JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, defisit neraca perdagangan Indonesia terhadap China (Tiongkok) semakin melebar menjadi US$2,43 miliar pada Januari 2019. Naik 32% dari Januari 2018 sebesar US$1,84 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, defisit yang kian meningkat ini dipengaruhi perlambatan perekonomian Tiongkok, sehingga turut menekan ekspor bahan baku dari Indonesia ke negeri Tirai Bambu tersebut.
"Ekonomi Tiongkok pada tahun 2019 diprediksi akan melambat dan itu tentu akan memengaruhi kebutuhan bahan baku mereka, sehingga bisa menekan ekspor Indonesia," katanya dalam konferensi pers di Gedung BPS, Jakarta, Jumat (15/2/2019).
Ia menjelaskan, pangsa (share) ekspor nonmigas terhadap Tiongkok juga mengalami penurunan dari 14,51% pada Januari 2018, menjadi 13,52% pada Januari 2019.
Nilai ekspor nonmigas dengan Tiongkok juga turun dari US$1,92 miliar pada Januari 2018, menjadi US$1,71 miliar pada Januari 2019. Penurunan terbesar terjadi pada komoditas batubara, tembaga, bijih logam, dan besi baja.
Di sektor migas, ekspor Indonesia ke China juga melemah 4,36% menjadi US$184,6 juta. Selain Tiongkok, Indonesia juga mengalami defisit neraca dagang dengan Thailand sebesar US$261 juta. Atau meningkat dibandingkan Januari 2018 sebesar US$211 juta.
Defisit dengan Australia mencapai US$208 juta, atau meningkat dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar US$178 juta. Namun, neraca dagang Indonesia masih mengalami surplus terhadap Amerika Serikat sebesar US$805 juta; India US$650 juta; dan Belanda US$214 juta.
Secara total, BPS mencatat, nilai neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2019 mengalami defisit US$1,16 miliar. Atau lebih tinggi dari posisi Desember 2018 sebesar US$1,03 miliar.(*/Adyt)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro