BOGOR - Dalam rangka menstabilkan harga daging sapi pada Oktober lalu, Perum Bulog mendapat penugasan dari pemerintah untuk mengimpor 10.000 ton daging sapi dari Selandia Baru untuk digelontorkan ke pasar dalam rangka menstabilkan harga daging sapi.
Namun, Bulog tidak dapat merealisasikan seluruh izin impor yang diberikan Kementerian Perdagangan. Hingga akhir tahun ini, daging sapi yang diimpor tidak akan mencapai 10.000 ton.
"Sampai hari ini sudah diimpor 2.000 ton dari Selandia Baru. Mungkin nggak sampai 10.000 ton sampai akhir tahun," kata Direktur Komersial Perum Bulog, Fazri Sentosa, di Grand Ussu Hotel, Cisarua, kemarin.
Fazri juga mengatakan, ketersediaan daging sapi di Selandia Baru tidak sebanyak di Australia. Pihaknya kesulitan mendapatkan daging sapi dari Negeri Kiwi tersebut.
"Ada masalah suplai di Selandia Baru, pasokannya nggak sebanyak di Australia," terangnya.
Dari bisnis daging sapi ini, Bulog telah memperoleh pendapatan hingga Rp 95 miliar. Menurut pengakuan Fazri, Bulog tidak mengambil untung dari operasi pasar daging sapi ini karena ditujukan untuk stabilisasi.
Operasi pasar daging sapi akan terus dijalankan hingga harga turun ke tingkat yang wajar.
"(Penjualan daging sapi) Tidak ada labanya, asal nggak rugi saja. Yang penting untuk stabilisasi harga. Sekarang masih jalan terus," jelasnya.
Harga daging sapi asal Selandia Baru yang digembar-gemborkan pemerintah lebih murah, menurut Fazri, harganya sama saja dengan daging sapi dari Australia. Tetapi, Selandia Baru dapat menjadi alternatif agar Australia tidak seenaknya menentukan harga daging sapi. (*Wiri)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro