JAKARTA – Satuan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) per peserta didik jenjang SD-SMP-SMA mengalami kenaikan pada tahun ini.
Satuan BOS untuk SD menjadi Rp 900.000 per siswa dari sebelumnya Rp 800.000 per siswa, untuk SMP menjadi Rp 1,1 juta per siswa dari sebelumnya Rp 1 juta per siswa, untuk SMA menjadi Rp 1,5 juta per siswa dari sebelumnya Rp 1,4 juta per siswa.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, satuan BOS tidak mengalami kenaikan untuk jenjang SMK karena sebelumnya telah mengalami kenaikan.
Begitu juga untuk pendidikan khusus.
“Untuk SMK masih tetap sama karena tahun lalu sudah dinaikan dari Rp 1,4 juta per siswa jadi Rp 1,6 juta per siswa. Dan untuk pendidikan khusus tetap sama Rp 2 juta per siswa,” katanya saat konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin, 10 Desember 2020.
Sri Mulyani menambahkan, BOS untuk tahun ini mencapai Rp 54,32 triliun. Alokasi BOS dikatakannya naik 6,03% dari tahun sebelumnya sekitar Rp 49 triliun.
Ia mengatakan, penyaluran BOS diubah dari yang tadinya 4 kali, kini menjadi 3 kali. Tahap 1 disalurkan sebanyak 30%, kemudian tahap 2 sebanyak 40%, dan tahap 3 sebanyak 30%.
“Untuk timingnya, tahap 1 itu paling cepat Januari. Untuk tahap 2, paling cepat bulan April dan tahap 3 paling cepat September. Sementara untuk BOS lainnya, kami memberikan sekaligus 100%, paling cepat April. Jadi, di sini yang akan berubah banyak adalah BOS reguler,” terangnya.(*/Ind)
SERANG – Pendidikan salah satu tujuan untuk mencerdaskan anak bangsa dan hal ini dilakukan oleh SMPN 10 Kota Serang mengutamakan kualitas para peserta didik dengan memfokuskan anak agar mengikuti kegiatan belajar di sekolah.
Salah satunya tidak membebani siswa dengan berbagai persoalan, termasuk pembiayaan. Terlebih saat ini sekolah telah gratis sepenuhnya.
Kepala SMPN 10 Kota Serang, Meti mengatakan, pihaknya usai sekolah dinyatakan gratis, hanya memfokuskan siswa agar mengikuti pembelajaran.
“Siswa tugasnya hanya belajar. Mengenai hal lain, biarkan wali murid dengan komite,” ujarnya, Senin (10/2/2020).
Menurut Meti, pihak sekolah dan siswa, terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, baik bagi peserta didik maupun tenaga pengajar.
“Kalau untuk kemajuan dan kebaikan, apapun kita lakukan, selama tidak melanggar aturan,” katanya. Meti menegaskan, pihaknya tidak akan memungut biaya apapun dari siswa, karena seluruh pembiayaan telah digratiskan.
Namun, tidak menutup kemungkinan jika ada wali murid yang hendak menyumbang sekolah.
“Waktu pagar sekolah roboh, kami dapat sumbangan dari Wali murid berupa bahan matrial dan lainnya seperti pasir. Tapi semuanya melalui komite sekolah,”jelasnya.(*/Dul)
JAKARTA – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) meminta bantuan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong pemerintah untuk segera mengangkat guru honorer menjadi PNS atau PPPK.
Rombongan PGRI sempat bertemu dengan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu, 4 Februari 2020.
Saat itu, agenda resminya adalah pengenalan pengurus PGRI, sekaligus mengundang Ketua MPR RI untuk hadir dalam Konferensi Kerja Nasional I (Konkernas) yang akan diselenggarakan pada 21-23 Februari 2020 di Jakarta.
Ketua PGRI Unifah Rosyidi menyampaikan permohonannya kepada Bambang Soesatyo terkait pengangkatan guru honorer.
Ia ingin Bambang mendorong pemerintah untuk segera menuntaskan persoalan guru honorer, dengan mengangkat mereka menjadi PNS atau PPPK.
Unifah menyebutkan, jumlah guru honorer yang terdaftar dalam data pokok pendidikan (Dapodik) sebanyak 3 juta guru. Sebanyak 55% di antaranya berstatus honorer, baik K2 maupun non-K.
“Masalah ini sangat serius untuk segera dicarikan solusinya. Suka tidak suka, guru honorer sudah berbakti kepada bangsa dan negara,” katanya.
Unifah menambahkan, PGRI memperjuangkan agar dilakukan revisi UU ASN secara meluas terkait guru honorer.
PGRI ingin agar tenaga honorer, baik pendidik maupun tenaga kependidikan, dari kedua kategori diberikan kesempatan mengikuti seleksi CPNS maupun PPPK.
“Lebih diutamakan lagi bagi yang berusia di atas 35 tahun mohon diprioritaskan, mengingat pengabdiannya yang luar biasa selama ini,” katanya.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, menyatakan harapannya supaya pemerintah bisa mencari solusi terbaik bagi guru berstatus non-PNS, yang jumlahnya sesuai data Kemendikbud 2020 mencapai 937.228 orang.
Menurutnya, pemerintah bisa memanfaatkan PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajeman P3K dan peraturan perundang-undangan lainnya, untuk mengangkat Guru Non-PNS menjadi P3K.”Para Guru Non-PNS tersebut diberikan kesempatan mengikuti seleksi tes CPNS. Jika tidak lolos, mereka diberikan kesempatan mengikuti seleksi P3K,” harapnya.(*/Tya)
BOGOR – Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah II Jawa Barat Aang Karyana menuturkan, akan ada beberapa upaya yang dilakukan untuk mencegah tawuran di wilayah Kota Bogor dan Kota Depok.
Salah satunya, menertibkan warung-warung di sekitar sekolah yang diduga menjadi tempat penyimpanan senjata tajam untuk tawuran.
Pihak sekolah juga akan melakukan razia tas siswa karena dikhawatirkan siswa membawa benda tajam untuk tawuran. Selain itu, orangtua yang siswanya terlibat tawuran akan dipanggil menemui pihak sekolah.
Orangtua akan diminta secara intensif memantau anaknya. “Ortu pantau terus anak. Anak lagi ngapain,” ujar Aang kepada awak media, menanggapi maraknya tawuran di Kota Bogor dan Kota Depok beberapa pekan terakhir, Rabu, (5/2/2020).
Upaya pencegahan lainnya yaitu dengan memberi siraman rohani kepada para siswa. Dalam beberapa hari kedepan, para siswa di Kota Depok dan Kota Bogor akan dikumpulkan untuk diberikan pendidikan agama oleh pemuka agama.
Sebenarnya di setiap sekolah, kata Aang, anak-anak sudah diberikan pendidikan terkait nilai perdamaian. Sekolah-sekolah bahkan mendatangkan praktisi untuk memberikan sosialisasi kepada siswa tentang perdamaian dan sikap saling menghargai.
Setiap sekolah juga memiliki satgas pelajar yang bertugas memantau perilaku siswa, termasuk memantau apabila akan terjadi tawuran siswa. Satgas akan melaporkan pantauannya kepada pihak kepolisian.
Namun, memang satgas yang diketuai Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, tidak bisa memantau siswa selama 24 jam.
Oleh karena itu, peran banyak pihak diperlukan untuk mencegah terjadi tawuran antarsiswa, termasuk orangtua. Perlu dicatat bahwa karakter anak sangat berpengaruh pada terjadinya tawuran. Sementara karakter anak dibentuk sejak anak kecil oleh orangtua.(*/Ind)
BANDUNG – Sejumlah SMP/MTs mematangkan persiapan menjelang Ujian Nasional (UN) mulai 20-23 April mendatang. Pihak sekolah tak mau mengganggap sebelah mata UN tahun ini meski sebagai UN terakhir sehingga tahun depan tak ada lagi UN.
“Kami tetap bersikap serius dalam persiapan UN terakhir pada tahun ini dengan diawali menggelar tes diagnostik untuk mengukur kemampuan tiap siswa,” kata Kepala SMP Assalaam, Abdul Rofe Taufik Umar didampingi Humas SMP Assalaam, Tirta Utama Somantri.
Ditemui di ruang kerjanya, Selasa (4/2/2020), Rofe menambahkan, tes diagnostik berupa soal-soal UN berbasis komputer.
“Para siswa mengerjakan soal tersebut lalu dinilai kemampuannya sampai sejauh mana. Kami akan melakukan pendampingan dan bimbingan sesuai dengan hasil tes diagnostik,” ucapnya.
Selain itu, SMP Assalaam juga menggelar penambahan jam belajar khusus mata pelajaran UN yakni Rabu 5 Februari sampai awal April mendatang.
“Kami juga bekerja sama dengan biro konseling untuk mendampingi para siswa agar tak stres menghadapi UN,” ujarnya.Sedangkan persiapan dalam sisi spiritual berupa istigasah tiap Jumat pagi selama 1,5 jam di aula sekolah.
“Selain UN juga para siswa akan menghadapi Ujian Sekolah (US) semua mata pelajaran dari 30 Maret sampai 7 April mendatang.
“Tahun ini hanya ada US sehingga Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dihapuskan,” katanya yang menambahkan USBN tahun lalu dengan ujian PAI, PPKn dan IPS.(*/Hend)
BOGOR – Kegiatan belajar mengajar di Kecamatan Sukajaya belum berlangsung efektif. Gara-garanya, kerusakan bangunan sekolah, rumah, hingga jalan karena bencana alam banjir bandang dan longsor, beberapa waktu lalu.
Para murid mengikuti orang tuanya mengungsi terpisah ke lokasi desa lainnya, atau jauh dari lokasi sekolah dimana mereka biasa belajar. Bahkan, ada yang mengungsi keluar Kecamatan Sukajaya. Para guru pun terpaksa membagi tugas dalam kegiatan mengajar.
“Murid SDN Banar 02 yang rumahnya mengalami kerusakan ada yang mengungsi di Kampung Kebon Kelapa Desa Harkat, SDN 01 Cigudeg dan salah satu SDN di Kecamatan Nanggung, hingga kegiatan belajat mengajar tidak efektif,” Abdul Mukhtarudin kepada wartawan, Selasa (4/2/2020).
Dia menerangkan setiap guru dibagi tugas mengajar di pengungsian, mereka tidak hanya mengajar sesuai kelasnya tetapi diwajibkan mengajar siswa kelas lain yang memang siswa SDN Banar 02.
“Setiap guru mendapatkan pembagian tugas mengajar di pengungsian dengan ragam kelas karena keteebatasan personil guru yang hanya 7 orang untuk mengajar lebih dari 10 rombongan belajar,” terangnya.
Akibat harus mengajar di pengungsian, biaya operasional para guru pun meningkat, para guru berharap tunjangan khusus kepada guru terdampak bencana yang dijanjikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim segera dicairkan.
“Saya membaca di koran bahwa guru di lokasi terdampak bencana alam mendapatkan tunjangan khusus selama tiga bulan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, kami berharap tunjangan khusus tersebut bisa segera cair,” ucap Alfi guru kelas III SDN Banar 02.
Sutisna Murid Kelas IV A SDN Sukajaya 04 yang tinggal di Kampung Ciputih Tonggoh Desa Pasir Madang mengaku harus belajar ke Desa Sukajaya 02 karena bangunan sekolahnya terancam ambruk.
“Bangunan SDN Sukajaya 04 di Desa Pasir Madang terancam ambruk hingga para murid diungsikan ke Desa Sukajaya yang jaraknya 5 Km, kami kerap berjalan kaki karena disini minim angkutan umum,” lirih Sutisna.
Kepala Desa Cileuksa Jaro Ujang menjelaskan bahwa desanya salah satu desa terparah karena dampak bencana alam banjir bandang dan longsor, dimana 1.405 siswa PAUD SDN, MI dan SMP harus belajar di tenda atau menumpang belajar di gedung lain.
“Harapan kami ada bantuan tenda dari kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau lainnya seperti halnya di SDN Ciri Mekar 02, Cibinong, karena tenda yang kami sediakan secara swadaya itu kurang layak. Selain diajar oleh guru masing – masing sekolah, saat ini Persatuan Guru Honorer (PGH) Kabupaten Bogor juga sudah membantu mengajar ke siswa sekolah yang ada di Desa Cileuksa,”ungkapnya. (*/Jun)
BANDUNG – Perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan guru, khususnya guru yang masih berstatus honorer, dinilai masih minim. Oleh karenanya, guru honorer didorong untuk terjun berwirausaha.
Penilaian dan dorongan tersebut disampaikan Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jawa Barat. Melalui wirausaha, Pergunu Jabar berharap, para guru bisa memberdayakan dirinya, keluarga, masyarakat, dan bangsa.
Ketua Pergunu Jabar H Saepuloh menegaskan, guru khususnya guru honorer tidak harus berpangku tangan terus kepada pemerintah, namun harus memiliki jiwa pengusaha (preneurship).
Oleh karena itu, guru jangan hanya terjebak dengan rutinitas mengajar, tetapi harus mulai dengan berwirausaha untuk menambah penghasilan dalam upaya peningkatan kesejahteraan.
“Para guru jangan hanya terjebak pada rutinitas bisnis mengajar tetapi harus mulai berusaha membuka lahan bisnis,” ujar Saepuloh , Minggu (2/2/2020).
Sebagai wujud dorongan tersebut, Pergunu Jabar telah menggelar workshop bertajuk “Teacherpreneur, Membangun Kesejahteraan Guru Melalui Ekonomi Mandiri” di Hotel Banana Inn, Jalan Dr Setiabudi Nomor 191, Kota Bandung, Jumat (1/2/2020).
Pria yang akrab disapa Kang Epul ini mengatakan, Pergunu Jabar juga bekerja sama dengan berbagai pihak untuk pemberdayaan wirausaha ini.
“Seperti workshop kali ini dengan perusahaan wisata umum dan religi, agar guru bisa belajar memasarkan usaha perjalanan ini,” kata Kang Epul.
Tidak hanya itu, Pergunu Jabar juga membentuk kelompok usaha lewat kerja sama dengan SMK-SMK, agar guru bisa belajar berwirausaha sekaligus menitipkan produknya di gerai-gerai SMK.
“Membuka usaha memang membutuhkan keberanian dan inovasi, sehingga kita dorong agar para guru berani keluar dari zona nyaman, meski tugas mengajar tidak boleh ditingggalkan,” harapnya.(*/Hend)
BANDUNG – Pendidikan di Indonesia mestinya tidak lagi hanya berorientasi pada ijazah dan gelar, tetapi lebih pada memberi output bagi mayarakat dan lingkungan sekitarnya. Namun, upaya tersebut mesti didukung kesiapan sumber daya manusia (SDM) unggul.
Demikian disampaikan Kepala LLDikti Jabar dan Banten Uman Suherman saat menjadi keynote speaker pada Stadium Generale Kolaborasi dan Akselerasi Kualitas SDM Indonesia Era Revolusi Industri 4.0 yang digelar ARS University di Ballroom Hotel Golden Flower, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Sabtu 1 Februari 2020.
“Bagaimana pendidik di kita ini mengembangkan karakter dan memiliki kapasitas pribadi. Sehingga tidak hanya fokus pada pengembangan keterampilan, tetapi juga perlu dibangun sikap dan perilaku yang memberi kontribusi kepada masyarakat,” jelas dia.
Menurut Imam, keberhasilan seseorang menuntut ilmu tak hanya ditunjukkan oleh ijazah dan gelar, tapi harus dibuktikan di tengah masyarakat dan berkontribusi terhadap masyarakat, terutama membantu dalam memecahkan persoalan di lingkungan sekitar.
Untuk mencapai itu, kata dia, perguruan tinggi harus mempertimbangkan beberapa unsur pokok dalam memberikan pendidikan kepada mahasiswanya. Pertama, ikut membantu menambah wawasan melalui transfer of knowledge. Kedua, dosen harus menunjukkan transfer of culture, termasuk pengabdian kepada masyarakat.
“Kampus ini memilki tanggung jawab pengembangan ke mayarakat. Kami mendorong agar mereka menjadi solusi atas persoalan yang ada. Makanya kami kerja sama dengan kampus dan kampus dengan industri agar kurikulum kampus relevan dengan kebutuhan mayarakat,” beber dia.
Namun, lanjut dia, tuntutan itu akan sulit dipenuhi bila tidak ada kompetensi dari sivitas akademika kampus. Mereka harus memastikan, apakah perkuliahan dilakukan dengan proses yang benar, laboratorium berjalan secara benar, dan lainnya.
“Dan semua proses itu bisa benar bila dosen punya kapasitas yang baik. Itu menjadi program kami kepada dosen, misalnya dosen harus punya kualifikasi akademik, jabatan akademik, sertifikat akademik, dan yang terdorong adalah dosen produktif,” katanya.
Sementara itu, Rektor ARS University Purwadhi mengatakan, menghadapi zaman yang terus berubah, mahasiwa juga mesti punya mindset terbuka. Pendidikan yang sedang dijalani di perguruan tinggi mestinya tidak hanya untuk mendapat ijazah dan gelar.
“Menurut pak menteri, ijazah dan gelar itu tidak memberi apa-apa. Jadi, di sini mahasiswanya harus berubah. Mahasiwa harus memiliki pengetahuan dan ada kecakapan baru, misalnya untuk mahasiswa S2 punya kecakapan strategic, mampu analisa keadaan. Dari pemikiran sederhana menjadi kompleks,” jelas Purwadhi.
ARS University, kata dia, terus mendorong agar mahasiwa memiliki pemikiran terbuka. Salah satunya, acara stadium general kali ini dalam rangka memberi wawasan kepada mahasiswa tentang mindset baru yaitu kampus yang merdeka belajar.
Ketua Yayasan Graha Harapan Generasi (YGHG) Joddy Hernady mengapresiasi kegiatan yang dilakukan ARS University. Kegiatan ini menurutnya penting digelar di tengah zaman yang berubah begitu cepat. Mahasiwa mesti didorong untuk mengetahui kondisi kekinian memulai kegiatan positif yang difasilitasi perguruan tinggi.(*/Hend)
JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menyatakan bahwa mengerjakan proyek di desa menjadi salah satu sarana penguatan karakter mahasiswa. Sebagai calon pemimpin masa depan, mahasiswa ditantang untuk keluar dari zona nyamannya dan berlatih menghadirkan solusi dari problem yang ditemuinya di desa.
“Ini adalah salah satu jenis project yang tidak mungkin tidak terjadi penguatan karakter,” kata Nadiem, di hadapan para peserta Rapat Koordinasi Forum Perguruan Tinggi untuk Desa (Fortides) di Jakarta, Kamis (30/1).
Ia menekankan pentingnya pembelajaran yang diperoleh mahasiswa selama mengerjakan proyek di desa. Mahasiswa harus berkolaborasi dengan mahasiswa dari program studi (prodi) lain, dengan warga, dan pengurus desa.
Selain itu, mahasiswa juga didorong untuk mengakrabi keberagaman yang ditemuinya di lapangan. Hal itu menjadi pembelajaran yang bermanfaat untuk penguatan karakter. Melalui pengabdian di desa, pemanfaatan dana desa dapat lebih optimal dan tepat guna.
Ia menjelaskan, proyek yang menggunakan dana desa nantinya akan didukung tenaga-tenaga muda yang memiliki intelektualitas dan siap menjadi rekan bagi para pengelola desa. Diawali dengan program pengabdian mahasiswa di suatu desa, maka universitas asal mahasiswa tersebut pada akhirnya akan merancang program-program lanjutan bagi desa tersebut hingga desa yang dibina menjadi mandiri.
Salah satu kebijakan Kampus Merdeka adalah memberikan kebebasan bagi mahasiswa untuk memilih kegiatan di luar program studinya selama tiga semester. Beragam kegiatan yang bisa dipilih di antaranya Proyek Desa, Riset, Magang/Praktik Kerja, Pertukaran Pelajar, Wirausaha, Mengajar di Sekolah, Proyek Kemanusiaan, dan Proyek Independen.
“Kalau satu dua bulan itu sulit. Kalau enam bulan, itu baru berdampak. Masyarakat juga melihat bahwa itu adalah sesuatu yang serius,” ujar dia, dalam keterangannya.
Nadiem mengajak semua pihak untuk mendukung program kolaborasi antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).(*/Ind)
SERANG – Pemerintah Kabupaten Serang memberikan anggaran untuk insentif para guru honorer berbagai kategori. Bersumber dari APBD Kabupaten Serang, total insentif yang diberikan mencapai Rp 52,2 miliar.
Adapun tenaga pendidik atau guru yang mendapatkan insentif, yakni guru honorer kategori dua (K-2), guru honorer murni, guru madrasah diniyah (MD), guru ngaji, dan guru pendidikan anak usia dini (PAUD).
“Jika dilihat yang diterima per guru memang kecil, karena kondisi anggaran pemda terbatas. Soal ini guru honorer juga paham,” kata Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah , Kamis (30/1/2020).
Usai bersilaturahmi dengan ratusan guru honorer Kabupaten Serang di aula SMPN 1 Kramatwatu itu, Tatu menyebutkan beberapa guru yang mendapatkan insentif, yaitu guru honorer K-2 Rp 6,3 miliar per tahun, diperuntukkan 754 guru. Kemudian guru honorer murni tingkat SD dan SMP untuk 2.273 orang dialokasikan Rp 10,9 miliar per tahun. Selanjutnya untuk 6.190 guru madrasah diniyah (MD) dianggarkan Rp 14,8 miliar per tahun.
“Ada juga dana insentif guru ngaji sebanyak 9.851 orang dengan total anggaran per tahun Rp 11,8 miliar. Kemudian ada untuk 3.045 guru PAUD dengan anggaran Rp 5,48 miliar. Banyak lagi guru-guru non pegawai negeri yang mendapat insentif. Jumlah dana insentif totalnya Rp 52,2 miliar. Kami menganggarkan setiap tahun,” paparnya.
Tatu mengaku ingin menaikan dana insentif untuk guru honorer. Hal itu karena menurutnya, saat ini dana insentif tersebut masih jauh dari layak.
“Mereka para guru honorer juga sama dengan guru pegawai negeri, bukan separuh waktu dalam mendidik siswa, sama waktunya full. Saya berharap pendapatan asli daerah Kabupaten Serang bisa lebih baik, sehingga bisa mengalokasikan anggaran insentif guru lebih banyak lagi,” ungkapnya.
Apakah guru honorer yang tersebar di 29 kecamatan baik tingkat SD dan SMP mencukupi dengan jumlah siswa yang di didik? Tatu menyebutkan untuk tingkat SD sebanyak 162.27 siswa. Jika mengandalkan guru yang berstatus aparatur sipil negara (ASN) yang hanya 3.781 orang, maka tidak proporsional dengan jumlah siswa yang ada.
“Tapi kalau dibantu guru honorer, tentu perbandingan antara guru dan siswa tingkat SD maupun SMP, angka perbandingannya masuk. Jadi guru honorer itu sangat dibutuhkan,” tegas Tatu.
Hadir pada silaturahmi sekira 500 guru honorer yang mewakili dari 29 kecamatan, Ketua DPRD Kabupaten Serang Bahrul Ulum, Kepala Dinas Penidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Serang, Asep Nugrahajaya, dan para pejabat eselon III dan IV di lingkungan Dindikbud Kabupaten Serang.
Kepala Dindikbud Kabupaten Serang, Asep Nugrahajaya mengatakan, insentif hanya tambahan penghasilan dari APBD Kabupaten Serang. Selama ini para guru honorer mendapatkan penghasilan dari alokasi dana bantuan operasional sekolah (BOS).
“Karena itu pilihan mereka untuk menjadi guru honorer, sehingga kompensasi dari dana BOS,” ujarnya.
Terkait gelar pendidikan para tenaga pendidik, Asep memastikan untuk guru yang berstatus ASN sudah 99 persen berstatus strata satu atau sarjana.
“Untuk guru honorer masih ada yang belum sarjana, maka kita dorong agar mereka mengikuti pendidikan sampai S-1 baik dari beasiswa pemda atau sumber lainnya,” paparnya.(*/Dul)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro