau bulanan itu Rp 21.000, itu mah diambil langsung dari slip gaji. (Sebanyak) Rp 11.000 buat cabang, Rp 10.000 buat ranting, catatannya ada di slip gaji. Cuma selain itu juga ada macam-macam iuran lagi,” ucap guru wanita berusia sekitar 55 tahun ini.
Dia membenarkan adanya penjualan kalender tahunan dari PGRI kepada para guru. Meski sifatnya menjual namun mereka diwajibkan membeli. “Kalender tiap tahun Rp 75.000, harus beli. Bisa dicicil sampai tiga bulan, jadi Rp 25.000. Terus juga ada majalah yang juga kudu beli Rp 20.000,” kata dia.Kemudian untuk HUT PGRI tahun ini, dia mengaku dimintai juga iuran yang mencapai Rp 265.000 per orang. Iuran itu ditagih oleh pengurus ranting.
“Katanya untuk musyawarah ranting buat acara ulang tahun. Itu saya kan dipindah ngajarnya dari antar ranting, di ranting yang baru diminta iuran Rp 65.000 buat kaos, itu kaosnya ada. Nah di ranting yang lama diminta iuran lagi Rp 200.000 buat kaos juga, tapi kaosnya sampai sekarang enggak pernah ada. Saya sudah protes tapi tetap saja disuruh bayar,” ucap dia.
Menurut guru sekolah dasar ini, praktik ini sudah terjadi sekian lama. Iuran biasanya muncul di waktu tunjangan sertifikasi cair. “Tolonglah yang iuran-iuran ini ditindak, jangan terus-terus kayak gini. Kami kan sudah bayar itu yang dipotong di gaji, tapi masih juga diminta ratusan ribu. Jadinya kayak kesempatan, pas sertifikasi cair diminta bayar ini itu,” ucap dia.
Menanggapi banyaknya praktik iuran yang dibeban pada para guru, Ketua PB PGRI Pusat Unifa Rosyidi meradang meski dia membenarkan hal tersebut. Karena PGRI tidak mendapatkan bantuan keuangan dari pemerintah sehingga biaya operasional pun digunakan dari iuran yang dibayar para anggota, termasuk acara HUT PGRI. Iuran pun telah disepakati.
“Kami itu iuran sepakat dari dulu, di RT/RW juga ada iuran. Acara begini (HUT) bagaimana kalau tidak ada iuran. (Iuran wajib) nilainya sudah disepakati minimum 6.000 tapi kalau di daerah ya disepakati daerahnya masing-masing di AD/ART,” kata dia dengan nada meninggi.
Dia pun membenarkan praktik penjualan berbagai produk yang wajib dibeli guru. Tapi, dia berkilah sifatnya tidak memaksa dan tidak seluruh daerah terjadi seperti itu. Kendati demikian, Unifa menegaskan hal tersebut menjadi otoritas masing-masing daerah.
“Kalau kalender yang dikasus, jangan dibawa-bawa. Ada memang seperti itu tapi tidak semua. Itu semua otoritas masing-masing daerah. Kalau kami mencetak kalender kami bagikan ke provinsi masing-masing. Kalau misalkan keberatan, jangan beli. Karena tidak ada penjualan kalender yang dipotong dari rekening langsung. ” ucap dia.
Meski mengakui praktik itu terjadi dan membebani guru, Unifa mengatakan hal tersebut tidak perlu dibesarkan. Menurutnya, PGRI kini tengah fokus dalam perubahan menuju lebih baik.(*/Aln)
BOGOR – Mantan Waka Polri Komjen (Pol) Purnawirawan Drs. Nanan Sukarna bersama rombongan, kembali datang ke Madrasah Ibtidaiyah (MI) Misbahul Afhtal yang berada di Kampung Cileuleuy RT 03 RW 06 Desa Cibentang Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor, Sabtu (30/11/2019).
Kunjungan kedua kali dari mantan Waka Polri tersebut dalam rangka menghadiri acara syukuran sekaligus meresmikan selesainya kegiatan bakti sosial gabungan (Baksosgab) rehabilitasi gedung sekolah dan penyediaan berbagai sarana pendukung pendidikan seperti mebeulair berupa 126 set meja dan kursi belajar, sumur bor serta kamar mandi dan toilet.
“Bantuan bakti sosial gabungan ini dilakukan oleh 3 Komunitas yaitu Harley Davidson Club Indonesia (HDCI), Willys Owner Indonesia (WOI) dan Volkswagen Indonesia Association (VIA). Pesan saya, semoga pihak pengelola sekolah ini dapat menjaga dan merawatnya dengan baik demi kemajuan pendidikan masyarakat Indonesia,” ungkap Komjen (Pol) Purnawirawan Drs.Nanan Soekarna selaku Ketua sekaligus Pembina Komunitas tersebut, Sabtu (30/11/2019).
Dalam giat tersebut, Komjen (Pol) Purnawirawan Drs.Nanan Soekarna selaku perwakilan donatur, didampingi Teti Sugiharti selaku Kepala MI Misbahul Athfal menandatangani prasasti peresmian rehab sekolah madarah tersebut.
Turut hadir dalam kegiatan ini, Kapolsek Parung Kompol Parmin, Danramil Parung Kapten (inf) Iwan, perwakilan Pendiri MI Misbahul Athfal Sopyan Hadi, Pengawas Dikmad MI Kecamatan Ciseeng Saeful Bahri, beserta dewan guru serta pengurus pemerintahan setempat.
Kepala MI Misbahul Athfal Teti Sugiharti mengatakan, sangat berterima kasih atas pemberian bantuan yang diterima sekolahnya berupa biaya renovasi gedung sekolah, pengadaan bangku dan meja belajar untuk siswa dan guru serta pengadaan alat – alat penunjang pendidikan lainnya yang sangat dibutuhkan. “Tentu kami mewakili pendiri, para dewan guru serta semua wali murid, sangat berterimakasih atas bantuan yang sangat bermanfaat bagi MI Misbahul Athfal,” ucapnya.
Seperti diketahui, kabar tentang adanya kekurangan sarana mebeulair, serta adanya beberapa ruang kelas dan ruang guru di MI Misbahul Athfal sempat mencuat ke permukaan dan menjadi perbincangan hangat di tengah publik.
Madrasah Ibtidaiyah ini diresmikan pada tahun 2017 dan sebelumnya adalah Madrasah Diniyah. Ada 6 ruang kelas dengan jumlah murid sebanyak 130 orang siswa yang ditangani oleh 7 orang guru tenaga pengajar. (Fuz)
BOGOR – Bawaslu Provinsi Jawa Barat, menggelar kegiatan Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP) di setiap kabupaten dan kota. SKPP dilaksanakan secara bertahap dimasing-masing daerah.
Dalam kesempatan tersebut Wakil Bupati Bogor berkesempatan membuka kegiatan tersebut yang diikuti 90 peserta dari 40 Kecamatan se-Kabupaten Bogor bertempat di new karwika hotel & resort, Cisarua pada Senin (25/11/2019).
Wakil Bupati Bogor, Iwan Setiawan mengatakan dirasa penting untuk diadakannya kegiatan sekolah kader pengawasan partisipatif bawaslu Kabupaten Bogor tahun 2019 guna menyiapkan kader yang siap untuk terlibat dalam pesta demokrasi yang akan datang.
“Kegiatan ini pun menjadi wadah untuk meningkatkan peran serta masyarakat dan semua elemen dalam pengawasan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah sangat dibutuhkan untuk bersam-sama melaksanakan pengawasan partisipatif untuk mencegah dugaan potensi pelanggaraan pada setiap tahapan,” ujarnya.
Iwan juga menambahkan hal ini merupakan upaya perbaikan pengawasan pemilu tentu harus mendapatkan dukungan baik oleh penyelenggara pemilu lainnya (KPU dan DKPP), peserta pemilu dan masyarakat.
“Saat ini salah satu fokus bawaslu terkait pengawasan pemilu adalah tertuju pada perlibatan masyarakat untuk aktif ambil bagian menjadi pengawas pemilu partisipatif,”katanya.
Wakil Bupati Bogor juga berharap Bawaslu Kabupaten Bogor berkomitmen melakukan pendidikan sekolah kader pemilu kepada masyarakat dan generasi muda di Kabupaten Bogor dengan membentuk wadah pendidikan pengawasan pemilu yang berkesinambungan.
Sementara itu, ketua Bawaslu Provinsi Jawa Barat, mengatakan perintisan sekolah kader pengawasan ini memiliki 2 pesan penting. Pertama, spektrum rakyat adalah peran penting dalam pemilu. Kedua, SKPP menjadi ajang konsolidasi dalam menata pemilu partisipatif.
“Bawaslu hadir sebagai institusi harus menghadirkan visi jujur, adil, dan berintegrtas. Realitasnya, harus kita akui masih ada peserta pemilu yang melakukan keterpilihan bahkan dengan cara yang tidak prosedural seperti politik uang dan Bawaslu tidak berdiri sendiri. Kedua, sekolah kader ini antitesa dari politik transaksional tadi dan kita harus menyusun konsolidasi yang terstruktur, siatematis, dan massif. Kategorinya, masyarakat sadar & berani melaporkan pelanggaran,” papar Abdullah. (Fuz)
JAKARTA – Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengkritisi penyelenggaraan pendidikan profesi guru (PPG) prajabatan mandiri yang hanya diperuntukkan bagi sarjana baru lulus (fresh graduate). Hal tersebut dianggap sebagai bentuk diskriminasi terhadap guru honorer.
Ketua Umum Pengurus Pusat IGI Muhammad Ramli Rahim menilai, guru honorer yang mayoritas masih berusia muda seharusnya diberi kesempatan meningkatkan mutu melalui PPG. Dengan demikian, mereka akan mendapat kesempatan besar untuk jadi guru pegawai negeri sipil (PNS). Pasalnya, ucap dia, guru honorer kerap dianggap kurang berkualitas sehingga selalu gagal tes calon PNS.
Ramli menegaskan, untuk mengganti guru pensiun yang tahun ini mencapai 63.000 orang di seluruh Indonesia, pemerintah seharusnya mengutamakan merekrut guru honorer yang memenuhi persyaratan. Menurut dia, diskriminasi terhadap guru honorer dalam segala aspek harus segera dihentikan karena peran mereka yang begitu besar dalam membantu menutupi kekurang guru di sekolah.
“Saat ini masih banyak guru honorer yang dinyatakan belum lulus PPG. Ini (PPG untuk sarjana baru lulus) pukulan telak bagi para honorer. Padahal selama ini masih banyak juga guru honorer yang tidak sejahtera. Hanya digaji Rp 100.000 per bulan,” ucap Ramli, dihubungi di Jakarta, Senin, 18 November 2019.
Ramli menyatakan, selain mendorong peningkatan mutu, IGI juga meminta pemerintah menuntaskan masalah kesejahteraan guru honorer. Ia berharap, pemerintah tidak “meninggalkan” guru honorer dengan memprioritaskan calon guru berstatus sarjana baru lulus untuk mengisi kekurangan jumlah guru yang mencapai sekitar 400.000 orang.
“IGI ingin menarik segala potensi anggaran negara untuk memperjelas status guru dan memberikan pendapatan layak bagi guru honorer di seluruh wilayah Indonesia. IGI bahkan bersedia mengambil tanggung jawab peningkatan kompetensi guru sehingga anggaran pemerintah untuk peningkatan kompetensi guru dialihkan untuk mengangkat guru baik dengan status PNS maupun status PPPK,” katanya.
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memperpanjang pendaftaran PPG prajabatan mandiri hingga 2 Desember 2019. Hal tersebut dilakukan karena kuota 12.225 kursi PPG yang didistribusikan kepada 63 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) belum terpenuhi hingga batas waktu pendaftaran yang semula akan ditutup pada 11 November lalu.
Direktur Jenderal Pembelajaran Ditjen Belmawa Kemendikbud Paristiyanti Nurwardani menuturkan, hingga Jumat (15/11/2019) pendaftar sudah mencapai 10.000 orang. Ia optimistis, kuota yang disediakan akan terpenuhi pada akhir bulan ini. “Mereka (63 LPTK) yang meminta perpanjangan karena dirasa masih kurang sosialisasi. Setiap pekan pendaftarnya bertambah 3.000 – 5.000 orang,” kata Paristiyanti.
Dalam proses penyelenggaraannya, Ditjen Belmawa dan LPTK menyepakati hanya lulusan sarjana atau D-IV dengan IPK 3.0 yang bisa mengikuti PPG prajabatan mandiri. Syarat IPK minimal 3.0 menjadi aturan baru dengan harapan dapat melahirkan guru yang lebih kompeten dan profesional.
“Ada 4 tahapan tes. Administratif, bakat, minat dan panggilan jiwa. Jadi LPTK yang ditunjuk ini diharapkan merekrut calon guru sesuai regulasi yang berstandar nasional. Guru prajabatan yang ikut PPG ini juga akan mengikuti kurikulum dan modul baru yang kami buat,” katanya.
Sebelumnya, Pengamat Pendidikan dari Center of Education Regulation and Development Analysis (Cerdas) Indra Charismiadji menilai, penyelenggaraan PPG tidak akan mampu melahirkan guru profesional dan berkualitas. Pasalnya, mutu dosen di LPTK masih rendah.
Menurut dia, seharusnya, Kemendikbud menuntaskan dulu program peningkatan mutu dosen di LPTK. “Mutu dosen di LPTK itu parah. Itulah sumber dari kenapa susah sekali melahirkan guru berkualitas. Mahasiswanya yang ikut PPG menjadi tidak penting lagi karena mutu dosennya sudah parah. Kalau dosennya saja gak mengeri pedagogi, andragogi bagaimana calon guru bisa mendidik anak era sekarang?,” kata Indra.(*/Na
JAKARTA – Sebanyak 400.000 dari 3 juta guru belum lulus sarjana. Sebagian besar tersebar di sekolah daerah terluar, terpencil, dan tertinggal (3T).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bertanggung jawab meningkatkan kompetensi guru tersebut sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Supriano menuturkan, masalah tersebut ditargetkan selesai pada 2020.
Akhir tahun ini, Kemendikbud akan menyebar 1.200 instruktur nasional untuk memberikan pelatihan.
Dengan demikian, kompetensi guru diharapkan sesuai dengan kebutuhan siswa di era revolusi industri 4.0.
Selain itu, juga untuk mendukung kebijakan redistribusi guru berkualitas dan tersertifikasi berbasis zonasi.
Supriano menegaskan, pendidikan berbasis zonasi tetap menjadi landasan utama pemerintah dalam upaya membangun pendidikan nasional berkualitas dan merata.
Menurut dia, pelatihan difokuskan pada 4 kompetensi dasar yang dibutuhkan siswa.
“Guru harus bisa merangsang siswa berpikir kritis, mampu bekerja sama, terbiasa membangun komunikasi yang baik, dan menumbuhkan kreativitas siswa. Guru harus menguasai 4 kompetensi itu. Perbedaan kualitas guru antara daerah satu dan lainnya memang masih terjadi,” ucap Superiano di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Selasa 19 November 2019.
Ketua Umum PGRI (Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia) Unifah Rosyidi menyatakan, bentuk pelatihan harus bisa mengubah cara pandang guru terhadap proses kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.
Menurut dia, konsep membaca, menulis, dan berhitung (calistung) saja sudah tidak cukup bagi siswa.
Komunikasi yang harus dibangun di dalam kelas antara guru dan siswa juga harus dua arah.
“Jadi, ada diskusi yang baik di dalam kelas. Literasi dasar menghitung awal itu bukan hanya terkait matematika, tetapi literasi data juga sehingga anak-anak diarahkan untuk berpikir logis. Mulai diajarkan tentang remunerasi. Itu harus diajarkan kepada anak untuk melatih berpikir logis baru kemudian ke arah literasi data,” ujar Unifah.
Dia menuturkan, seorang guru juga dituntut memiliki kemampuan literasi kemanusiaan dan sosial. Pasalnya, peran guru di dalam kelas tidak akan tergantikan oleh pesatnya kemajuan teknologi.(*/Na)
BOGOR – SMA PGRI Plus Satu (PESAT) Cibinong, selenggarakan Lorong Budaya Tahun 2019 yang dikemas melalui apresiasi budaya nusantara cerita rakyat dengan menampilkan 18 Suku Bangsa Indonesia oleh ratusan siswa di halaman SMA Pesat , Selasa (19/11/2019).
Hal itu dilakukan untuk melahirkan generasi milenial kreatif, inovastif dan nasionalis,dalam rangka menghadapi perkembangan teknologi di era 4.0.
Kepala Sekolah SMA PGRI Plus Satu Cibinong, Basyarudin Thayib menuturkan, derasnya arus teknologi informasi di era industry 4.0 menjadi tantangan bagi dunia pendidikan dalam melahirkan generasi atau kader bangsa yang berkualitas, berkarakter dan memiliki rasa nasionalis terhadap tahan air, sehingga bisa turut serta menjaga dan melestarikan budaya bangsa ditengah pesatnya budaya asing masuk ke Indonesia.
“Untuk melahirkan kader bangsa yang berkualitas, harus memiliki tiga karakter yakni nasionalis, menguasai teknologi dan memiliki iman yang kuat. Dengan tiga karakter tersebut, mereka tidak hanya mampu menghadapi tantangan menuju era 4.0 tetapi mampu menjaga budaya dan martabat bangsa dimata dunia,” ujarnya.
Menurutnya, kegiatan lorong budaya merupakan agenda rutin tahunan yang telah dilaksanakan sejak 2012 lalu, untuk menjaga dan melestarikan budaya bangsa. Para siswa tidak hanya diajak mengenal tetapi mendalami budaya melalui beragam cerita rakyat.
“Lorong budaya tahun ini kita tampilkan 18 suku budaya dengan tema cerita rakyat, sebagai wadah kreatifitas, inovasi dan berkarya dalam mengembangkan bakat dan minat para siswa. Dengan cerita rakyat mereka berupaya menjadi pelaku dengan mendalami karakter otomatis akan terbentuk rasa memiiliki budayanya dan nasionalis. Sehingga kita budaya kita tetap bertahan di era globalisasi seperti saat ini,” tegasnya.
Sementara itu, Kasubdit Peserta Didik Direktorat Pembinaan SMA Kemendikbud RI, Juandanilsyah mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi kegiatan tersebut. Itu merupakan kegiatan yang sangat positif, karena para siswa diberikan kebebasan untuk menampilkan kreatifitas yang tinggi dari suku bangsa masing-masing.
“Ini yang kita sebut learning outcome, kompetensi yang diajarkan disekolah masih konten.Sementara yang ditampilkan itu output dari apa yeng mereka dapat dan pelajari. Melalui kegiatan ini mereka bisa memenuhin yang namanya empat C, yakni kreatifitas, kritikal thingking, kolaborasi dan komunikasi. Saya tadi lihat para siswa sangat pandai dan pintar dalam mengepresikan budaya melalui cerita rakyat yang ditampilkan, sehingga budaya lokal tetap terjaga dengan baik,” paparnya.
Ditempat yang sama, Ketua Pengurus Besar IPB PGRI Kabupaten Bogor, Supardi mengaku, bangga dan mengapresiasi manajemen dan kinerja yang dilakukan seluruh jajaran SMA PGRI Plus Satu Cibinong. Metode pembelajaran yang dikemas melalui kegiatan apresiasi lorong budaya nusantara itu, menjadi semangat baru sesuai dengan tujuan pendidikan diera milenial seperti saat ini.
“Pelestarian budaya ini sangat penting untuk dilakukan terutama di usia dini, jangan sampai generasi kita tergerus budaya asing. Kami berharap dengan kegiatan ini mampu menumbuhkan rasa mencintai budaya bangsa. Karena dengan memelihara budaya bangsa, kita turut serta mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia,” imbuhnya. (Fuz)
JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyatakan ke depannya gaji guru honorer minimal setara dengan Upah Minimum Regional (UMR. Besaran upah itu jika nantinya skema pendanaan melalui Dana Alokasi Umum (DAU) disetujui.
Baca Juga
Kasus Penyuapan Dominasi Perkara Korupsi di KPK Survei Kepuasan Haji: Porsi dan Variasi Menu Memuaskan Disney Hadirkan Karakter Baru di Sekuel Film Maleficent
“Kami terus memperjuangkan gaji guru honorer, agar nantinya gaji guru tidak ada yang Rp 150 ribu atau Rp 500 ribu per bulan. Paling tidak setara dengan UMR untuk yang nol tahun, nanti kami juga akan menghitung variabel lama pengabdiannya,” ujar Mendikbud dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (16/10).
Dia sudah meminta agar Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Supriano untuk membentuk tim dalam menyusun tata kelola guru. “Sangat kompleks, karena kita mengurusi sebanyak tiga juga guru. Tidak mudah dan ini harus menggunakan rencana kerja,” kata dia.
Menurut dia, seharusnya tidak ada guru honorer, karena begitu guru pensiun maka harus diangkat. Guru honorer yang diangkat sekolah, tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena mengganti guru yang pensiun.
“Makanya saya minta yang pensiun ini ditunda dulu lah, sambil menunggu penggantinya. Kemendikbud tidak punya kekuasaan 100 persen, karena guru punya daerah,” ujarnya.
Dirjen GTK Kemendikbud Supriano mengatakan ada kenaikan jumlah guru honorer pada Desember 2018 yaitu sebanyak 41.000 guru. Padahal pada akhir 2017 terdapat sebanyak 735.825 guru honorer.
“Ini artinya, kita minta kedisiplinan untuk pengangkatan guru honorer ini, karena wewenangnya ada di kepala sekolah. Ini yang kita usahakan, usahakan guru honorer ini jadiCPNS, kalau tidak Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK),” kata Supriano.
Supriano meminta agar kepala sekolah menghentikan pengangkatan guru honorer. Saat ini Kementerian Keuangan masih memproses agar guru honorer bisa digaji melalui DAU.(*/Ind)
PANGANDARAN – Untuk mencegah terjadinya kekerasan pada anak seperti seks menyimpang yang kerap terjadi anak di bawah umur, Kementrian Agama Pangandaran mengimbau kepada lembaga pendidikan selektif saat merekrut tenaga pengajar.
Kepala Kantor Kementrian Agama Pangandaran Cece Hidayat mengatakan, tidak dipungkiri, kasus kekerasan terhadap anak yang salahsatunya adalah prilaku seks menyimpang sering terjadi di beberapa lembaga pendidikan baik formal atau non formal.
“Untuk itu pengelola lembaga pendidikan harus ekstra selektif memberdayakan tenaga pengajar,” kata Cece.
Cece menambahkan, peran orang tua sangat penting dalam menjaga anak, begitu pun lembaga pendidikan baik formal atau non formal memiliki tanggung jawab dan menjaga kepercayaan orang tua peserta didik.
“Jangan sampai kepercayaan masyarakat kepada lembaga pendidikan formal dan non formal menurun karena ada oknum pengajar yang memiliki kelainan,” tambahnya
Dijelaskan Cece, masa anak-anak adalah masa emas yang sangat aktif. Biasanya anak senang dengan, hiburan dan dunia permainan.
“Jangan sampai masa anak tersebut disalahgunakan oleh oknum pengajar untuk melakukan kekerasan atau seks menyimpang,” jelas Cece.
Anak biasanya pemikirannya belum memiliki pendirian atau labil juga identik menuruti orang dewasa, masa tersebut jangan sampai disalahgunakan. “Saat ini kami gencar menggelar sosialisasi akan pentingnya melindungi anak agar tidak jadi korban kekerasan dan seks menyimpang melalui sejumlah forum pertemuan,” terangnya.(*/As)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro